بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا
ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ،
واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB
Kisah
ini terjadi sesudah zaman Nabi Musa di mana Bani Israil telah meminta
kepada nabi mereka yaitu Nabi Samuel a.s untuk mengangkat seorang raja
untuk memerangi Jalut yang telah mengusir mereka dari kampungnya. Mereka
berkata kepada Nabinya:”Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami
berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah.” Nabi mereka menjawab:
“Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan
berperang.” Mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?”.
Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling,
kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa
orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Baqarah:246)
Kemudian, Nabi Samuel menyatakan bahwa Allah telah mengangkat
Thalut, seorang petani dan peternak miskin dari desa, menjadi raja
mereka, dan keputusan itu telah dibangkang sepenuhnya oleh mereka.
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?”
Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqarah:247)
“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia
akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat
ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun .”(QS. Al-Baqarah:248). Dimana Tabut adalah suatu peti
kayu yang berlapiskan emas.
Ketika Thalut membawa bala tenteranya sejumlah 80 Ribu orang (riwayat
lain 300 Ribu orang) untuk melawan tentara Jalut termasuk didalamnya
Nabi Daud a.s. Talut berkata: ”Sesungguhnya Allah akan menguji kamu
dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah
ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk
seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.”(QS. Al-Baqarah:249)
Tibalah mereka pada sebuah sungai antara Urdus (Jordan) dan palestin
nafsu mereka mengalahkan segalanya. Banyak dari tentara Thalut melanggar
perintah tersebut dengan meminum air sepuas-puasnya pada sungai
tersebut. Dan tentara Thalut menyusut menjadi 319 orang (riwayat lain,
313) yang tetap taat terhadap perintah Thalut dengan minum secukupnya.
Setelah itu, mereka meneruskan perjalanan, Thalut dan orang-orang
yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka yang tidak taat
berkata: ”Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya.”(QS. Al-Baqarah:249)
Namun, bagi mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah pula
berkata:”Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar.”(QS. Al-Baqarah:249)
Maka, semakin berkuranglah tentera Thalut yang terus berjuang. Mereka
berhasil melewati ujian-ujian Allah. Mereka sangat kuat dan
bersemangat. Mereka tidak seperti orang-orang yang luntur iman mereka,
yang telah keluar sebelum sempat berhadapan dengan bala tentera Jalut.
Dan ketika mereka maju melawan Jalut dan tenteranya, mereka
berdoa: ”Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan
kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang
kafir.”(QS. Al-Baqarah:250)
Meskipun dengan jumlah tentara yang sedikit, Thalut tetap maju
melawan Jalut. Kedua pasukan pun bertemu dan terjadilah perang tanding
satu lawan satu. Daud a.s juga mendapat giliran. Ia berani melawan
Jalut, pemimpin pasukan lawan. Melihat sosok kecil Daud a.s, Jalut
meremehkannya dengan menggertak, ” Enyahlah kau, aku tidak suka membunuh
anak kecil.” Tidak mau kalah, Daud menyahut, ” Aku suka membunuhmu.”
Serangan Daud ternyata merepotkan Jalut. Daud mampu mengalahkan, bahkan
membunuh Jalut. Dengan demikian, pasukan Thalut memetik kemenangan.
Keberhasilan Daud ini menjadi buah bibir di kalangan Bani Israil.
Setelah beberapa tahun berlalu Raja Thalut wafat dan akhirnya Allah
memberikan kekuasaan pada Daud menggantikan Talut dan mengangkat Daud
menjadi Nabi.
”Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah
(sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang
dikehendaki-Nya .”(QS. Al-Baqarah:251)
Ibrah ” Thalut VS Jalut “
Berbagai kenikmatan telah banyak dirasakan oleh bani Israil, sehingga
sudah sepatutnya mereka bersyukur kepada Sang Pemberi Kenikmatan
tersebut, yaitu Allah
Subhanahu wata’ala. Ketika di Padang Tih, Allah
Subhanahu wata’ala menurunkan kepada mereka Manna dan Salwa. Saat-saat mereka kehausan, lalu meminta Nabi Musa berdoa kepada Allah
Subhanahu wata’ala agar memberi mereka minum.Allah
Subhanahu wata’ala
memerintah beliau memukulkan tongkatnya ke sebuah batu hingga
memancarlah 12 lubang air untuk minum dua belas suku bani Israil.
Kenikmatan lain yang tak kalah pentingnya, bahkan sangat mulia, yaitu
diutusnya para nabi serta dibangkitkannya para raja yang memimpin dan
membimbing mereka. Setiap kali seorang nabi meninggal dunia, datanglah
nabi yang lain.
Begitu seterusnya selama berabadabad. Semakin lama waktu berjalan,
sejak wafatnya Nabiyullah Musa ‘Alaihissalam, digantikan pula oleh Nabi
Yusya’ bin Nun yang memimpin bani Israil. Beliau pun wafat dan
digantikan oleh nabi lainnya. Keadaan bani Israil semakin lemah. Pada
zaman itu ada dua
asbath, yang satu melahirkan nabi-nabi, yaitu
dari keturunan Lewi, sedangkan yang lain menurunkan para raja, yaitu
keturunan Yahuda. Akan tetapi, yang menunjuk dan menentukan raja mereka
adalah wewenang para nabi, sehingga yang mengatur dan membimbing mereka
sebetulnya adalah para nabi . Sepeninggal Nabi Yusya’, setelah
kemenangan demi kemenangan Allah
Subhanahu wata’ala berikan kepada mereka, bani Israil mulai menelantarkan ajaran dan wasiat yang pernah diberikan oleh nabi mereka, Yusya’ bin Nun.
Bahkan, sebagian mereka mulai ada yang menyembah berhala. Para hakim
tidak lagi mampu menerapkan ajaran Taurat dalam memutuskan persoalan
bani Israil. Tidak pula ada seorang nabi yang mengajak mereka kepada
yang ma’ruf dan melarang kemungkaran. Akhirnya, Allah
Subhanahu wata’ala
menghukum mereka dengan memberikan kekuasaan kepada bangsa lain untuk
menjajah dan merampas kekayaan mereka di negeri mereka sendiri. Sebagian
mereka diusir dari kampung halaman serta dipisahkan dari istri dan
anak-anak mereka. Sebagian lagi ada yang dijadikan tawanan dan budak.
Dalam sebuah peperangan, Tabut dan Taurat dirampas dari tangan mereka.
Akibatnya, mereka semakin jauh dari agama mereka. Tidak pula ada yang
menghafalnya kecuali segelintir orang. Karena banyaknya yang dibunuh
oleh penjajah, terputuslah kenabian dari mereka. Tidak ada lagi
keturunan Lewi yang melahirkan nabi-nabi, selain seorang wanita bernama
Hubla. Begitu pula keturunan Yahuda yang melahirkan raja-raja, banyak
pula di antara mereka yang terbunuh. Semua itu adalah buah kedurhakaan
mereka kepada Allah
Subhanahu wata’ala dan meninggalkan syariat-Nya. Allah
Subhanahu wata’ala
tidak menzalimi siapa pun di antara hamba-Nya. Dalam keadaan terjepit
seperti itu, mulailah mereka sadar dan kembali kepada Allah l. Mereka
berdoa agar Allah
Subhanahu wata’ala mengutus
seorang nabi di tengah-tengah mereka. Padahal, saat itu keturunan Lewi
sudah hampir punah, tinggal seorang wanita bernama Hubla yang sedang
mengandung.
Mulanya, wanita ini mandul, hingga dia hampir putus asa untuk
memiliki anak dari suaminya. Sementara itu, sang suami mempunyai istri
lain dan melahirkan sepuluh anak laki-laki untuk suaminya. Akan
tetapi,wanita itu melampaui batas terhadapnya karena merasa lebih banyak
anaknya. Hubla mengadu kepada Allah l atas kekurangannya dan memohon
diberi karunia seorang anak. Allah Maha Mendengar, Dia mengabulkan
permintaan wanita tersebut.
Hubla akhirnya mengandung dan beberapa bulan kemudian melahirkan
seorang anak. Dia menamai anak tersebut Samual; Allah l mendengar
doanya. Setelah anak itu semakin besar, dia diserahkan kepada
orang-orang saleh di Baitil Maqdis. Di rumah suci itulah Samual dididik
dengan ajaran Taurat. Setelah Samual dewasa, Allah
Subhanahu wata’ala
memilih dan mengutusnya sebagai nabi agar memberi peringatan kepada
bani Israil. Mulanya, bani Israil mendustakan dan mengingkari
kenabiannya, tetapi kemudian mereka mengakui juga nubuwah Samual. Pada
masa-masa itu, kekuasaan ‘Amaliqah (asal-usul penduduk Mesir) semakin
kuat di bawah pimpinan raja mereka, Jalut (Goliat) yang berasal dari
keturunan Kan’an. Seakan-akan tanpa perlawanan, mereka merajalela
membantai dan menindas bani Israil.
Para pemuka bani Israil sudah tidak mampu menahan penderitaan dan
kehinaan tersebut, maka mereka datang kepada Nabi Samual ‘Alaihissalam
meminta beliau mengangkat seorang raja untuk mereka. Demikianlah
kisahnya yang dipaparkan oleh sebagian ahli sejarah yang menukil dari
cerita Israiliyat. Kisah mereka diceritakan pula di dalam al-Qur’anul
Karim. Allah
Subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya),
Apakah kamu tidak memerhatikan pemuka-pemuka bani Israil sesudah
Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka,
“Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah
pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab, “Mungkin sekali jika
kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.” Mereka
menjawab, “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami?” Tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun
berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha
Mengetahui orang-orang yang zalim.
Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi raja kalian.”Mereka menjawab, “Bagaimana
Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan
pemerintahan darinya, sedangkan dia pun tidak diberi kekayaan yang
banyak?” (Nabi mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya
menjadi raja kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya tanda ia akan
menjadi raja ialah kembalinya tabut kepada kalian, di dalamnya terdapat
ketenangan dari Rabbmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada hal
itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (al-Baqarah: 246—248)
Di dalam ayat ini, Allah
Subhanahu wata’ala mengisahkan kepada Nabi-Nya
Shallallahu ‘alaihi wasallam
tentang para pemuka bani Israil yang menemui nabi mereka saat itu,
yaitu Samual ‘Alaihaissalam, lalu berkata kepadanya, “Tunjuklah seorang
raja untuk kamiagar kami berperang di jalan Allah
Subhanahu wata’ala bersamanya.”
Akan tetapi, karena sudah memahami watak bani Israil itu, Nabi Samual berkata (sebagaimana dalam ayat),
هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا
“Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.”
Seakan – akan Nabi Samual meragukan, jangan-jangan kalau Allah
Subhanahu wata’ala
memilihkan seorang raja untuk mereka, mereka justru tidak menepati
janji untuk berperang bersama raja tersebut. Jadi, beliau menawarkan
kepada mereka agar mereka selamat. Akan tetapi, mereka tidak mau
menerimanya, bahkan tetap berpegang kepada tekad dan niat mereka.
Mendengar jawaban Nabi Samual ‘Alaihissalam ini, mereka berkata
(sebagaimana dalam ayat),
“Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami?”
Seolah-olah mereka hendak mengatakan, “Apakah yang menghalangi kami
berperang, sementara kami terpaksa memilihnya. Kami diusir dari negeri
kami sendiri dan anak-anak kami ditawan.Itulah yang mendorong kami
berperang walaupun tidak diwajibkan atas kami.”Ketika niat mereka
ternyata bukan niat yang baik, tawakal mereka kepada Allah
Subhanahu wata’ala
pun lemah. Tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun
berpaling. Mereka takut memerangi musuh, tidak sanggup melawan, dan
tekad mereka luntur. Bahkan, sebagian besar mereka dikuasai oleh sikap
lemah dan pengecut, hingga meninggalkan perintah Allah
Subhanahu wata’ala.
Akan tetapi, beberapa gelintir orang di antara mereka dilindungi oleh
Allah Subhanahu wata’ala dan diteguhkan serta dikuatkan hati mereka,
sehingga tetap menjalankan perintah Allah
Subhanahu wata’ala
dan mempersiapkan diri untuk menghadapi musuh-musuh-Nya. Mendengar
tuntutan dan jawaban mereka, Nabi Samual berkata, “Sesungguhnya Allah
Subhanahu wata’ala telah mengangkat Thalut menjadi raja kalian.” Para
pembesar itu terkejut, bagaimana mungkin Thalut (dalam bahasa Suryani;
Saul) menjadi raja bani Israil? Kata mereka kepada nabi mereka,
“Bagaimana Thalut memerintah kami?Kami berasal dari keturunan Yahuda
yang melahirkan raja-raja, dan kami lebih berhak mengendalikan
pemerintahan darinya. Dia juga miskin, tidak diberi kekayaan yang banyak
untuk mendukung kekuasaannya.”
Demikianlah menurut mereka, sebuah kerajaan atau kekuasaan harus
dipegangoleh orang yang mempunyai nasab mulia dan banyak hartanya. Nabi
Samual ‘Alaihaissalam berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah
Subhanahu wata’ala telah memilihnya menjadi raja kalian, sehingga kalian wajib tunduk kepada keputusan tersebut. Bahkan, Allah
Subhanahu wata’ala menganugerahinya
kelebihan di atas kalian berupa ilmu dan fisik, yaitu kekuatan akal
pikiran dan jasmani. Dengan kedua hal inilah urusan sebuah kerajaan
dapat terlaksana secara sempurna.”
Sebab itu, seandainya seorang raja hanya kuat fisiknya, tetapi lemah
akalnya, tentu di kerajaannya akan terjadi kerusakan, kekalahan dan
penyimpangan terhadap syariat; dia memiliki kekuatan, tetapi tidak
memiliki hikmah kebijaksanaan. Selain itu, seandainya seorang raja hanya
mempunyai ilmu pengetahuan tentang berbagai masalah, tetapi tidak
mempunyai kekuatan untuk menerapkannya, niscaya buah pikiran itu juga
tidak berguna dan tidak dapat dilaksanakan.
Allah
Subhanahu wata’ala menyerahkan kerajaan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, sehingga tidak perlu mengingkari
kekuasaan Thalut, meskipun dia bukan keturunan Yahuda ataupun Lewi.
Selain itu, kerajaan itu sebetulnya bukan warisan, melainkan di tangan
Allah
Subhanahu wata’ala yang Dia berikan kepada
siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah Mahaluas karunia-Nya, sangat
banyak sifat pemurah-Nya, tidak mengkhususkan rahmat dan kebaikan-Nya
untuk orang tertentu, baik yang tinggi kedudukannya maupun yang rendah,
tetapi Dia juga Maha Mengetahui siapa yang berhak menerima keutamaan
lalu Dia melipatgandakannya. Dengan kalimat ini, keraguan yang tadi
muncul, sirna dari hati mereka.
Sebab, keterangan Nabi Samual q ini menegaskan bahwa syarat untuk menjadi raja sudah lengkap pada diri Thalut. Allah
Subhanahu wata’ala
memberi karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara
hamba-hamba-Nya, tanpa ada yang menolaknya, bahkan tidak ada pula yang
menghalangi kebaikan-Nya. Jadi, kedudukan sebagai raja yang dipegang
oleh Thalut adalah pemberian Allah
Subhanahu wata’ala, dan tentu saja Dia Maha Mengetahui kemaslahatan hambahamba- Nya.
Wallahu a’lam.
Kemudian, Nabi Samual menyebutkan tanda yang dapat mereka saksikan,
yaitu datangnya tabut yang mereka cari cukup lama. Di dalam tabut itu
terdapat sakinah yang menenangkan hati mereka dan menenteramkan pikiran
mereka, serta sisa peninggalan keluarga Nabi Musa dan Harun e yang
dibawa oleh malaikat.
Raja Thalut dan Pasukannya
Allah
Subhanahu wata’ala berfirman,
فَلَمَّا
فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُم بِنَهَرٍ
فَمَن شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَن لَّمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ
مِنِّي إِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ ۚ فَشَرِبُوا مِنْهُ
إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا
مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ ۚ
قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَاقُو اللَّهِ كَم مِّن فِئَةٍ
قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ
الصَّابِرِينَ () وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا
عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ () فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ
دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ
مِمَّا يَشَاءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ
لَّفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
() تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۚ وَإِنَّكَ
لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata,
“Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di
antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa
tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah
pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara
mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia
telah menyeberangi sungai itu, orangorang yang telah minum berkata, “Tak
ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.”
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata,
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan
yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang
sabar.”
Tatkala mereka tampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun
(Thalut dan tentaranya) berdoa, “Wahai Rabb kami, tuangkanlah kesabaran
atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami
terhadap orangorang kafir.” Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara
Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Dawud membunuh Jalut,
kemudian Allah memberikan kepadanya (Dawud) pemerintahan dan hikmah,
(sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang
dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah
mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. Itu adalah
ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan
sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang
diutus.” (al-Baqarah: 249—252)
Setelah Thalut menjadi raja bani Israil, dan kekuasaannya semakin
kuat, mereka bersiap-siap memerangi musuh mereka. Terkumpullah hampir
delapan puluh ribu pasukan bani Israil. Ketika Thalut bertolak dengan
pasukan bani Israil yang sangat besar, Allah
Subhanahu wata’ala menguji mereka, agar jelas siapa yang kokoh dan tenang, siapa pula yang tidak, “Sesungguhnya Allah
Subhanahu wata’ala
akan menguji kamu dengan suatu sungai, maka siapa di antara kamu
meminum airnya, ia durhaka, sehingga janganlah dia mengikuti kami karena
tidak ada kesabaran dan keteguhannya, karena kedurhakaannya. Dan siapa
yang tidak meminum air itu, sesungguhnya dia pengikutku, kecuali
menceduk dengan seceduk tangan, tidak ada dosa atasnya berbuat demikian.
Mudah-mudahan Allah
Subhanahu wata’ala memberkahi lalu mencukupi.”
Ujian ini menampakkan hikmah Allah
Subhanahu wata’ala memilih Thalut sebagai raja bani Israil. Allah
Subhanahu wata’ala
ingin menunjukkan kepada bani Israil bahwa Thalut memang ahli strategi
perang. Beliau membawa pasukan yang sudah pernah kalah bahkan terjajah
dalam sejarah peradaban mereka. Sekarang, dia mengerahkan mereka
menghadapi tentara penjajah dengan kekuatan dan persenjataan lengkap.
Sebab itu, tidak mungkin menghadapi tentara musuh kecuali dengan
kekuatan yang melebihi lawan, dan itu hanya satu, yaitu kekuatan hati
dan kemauan untuk menang. Kekuatan yang siap menundukkan keinginan
syahwat dan mengalahkan desakan atau dorongan kebutuhan sesaat serta
sanggup mengedepankan ketaatan terhadap pemimpin dalam semua keadaan.
Tidak ada gunanya kekuatan perlengkapan dan fisik sehebat apa pun,
kalau yang memilikinya adalah orangorang yang bermental pengecut dan
lemah. Lemah keinginan dan kemauannya untuk menang. Dalam ujian ini
jelaslah bahwa mereka sedang kekurangan air, sehingga air yang segar itu
sangat menggoda orang-orang yang kehausan. Pasir sahara yang panas,
bekal yang sekadarnya, harus menghadapi musuh yang tak terkalahkan,
benar-benar menambah berat ujian bani Israil ketika itu. Ujian itu
menjadi saringan bagi bani Israil. Dari 80.000 prajurit, sebagian besar
mereka melanggar, dan meminum air sungai sepuas-puasnya, padahal sudah
dilarang. Akhirnya, mereka berbalik mundur, tidak jadi memerangi musuh
mereka. Ketidaksabaran mereka menahan haus satu jam saja adalah bukti
terbesar tidak adanya kesabaran mereka untuk berperang yang pasti
memakan waktu lama dengan kesulitan lebih besar.
Mundurnya orang-orang tersebut dari pasukan induk, meningkatkan tawakal kepada Allah
Subhanahu wata’ala,
orang-orang yang tabah, semakin menambah sikap merendahkan diri, merasa
hina, dan berlepas diri dari daya dan kekuatan mereka sendiri. Bahkan,
berkurangnya jumlah mereka dan banyaknya musuh, semakin meningkatkan
kesabaran mereka. Akan tetapi, ujian itu seakan belum berakhir.
Orang-orang mukmin yang ikut bersama Thalut menyadari bahwa musuh yang
akan mereka hadapi sebetulnya sangat kuat dan belum pernah kalah.
Mereka tidak melanggar janji mereka yang pernah terucap di hadapan
Nabi mereka, bahwa mereka siap berperang. Akan tetapi kini, setelah
menyadari bahwa musuh mereka memiliki kekuatan lebih besar dan hebat,
mereka menyerah sebelum bertempur. Dari delapan puluh ribu pasukan itu,
yang tersisa dan masih bertahan bersama Thalut ketika menyeberangi
sungai itu, hanya sekitar 313 orang. Mereka inilah yang benar-benar
memiliki kekuatan tawakal dan keimanan yang besar kepada Allah
Subhanahu wata’ala
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah
Subhanahu wata’ala,
yaitu orang-orang yang memiliki iman yang teguh dan keyakinan yang
kuat, mereka meneguhkan yang lain, menenangkan pikiran mereka, dan
memerintahkan agar bersabar, kata mereka (sebagaimana dalam ayat),
كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah,”
dengan keinginan dan kehendak-Nya. Dengan kata lain, urusan itu di Tangan Allah
Subhanahu wata’ala. Orang yang mulia adalah yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wata’ala, dan orang yang hina adalah yang dihinakan oleh Allah
Subhanahu wata’ala. Karena itu, jumlah yang banyak tidaklah berguna sedikit pun bilam dihinakan oleh Allah
Subhanahu wata’ala. Sebaliknya, jumlah yang sedikit, tidak akan hancur atau kalah bila ditolong oleh Allah
Subhanahu wata’ala. Allah
Subhanahu wata’ala
bersama orang-orang yang sabar. Dia menolong dan memberi taufik kepada
mereka. Akan tetapi, sebab yang paling utama menyebabkan turunnya
pertolongan Allah
Subhanahu wata’ala adalah kesabaran hamba itu sendiri.
Akhirnya, nasihat itu masuk ke dalam hati mereka dan memberi pengaruh
yang sangat besar. Itulah sebabnya, ketika mereka menghadapi Jalut dan
pasukannya, Thalut dan pasukannya berdoa,
“Wahai Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami.”
Maksudnya, peliharalah hati kami, curahkanlah kesabaran untuk kami,
kokohkanlah kaki kami, agar tidak goncang dan melarikan diri, serta
tolonglah kami menghadapi orangorang kafir. Dari doa ini pula kita
mengetahui bahwa Jalut dan tentaranya adalah orang-orang kafir. Allah
Subhanahu wata’ala mengabulkan doa orangorang beriman itu, karena mereka telah menjalankan sebab-sebabnya. Allah
Subhanahu wata’ala
menolong mereka mengalahkan orangorang kafir itu. Dawud A’laihaissalam
yang ikut dalam pasukan Thalut adalah anak bungsu Isya yang semuanya dua
belas orang. Tubuhnya kecil, belum tampak layak untuk bertempur seperti
prajurit lainnya.
Akan tetapi, keimanan dan keberanian Dawud jauh melebihi manusia
lain. Pada waktu kedua pasukan bertemu, seperti biasa, Jalut menantang
duel satu lawan satu. Pasukan Thalut tidak ada yang berani
menghadapinya, padahal ketika itu Thalut telah mengumumkan bahwa siapa
yang dapat membunuh Jalut akan dinikahkannya dengan putrinya dan
diberinya separuh kerajaan. Bukan itu yang dicari oleh Dawud
‘Alaihissalam melainkan ridha Allah
Subhanahu wata’ala.
Beliau meminta izin untuk maju, tetapi dicegah oleh Thalut. Akhirnya
Dawud ‘Alaihissalam maju sendiri dan menyambut tantangan Jalut dan
membunuh raja kafir itu dengan
keberanian, kekuatan, dan kesabarannya. Thalut dan tentaranya dimenangkan oleh Allah
Subhanahu wata’ala.
Mereka kembali ke negeri mereka dan Thalut menepati janjinya,
menikahkan Dawud dengan putrinya dan membagi dua kerajaan bani Israil.
Kemudian, Allah
Subhanahu wata’ala memberi karunia
kepada Dawud untuk menguasai bani Israil dengan hikmah, yaitu nubuwah
yang meliputi syariat yang mulia dan jalan yang lurus. Setelah Allah
Subhanahu wata’ala menolong mereka, tenanglah mereka di negeri-negeri mereka menyembah Allah
Subhanahu wata’ala dalam keadaan aman sentosa, karena musuh mereka menjadi hina dan mereka pun berkuasa di muka bumi.
Wallahu a’lam.
Beberapa Faedah
Allah
Subhanahu wata’ala menggabungkan antara
kerajaan dan kenabian untuk Nabi Dawud. Padahal, sebelum beliau, sudah
ada nabi tetapi yang menjadi raja adalah orang lain. Sebagaimana
disebutkan, bahwa
asbath di kalangan bani Israil terbagi dua,
yang satu menurunkan raja-raja, yang lain melahirkan para nabi. Kisah
ini adalah salah satu bukti kebenaran Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Andaikata bukan berita yang disampaikan Allah
Subhanahu wata’ala
kepada beliau, tentulah beliau tidak mempunyai ilmu tentang peristiwa
itu. Bahkan, tidak ada seorang pun di antara kaumnya yang mempunyai
pengetahuan tentang hal ini. Di dalam kisah ini terdapat tandatanda
(kekuasaan Allah
Subhanahu wata’ala) dan pelajaran yang dapat dipetik oleh orang-orang yang berakal sehat (Ulul Albab), antara lain sebagai berikut.
1. Kata sepakat
ahlul hill wal aqdi, pembahasan dan pemahaman
mereka terhadap cara agar sempurnanya urusan mereka lalu mengamalkannya,
merupakan sebab utama bertambahnya kemuliaan mereka dan tercapainya
tujuan mereka. Sebagaimana dialami para pembesar ini, mereka merujuk
kepada nabi mereka dalam menentukan raja mereka sehingga mereka bersatu
dan taat di bawah pimpinan raja tersebut.
2. Kebenaran itu, semakin dihalangi atau ditolak oleh berbagai
syubhat, semakin terlihat kejelasan dan keistimewaannya. Demikian pula
keyakinan terhadapnya, sebagaimana dialami oleh mereka. Ketika mereka
mengingkari keberhakan Thalut menjadi raja, mereka diberi jawaban yang
memuaskan dan menghilangkan keraguan serta kerancuan.
3. Ilmu dan buah pikiran, disertai kekuatan akan menyempurnakan
kedudukan seorang wali (penguasa). Kehilangan salah satunya atau
keduaduanya mengakibatkan kurangnya kekuasaan dan kerugian.
4. Terlalu percaya diri menyebabkan kegagalan dan kehinaan, sedangkan
meminta pertolongan kepada Allah l dengan kesabaran dan bersandar
kepada-Nya adalah sebab kemenangan. Yang pertama adalah seperti
perkataan mereka kepada sang nabi,
“Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami?” Jadi, seolah-olah hasilnya ialah ketika diwajibkan
mereka berperang, mereka justru berbalik. Adapun yang kedua adalah dalam
perkataan mereka (sebagaimana firman Allah
Subhanahu wata’ala),
وَلَمَّا
بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا
صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Tatkala mereka tampak oleh Jalut dan tentaranya, merekapun (Thalut
dan tentaranya) berdoa, “Wahai Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas
diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orangorang kafir.” Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut
dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu). (al- Baqarah: 250)
5. Di antara hikmah Allah
Subhanahu wata’ala adalah memisahkan yang buruk dari yang baik, yang jujur dari yang dusta, dan memisahkan yang tabah dari yang takut. Allah
Subhanahu wata’ala tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya sebagaimana keadaan mereka yang bercampur tanpa ada yang membedakan.
6. Di antara rahmat dan sunnah- Nya yang berlaku adalah menjauhkan
bahaya orang-orang kafir dan munafik dengan kaum mukminin yang berjihad.
Kalau tidak demikian, tentulah bumi akan rusak dikuasai oleh
orang-orang kafir dengan syiar kekafiran mereka padanya.
Faedah Penting Kisah Perang Talut dan Jalut
1- Kisah ini diantara firman Allah yang
menjelaskan tabiat buruk Yahudi sebagai kaum yang suka membantah
Rasul-rasul Allah dan banyak bertanya dengan pertanyaan pengingkaran dan
ketidakpuasanJihad fi sabilillah telah Allah syareatkan pada umat-umat
terdahulu.
2- Dalam jihad syar’i disyareatkan adanya
Imam yang telah dibai’at dengan bai’at yang Syar’i, karena jihad tidak
akan tegak kecuali dengan pemimpin yang ditaati.
3- Tidak setiap orang pantas memegang
kepemimpinan. Untuk menempati kedudukan itu disyararatkan memiliki
sifat-sifat yang mendukung dalam menegakkah kekhilafahan Diantara sifat
yang sangat penting dan mendasar adalah berilmu serta memiliki
kesempurnaan pada akal dan badannya.
4- Allah tidak membiarkan seorang mengatakan dirinya beriman tanpa ujian kepadanya.
5- Perlunya menguji personil-personil
tentara sebelum terjun ke tengah medan pertempuran agar diketahui sejauh
mana tingkat ketaatan, kesabaran dan kesiapannya berjihad.
6-Allah menguji tentara Thalut dengan
sebuah sungai, agar tidak meminumnya kecuali sekedar menghilangkan haus.
Hasil dari ujian: Ada diantar a pasukan yang meminum air dengan
melampaui batas, diantara mereka ada yang hanya sekedar menghilangkan
haus dan ada diantara mereka yang tidak mengambil air sedikitpun.
7- Kisah sungai dan tentara thalut
mengingatkan kita tentang hakekat dunia dan penghuninya. Seperti itulah
dunia. Ada diantara manusia yang tenggelam dengan kehidupan dunia dan
melupakan akhirat, ada yang mengambil dunia seperlunya dan ada yang
tidak tergantung hatinya kepada dunia sedikitpun.
8- Seorang yang tertimpa kehausan yang
sangat, terlebih suasana terik, ketika mendapatkan air hendaknya tidak
meminum air dengan rakus dan tergesa, minumlah bertahap, sedikit demi
sedikit agar tidak memadharatkannya.
9-Sangat pentingnya ketaatan kepada pemimpin dalam perkara yang ma’ruf untuk tegaknya Jihad
10-Kemenangan bukan pada banyaknya
pasukan, namun kembali kepada kedekatan pasukan kepada Allah. Serupa
dengan pertempuran Thalut dan Jalut, perang Badar di tahun 2 H.
Kemenangan Allah berikan kepada kaum muslimin meskipun shahabat hanya
berjumlah sekitar 315 orang sementara Quraisy sejumlah 1000 pasukan
dengan persenjataan yang lengkap.
11-Pentingnya kesabaran dalam jihad
menegakkan kalimat Allah, oleh karena itu Thalut beserta kaum mukminin
meminta kepada Allah agar dicurahkan kesabaran.
12Pentingya Doa dalam keadaan perang, sebagaimana doa adalah senjata muslim di setiap saatnya.
13-Janganlah menjadikan harta sebagai
timbangan untuk menilai kemuliaan atau kebenaran seseorang. Cara pandang
seperti ini dianut ahlul jahiliyyah termasuk kaum Yahudi yang Allah
kabarkan dalam kisah Thalut dan Jalut.
14-Tidak sepantasnya, bahkan tidak boleh
meremehkan orang-orang lemah dalam dakwah. Ada di kalangan kaum dhu’afa
orang-orang yang memiliki kemampuan dalam berdakwah, bahkan kalau kita
menilik pengikut nabi dan Rasul kebanyakan mereka adalah kaum dhu’afa.
Kita tidak pernah lupa siapa Bilal bin Rabah, Ammar bin Yasir dan
tokoh-tokoh besar shahabat dari kaum Dhu’afa.
15-Iman kepada hari akhir dan perjumpaan
dengan Allah adalah faktor pendorong yang sangat kuat untuk seorang
beramal dan bersabar dalam menempuh segala ujian menegakkan kalimat
Allah. Allah berfirman:
قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ
أَنَّهُمْ مُلاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً
كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan
Allah beserta orang-orang yang sabar.”
16-Allah mengutus Dawud sebagai Nabi dan Rasul-Nya setelah kisah peperangan Thalut dan Jalut.
17-Diantara hikmah disyareatkannya jihad
adalah mencegah atau memutuskan kerusakan yang dilakukan kaum kuffar
sehingga tegaklah keadilan dan berlangsunglah kehidupan dengan baik
sebagaimana Allah firmankan di akhir kisah:
وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الأرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Seandainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti
rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas
semesta alam.” Al-Baqarah: 251
18-Dipilihnya Thalut sebagai raja padahal
ia seorang yang faqir, namun ia memiliki keluasan ilmu dan kekuatan
sementara banyak pembesar Bani Israil yang memiliki harta dan kedudukan
menunjukkan keutamaan ilmu atas harta dan kedudukan.
19-Kisah para nabi dan kaum mukminin terdahulu adalah hiburan bagi Rasul saw dan kaum mukminin dalam menegakkan kalimat Allah.
20-Kisah-kisah umat yang telah lalu serta
perkara ghaib yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya adalah ayat atau
bukti kenabian beliau. Allah berfirman:
تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami
bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar
salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.” Al-Baqarah: 252
Wallahul muwaffiq.