AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Jumaat, 30 November 2012

Antara syiah dan wahhabi

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Antara syiah dan wahhabi

Sangat menarik mencari persamaan mapupun perbedaan antara kaum Wahabi (Salafi) dengan Kaum Syiah.
Syiah dan Wahhabi sama-sama tidak mengikuti Imam Mazhab yang empat. Kedua-duanya terhasut oleh kaum Zionis Yahudi bahwa pintu ijtihad masih terbuka luas sehingga bagi mereka tidak patut mengikuti Imam Mazhab yang empat dan mereka disibukkan dengan mengulang kembali apa yang telah dilakukan oleh Imam Mazhab yang empat namun mereka belum berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Kaum Wahabi (salafi) merasa telah mengikuti Salafush Sholeh namun kenyataannya mereka hanyalah mengikuti para ulama yang mengaku-aku mengikuti Salafush Sholeh namun tidak bertemu atau bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Mereka tidak sejalan dengan Imam Mazhab yang empat yang bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh
Kaum Syiah merasa telah mengikuti Imam Ahlul Bait namun kenyataannya mereka hanyalah mengikuti para ulama yang mengaku-aku mengikuti Imam Ahlul Bait namun mereka tidak sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra bin Sayyidina Ali ra untuk mengikuti Imam Mazhab yang empat yang bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh
Persamaan lainnya,
Sepanjang sejarah kaum Syiah tidak terlihat mereka mengarahkan tentaranya dan menembakkan banyak butir peluru ke Zionis Yahudi Israel bahkan sebaliknya kaum syiah lebih banyak menorehkan darah kaum muslim.
Begitupula sepanjang sejarah kaum Wahhabi tidak terlihat mereka mengarahkan tentaranya dan menembakkan banyak butir peluru ke Zionis Yahudi Israel, bahkan sebaliknya mereka bekerjasama dengan Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi sehingga Amerika secara tidak langsung terbantu untuk membeli peluru dan menembakkannya kepada kaum muslim diberbagai belahan dunia.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang untuk membunuh manusia yang baru saja bersyahadat apalagi membunuh manusia yang telah bersyahadat, muslim yang taat, taat mengerjakan sholat, zakat, puasa, bahkan telah melaksanakan ibadah haji, mereka melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, menyebarkan dakwah, mendirikan masjid, dan menegakkan syi’ar-syi’ar-Nya
Rasulullah lalu bertanya: ‘Kenapa kamu membunuh orang yang telah mengucapkan Laa Ilaaha Illaahu? ‘ Aku menjawab, Wahai Rasulullah! Sesungguhnya lelaki itu mengucap demikian karena takutkan ayunan pedang. Rasulullah bertanya lagi: Sudahkah kamu membelah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar mengucapkan Kalimah Syahadat atau tidak? Rasulullah terus mengulangi pertanyaan itu kepadaku hingga menyebabkan aku berandai-andai bahwa aku baru masuk Islam saat itu. (HR Muslim 140)
Dia berkata, ‘Dan kami saat itu diberitahukan peristiwa Usamah bin Zaid, yang mana ketika dia telah mengangkat pedangnya, tiba-tiba orang musyrik itu mengucap, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah’, namun dia tetap saja membunuhnya. Maka Basyir pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengadukan dan menanyakan hal itu kepada beliau. Dia menceritakannya kepada beliau dan apa yang diperbuat oleh lelaki tadi. Maka beliau pun memanggil Usamah dan menanyainya, ‘Kenapa kamu membunuhnya? ‘ Dia menjawab, ‘Wahai Rasulullah, dia telah melukai kaum muslimin, dia telah membunuh si fulan dan si fulan, dan dia menyebutkan sebuah nama kepadanya, dan sungguh telah menyimpan dendam terhadapnya, namun ketika dia melihat pedangku ini, dia mengucap, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi: ‘Apakah kamu yang telah membunuhnya? ‘ Dia menjawabnya, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Lalu apa yang hendak kamu perbuat dengan kalimat, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah’, jika di hari kiamat kelak ia datang (untuk minta pertanggung jawaban) pada hari kiamat nanti? ‘ (HR Muslim 142)
Dari buku berjudul “Api Sejarah”, karya Ahmad Mansur Suryanegara yang diterbitkan Salamadani Pustaka Semesta, cetakan I Juli 2009 pada halaman 167 dapat kita ketahui bahwa gerakan Zionisme dalam gerakan politiknya ada dua langkah kerjasama yakni
1. Di Turki, dengan mendukung Kemal Pasha (Yahudi) menumbangkan kesultanan Turki, 1924 M untuk membebaskan Palestina dari kesultanan Turki
2. Di Arabia, bekerjasama dengan Raja Ibnu Saud , sekte Wahhabi.
Kerajaan Protestan Anglikan, Inggris berhasil menumbangkan kerajaan Arabia dari kekuasaan Raja Husein ataupun putra Raja Ali, Ahlus sunnah wal Jama’ah yang mengklaim batas wilayah Arabia meliputi Palestina dan Syiria bekas wilayah kekuasaan kesultanan Turki. Klaim atas kedua wilayah tersebut menjadikan Raja Husein dan putranya Raja Ali, dimakzulkan. Kemudian, kedua raja tersebut minta suaka di Cyprus dan Irak.
Kelanjutan dari kerjasama tersebut, Kerajaan Protestan Anglikan Inggris mengakui Abdul Aziz bin Saudi (sekte Wahabi) sebagai raja Kerajaan Saudi Arabia yang tidak mengklaim wilayah Palestina dan Syria sebagai wilayah Saudi Arabia.
Keberhasilan kedua kerjasama ini, memungkinkan berdirinya negara Israel, sesudah perang dunia II, 1939-1945M, tepatnya 15 Mei 1948
Kaum Wahabi adalah kaum yang mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab berasal dari Kabilah Banu Tamim, lahir 1115 H., wafat tahun 1206 H.
Dari halaman 169
“Amerika Serikat, jauh sebelum meletusnya perang Padri, 1821-1837 M, sudah mengadakan kontak dagang dengan Indonesia di Agam Sumatra Barat. Kedatangan Amerika serikat menimbulkan kelompok Wahabi kuat perekonomiannya. Namun, kolonial Belanda berusaha meniadakan pengaruh Amerika Serikat di Sumatra Barat, dengan menggunakan potensi kaum adat melawan Wahabi dalam Perang Padri yang berlangsung selama 17 tahun.”
Pada 1821 – 1837 M, pecah Perang Padri di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Imam Bondjol. Perang ini terjadi sebagai dampak dari provokasi Belanda untuk menutup kontak dagang Amerika Serikat dan Inggris yang melakukan pendekatan dengan masyarakat Sumatera Barat mempergunakan paham sekutunya yakni paham Wahabi.
Jadi dapat kita pahami ternyata perang padri akibat dari keinginan kolonial Belanda hendak menutup kontak dagang sekutu kerajaan dinasti Saudi yakni Amerika Serikat dan Inggris.
Raja Faisal Al Saud bin Abdul Aziz telah menyatakan bahwa mereka ada hubungan  dengan kaum Yahudi.
King Faisal Al Saud bin Abdul Aziz at that time could not deny his family’s kindred with the jews when he declared to the Washington Post on Sept. 17, 1969 stating:
We, the Saudi Familiy, are cousins of the Jews: we entirely disagree with any Arab or Muslem Authority which shows any antagonism to the Jews; but we must live together with them in peace. Our country (Arabia) is the fountain head from where the first Jew sprang, and his descendants spread out all over the world.”.
Terjemahan:
Raja Faisal Al Saud bin Abdul Aziz pada saat itu tidak menyangkal keluarganya adalah keluarga dengan Yahudi sebagaimana yang dia ungkapan pada Washington Post pada 17 September 1969 yang menyatakan:
Kami, Keluarga Saudi, adalah saudara sepupu dari orang-orang Yahudi: kita sama sekali tidak setuju dengan penguasa Arab atau Muslim yang menunjukkan sikap permusuhan kepada orang Yahudi, tetapi kita harus hidup bersama dengan mereka dalam damai. Negara kami (arabia) adalah sumber awal Yahudi dan nenek moyangnya, lalu menyebar keseluruh dunia
Namun sepanjang riwayat penguasa dinasti Saudi, Raja Faisal bin Abdul Azis sajalah yang telah membuktikan syahadatnya dengan menjauhi laranganNya, dengan tidak menjadikan Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan, penasehat, ataupun sebagai pelindung.
Setelah resolusi PBB mengenai pemecahan Palestina dan pendirian Israel, Pangeran Faisal (masih belum menjadi raja) mendesak ayahandanya supaya memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, tetapi desakannya itu ditolak.
Selepas skandal keuangan Raja Saud, Pangeran Faisal dilantik menjadi pemerintah sementara. Pada tanggal 2 November 1964, ia dilantik menjadi raja setelah Raja Saud di usir keluar dari Arab Saudi ke Yunani.
Raja Faisal melakukan banyak reformasi sewaktu menjadi raja, diantaranya adalah memperbolehkan anak-anak perempuan bersekolah, televisi, dan sebagainya. Usahanya ini mendapat tentangan dari berbagai pihak karena perkara-perkara ini dianggap bertentangan dengan Islam. Ia berasa amat kecewa saat Israel memenangkan Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Pada tahun 1973, Raja Faisal memulai suatu program yang bertujuan untuk memajukan kekuatan tentara Arab Saudi. Pada tanggal 17 Oktober 1973, ia menghentikan ekspor minyak Arab Saudi ke Amerika Serikat yang menyebabkan harga minyak di Amerika Serikat melambung tinggi. Hal ini dilakukan untuk mendesak Amerika Serikat agar menekan Israel keluar dari wilayah Palestina.
Namun kenyataan yang “tampak” kemudian adalah pada tanggal 25 Maret 1975, Raja Faisal ditembak mati oleh anak adiknya, yaitu Faisal bin Musad. Beberapa analisa mengatakan pembunuhan ini ada dalam pengaturan kaum Zionis Yahudi.
Sedangkan para penguasa dinasti Saudi pada zaman sekarang tampak belum dapat membuktikan syahadat mereka karena mereka tidak mentaati larangan Allah Azza wa Jalla. Mereka telah menjadikan Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan, penasehat maupun pelindung.
Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:1)
Amerika yang merupakan sosok representatif dari kaum Zionis Yahudi, sebagaimana sutradara film Holywood, membutuhkan sosok “musuh” dan “sahabat” untuk mencitrakan diri mereka sebagai hero, pahlawan bagi manusia di muka bumi. Istilah orang periklanan, “nggak ada loe nggak rame“.
Kaum Zionis Yahudi ”mengarahkan” kaum Syiah khususnya yang membenci para Sahabat, sebagai “musuh” bagi kaum Zionis Yahudi dengan tujuan sebagai alasan untuk membunuh kaum muslim.
Kaum Zionis Yahudi ”mengarahkan ” kaum wahhabi sebagai “sahabat” bagi kaum Zionis Yahudi dengan tujuan untuk melancarkan atau tidak menghalangi kaum Zionis Yahudi untuk membunuh kaum muslim.
Pengarahan, pengaturan atau “Getting things done through other people” yang dilakukan oleh Amerika bertujuan untuk melaksacanakan cita-cita mereka yang dinamakan “The New World Order”, NWO, tatanan dunia baru. Dunia dalam tatanan atau pengaturan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi, sebagai pemimpin manusia di muka bumi.
Dengan penguasaan mereka dalam militer, farmasi dan bidang-bidang lainnya, mereka merasa berhak menentukan mana manusia yang berhak hidup maupun mati. Hal ini telah mereka perlihatkan ketika mereka melenyapkan ras suku Indian dari benua Amerika. Ditengarai Amerika melakukan pemusnahan masal dan perang biologi melalui penyebaran kuman-kuman dan penyakit-penyakit terhadap penduduk asli, suku Indian.
Beberapa data yang tertuang dalam The Atlas of the North American Indian, and the Conspiracy of Pontiac and the Indian War after the Conquest of Canada, menunjukkan bahwaJenderal Amherts, telah “menyetujui” pendistribusian selimut dan sapu tangan yang telah terkontaminasi bibit cacar untuk digunakan sebagai alat perang wabah penyakit terhadap Indian Amerika. Bahkan ada bukti tertulis berupa surat yang ditulis sendiri oleh Jeffrey Amherst. Dalam suratnya kepada Kolonel Henry Bouquet, Komandan angkatan bersenjata Inggris, Jenderal Amherts bertanya : “Tidak bisakah diatur suatu cara bagi pengiriman bibit campak kepada suku-suku Indian yang tidak menyenangkan itu? Dalam hal ini kita harus menggunakan berbagai strategi untuk dapat mengurangi jumlah mereka.” Bouquet menjawab, “Saya akan mencoba untuk menularkan penyakit tersebut kepada mereka melalui selimut-selimut yang akan jatuh ke tangan mereka dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak ikut tertular.”.
Bagi kaum Zionis, manusia yang paling pandai atau paling unggul adalah Tuhan dan berhak memimpin serta mengatur kehidupan seluruh manusia di muka bumi. Bagi mereka Tuhan kaum beragama hanyalah persepsi akal manusia belaka. Naudzubillah min zalik.
Penguasa negeri kaum Wahhabi, kaum beragama namun penguasa kerajaan dinasti Saudi pada hakikatnya membantu secara tidak langsung Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi untuk membeli peluru-peluru untuk membunuh kaum muslim diperbagai belahan dunia. Bantuan tersebut didapati dari hasil pertambangan negara pemerintahan kerajaan dinasti Saudi. Bantuan-bantuan lainnya diperoleh Amerika dari penguasa-penguasa negeri yang muslim lainnya seperti dari penguasa negara kita sendiri yang diperoleh dari hasil tambang minyak bumi dan tamban-tambang lain seperti di freeport dll.
Salah satu tanda akhir zaman adalah sebagaimana yang disampaikan hadits berikut
Dari Ibnu Umar Ra. ia berkata: “Pada satu ketika dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sepotong emas. Emas itu adalah emas zakat yang pertama sekali dibawa oleh Bani Sulaim dari pertambangan mereka. Maka sahabat berkata: “Hai Rasulullah! Emas ini adalah hasil dari tambang kita”. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Nanti kamu akan dapati banyak tambang-tambang, dan yang akan menguasainya adalah orang-orang jahat. (HR. Baihaqi)
Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai.” (HR Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)
Ketika kaum muslim di suatu negara diperangi oleh kaum Zionis Yahudi maka sebaiknya semua penguasa negeri yang mengaku muslim merasakan sebagai keadaan perang juga sehingga dapat menghentikan segala bentuk kerjasama yang dapat memberikan kekuatan finansial bagi kaum Zionis Yahudi.
Seharusnya dari kolaborasi antara ulama kaum Wahhabi dengan umaro / penguasa kerajaan dinasti Saudi yang di amanahkan sebagai pelayan dua tanah suci , mencontohkan atau meneladankan untuk menghentikan segala bentuk kerjasama yang dapat memberikan kekuatan finansial bagi Amerika dan sekutunya yang merupakan representatif daru kaum Zionis Yahudi.
Kaum Zionis Yahudi diduga “mengarahkan” Osama bin Laden dengan peristiwa WTC 11 September menjadikan alasan bagi kaum Zionis Yahudi untuk melakukan penyerangan dan penjajahan terselubung terhadap Irak, Afghanistan dll dengan alasan menumpas terorisme dan dengan alasan tersebut mereka dapat membunuh kaum muslim di Irak dan Afghanistan baik dengan tangan mereka langsung atau melalui tangan kaum muslim yang berselisih yang pada hakikatnya karena termakan hasutan kaum Zionis Yahudi.
Kaum Zionis Yahudi diduga ‘’mengarahkan” tragedi bom bali, menjadikan alasan untuk membentuk densus 88 (rakyat Indonesia) sehingga mereka melakukan pembunuhan terhadap beberapa orang muslim  tanpa memandang hak-hak mereka dengan alasan menumpas terorisme.
Begitupula tragedi di Somalia sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada /2011/08/29/belajar-dari-somalia/  maupun di Palestina, Irak, Afghanistan dan di Suriah pada akhir-akhir ini pada hakikatnya adalah akibat hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.

Wassalam

Konspirasi Global Dakwah Syiah

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Konspirasi Global Dakwah Syiah

Konspirasi Global Dakwah Syiah


Idelisme Khomeini tentang Revolusi Iran tahun 1979 menginspirasi aktivis Islam di belahan dunia, sekaligus menyingkap intrik-intrik politik Khomeini untuk internasionalisasi Syiah yang ambisius. Strategi dan perencanaannya sangat politis, namun tetap ideologis. Ambisinya boleh dikata melebihi batas-batas ajaran Syiah. Tapi memang, status ajaran Syiah paska imam kesebelas ghaib tidak selalu stagnan, tapi berkembang. Mungkin mengikuti jalur pemikiran para pengganti sementara imam Syiah. Dia menegaskan, revolusi yang ia gerakkan bukan sekedar revolusi lokalitas Syiah Iran, namun mencitrakan Republik Iran sebagai pusat global Islam. Ambisinya bukan sekedar menjadikan dirinya pemimpin tertinggi Iran, atau pempimpin kaum Syiah di dunia, tapi juga memimpikan semua elemen dunia mengakuinya sebagai pemimpin tertinggi. Mimpi politis ini digerakkan oleh tuntutan ideologis dengan konsep imamah-nya.
Maka, ia merancang strategi-strategi politis untuk diterapkan kepada umat Sunni seluruh dunia. Ketika berdiri di dalam orang Sunni, Khomeini memberikan kesan netral.  Ia menciptakan citra diri sebagai seorang pahlawan. Vali Nasr, intelektual muda Syiah yang moderat dalam bukunya Shiah Revival (edisi Indonesia “Kebangkitan Syiah, Islam, Konflik dan Masa Depan) membedah kondisi di dalam internal Revolusi 1979. Khomeini sesungguhnya sadar, betapa sulit untuk dapat diterima sebagai pemimpin Islam di kalangan Sunni. Meski momentumnya cukup tepat, di saat kaum Muslimin merindukan kejayaan di saat keterpurukan di bawah bayang-bayang imperialism Barat. Namun, Sunni yang sekian lama dalam sejarah menjadi rival teologi dan politik tidak lah mudah diajak dalam satu garis pengendalian politik. Maka, dagangan politik yang ditawarkan adalah mencitrakan Iran sebagai pengawal terdepan revolusi Islam dunia. Tapi kaum Sunni tidak membelinya[1].
Vali Nasr, yang juga putra Seyyed Hossein Nasr,  seakan membukan tabir wajah Syiah modern di Iran pasca Revolusi 1979. Khomeini akhirnya membuat jalan keluar. Ia memusatkan pada isu-isu konfrontasi sekularisme dan Barat, daripada menggugat seputar agama yang lebih memungkinkan terjadinya perpecahan. Dua langkah ditempuh. Mencitrakan diri sebagai ikon penentang sekularisme, Barat dan lebih anti-Israel daripada Barat, dan fokus pada gerakan Islam tentang perlawanan terhadap orang luar. Vali memandang, ambisi Khomeini tersebut dalam rangka agar diterima sebagai pemimpin Muslim dunia, serta menyatukan Syiah dan Sunni di bawah jubahnya. Ambisi menaungi Sunni dalam jubahnya, ternyata tidak lah mudah. Sebab, pemikiran Sunni sangat kuat, apalagi mayoritas sedunia. Boleh dikata, Khomeini tidak sukses. Namun, hasil sampingannya itu tetap bisa masuk ke dalam Negara-negara Muslim.
Ambisi Khomeini untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin mutlak menurut Vali Nasr, mirip sistem kepausan Katolik. Paus bagi umat Katolik adalah perantara Tuhan setelah disalibnya Yesus. Khomeini dengan system wilayat al-faqih-nya menggantikan imam yang ghaib menentukan jalannya pemerintahan dan kekuasaan Islam. Menurut Khomeini, otoritas yang dimiliki faqih dalam hal pemerintahan sama dengan otoritas yang dimiliki Rasul dan imam, dalam arti bahwa kewajiban melaksanakan sayariat Islam tidak ada bedanya antara Rasul dan para imam. Khomeini mengajukan ‘hadist’ yang dikalangan Syiah disebut hadist tawqi’, yaitu perintah imam Mahdi kepada kaum Syiah untuk menunjuk kepada para fuqaha’ dalam masalah-masalah yang mereka hadapi, dan hadist yang dikenal dengan maqbulah Umar Ibn Hanzalah yang telah mengangkat fuqaha’ sebagai hakim (penguasa dan atau pemutus perkara) yang terjadi dalam masyarakat Syiah[2]. Atas dasar pandangan ini, Khomeini pernah menggaungkan “ekspor revolusi” ke negeri-negeri Islam.
Kerangka kekuatan revolusi Iran terbangun dari semangat messianisme Syiah. Khomeini dengan Syiah-nya begitu kuat menanamkan harapan ke masa depan, yang memberikan agama dengan suatu kerangka untuk memahami sejarah dan politik masa kini, seperti halnya misteri juru selamat di akhir zaman. Rumor-rumor berbau mistik kerap diungkapan para pengikut setia Khomeini. Misalnya disebar rumor bahwa mereka melihat wajah Khomeini di bulan, yang dijadikan sebagai bukti bahwa Allah telah memberkati setiap keinginannya.
Menurut Vali, sesungguhnya Khomeini gagal mempersatukan Islam dalam posisi di bawah kepemimpinannya. Buah ambisinya melahirkan perang delapan tahun dengan Irak, tetangganya. Saddam Hussein, Presiden Irak, sangat khawatir gelombang revolusi akan mungkin meluber ke Negara tetangga. Sementara Iran sangat mengharapkan bahwa warga Syiah Irak yang mayoritas itu akan menjawab panggilan Khomeini untuk memberontak Saddam Husein. Khomeini barangkali sukses di Lebanon. Ia berhasil menanan Garda Revolusinya di Lebanon. Garda Revolusi cukup tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat. Faksi Garda Revolusi inilah yang kemudian hari menjadi Hizbullah. Gaung Akal politik Khomeini cerdik. Ia lantas mengelolanya dengan membangkitkan perasaan anti-Amerika, menanamkan ketakutan serta kecurigaan di mata Barat. Gaung Hizbullah yang sukses membunuh ratusan tentara Israel pada 1982-1984 sangat kuat menarik perhatian sekelompok masyarakat Arab.
Namun, selain kegagalannya, revolusi Iran sesungguhnya bukan keberhasilan dunia Islam merdeka dari hegemoni Barat. Melainkan keberhasilan Khomeini dengan Syiah koservatifnya atas Syah Reza Pahlevi dengan Syiah modernnya. Korban revolusi tidak hanya menimpa kaum Sunni, tapi juga rivalnya yang berpaham Syiah modern.  Minoritas Sunni dibohongi dengan janji untuk mendapatkan wakil di parlemen atau pemerintah. Padahal kaum Sunni menyatakan kesediaan mendukung revolusi gara-gara ada janji politis dari Khomeini. Semuanya berbalik. Kaum Sunni kesulitan mendirikan masjid dan sekolah di Teheran. Sadeg Gotbzadeh, Perdana Menteri era Pahlevi, dihukum mati, Ayatullah Syariat Madari, rival politik Khomeini dikucilkan hingga mati dalam derita tahanan rumah, bahkan Ayatullah Bahesti tewas dibom. Jadi, revolusi membangkitkan radikalisme kaum Syiah konservatif.
Intrik-intrik politik makin kentara, ketika ada tawaran damai perang panjang Iran-Irak, Khomeini menolaknya dengan mengibaratkan seperti minum racun. Isu anti-Amerika dan Israel yang digaungkan di dunia Islam tiba-tiba menciut ketika terkuak skandal “Iran-Gate”. Kasus pembelian senjata Iran kepada Isrel secara diam-diam. Bahkan jual beli senjata selama perang dengan Irak tersebut melibatkan AS. Ada sesuatu yang tertupi dan sengaja diburamkan di sini. Tanda tanya menjadi besar, ketika ada kabar guru Khomeini, Ayatullah Abul Qisim Kashani, disebut-sebut sebagai agen CIA dalam buku Devil’s Game Orkestra IblisIi). Revolusi Iran memang penuh dengan tanda-tanya dan inkonsistensi. Tapi memang itulah siasat politik. Dari siasat yang demikian, revolusi diekspor ke Negara-negara Muslim, termasuk di Indonesia.
  1. A.   Ekspor Revolusi Melalui Beasiswa
Salah satu strategi Iran untuk memperluas jaringan Syiah adalah melalui jalur pendidikan. KH. Ali Maschan Musa, mantan ketua PWNU Jawa Timur, ketika berkunjung ke Iran pada tahun 2007 menginformasikan bahwa ada ribuan pelajar Indonesia yang belajar di Iran. Menurut anggota DPR RI ini keberadaan mereka patut diwaspadai. Ia juga menghimbau kepada kepolisian, bahwa Polri juga harus ikut memerhatikan aliran Syiah selain mewaspadai penyebaran Ahmadiyah di Indonesia.
Keberadaan kader-kader mereka bisa memicu ketidakstabilan di Indonesia. Ali Maschan mengaku, pelajar-pelajar asal Indonesia itu meminta agar mereka punya masjid sendiri. Kondisi macam itu, kata Ali, juga harus menjadi perhatian Polri ke depan “Kalau memang kembali, mereka (pelajar Indonesia di Iran) itu akan menjadi pekerjaan Polri,” katanya. Ali mengatakan adanya pelajar Indonesia yang belajar Syiah di Iran itu datang atas beasiswa dari pemerintah Iran. Jumlah penerima beasiswa itu sebanyak 5000 orang. Ia memperkirakan total ada sekitar 6000-7000 an mahasiswa jika ditambah dengan para mahasiswa yang menerima beasiswa langsung dari mullah-mullah Iran (www.republika.co.id 11/03/03). Kampus-kampus yang dituju untuk belajar di antaranya di ibukota Iran Teheran, Isfahan, Qozvin dan yang masyhur di Hauzah Qom. Ini berarti dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan diramaikan oleh demam paham Syi`ah. Karena dalam hitungan 4-5 tahun ke depan, tentu mereka akan kembali ke Indonesia dengan membawa paham yang secara tegak lurus bertentangan dengan paham umat Islam di Indonesia.
Kota Qom sendiri merupakan rumah bagi sekitar tiga ratus pesantren dan lembaga pendidikan formal. Ia telah menjadi konstalasi terbesar dari lembaga pendidikan di Iran. Ada sekitar limapuluh ribu santri dari tujuh puluh Negara, dan tidak semua murid yang masuk adalah penganut Syiah. Adapula pesantren yang dikhususkan wanita yaitu Jami’at al-Zahra dan Jamiat Bint al-Huda. Alumni mereka kembali ke negaranya masing-masing dan mengajar di berbagai sekolah Syiah bagi wanita. Hampir semua pelajar dari luar negeri menikmati studi dengan beasiswa.
Website NU pada 15/04/2005 memberitakan bahwa NU membuka pendaftaran beasiswa kulian di Iran. Berikut petikan beritanya:
Biro Urusan Kerjasama Beasiswa PBNU untuk Timur Tengah yang dipimpin oleh KH Said Aqil Siradj kali menerima pendaftaran beasiswaprogram S2 di Iran yang akan diambil sebanyak 5 orang.
Surat harus sudah sampai di PBNU maksimal tanggal 24 April dan kemudian akan dilakukan test secepatnya karena pada bulan Juli sudah kuliah di Iran, tandas Dawam Sukardi yang mengurusi masalah pengiriman beasiswa ini.
Jurusan yang dapat diambil adalah filsafat dan agama. Dalam hal ini penjurusan ditentukan oleh nilai test yang diperoleh. Test akan dilakukan sendiri oleh atase kebudayaan Iran yang ada di Indonesia.
Jika group pertama ini berhasil dan sesuai dengan kriteria yang mereka inginkan maka pada tahun depan pihak Iran berjanji untuk menambah peserta menjadi 15 orang mahasiswa. Terdapat beberapa universitas seperti Universitas Qum dan model pendidikan Islam model pesantren yang bahkan lebih bagus kualitasnya.
Peluang beasiswa ini terbuka bagi laki-laki dan perempuan. Namun demikian, Dawam mengungkapkan bahwa karena Iran merupakan Negara Syiah, maka sebaiknya Laki-laki saja yang pergi ke sana.
Tentang kekhawatiran para kader NU tersebut menjadi Syiah Dawam mengakuinya. Ada kekhawatiran dari beberapa kyai yang memberitahukan lewat SMS tentang hal tersebut, tetapi PBNU setelah melalui pertimbangan yang mendalam memiliki keyakinan hal tersebut tak akan terjadi.
Dalam hal ini, mereka akan memberikan beasiswa penuh, yaitu mulai biaya kuliah termasuk living cost, tetapi nampaknya karena jumlah yang diberikan terbatas, mungkin untuk kebutuhan tertentu mungkin mahasiswa yang bersangkutan harus menyediakan sendiri.
Persyaratan yang dibutuhkan adalah foto coyp ijazah, akte kelahiran, transkrip nilai SKKB, Curriculum Vitae, rekomendasi dari PCNU dan foto warna 4 X 6 sebanyak 5 lembar.
Permohonan beasiswa dapat dikirimkan ke Biro Urusan Kerjasama Beasiswa PBNU untuk Timur Tengah Gedung PBNU Lt IV Jln. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp (021) 3908424 ext 4423 atau hubungi Sdr Dawam Sukardi di HP 08561023524 (sumber: www.nu.or.id Jumat, 15/04/2005 12:52).
Di internal PBNU sendiri, sesungguhnya tidak menyepakati adanya kerjasama bidang pendidikan dengan Iran. Bahkan penyediaan beasiswa yang terjadi di NU terkesan ‘main belakang’. Pada 2011 jajaran Syuriah PBNU membatalkan MoU PBNU dengan Universitas al-Musthofa, Qom Iran karena tidak ada musyawarah dengan Dewan Syuriah PBNU. PBNU sendiri tidak meinginginkan jalinan kerjasama dengan penyediaan beasiswa tersebut. Disinyalir ada pihak-pihak yang bermain dengan membidik kader NU sebagai targetnya.
Memang, pasca revolusi tahun 1979 program beasiswa begitu gencar diiklankan dalam rangka membuat jaringan-jaringan jama’ah dengan kontrol Iran. Kader-kader yang selesai studi kembali ke tanah air dengan manjadi kader Syiah dan disediakan lahan-lahan dakwah berupa instusi pendidikan, yayasan dan lembaga penelitian.  Ada sekitar 100 yayasan dan pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia disamping juga memiliki 5 radio. Di tanah air para alumni Iran ini dikoordinir dalam sejumlah lembaga. Di antaranya, LKAB (Lembaga Komunikasi Ahlul Bayt) beralamat di Jl. Bintaro Kodam Grand Bintaro Jakarta Selatan. LKAB ini membina yayasan-yayasan seperti al-Muntazhar, al-Rodhiyah, Mulla Sadr, dan al-Kubro. Kegiatan seperti ini perlu mendapat perhatian dan penataan. Peringatan kewaspadaan dari Ali Maschan cukup beralasan, sebab tidak mudah menyelesaikan persinggungan Sunnah dan Syiah.
Wakil Ketua Umum PBNU, H. As’ad Said Ali pernah menjelaskan bahwa generasi pertama penerima beasiswa Qom Iran di antaranya adalah Umar Shahab dan Husein Shahab, keduanya alumnus YAPI Bangil. Dari keduanya, dakwah Syiah melebar ke kampus-kampus pada awal tahun 1980-an, misalnya membidik kampus ITB dan UI. Di antara kader dua tokoh ini adalah Haidar Bagir dari ITB yang kemudian mendirikan lembaga penerbitan Mizan. Namun, dakwah di kampus tersebut  tidak bertahan lama, karena kalah dengan perkembangan dakwah jama’ah tarbiyah yang mendominasi hingga sekarang ini (nu-online.com 30/05/2011). Karena itu, maka program pengirimian beasiswa ditingkatkan.
Pengikut Syiah dengan doktrin imamah-nya memiliki idealisme politis. Menegakkan ajaran agama (baca:Syiah) secara kaffah melalui imamah. Roisul Hukama, mantan penganut Syiah asal Sambang pernah memberi penjelasan tentang idealisme politik Syiah. Menurutnya, Syiah Indonesia memiliki cita-cita menegakkan revolusi di Indonesia. Karena ini sebuah desain yang cukup besar, rencana itupun tengah dimatangkan dengan melibatkan berbagai tahapan. Salah satunya menanam kader-kader Syiah di berbagai ormas dan pemerintahan. Mereka semua ada di Ormas, Pemerintahan, dan juga partai politik.

Syiah sesat! Selamatkan dirimu


بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Syiah sesat! Selamatkan dirimu


Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan sebahagian umat Islam mencemuh dan mengutuk para sahabat Nabi r.hum. seperti Sayyidina Abu Bakar, Umar, Uthman dan lain-lain, bahkan lebih parah lagi melabelkan sahabat-sahabat tersebut sebagai munafiq dan kafir. Mereka melontarkan tuduhan bahawa sahabat menyembunyikan fakta-fakta penting agama dan juga menyelewengkan al-Quran. Mereka meragui kebenaran dan kesahihan ajaran Islam yang ada pada hari ini kerana ianya dibawa oleh sahabat Nabi s.a.w yang dikatakan munafik dan kafir dan sebagai alternatif mereka cuba menampilkan satu bentuk ajaran lain (Syiah) yang kononnya datang dari anak cucu Nabi s.a.w. (Ahlul bait)
Risalah ini bertujuan untuk memberi maklumat dan penjelasan kepada masyarakat
mengenai fahaman Syi‘ah* supaya mereka menjauhi dan tidak terpengaruh dengan
fahaman tersebut dan juga bertujuan untuk menyedarkan mereka yang terbabit
bahawa fahaman Syi‘ah adalah bercanggah dengan ajaran Islam yang sebenar.
“Individu yang dikatakan Imam oleh golongan Syiah sebenarnya tidak pernah mengaku menjadi imam atau mengajar segala ajaran yang dipegang oleh Syi’ah. Mereka diangkat sebagai Imam oleh golongan Syiah sebagaimana orang Kristian mengangkat Nabi Isa a.s. sebagai anak tuhan (walhal Nabi Isa a.s. sendiri tidak pernah mengaku menjadi anak tuhan).”
SIAPAKAH SYI‘AH?
Syi‘ah ialah golongan yang mendakwa Sayyidina ‘Ali lebih utama daripada sahabat-sahabat lain dan mereka mengkafirkan kesemua sahabat kecuali beberapa orang sahaja. Inilah  perkara pokok yang membezakan golongan Syi‘ah daripada golongan-golongan yang lain. Terdapat beberapa aliran di dalam Syi‘ah itu sendiri tetapi pada dasarnya masing-masing mempunyai konsep yang tersebut di atas iaitu mengkafirkan sahabat. Risalah ini akan memberikan tumpuan kepada Syi‘ah Imamiyyah Ithna ‘Asyariyyah (Syiah Imam 12) kerana kekeliruan yang timbul di dalam masyarakat sekarang ini ialah berhubung dengan Syi‘ah Imamiyyah Ithna ‘Asyariyyah. Syi‘ah inilah yang dipertikaikan oleh para ‘ulama’ di setiap tempat pada masa ini. Mereka adalah ramai bilangannya dan agak popular terutamanya selepas tercetusnya revolusi Iran.
SYI‘AH IMAMIYYAH ITHNA ‘ASYARIYYAH
Syi‘ah Imamiyyah Ithna ‘Asyariyyah ialah Syi‘ah yang mempercayai 12 orang imam yang dilantik oleh Allah secara berturutan seperti di bawah ini:-
1. ‘Ali bin Abi Talib (wafat 40 H)
2. Hasan bin ‘Ali (wafat 50 H)
3. Husain bin ‘Ali (wafat 61 H)
4. ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Husain (wafat 94 H)
5. Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin (wafat 117 H)
6. Ja‘far as-Sadiq bin Muhammad al-Baqir (wafat 148 H)
7. Musa al-Kazim bin Ja‘far as-Sadiq (wafat 183 H)
8. ‘Ali ar-Ridha bin Musa Kazim (wafat 202 H)
9. Muhammad al-Jawaad bin ‘Ali ar-Ridha (wafat 220 H)
10. ‘Ali bin Muhammad al-Jawaad (wafat 254 H)
11. Hasan bin ‘Ali al-‘Askari (wafat 260 H)
12. Muhammad bin Hasan al-‘Askari al-Mahdi (ghaib 260 H)
Muzakarah Jawatankuasa FatwaMajlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam dalam keputusannya yang bertarikh 5 Mei 1996 telah mewartakan kesesatan Syi‘ah dan mengharamkan pengamalannya di Malaysia. Antara negeri yang telah mewarta dan
mengharamkan Syi‘ah;
Selangor:
19  Januari 1998
W.Persekutuan:
3  April 1997
Terengganu:
25 September 1997
P. Pinang:
16 Januari 1997
N.Sembilan:
12  Mac 1998
Kelantan:
September 1987
Rujukan Lanjut:
http://www.islam.gov.my/e-rujukan/
syiah.html
Lakaran Imam 12 Syi`ah
Implikasi Sekiranya Ajaran Syiah Menular Terhadap:
Agama Islam: Asas-asas agama Islam seperti al-Quran dan Sunnah ditolak. Islam diberi gambaran yang buruk.
Kerajaan: Jatuhnya kerajaan seperti Iraq dan Iran. Umat Islam Ahlus Sunnah akan dizalimi, dianiayai dan didiskriminasi.
Ummah: Perpecahan, persengketaan malah pembunuhan akan berlaku di kalangan ummah.
Keluarga: Keruntuhan rumahtangga, perbalahan antara anggota keluarga dan lain-lain.
AMALAN-AMALAN DAN AJARAN SYI`AH YANG BERTENTANGAN DENGAN AGAMA DAN FITRAH MANUSIA
(Bersumberkan Kitab-Kitab Syiah)
*Imam Ja’far as-Sadiq berkata: “Pada tanah perkuburan Husain a.s. terdapat
penawar daripada segala penyakit dan ia adalah ubat yang paling besar.” (Man La
Yahdhuru al-Faqih j.2 hal. 600, Tahzib al-Ahkam j.2 hal. 26)
*Abu Hasan a.s. berkata: “Aurat itu ada dua iaitu qubul (kemaluan) dan dubur,
dubur ditutup oleh dua papan punggung, apabila telah ditutup kemaluan dan dua
telurnya maka auratnya telahpun ditutup.” (Al-Furu’ min al-Kaafi j.6 hal.51, Tahzib
al-Ahkam j.1 hal. 374)
*Imam Hassan al-Askari berkata: “Sesungguhnya ibu-ibu kami tidak
mengandungkan kami para imam di dalam perut mereka tetapi dipinggang dan
kami dilahirkan bukan melalui rahim tetapi melalui paha sebelah kanan kerana
kami adalah titisan cahaya Allah yang bersih dan dijauhkan daripada sebarang
kotoran.” (Bihar al-Anwar j. 51 hal. 2, 13, dan 17, I`lam al-Wara hal. 394)
*Khomeini berfatwa: “Mengikut pendapat yang kuat dan masyhur harus
menyetubuhi isteri pada dubur walaupun hal itu tidak disukai.” (Tahrir al-Wasilah
masalah ke 11 hal. 241)
*Abu Hasan bertanya Ja’far as-Sadiq tentang menyewa faraj, meminjamnya dan
menghadiahkan kepada sahabat-sahabat lalu beliau berkata: “Tidak mengapa.” (AlIstibsar j. 3 hal. 141)
*Memenuhi kehendak syahwat seperti meraba dengan penuh syahwat, memeluk,
mengacukan kemaluan ke paha kanak-kanak termasuk ke paha bayi yang masih
menyusu adalah diharuskan. (Khomeini, Tahrir al-Wasilah j. 2 hal. 216)
*Tafsiran pelik Syi’ah antaranya ayat 19,20 surah ar-Rahman yang bermaksud: “Dia
biarkan air dua laut (yang masin dan yang tawar) mengalir, sedang keduanya pula
bertemu, Di antara keduanya ada penyekat yang memisahkannya, masing-masing
tidak melampaui sempadannya”. Imam tafsir Syi’ah Ali bin Ibrahim al-Qummi
menukilkan riwayat daripada Ja’far as-Sadiq, katanya: “Ali dan Fatimah adalah dua
laut yang dalam salah satu tidak melampaui satu lagi”. (Tafsir al-Qummi jil. 2
hal.345)
*Tulisan di atas Kaabah Syiah
‘Ali Jaan’ yang bermaksud
‘Ali Adalah Kesayanganku’
Kaabah yang dibangunkan Syiah di Karbala
TANDA-TANDA SESEORANG TELAH DIPENGARUHI / TERJEBAK DENGAN SYIAH
Ciri-ciri di bawah adalah sebahagian dari petanda seseorang yang menganut ajaran Syiah. Berwaspadalah jika anda dapati tanda-tanda sebegini ini tampak mula kelihatan pada orang-orang yang anda sayang.
* Senantiasa memuja Sayyidina Ali dan melebihkan beliau daripada Sayyidina Abu Bakar & Umar
* Memperlekeh dan memandang rendah kepada sahabat-sahabat Nabi s.a.w.
* Sering menghimpunkan (jamak) sembahyang Zuhur bersama Asar dan Maghrib bersama Isya’ tanpa sebarang sebab.
* Kaki tidak dibasuh ketika berwuduk sebaliknya hanya disapu sahaja.
* Sujud di atas batu Karbala ketika solat.
* Menepuk paha ketika memberi salam sesudah sembahyang.
* Tidak mahu makan ikan yang tidak bersisik.
* Melewatkan berbuka puasa sehingga hampir waktu Isya’.
* Memarahi orang yang puasa Asyura.
* Sering memperkatakan tentang keperluan kepada imam zaman ini (imam
mahdi).
Maklumat lanjut berkenaan Syiah boleh
didapati melalui laman web di bawah:

12 orang Imam dengan ciri-ciri yang tertentu. Mereka juga dikenali dengan Imamiyyah sahaja. Nama lain bagi mereka ialah Ja’fariyyah kerana sebahagian besar ajaran mereka dikaitkan dengan Imam Ja’far as-Sadiq. Rafidhah juga merupakan gelaran mereka kerana fahaman-fahaman dan ‘aqidah-‘aqidahnya yang melampau.
Mereka percaya Imam Kedua Belas (Muhammad bin Hasan al-Askari) telah ghaib dan akan bangkit sebagai Imam Mahdi sebelum kiamat untuk menghukum Abu Bakar, Umar, Aisyah dan sahabat2 yang lain di dalam peristiwa raj’ah (kebangkitan sebelum kiamat).
Mereka juga percaya kepada al-bada’ (tuhan jahil), penyelewengan al-Qur’an,
kemurtadan para sahabat termasuk Sayyidina Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman r.a. dan sahabat-sahabat besar Rasulullah s.a.w. yang lain, kemaksuman (tidak berdosa) para imam.
Fahaman Syi’ah dipercayai mula merebak di Malaysia selepas kejayaan Revolusi Khomeini di Iran pada tahun 1979. Pengaruh ajaran dan fahaman ini menular ke negara ini melalui propaganda-propaganda mereka seperti bahan cetak, teknologi internet, orang perseorangan sama ada yang berkunjung ke Iran atau yang datang dari Iran dan sebagainya.
Fahaman Syi‘ah ini semakin tersebar luas apabila beberapa orang pensyarah universiti tempatan telah memainkan peranan untuk menyebarkannya secara serius kepada para pelajar di Institut Pengajian Tinggi. Pengaruh fahaman ini kian menular ke negeri-negeri di Semenanjung Malaysia, antaranya Kedah, Kelantan, Johor, Perak, Wilayah Persekutuan, Selangor dan lain-lain.
ANTARA AKIDAH SYI’AH YANG MENYELEWENG DAN BERCANGGAH DENGAN AJARAN ISLAM
AGAMA SYI‘AH- Penyelewengan Al-Quran. Golongan Syi’ah terutamanya ulama-ulama yang menjadi paksi kepada
agama mereka beri’tiqad bahawa al-Quran yang dihimpunkan oleh sahabat-sahabat r.a. dan berada di tangan umat
Islam sekarang telah diselewengkan dan ditokok tambah. Antaranya Sayyid Ni`matullah al-Jazaairi mengatakan:
“Bahawa tokoh-tokoh Syi‘ah telah sepakat tentang sahihnya hadits-hadits yang sampai ke peringkat mutawaatir yang
menunjukkan dengan jelas tentang berlakunya penyelewengan al-Quran (An-Nuuri At-Thabarsi, Fashlu al-Khitaab, hal.
30). Pegangan tersebut adalah berdasarkan kepada lebih daripada dua ribu riwayat sahih daripada imam-imam
maksum di sisi mereka yang jelas menunjukkan berlakunya tahrif (penyelewengan) di dalam al-Quran.
AGAMA ISLAM- Ulama-ulama Islam sepakat kepercayaan bahawa al-Quran telah diselewengkan adakan satu
kekufuran. Ibnu Qudamah berkata: “Tiada khilaf di kalangan orang-orang Islam pendapat tentang kufurnya orang yang
mengingkari al-Quran sama ada satu surah atau satu ayat atau satu kalimah yang disepakati bahawa ia adalah alQuran.” (Lam’ah al-I’tiqad Bab Al-Quran Adalah Kalam Allah jil. 1 hal. 17).
AGAMA SYI‘AH- Kepercayaan Bahawa Imam 12 Dilantik Dari Pihak Allah, Mempunyai Sifat-Sifat Kenabian Bahkan
Imam Dianggap Lebih Tinggi Daripada Nabi. Dinyatakan dalam Kitab `Aqaid al-Imamiah oleh Syeikh Muhammad
Redha al-Muzaffar, hal. 72: Akidah Kami Tentang Imam itu Maksum Kami mempercayai bahawa imam-imam itu seperti
nabi-nabi, ia wajib maksum dan terpelihara daripada sifat-sifat yang buruk dan keji yang nyata dan yang tersembunyi,
semenjak daripada kecil sehinggalah mati, sengaja atau lupa sebagaimana mereka juga terpelihara daripada sifat lupa,
tersalah dan lain-lain. Khomeini menyatakan: “Kita tidak dapat menggambarkan para imam itu mempunyai sifat lupa
dan lalai.” (Khomeini, Al-Hukumah Al-Islamiyah, hal. 91) Khomeini berkata lagi: “Sesungguhnya imam itu mempunyai
kedudukan yang terpuji yang tidak sampai kepadanya malaikat yang hampir kepada Allah dan nabi lagi rasul”. (AlHukumah al-Islamiah – hal 52)
AGAMA ISLAM- Maksum adalah sifat khusus para nabi dan rasul. Memberikan sifat tersebut kepada orang lain selain
dari mereka bermakna menafikan ‘akidah bahawa Nabi Muhammad s.a.w. adalah penyudah sekalian nabi-nabi. Allah
berfirman: “Nabi Muhammad itu bukan bapa bagi seseorang dari orang lelaki kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan
penutup Nabi-nabi.” (Al-Ahzab 40)
AGAMA SYI‘AH- Al-Bada.’ Dari segi bahasa al-Bada’ bermaksud nyata sesuatu yang sebelumnya tersembunyi.
Menurut akidah Syi‘ah, al-Bada’ ialah ilmu Allah berubah-ubah berdasarkan sesuatu peristiwa yang berlaku. Dalam kata
lain, Allah mengetahui sesuatu perkara hanya selepas berlakunya perkara tersebut. Ini bermaksud Allah jahil atau tidak
mempunyai ilmu yang meliputi. An-Naubakhti menyebutkan bahawa Ja’afar bin Muhammad al-Baqir telah menentukan
anaknya Ismail sebagai Imam sesudahnya (sebagaimana ketentuan Allah kerana Syi’ah mengatakan imam-imam
dilantik dari pihak Allah) dan beliau telah mengisyaratkan kepadanya semasa hidup lagi, tiba-tiba Ismail mati ketika
beliau masih hidup. Maka Ja’afar pun berkata: “Tidak pernah berlaku kepada Allah (al-Bada’) berhubung dengan
sesuatu seperti mana berlaku kepadanya berhubung dengan Ismail anakku.” (Firaq as-Syiah hal. 84).
AGAMA ISLAM- Ilmu Allah sejak azali adalah meliputi segala sesuatu dan tidak berlaku sebarang perubahan
kepadanya mengikut peristiwa yang berlaku kepada manusia. Allah menjelaskan perkara ini di dalam al-Quran alKarim: “Allah mengetahui pengkhianatan (penyelewengan dan tidak jujur) pandangan mata seseorang, serta
mengetahui akan apa yang tersembunyi di dalam hati.”(Al-Mukmin 19). Dan: “Dan sesungguhnya Allah ilmunya meliputi
segala sesuatu”.(Al-Talaq 12).
AGAMA SYI‘AH – Taqiyyah (berpura-pura). Taqiyyah merupakan konsep atau ciri penting yang tidak dapat dipisahkan
dari ajaran Syi‘ah . Taqiyyah pada hakikatnya adalah “berdusta dan berbohong”. Riwayat-riwayat tentang pentingnya
taqiyyah di sisi Syi’ah banyak terdapat di dalam kitab-kitab utama mereka. Antaranya apa yang dikemukakan oleh alKulaini: Abu Umar al-A’jami katanya Ja’far as-Sadiq a.s. berkata kepadaku “Wahai Abu Umar, Sesungguhnya sembilan
persepuluh daripada agama itu terletak pada Taqiyyah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak mempunyai
Taqiyyah dan Taqiyyah itu ada pada tiap-tiap sesuatu, kecuali dalam masalah arak dan menyapu dua khuf (al-Usul Min
al-Kafi, jil. 2 hal. 217).” Di antara hakikat taqiyyah ialah apa yang disebutkan oleh Imam Jaa’far As-Sadiq a.s. kepada
Sulaiman bin Khalid (perawi hadis): “Wahai Sulaiman! Sesungguhnya engkau berada di atas agama yang sesiapa
menyembunyikannya akan dimuliakan oleh Allah dan sesiapa yang menyebarkannya akan dihina oleh Allah.” (Al-Kafi
jil. 2, hal. 222)
AGAMA ISLAM – Jujur dan amanah adalah merupakan ciri penting di dalam Islam sehingga ia menjadi salah satu
syarat kesempurnaan iman. Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak beriman orang yang tidak mempunyai sifat amanah.”
(Riwayat Imam Ahmad). Kerana itu ulama Islam di zaman lampau tidak mahu menerima riwayat yang dikemukakan oleh Syi‘ah kerana mereka mengamalkan pembohongan. Sehubungan dengan itu Imam Syafie berkata: “Tidak pernah
aku melihat golongan yang menurut hawa nafsu yang lebih pembohong dari golongan Syi‘ah .” (Al-Kifayah, hal. 49, asSuyuti, Tadrib Ar-Rawi, jilid 1, hal. 327)
AGAMA SYI‘AH – Mengkafirkan Para Sahabat Rasulullah s.a.w. Akidah ini merupakan salah satu ciri yang tidak dapat
dipisahkan dari ajaran Syi’ah dan memisahkannya bermakna meruntuhkan ajaran Syi’ah itu sendiri. Al-Majlisi
mengemukakan satu riwayat berbunyi: Kebanyakan sahabat adalah munafik, tetapi cahaya nifaq tersembunyi di
zaman nabi. Tetapi apabila wafat Nabi s.a.w ternyatalah cahaya nifaq itu melalui wasiat Nabi s.a.w. dan mereka itu
kembali murtad”. (Bihar al-Anwar jil. 27, hal 64). Al-Kulaini meriwayatkan dari Muhammad al-Baqir a.s. katanya: “Para
sahabat telah menjadi murtad sepeninggalan Rasullullah s.a.w kecuali tiga orang dari mereka.” Aku bertanya (kata
perawi): “Siapakah yang tiga itu?” Abu Jaafar menjawab: “Miqdad bin al-Aswad, Abu Zar al-Ghifari dan Salman al-
Farisi.”(ar-Raudhah Min al-Kafi, jil. 8 hal 245)
AGAMA ISLAM – Keadilan dan kedudukan sahabat yang tinggi adalah jelas berdasarkan al-Quran. Antaranya: “Dan
orang-orang yang terdahulu yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari orang-orang “Muhajirin” dan
“Ansar” dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah redha akan
mereka dan mereka pula redha akan Dia, serta Dia menyediakan untuk mereka syurga-syurga yang mengalir di
bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar”.(at-Taubah
100). Mengingkari yang sahabat adalah adil bererti mengingkari al-Quran.
AGAMA SYI‘AH – Menghalalkan Nikah Mut’ah. Nikah Mut’ah adalah sebenarnya perzinaan di atas nama Islam.
Nikah Mut’ah ialah satu bentuk perkahwinan kontrak tanpa wali dan saksi, untuk suatu tempoh waktu tertentu dengan
sedikit maskahwin sahaja dengan tiada sebarang tanggungjawab, nafkah, pusaka dan perkara-perkara lain yang
berkaitan dengan perkahwinan biasa. (al-Kafi jilid 5, ms 286), Perkahwinan ini semata-mata berlandaskan nafsu dan
untuk berseronok. Boleh dikahwini sehingga seribu wanita (Wasaailu As Syiah jil. 14 hal. 480). Diriwayatkan daripada
Muhammad Al-Baqir berkenaan mut’ah katanya: “Ianya bukan termasuk daripada empat (isteri). Mereka tidak
diceraikan dan tidak mewarisi. Mereka hanyalah perempuan yang disewakan.” (al-Kafi jilid 5, ms 284). Tidak
menganggap halal mut’ah seolah-olah tidak beriman. Diriwayatkan daripada Muhammad al-Baqir katanya: “Bukan dari
kalangan kami orang yang tidak mempercayai raj’ah dan tidak menganggap halal mut’ah kita”. (Man La Yahduruhu alFaqih jil.3 hal 458)
AGAMA ISLAM – Nikah Mut’ah yang diamalkan oleh Syi’ah tiada bezanya dengan perzinaan dan pelacuran di
samping merendahkan martabat wanita serendah-rendahnya. Kerana itu ia telah diharamkan oleh Nabi Muhammad
s.a.w buat selama-lamanya sehingga hari kiamat menerusi hadits-hadits sahih sebelum Baginda wafat melalui
beberapa orang sahabat dan salah seorangnya adalah Saidina Ali sendiri seperti katanya: “Bahawa Rasulullah s.a.w.
melarang nikah mut’ah pada hari peperangan Khaibar dan melarang juga memakan daging keldai kampung.” (Riwayat
Ibn Majah dan al-Nasa’i)
Gambar-Gambar Sekitar Perayaan Kufur Syi`ah Tatkala Menyambut 10 Muharram
BAGAIMANA AJARAN SYIAH DISEBARKAN DALAM MASYARAKAT
1. Menghantar pelajar-pelajar dari Iran ke Universiti Awam dan Swasta
2. Menyiarkan artikel berbau Syiah di akhbar perdana dan majalah-majalah
3. Menyebarkan risalah dan buku-buku propaganda Syiah di tempat awam
4. Menyertai expo-expo terutamanya anjuran badan-badan Islam
5. Meresapi dalam jemaah-jemaah Islam
6. Menganjurkan kelas-kelas tahfiz dan terlibat dalam sistem pendidikan bermula dari pra sekolah.
7. Berkahwin dengan pemuda-pemudi Sunni
8. Bergerak aktif di alam siber dengan menyebarkan
dakyah Syiah dan berdebat di forum-forum sunni
Nota: Sebarluaskan risalah ini jika anda prihatin terhadap ancaman yang melanda akidah umat Islam.

Wasiat Imam Al-Ghazali Untuk Para Pelajar

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Wasiat Imam Al-Ghazali Untuk Para Pelajar

Syaikhul ‘Alim al-’Alamah, Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali at-Thusiy adalah nama lengkap Imam Al-Ghazali. Beliau adalah seorang ilmuwan ternama yang lahir di Thus, Khurasan (kira-kira 10 mil dari Naisabur, Persia) pada tahun 450 Hijriah. Di kalangan umat Islam ia lebih dikenal dengan nama Imam Ghazali, sedangkan di kalangan intelektual Barat dia lebih masyhur dengan nama Profesor Gazelle.

Imam Al-Ghazali pernah menjadi guru besar dan rektor pada Perguruan Tinggi Syafi’iyah “An-Nizamiyah” di Baghdad pada tahun 484 Hijriah. Sebagai seorang ilmuwan yang menguasai berbagai macam disiplin ilmu, seperti ilmu filsafat, ilmu tasawuf, dan ilmu fiqih, beliau juga dikenal sebagai pendidik yang sukses.

Dalam ‘Muqaddimah’ buku “Bidayatul Hidayah”, Imam Al-Ghazali menyampaikan pesan yang sangat mendalam buat para pelajar yang menimba ilmu pengetahuan agar tidak terjeremus ke dalam ilmu yang sia-sia dan tak bermanfaat. Berikut petikan pesan Imam Al-Ghazali dalam buku tersebut.

“Wahai para pelajar yang sedang berkecimpung dalam menuntut ilmu pengetahuan, yang sedang mengabdi dan menggandrungi ilmu, ketahuilah! Sesungguhnya kamu saat sekarang baru berada di tengah-tengah samudera yang luas, yang sedang kamu arungi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan memperdalamnya.”

“Oleh sebab itu, sadarlah! Kalau sekiranya niat dan tujuanmu di dalam belajar hanya menginginkan kemasyhuran di mata umat manusia, berniat mencari kedudukan dunia, maka yang demikian berarti telah menghancurkan azaz fondamen agama dan martabatmu. Kalau niatmu dalam belajar hanya agar melebihi teman lain, atau agar supaya banyak orang yang datang berbondong-bondong memuliakanmu, maka berarti telah menjual kebahagiaan akherat dengan kesenangan dunia yang serba sementara.”

“Ibarat orang berdagang, maka ‘akad jual-beli yang demikian adalah mendatangkan kerugian yang besar. Di samping dirimu sendiri rugi, orang yang telah mendidikmu akan merasa rugi pula, sebab mereka merasa telah memberikan pertolongan kearah maksiat, menuju jurang kehancuran. Ibarat seorang penjual senjata, dia telah menjualnya kepada seorang penjahat di tengah jalan, yang akhirnya senjata tersebut digunakan untuk menodong penjual itu sendiri. Demikian nasib gurumu apabila niatmu keliru di dalam menuntut ilmu pengetahuan.”

“Apabila niat dan tujuanmu di dalam menuntut ilmu pengetahuan semata-mata mencari keridhaan Allah, maka berbahagialah kamu wahai pelajar. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya, demikian juga ikan-ikan di tengah samudera meminta kerdihaan dan kasih sayang Allah buatmu, sehingga segala tindak langkah yang kamu tempuh selalu dalam naungan ridha dan ampunan-Nya.”

“Sebelum kamu mempelajari materi pelajaran, hendaknya terlebih dahulu kamu bersihkan hatimu dari segala kemaksiatan dan kemalasan. Ketahuilah wahai pelajar! Apabila hatimu masih berusaha untuk menunda-nunda kesempatan baik, maka sesungguhnya hatimu telah dipengaruhi oleh hawa nafsu, emosi, dan dorongan syetan yang terkutuk. Syetan yang telah mempermainkan hatimu agar selalu berada di jurang kesesatan dan kemaksiatan. Syetan yang telah membisikkan di telingamu agar tidak mengutamakan ilmu pengetahuan. Syetan yang telah memperdayamu dengan tipu daya dan irama-irama agar engkau berilmu tapi berada dalam kesesatan.”

“Oleh karena itu wahai para pelajar, jagalah baik-baik dirimu jangan sampai terkena tipu daya dan rayuan syetan yang menina-bobokkanmu, sehingga dengan demikian dirimu akan dapat terhindar dari terperosok dalam jurang kehinaan.”

“Untuk itu, maka belajarlah dengan niat yang ikhlas dan penuh kesungguhan. Bertanyalah kepada guru apabila dirimu benar-benar belum mengerti, agar siapaya mendapatkan penjelasan ilmu yang lebih tuntas. Ketahuilah bahwa orang yang tolol dan tidak mau belajar akan ditimpa kehinaan di dunia sekaligus siksaan di akhirat yang sangat mencelakakan.”

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، وَقَلْبٍ لاَ يـَخْشَعُ،
وَعَمَلٍ لاَ يُرْفَعُ، وَدُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ.



“Ya Allah… Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusu’, dari amal yang tidak diterima, dan dari do’a yang tidak dikabulkan”. (doa dan sabda Rasulullah SAW)

Rabu, 28 November 2012

BERPOLITIK SECARA ISLAM


بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
 BERPOLITIK SECARA ISLAM
Islam boleh jadi merupakan agama yang paling kaya dengan pemikiran politik. Dalam bukunya Antony Black di jabarkan bahwa pemikiran politik Islam terenteng (yang asas) bermula masalah etika politik, filsafat politik, agama, hukum, hingga tata negara. Black juga mengungkapkan bahwa pemikiran politik Islam dipengaruhi oleh pemikiran politik Plato, Aristoteles, dan Iran kuno. Keragaman khazanah pemikiran politik Islam bisa dikatakan bermuara pada pemikiran tentang hubungan agama dan negara. Bolehlah kita sebut pemikiran para pemikir muslim yang menginginkan pemisahan Islam dan politik sebagai pemikiran politik Islam dan pemikiran yang menghendaki penyatuan Islam dan politik sebagai pemikiran Islam politik.
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurus/mengatur perkara).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurus oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurus urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)

Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yg menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok, Hakikat Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yg melahirkan sikap dan perilaku serta budaya politik yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yg memakai kata sifat Islam menurut Dr. Taufik Abdullah bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi.
Sebagai akibatnya politik Islam dihadapkan kepada beberapa pilihan strategis yg masing-masing mengandung konsekuensi dalam dirinya.
1) Strategi akomodatif justifikatif terhadap kekuasaan negara yg sering tidak mencerminkan idealisme Islam dgn konsekuensi menerima penghujatan dari kalangan “garis keras” umat Islam.
2) Strategi isolatif-oposisional yaitu menolak dan memisahkan diri dari kekuasaan negara utk membangun kekuatn sendiri dgn konsekuensi kehilangan faktor pendukungnya yaitu kekuatan negara itu sendiri yg kemudian dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
3) Strategi integratif-kritis yaitu mengintegrasikan diri ke dalam kekuasaan negara tetapi tetap kritis terhadap penyelewengan kekuasaan dalam suatu perjuangan dari dalam.

Politik Islam pada Era Rasullah
Nabi Muhammad diutus oleh Allah ketika ibarat gedung nyaris runtuh dan gempa yang dahsyat. Fenomena tersebut merupakan kenyataan yang beliau hadapi diantara peradaban manusia yang jahiliyah tidak bermoral dan despostis dalam prinsip social maupun politik. Pemimpin saat itu ibarat srigala yang akan memangsa dan otoriter, musuh yang kejam menjadi hakim, yang berbuat jahat jahat dijunjung dengan baik, dan tradisi-tradisi buruk itu mempercepat hancurnya umat. Perbedaan ideologi dan latar agama yang tidak jelas konsep tuhannya antar umat dan kaum saat itu menjadi sebab perselisihan dan konflik.
Tetapi pada saat itu Nabi bisa membentuk sebuah komunitas, yang diyakini bukan cuma komunitas agama, tapi juga komunitas politik. Nabi berhasil menyatukan berbagai komunitas kesukuan dalam Islam. Di Madinah, tempat hijrah Nabi, beliau berhasil menyatukan komunitas sosial, yakni kaum pemukim dan kaum pendatang. Lebih dari itu, di Madinah, Nabi juga berhasil mengatur kehidupan kaum muslim , Nasrani, serta Yahudi dalam komunitas “Negara Madinah” atau “masyarakat Madinah”.
Tetapi bagaimana nabi menghadapi masyarakat Madinah saat itu? Padahal masyarakat Madinah terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan satu sama lain. Menurut sejarahwan Amerika Serikat Michael H. Hart, terhadap pribadi Muhammad " Muhammad is the most influential person, " dalam bukunya, The 100 –A Ranking of the Most Influential Person In. Realitas tersebut terjadi karena potensi nurani dan spiritual yang kuat, menjadi keadilan dan ketabahan nabi merupakan pangkal keberhasilan beliau memimpin Islam sehingga bisa terciptalah masyarakat madinah.
Pada era Rasulullah SAW pembentukan Negara Islam terdiri dari 2 fase :
 Pertama, embrio masyarakat Islam mulai tumbuh dan telah ditetapkan kaidah-kaidah pokok prinsip politik Islam secara general melalui langkah-langkah praktis dalam politik.
 Kedua, bangunan masyarakat Islam itu berhasil dikostruksi Syari’at Islam telah disempurnakan dengan mengaplisasikan nilai-nilai dalam Al-Qur’an.
Sehingga dalam politik Islam pandangan politik lebih terpusat pada fase kedua dibandingkan dengan fase pertama. Karena kedaulatan Islam bersatu dalam segala aspek kehidupan, maka tampillah Negara Islam yang integral dan aktif sebagai proses transformasi politik teoritis dan praktis yang mutlak.
Islam sebagai dasar politik merupakan faktor inheren dalam menjalankan sistem Negara Islam. Sehingga penetapan hukum-hukumnya berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul dikarenakan beberapa hal, yaitu;
 Al-Qur'an mengandung memerintahkan dengan tegas tentang masalah kekerasan serta pelanggaran sosial. Diantaranya hukum-hukum hudud dan qishas yang diimplementasikan kepada masyarakat, seperti mencuri dan korupsi tangannya harus di potong, pembunuh harus dieksekusi serta orang-orang yang menggangu keamanan negara, sesuai dengan firman Allah:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu."
Maka sesuai dengan nash diatas ketelitian Islam dalam bidang keamanan dan ketentraman sesuai dengan kondisi kehidupan sosial dan sebagai kunci utama dalam menciptakan perdamaian diantara keunggulannya, yaitu:
Pertama: sistem politik Islam mengaitkan aspek keamanan dengan aspek ruhiah. Rasul berkali-kali menegaskan bahwa di antara ciri Muslim yang baik adalah Muslim yang tetangganya selamat dari lisan dan tangannya. Akibatnya, muncullah dorongan takwa dalam diri individu untuk senantiasa mewujudkan keamanan, baik bagi diri, masyarakat, maupun negara. Kekuatan internal inilah yang mengokohkan terwujudnya keamanan. Landasan ruhiah seperti ini tidak ditemukan pada sistem lain. Sistem selain Islam hanya menyandarkan aspek keamanan pada kepentingan.
Kedua: mengharuskan masyarakat untuk menjaga keamanan dan bersikap keras kepada perusak keamanan. Setiap kemungkaran yang ada, termasuk gangguan tehadap keamanan, diperintahkan untuk dihilangkan oleh siapapun yang melihatnya; baik dengan kekuatan, lisan, ataupun dengan hati melalui sikap penolakan.
Ketiga: makna kebahagiaan yang khas. Allah Swt. telah menetapkan makna kebahagiaan adalah tercapainya ridha Allah. Berbagai limpahan materi hanyalah kepedihan jika jauh dari ridha Allah. Untuk apa memiliki kekuasaan jika digunakan untuk menjauhkan diri dan masyarakat dari ridha Allah. Walhasil, mafhûm kebahagiaan demikian mendorong setiap orang untuk mengejar ridha Allah dengan menaati-Nya. Salah satunya adalah memberikan keamanan bagi orang lain.
Keempat: menutup pintu kriminal. Salah satu pintu datangnya gangguan keamanan adalah tindak kriminal. Dalam konteks ini, Islam mencegahnya dengan jitu. Allah Swt. melarang tindak kriminal dengan motif apapun, termasuk untuk kepentingan politik. Sistem politik Islam tidak mengenal paham machiavelis (menghalalkan segala cara). Siapapun diharamkan mencuri, merampok, membunuh, merampok harta negara, korupsi, mengintimidasi rakyat, dll.
Sistem Politik Dalam Tradisi Islam
Sistem politik Islam merupakan sistem politik yang khas dan diyakini merupakan sistem politik yang unggul. Hal ini terkait dengan Islam itu sendiri. “Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya (Al Islâmu ya’lu wa lâ yu’la ‘alaihi),” kata Nabi.
Berbicara tentang sistem politik berarti berbicara tentang proses, struktur, dan fungsi. Proses adalah pola-pola yang mengatur hubungan antar manusia satu sama lain. Struktur mencakup lembaga-lembaga formal dan informal seperti majelis umat, partai politik, khalifah, dan jaringan komunikasi. Adapun fungsi dalam sistem politik menyangkut pembuatan berbagai keputusan kebijakan yang mengikat alokasi nilai. Keputusan kebijakan ini diarahkan pada tercapainya kepentingan masyarakat.
Sistem Politik dalam tradisi Islam mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya:
1. Istiqamah.
Sistem politik Islam memiliki karakter istiqamah; artinya bersifat langgeng, kontinu, dan lestari di jalannya yang lurus. Ini karena sistem politik Islam bukan lahir dari logika dan kepentingan sesaat manusia, namun jalan lurus yang berasal dari Allah Swt. untuk kemaslahatan manusia. (Lihat: QS al-An’am [6]:153).
Dalam konteks kenegaraan, sistem politik Islam dibangun di atas landasan yang istiqamah, yakni:
(a) kedaulatan ada di tangan syariah;
(b) kekuasaan ada di tangan rakyat;
(c) wajib hanya memiliki satu kepemimpinan dunia; dan
(d) hanya khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan bersumber dari Islam berdasarkan ijtihad
2. Mewujudkan ketenteraman secara kontinu.
Di antara fungsi sistem politik adalah mewujudkan ketenteraman. Setiap warga negara harus terjamin ketenteramannya. Tanpa ketenteraman, kehidupan tak akan nyaman. Ketenteraman merupakan syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.
3. Menciptakan hubungan ideologis penguasa dengan rakyat.
Hubungan penguasa dengan rakyat dalam sistem politik Islam adalah hubungan ideologis. Kedua belah pihak saling berakad dalam baiat untuk menerapkan syariat Islam. Penguasa bertanggung jawab dalam penegakkannya. Sebaliknya, rakyat membantu penguasa sekuat tenaga, taat kepadanya, selama tidak menyimpang dari Islam.
4. Mendorong kemajuan terus-menerus dalam pemikiran, sains teknologi, dan kesejahteraan hidup.
Sejarah telah membuktikan hal ini. Kemajuan sains, teknologi, dan pemikiran merupakan keniscayaan dalam Islam karena:
a. Islam mendorong umat untuk terus berpikir, merenung untuk menguatkan iman dan menambah pengetahuan tentang makhluk. Ada 43 ayat al-Quran yang memerintahkan berpikir.
b. Melebihkan ulama daripada orang jahil (Lihat: QS al-Mujadilah: 11).
c. Allah telah menundukkan alam untuk manusia agar diambil manfaatnya. Realitas ini mengharuskan umat untuk mengkaji alam itu. Artinya, realitas menuntut umat untuk mengembangkan sains dan teknologi.
d. Islam mendorong inovasi dan penemuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Politik Islam ialah aktivitas politik yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok, dan secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yg melahirkan sikap dan perilaku serta budaya politik yang berorientasi pada nilai-nilai Islam.
Jadi politik dalam tradisi islam sangat berseberangan dengan politik sosiolis serta demokrasi yang baru dibangun dan diawali melalui dasar fanatic dan kebebasan yang tidak terarah berbeda dengan Islam fanatik pada agama merupakan stimulus bagi setiap individu tuntuk mempertahankan syari'at Islam serta negara melalui eksistensi masyarakatnya dalam bermasyarakat.
Wallahu’alam bissawwab

Sabtu, 24 November 2012

Kaedah-kaedah umum mengenali sosok ulama untuk panduan hidup

 

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Kaedah-kaedah umum mengenali sosok ulama untuk panduan hidup

 بسم الله الرحمن الرحيم

Kaedah-kaedah umum mengenali sosok ulama untuk panduan hidup

[1]- Standar kebenaran adalah Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma' ulama. Al-Qur'an dan Al-Sunah dipahami dan diamalkan sesuai pemahaman dan pengamalan para al-salaf al-shalih (generasi shahabat, tabi'in, tabi'u tabi'in) dan para ulama tsiqah yang mengikuti jejak mereka. Barang siapa berpegangan kepada ketiga sumber ajaran Islam ini, ia adalah seorang ahlu sunah wal jama'ah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ (تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتىَّ يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ).

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,” Telah kutinggalkan di antara kalian dua hal. Kalian tidak akan pernah tersesat sesudah keduanya, yaitu kitabullah dan sunahku. Keduanya tak akan pernah berpisah sampai datang kepadaku di haudh nanti.”[1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

فَمَنْ قَالَ بِالْكِتَابِ وَ السُّنَّةِ وَ ْالإِجْمَاعِ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَ اْلجَمَاعَةِ

" Barang siapa berpendapat berdasar Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma', ia adalah seorang ahlu sunah wal jama'ah."[2]

Beliau juga mengatakan :

فَدِيْنُ اْلمُسْلِمِيْنَ مَبْنِيٌّ عَلَى اِتِّبَاعِ كِتَابِ اللهِ وَ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا اتَّفَقَتْ عَلَيْهِ اْلأُمَّةُ. فَهَذِهِ الثَّلاَثَةُ أُصُوْلٌ مَعْصُوْمَةٌ . وَمَا تَنَازَعَتْ فِيْهِ اْلأُمَّةُ رُدَّ بِهِ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. 

" Dien (agama) umat Islam dibangun di atas dasar mengikuti (iitiba') Kitabullah, Sunah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa salam dan apa yang disepakati oleh ummat (ijma' ulama mujtahidin). Ketiga hal ini adalah dasar-dasar yang ma'shum (terjaga dan bebas dari kesalahan). Adapun persoalan yang diperselisihkan oleh umat, harus dikembalikan kepada Allah dan Rasul Shallallahu 'alaihi wa salam."[3]

[2]- Tiada yang terjaga dan terbebas dari kesalahan dan dosa besar (ma'shum) selain para Nabi 'alaihim sholatu wa salam. Setiap ulama -–termasuk para ulama sahabat radiyallahu 'anhum--- seberapapun tinggi kapasitas keilmuannya, bisa salah dan bisa benar. Pendapat, fatwa dan tindakan mereka bisa benar dan salah. Oleh karenanya, harus dikaji dan ditimbang berdasar Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma'. Apabila sesuai dengan ketiganya, berarti pendapatnya benar dan harus diterima, siapapun ulama Islam tersebut. Apabila menyelisihi ketiganya, berarti pendapatnya salah dan harus ditolak, siapapun ulama tersebut.

Sebagai konskuensinya, seorang muslim tidak boleh taklid buta kepada seorang ulama dengan menerima semua pendapat, fatwa dan tindakannya tanpa menghiraukan kebenaran dan kesalahannya, kesesuaian dan penyelisihannya terhadap Al-Qur'an, Al-Sunnah dan ijma' ulama. Para ulama sejak generasi sahabat, tabi'in, tabi'u tabi'in sampai para ulama madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad, Al-Auza'i, Laits bin Sa'ad, Thabari, Daud Al-Dzahiri dan lain-lain) telah melarang umat Islam untuk taklid buta. Mereka memerintahkan umat Islam untuk menimbang pendapat mereka dengan Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma'. Bila bertentangan dengan ketiga dasar tersebut, pendapat mereka harus ditinggalkan.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّه عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ.

'Aisyah radiyallahu 'anha berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : " Siapa yang mengada-adakan hal yang baru dalam urusan kita (dien) ini, tanpa ada dasarnya dari dien, maka ia tertolak."[4]

عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ يَقُولُ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذِهِ لَمَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا قَالَ قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ*

'Irbadh bin Sariyah radiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam memberi wejangan yang membuat air mata kami menetes dan hati kami bergetar. Kami berkata," Ya Rasulullah ! Nampaknya, nasehat anda ini adalah wejangan orang yang akan berpisah. Apa yang anda pesankan kepada kami ?“

Beliau bersabda," Aku telah meninggalkan kalian diatas jalan yang terang. Malamnya sama dengan siangnya. Tak ada seorangpun yang menyeleweng dari jalanku kecuali ia akan binasa (tersesat). Barang siapa di antara kalian dikarunia usia lebih panjang, ia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian senantiasa komitmen dengan sunahku dan sunah al-khulafa' al-rasyidin al-mahdiyin. Gigitlah dengan gigi geraham kalian !".[5]

Shahabat Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma berkata," Hampir-hampir turun hujan batu dari langit atas kalian. Saya katakan "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda demikian", tetapi kalian justru mengatakan "Abu Bakar berkata demikian."

Demikianlah, perkataan sahabat Abu Bakar radiyallahu 'anhu sekalipun tidak boleh digunakan untuk melawan Al-Qur'an dan Al-Sunah. Ketika khalifah Al-Manshur Al-'Abbasi menawarkan ide mewajibkan buku hadits Al-Muwatha' kepada seluruh rakyat, imam Malik bin Anas rahimahullah selaku pengarang buku tersebut justru menolaknya. Alasannya, seratus ribu lebih para sahabat radiyallahu 'anhum telah berpencar ke seluruh penjuru negeri Islam, dengan membawa dan menyiarkan ilmu yang diterima dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Setiap daerah mempunyai ulama dari kalangan sahabat. Otomatis, tingkat keilmuan setiap daerah berbeda dan bertingkat-tingkat. Dan tentu saja, ilmu Imam Malik belum mewakili ilmu keseluruhan sahabat yang telah terpencar tersebut.

[3]- Berdasar kedua poin di atas, kebenaran diukur lewat kesesuaian sebuah  perkara dengan Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma', bukan berdasar siapa yang mengatakan atau melakukan perkara tersebut. Senioritas, tingkat keilmuan atau banyak sedikitnya pengikut tidak menjadi ukuran dan jaminan sebuah pendapat atau tindakan sesuai dengan kebenaran. Seorang muslim hanya terpaku kepada Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma' ulama. Ia tidak terpaku kepada figuritas, senioritas atau kemasyhuran ulama. Pun, tidak terpaku kepada banyaknya pengikut sebuah pendapat. Ia bisa menyeimbangkan antara menghormati para ulama, dengan memilah-milah pendapat dan tindakan mereka dengan timbangan Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma'.

Abdullah bin Mas'ud radiyallahu 'anhu berkata :

" Barang siapa mengambil suri tauladan, hendaklah ia mengambilnya dari orang-orang yang telah mati, karena orang yang masih hidup tidak ada jaminan selamat dari fitnah (kesesatan, ketergelinciran, kesalahan). Mereka adalah para sahabat Muhammad radiyallahu 'anhum ; generasi paling utama umat ini, paling baik hatinya, paling mendalam ilmunya, dan paling sedikit takaluf (membuat-buat, memaksakan diri, bersikap wajar dan apa adanya). Mereka telah dipilih Allah untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan dien-Nya. Kenalilah keutamaan mereka ! Ikutilah jejak-jejak mereka ! Berpegang teguhlah dengan akhlak dan sejarah kehidupan mereka sesuai kemampuan kalian ! Karena mereka berada di atas petunjuk yang lurus."[6]

Ali bin Abi Thalib radiyallahu 'anhu berpesan :

إِنَّ اْلحَقَّ لاَ يُعْرَفُ بِالرِّجَالِ, اِعْرِفِ اْلحَقَّ تَعْرِفْ أَهْلَهُ

" Kebenaran tidak dikenal dari orang-orangnya. Tetapi kenalilah kebenaran, maka engkau akan tahu siapa orang-orang yang berada di atas kebenaran !"[7]

Para ulama salaf memberi nasehat :

عَلَيْكَ بِطَرِيْقِ اْلحَقِّ وَلاَ تَسْتَوْحِشْ لِقِلَّةِ السَّالِكِينَ. وَ إِيَّاكَ وَطَرِيقَ اْلبَاطِلِ وَلاَ تَغْتَرَّ بِكَثْرَةِ اْلهَالِكِينَ.

" Ikutilah jalan kebenaran dan jangan merasa kesepian dengan sedikitnya orang yang menempuh jalan kebenaran.

Jauhilah jalan kebatilan dan jangan tertipu oleh banyaknya orang-orang yang binasa (pengikut jalan kebatilan)."[8]

[4]- Salah satu penyakit yang sering menimpa aspek keilmuan umat Islam adalah ketergantungan kepada tokoh (figuritas) dan kultus individu. Karena meyakini ketokohan, senioritas atau integritas keilmuan seorang ulama tertentu, sebagian umat Islam tidak bisa memilah mana pendapat dan tindakan ulama tersebut yang harus diambil (karena sesuai dengan Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma') dan mana yang harus ditolak (karena bertentangan dengan Al-Qur'an, Al-Sunnah dan ijma'). Penyakit ini dalam banyak kesempatan menjadi penyebab fanatisme golongan, bid'ah dan kesesatan.

Imam Ibnu Jauzi berkata :

وَاعْلَمْ أَنَّ عُمُوْمَ أَصْحَابَ اْلمَذَاهِبِ يَعْظُمُ فِي قُلُوبِهِمُ الشَّخْصُ, فَيَتَّبِعُونَ قَوْلَهُ مِنْ غَيْرِ تَدَبُّرٍ بِمَا قَالَ, وَ هَذَا عَيْنُ الضَّلاَلِ, ِلأَنَّ النَّطَرَ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ إِلَى ْالقَوْلِ لاَ إِلَى قَائِلِهِ. كَمَا قَالَ عَلِيٌّ لِحَارِثِ ْبنِ حُوطٍ وَقَدْ قَالَ لَهُ: أَتَظُنُّ أَنَّا نَظُنُّ طَلْحَةَ وَ الزُّبَيْرَكَانَا عَلىَ بَاطِلٍ ؟ فَقَالَ لَهُ : يَا حَارِثُ, إِنَّهُ مَلْبُوسٌ عَلَيْكَ. إِنَّ اْلحَقَّ لاَ يُعْرَفُ باِلرَّجَالِ, اِعْرِفِ اْلحَقَّ تَعْرِفْ أَهْلَهُ.

" Ketahuilah ! Sesungguhnya dalam hati kebanyakan pengikut madzhab (aliran pemikiran) ada kekaguman (figuritas) terhadap seorang tokoh (ulama). Mereka mengikuti saja pendapat tokoh (ulama) tersebut tanpa mentadaburi (mengkaji ulang) pendapatnya. Ini merupakan inti kesesatan. Karena pandangan harus ditujukan kepada pendapat, bukan kepada siapa yang mengeluarkan pendapat.

Sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib kepada Harits bin Huth. Saat itu Harits bertanya kepada Ali," Apakah anda menyangka kami menganggap Thalhah dan Zubair di atas kebatilan ?" maka Ali menjawab," Hai harits, engkau ini terkena kesamran (talbis, tipu daya setan) ! Sesungguhnya kebenaran tidak diketahui lewat orang. Kenalilah kebenaran, maka kau akan mengetahui siapa yang berada di atas kebenaran."[9]

Imam Syamsudien Al-Dzahabi berkata :

نَسْأَلُ اللهَ اْلعَفْوَ وَ اْلمَغْفِرَةَ ِلأَهْلِ التَّوْحِيْدِ, وَ نَبْرَأُ إِلَى اللهِ مِنَ اْلهَوَى وَ اْلبِدَعِ. وَ نُحِبُّ السُّنَّةَ وَ أَهْلَهَا, وَنُحِبُّ اْلعَالِمَ عَلَى مَا فِيهِ مِنَ ْالاِتِّبَاعِ وَ الصِّفَاتِ اْلحَمِيْدَةِ. وَلاَ نُحِبُّ مَا ابْتَدَعَ فِيْهِ بِتَأْوِيلٍ سَائِغٍ.

" Kita memohon kepada Allah pemaafan dan ampunan untuk orang-orang yang bertauhid, dan kita berlepas diri kepada Allah dari hawa nafsu (kesesatan) dan bid'ah. Kita mencintai Al-Sunah dan orang-orang yang mengamalkannya. Kita mencintai ulama sebatas sifat ittiba' dan akhlak-akhlak terpuji yang ada pada dirinya, dan kita tidak mencintai bid'ah (kesalahan) yang ia lakukan karena sebuah penafsiran yang masih diperbolehkan (ta'wil saigh)."[10]

[5]- Belajar ilmu dan ajaran agama harus selektif, karena hakekat belajar adalah mencari dalil Al-Qur'an, Al-Sunah dan ijma' serta memahami dan mengamalkannya menurut contoh generasi salaf. Apa yang bertentangan dengan ketiga dasar sumber utama ajaran Islam ini adalah hawa nafsu dan kebatilan. Hanya ulama yang shalih dan  buku-buku agama tertentu yang mengajarkan ketiga dasar tersebut. Kebanyakan ulama dan buku-buku agama lainnya justru mengajarkan hawa nafsu dan kebatilan, atau mencampur adukkan kebenaran dengan hawa nafsu dan kebatilan (QS. Al-Jatsiyah :18, Al-An'am :153, Al-Furqan :28-29, hadits perpecahan umat menjadi 73 golongan).

Tidak sembarang ulama atau buk

u agama bisa dijadikan referensi belajar. Untuk itu, seorang muslim harus mengenali ciri-ciri ulama yang shalih dan rabbani (QS. Ali Imran :79), yang layak menjadi tempat acuan belajar. Di antara ciri-ciri terpenting ulama yang shalih dan rabbani sumber antara lain adalah :

  • Ikhlas.

Artinya ; ilmu dipergunakan dalam rangka mencari ridha Allah, menegakkan dien-Nya, meninggikan kalimat-Nya dan mencari kebahagiaan akhirat. Allah Ta'ala mensifati ulama su' (ulama yang jahat dan busuk, lawan kata dari ulama yang shalih) sebagai ulama yang menggunakan ilmunya untuk mencari kenikmatan dan kedudukan dunia (QS. Ali Imran :187), sebaliknya ulama yang shalih sebagai orang yang khusyu' dan zuhud (QS. Ali Imran : 199). Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata :

عُقُوبَةُ اْلعُلَمَاءِ مَوْتُ اْلقُلُوْبِ, وَمَوْتُ اْلقُلُوْبِ طَلَبُ الدُّنْيَا بِعَمَلِ ْالآخِرَةِ.

" Hukuman bagi para ulama adalah matinya hati, dan matinya hati adalah beramal dengan amalan akhirat untuk tujuan duniawi."

  • 'Adalah.

Artinya : mengerjakan hal-hal yang diwajibkan plus sunah rawatib, menjauhi hal-hal yang diharamkan (dosa besar atau terus menerus menekuni dosa kecil) dan mengikuti adab-adab kesopanan umum yang berlaku di masyarakat. Orang yang mempunyai sifat 'adalah disebut adil. Lawan kata adil adalah fasiq, yaitu orang yang meninggalkan hal yang diwajibkan, mengerjakan hal yang diharamkan atau mengabaikan adab kesopanan yang berlaku di masyarakat.

Ilmu dan berita dari seorang ulama yang fasiq harus dicek ulang (QS. Al-Hujurat :6), karena kesaksian seorang fasiq tidak diterima untuk selama-lamanya (QS. An-Nuur :4) dan ia tidak mendapat taufiq dari Allah (QS Al-Taubah : 24, Al-Shaf :5). Oleh karenanya, tidak boleh menerima berita, pelajaran, fatwa atau meminta fatwa kepada ulama yang fasiq. Dan salah satu dosa besar yang menyebabkan seorang ulama menjadi fasiq, adalah menyembunyikan ilmu dan tidak menyampaikannya di saat masyarakat memerlukan ilmu tersebut (QS. Al-Baqarah :159-160, 174-175, Ali Imran :187).

Imam Al-Khatib Al-Baghdadi berkata :

عُلَمَاءُ اْلمُسْلِمِينَ لَمْ يَخْتَلِفُوا فِي أَنَّ اْلفَاسِقَ غَيْرُ مَقْبُولِ اْلفَتْوَى فِي أَحْكَامِ الدِّيْنِ وَإِنْ كَانَ بَصِيْرًا ِبهَا

" Ulama Islam tidak berbeda pendapat lagi (telah sepakat) bahwa fatwa orang fasiq dalam hukum-hukum agama tidak sah (tidak diterima), sekalipun ia seorang yang ahli dalam hukum-hukum agama."[11]

  • Fatwa yang benar lebih banyak dari fatwa yang salah.

Kebenaran fatwa seorang ulama menunjukkan pada dirinya ada dua sifat ulama, yaitu ia benar-benar mempunyai ilmu syar'i dan rasa takut yang mendalam kepada Allah (QS. Fathir :28, Al-Ahzab :39). Sebagai balasan atas rasa takut yang mendalam kepada Allah Ta'ala, Allah mengaruniakan kepadanya taufiq sehingga ia mengetahui kebenaran (QS. Al-Baqarah :213, Al-Anfal :29, Al-Hadid :28).

Ini bukan berarti seorang ulama harus mengerti seluruh hukum-hukum agama, atau menguasai seluruh ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits nabawi yang jumlahnya jutaan hadits. Cukup baginya bila ia mengetahui sebagian besar hukum-hukum agama, atau kadar minimal yang membuatnya layak mengemban tugas ulama. Untuk itu, jika ditanya tentang sebuah permasalahan agama yang tidak ia ketahui, ia harus jujur menyatakan "saya tidak tahu."

Setiap ulama juga bisa salah dan benar. Karena itu, kesholihan ulama bisa dilihat dari perbandingan jumlah fatwanya yang benar dan fatwanya yang salah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan, seorang ulama yang banyak mengeluarkan fatwa kemudian 100 fatwanya salah, bukanlah sebuah aib.[12] Kesalahan beberapa fatwa seorang ulama juga tidak bisa menjadi penghalang kaum muslimin untuk menuntut ilmu dari ulama tersebut, dan menerima fatwa-fatwanya yang benar.

Namun apabila fatwa seorang ulama lebih banyak salahnya dari pada benarnya, berarti pada dirinya terdapat salah satu dari dua sifat ulama su', yaitu kebodohan (ilmu yang tidak mumpuni), atau kesengajaan untuk mengeluarkan fatwa yang salah. Terkadang seorang ulama mempunyai ilmu yang mumpuni, namun sengaja mengeluarkan fatwa yang salah. Bentuknya, antara lain : mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan, menyembunyikan kebenaran dan menyelewengkan makna ayat dan hadits (QS. Al-Baqarah :42, 79, Al-Nisa' :46). Sekalipun bentuknya beragam, namun faktor penyebabnya hanya satu, yaitu lebih mengutamakan kenikmatan duniawi atas ridha Allah dan akhirat (QS. Al-Baqarah :79, Ali Imran :187, Al-Taubah :34).

Satu hal penting yang juga harus diperhatikan, bahwa terkadang seorang ulama  fasiq bisa memberi manfaat kepada banyak manusia. Misalnya, seorang ulama menghasung kaum muslimin untuk lebih mencintai akhirat padahal ia sendiri sebenarnya memendam keinginan untuk mencari kedudukan atau harta. Atau, seorang ulama dari kelompok sesat (Khawarij, Murji-ah, Asy'ariyah dst) mendakwahi orang-orang kafir dan berhasil menarik mereka untuk masuk Islam. Ulama fasiq seperti ini seperti lilin, menerangi orang lain namun membakar dirinya sendiri, menyelamatkan masyarakat namun mencelakakan dirinya sendiri. Jadi, manfaat yang diambil oleh masyarakat dari seorang ulama belum tentu menjadi pertanda bahwa ia seorang ulama yang shalih.[13]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda :

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى سَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِأَقْوَامٍ لَا خَلَاقَ لَهُمْ *

"Sesungguhnya Allah akan menguatkan dien ini dengan sebuah kaum yang tidak mendapat bagian (pahala di akhirat)."[14]

وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ *

"Sesungguhnya Allah akan menguatkan dien ini dengan seorang laki-laki yang fajir (banyak berbuat dosa, fasiq)."[15]

  • Mengamalkan ilmunya.

Dengan merefleksikannya dalam segala niatan, ucapan dan tindakan sehari-hari. Lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan bersabar atas setiap gangguan yang ia rasakan selama mengajarkan dan mendakwahkan ilmunya. (QS. Al-Shaf : 2-3, Al-Baqarah : 44).

Imam Ibnu Qayyim menyindir para ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, dengan mengatakan," Para ulama su' berdiri di pintu surga mengajak manusia untuk masuk ke dalamnya dengan ucapan-ucapan mereka, namun perbuatan-perbuatan mereka justru mengajak ke neraka. Setiap kali ucapan mereka berkata kepada manusia "Kemarilah !", perbuatan mereka mengatakan" Jangan kalian dengarkan ajakan mereka !". Sekiranya ajakan mereka benar, tentulah mereka menjadi orang yang pertama kali memenuhinya. Lahiriah mereka sebagai para penunjuk jalan, namun sejatinya sebagai para pembegal jalanan."[16]

  • Zuhud (lebih mementingkan akhirat di saat ada kesempatan untuk menikmati kenikmatan dunia).

Pengaruh cinta dunia sangat besar dalam pelaksanaan tugas para ulama sebagai pengemban dan penyampai dakwah. Imam Ibnu Qayyim mengatakan," Setiap ulama yang lebih mementingkan dan mencintai dunia, pasti akan mengatakan hal yang tidak benar dalam fatwa, keputusan, pemberitahuan dan pendapatnya, karena seringkali hukum-hukum Allah Ta'ala bertentangan dengan keinginan (hawa nafsu) manusia, terlebih lagi keinginan para penguasa dan orang-orang yang menuruti syahwatnya. Biasanya, keinginan-keinginan mereka hanya bisa terpenuhi dengan banyak menyelisihi dan menolak kebenaran. Jika penguasa dan ulama sama-sama cinta dunia dan mengikuti syahwat, mereka tidak akan bisa meraihnya kecuali dengan menolak kebenaran yang berlawanan dengan syahwat mereka tersebut."[17]

  • Tawadhu' (rendah hati) dan akhlak yang baik.

Imam Fudhail bin 'Iyadh meringkas sikap tawadhu' seorang ulama, dalam nasehat singkat," Engkau tunduk dan mengikut kebenaran dari siapapun yang mengatakan kebenaran. Sekalipun ia orang yang paling bodoh, engkau harus menerimanya." Imam Malik bin Dinar menyebutkan," Siapa mempelajari ilmu untuk diamalkan, ia akan dihancur leburkan oleh ilmu (ditundukkan oleh ilmu, tawadhu'). Sebaliknya, siapa mempelajari ilmu untuk selain pengamalan, ia akan semakin sombong."[18]

  • Khasyatullah (rasa takut yang mendalam kepada Allah).  

Rasa takut kepada Allah adalah amalan hati, namun bisa diketahui dari sejumlah gejala yang nampak di luar. Di antaranya, tercermin dalam akhlak terpuji dalam ibadah dan pergaulan sehari-hari. Gejala lainnya adalah mengikuti kebenaran demi mencari ridha Allah semata dan lantang menyampaikan kebenaran kepada masyarakat apa adanya tanpa takut kepada komentar miring orang-orang yang mencela (QS. Al-Maidah :44, Luqman : 17dan Al-Ahzab :39).

Kriteria Ulama Panutan Mujahidin

Secara umum, sebagian besar masalah pokok dalam persoalan akidah, fiqih, mu'amalah (interaksi sosial) dan akhlak telah dibahas tuntas oleh para ulama salaf dan ulama generasi sesudahnya yang mengikuti jejak salaf. Sebagian besar pembahasan mereka juga telah dibukukan, dicetak dan beredar luas di tengah umat Islam. Umat Islam tinggal meluangkan waktu dan konsentrasinya untuk mempelajari referensi-referensi tersebut.

Persoalan yang belum mereka bahas, hanyalah persoalan-persoalan baru yang tidak terjadi di zaman mereka (biasa dikenal dengan istilah nazilah atau nawazil). Ini wajar, mengingat setiap masa dan tempat tentu mempunyai permasalahan baru yang tidak sama dengan masa sebelumnya, atau tempat lain. Permasalahan-permasalahan baru ini menjadi tanggung jawab para ulama dan mujathid setiap masa. Merekalah yang berkewajiban dan berhak membahas hukumnya dengan melakukan kajian bersumber kepada Al-Qur'an, Al-Sunnah, ijma, qiyas dan dalil-dalil lainnya.

Para ulama mujtahid yang mempunyai kemampuan menyimpulkan hukum dari dalil-dallil syar'i, adalah para ulama yang memenuhi beberapa syarat. Syarat terpenting adalah :

  1. Menguasai Al-Qur'an dan ilmu-ilmu Al-Qur'an.

  2. Menguasai Al-hadits (al-sunnah) dan ilmu-ilmu hadits.

  3. Menguasai fiqih, ushul fiqih, ilmu tentang ijma' dan ikhtilaf ulama.

  4. Menguasai bahasa arab dan ilmu-ilmunya.

  5. Memahami realita masyarakat.

Ringkasnya, ulama mujtahid adalah ulama yang mampu memadukan dua ilmu : ilmu syar'i (ma'rifatu nash) dan ilmu tentang realita (ma'rifatul waqi'). Bila salah satu ilmu ini tidak ada, bisa dipastikan hukum yang ia simpulkan akan keliru.

Imam Ibnu Qayyim berkata :

وَلاَ يَتَمَكَّنُ اْلمُفْتِي وَلاَ اْلحَاكِمُ مِنَ اْلفَتْوَى وَلاَ اْلحُكْمِ بِالْحَقِّ إِلاَّ بِنَوْعَيْنِ مِنَ اْلفَهْمِ ، أَحَدُهُمَا : فَهْمُ اْلوَاقِعِ وَاْلفِقْهُ فِيْهِ وَاسْتِنْبَاطُ عِلْمِ حَقِيْقَةِ مَا وَقَعَ بِالْقَرَائِنِ وَاْلأَمَارَاتِ وَالْعَلاَمَاتِ حَتَّى يُحِيطَ بِهِ عِلْماً ، وَالنَّوْعُ الثَّانِي : فَهْمُ ْالوَاجِبِ فِي اْلوَاِقعِ وَهُوَ فَهْمُ حُكْمِ اللهِ الَّذِي حَكَمَ بِهِ فِي كِتَابِهِ أَوْ عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ فِي هَذَا الْوَاقِعِ ، ثُمَّ يُطَبِّقُ أَحَدَهُمَا عَلَى اْلآخَرِ.

" Seorang mufti dan seorang hakim (penguasa, qadhi) tidak akan bisa berfatwa dan memutuskan perkara dengan kebenaran, kecuali bila memadukan dua pemahaman (fiqih). Pertama : memahami dan mengerti betul waqi' (realita), serta menyimpulkan ilmu tentang hakekat realita yang ada dengan qarinah, amarah dan 'alamat (bukti-bukti dan data-data) sehingga ilmunya meliputi realita. Kedua :  memahami apa yang wajib (kewajiban syariat) atas realita, yaitu memahami hukum Allah yang ditetapkan dalam kitab-Nya atau melalui lesan Rasul-Nya atas realita tersebut. Baru kemudian menerapkan yang satu (hukum syariat, pent) atas yang lain (realita)."[19]

Inilah ajaran Islam yang diamalkan oleh para salaf. Fiqhul waqi' atau ma'rifatu an-nas (memahami realita masyarakat) ini, dalam istilah ushul fiqih disebut dengan Tahqiqul Manath. Imam Asy-Syathibi berkata :

لاَ يَصِحُّ لِلْعَالِمِ إِذَا سُئِلَ عَنْ أَمْرٍ كَيْفَ يَحْصُلُ فِي اْلوَاقِعِ إِلاَّ أَنْ يُجِيبَ بِحَسْبِ الْوَاقِعِ ، فَإِنْ أَجَابَ عَلَى غَيْـرِ ذَلِكَ أَخْطَأَ فِي عَدَمِ اِعْتِبَارِ اْلمَنَاطِ اْلمَسْئُولِ عَنْ حُكْمِهِ، ِلأَنَّهُ سُئِلَ عَنْ مَنَاطٍ مُعَيَّنٍ فَأَجَابَ عَنْ مَنَاطٍ غَيْرِ مُعَيَّنٍ

" Tidak sah bila seorang ulama ditanya tentang sebuah urusan bagaimana ia bisa terjadi dalam realita, kecuali dengan menjawab sesuai realita yang ada. Jika ia menjawab tidak dengan hal itu (sesuai realita yang ada), maka ia telah berbuat salah karena tidak mempertimbangkan manath yang ditanyakan hukumnya, karena ia ditanya tentang sebuah manath yang tertentu (definitif) namun justru ia jawab dengan manath yang tidak tertentu."[20]

Bagaimana dengan dunia jihad fi sabilillah ? Bagaimana kriteria ulama panutan mujahidin ? Kaedah di atas juga berlaku dalam jihad fi sabilillah. Sebagaimana diketahui bersama, jihad fi sabilillah adalah sebuah ibadah yang unik. Ia mempunyai dua sisi yang tidak bisa dipisahkan ;

  • Sisi teori : yaitu jihad menurut tinjauan ilmu syar'i, dibahas dalam buku-buku tafsir, hadits dan fiqih. Pakar sisi teori adalah para ulama.

  • Sisi praktek ; yaitu pekerjaan teknis di lapangan, yang hanya diketahui oleh para pelaku yang mengangkat senjata.

Antara teori dan praktek terdapat perbedaan yang tajam, setajam perbedaan langit dan bumi. Teori yang begitu mudah dan indah, sangat kontras dengan praktek yang begitu sukar dan keras.

Oleh karenanya, dunia jihad fi sabilillah hanya akan diketahui secara benar, dari orang-orang yang menguasai kedua fiqih tersebut ; fiqih teori dan fiqih praktek, faham ilmu syar'i dan mengetahui seluk beluk dunia peperangan. Atau menurut istilah imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Qayyim dan Asy Syatibi, mengetahui fiqih ahkam syari'ah dan ma'rifatu nas (fiqih waqi'). Merekalah yang layak memberi fatwa dan dimintai fatwa dalam urusan jihad fi sabilillah.

Hal ini dijelaskan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dengan perkataan beliau :

وَالْوَاجِبُ أَنْ يُعْتَبَرَ فِي أُمُورِ الْجِهَادِ بِرَأْيِ أَهْلِ الدِّينِ الصَّحِيحِ الَّذِينَ لَهُمْ خِبْرَةٌ بِمَا عَلَيْهِ أَهْلُ الدُّنْيَا , دُونَ أَهْلِ الدُّنْيَا الَّذِينَ يَغْلِبُ عَلَيْهِمُ النَّظَرُ فِي ظَاهِرِ الدِّينِ فَلاَ يُؤْخَذُ بِرَأْيِهِمْ , وَلاَ بِرَأْيِ أَهْلِ الدِّينِ الَّذِينَ لاَ خِبْرَةَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا

"Yang wajib dilakukan adalah mempertimbangkan urusan-urusan jihad dengan pendapat para ahlu dien shahih yang mempunyai pengalaman dengan kondisi ahlu dunia. Bukan dengan pendapat ahlu dunia (pakar siasat perang, pent) yang hanya melihat dhahir dien semata, mereka ini tidak diambil pendapatnya. Juga bukan dengan pendapat para ahlu dien yang tidak mempunyai pengalaman ahlu dunia (seluk beluk dunia peperangan, pent)."[21]

DR. Abdullah Azzam menjelaskan maksud perkataan syaikhul Islam ini, dengan menyatakan," Maksudnya, seorang yang memberi fatwa dalam urusan-urusan jihad haruslah seorang yang mampu menyimpulkan hukum (dari dalil-dalil syar'i), ikhlas, dan mengetahui tabiat peperangan serta realita orang-orang yang berperang."[22]

Ketika syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang hukum memerangi pasukan Tartar, beliau menjawab :

نَعَمْ . يَجِبُ قِتَالُ هَؤُلاَءِ بِكِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ وَاتِّفَاقِ أَئِمَّةِ اْلمُسْلِمِينَ ، وَهَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى أَصْلَيْنِ : أَحَدِهِمَا ْالمَعْرِفَةُ بِحَالِهِمْ، وَالثَّانِي مَعْرِفَةُ حُكْمِ اللهِ فِي مِثْلِهِمْ

" Ya, wajib memerangi mereka berdasar kitabullah, sunah Rasul-Nya dan kesepakatan para ulama Islam. Hukum ini dibangun diatas dua dasar : Pertama. Mengetahui realita mereka (pasukan Tartar). Kedua. Mengetahui hukum Allah atas orang-orang seperti mereka."[23]

Para ulama yang terlibat langsung dalam jihad, adalah ulama yang memadukan kedua fiqih ini ; fiqih ahkam dan fiqih waqi'. Mereka telah bersungguh-sungguh mencurahkan waktu, ilmu, tenaga, harta dan nyawa mereka dalam memperjuangkan Islam. Kesungguhan (mujahadah) mereka lebih berat dan tinggi dari para ulama yang hanya mencukupkan diri dengan dunia dakwah, tarbiyah dan tazkiyah.

Hal ini, sudah disadari oleh para ulama salaf sejak dahulu. Maka, amat layak bila terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, mereka menyarankan untuk kembali kepada pendapat para ulama mujahidin murabithin, para ulama yang memahami hukum syariah dan mempunyai pengalaman ahlu dunia.

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata :

وَلِهَذَا كَانَ اْلجِهَادُ مُوجِباً لِلْهِدَايَةِ الَّتِي هِيَ مُحِيطَةٌ بِأَبْوَابِ الْعِلْمِ , كَمَا دَلَّ عَلَيهِ قَوْلُهُ تَعَالَى {وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُم سُبُلَنَا } فَجَعَلَ لِمَنْ جَاهَدَ فِيهِ هِدَايَةَ جَمِيعِ سُبُلِهِ تَعَالَى , وَلِهَذَا قَالَ اْلإِمَامَانِ عَبْدُ اللهِ بْنُ اْلمُبَارَكِ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَغَيْرُهُمَا : إِذَا اخْتلَفَ النَّاسُ فِي شَيْءٍ , فَانْظُرُوا مَاذَا عَلَيهِ أَهْلُ الثُّغُورِ , فَإِنَّ اْلحَقَّ مَعَهُمْ , ِلأَنَّ اللهَ يَقُولُ { وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُم سُبُلَنَا }

" Oleh karena itu, jihad menyebabkan datangnya hidayah (petunjuk) yang mengelilingi pintu-pintu ilmu. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala." Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." [QS. Al-Ankabut :69].

Allah menjadikan hidayah (petunjuk) bagi orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) mencari keridhaan-Nya. Oleh karenanya, imam Abdullah bin Mubarak, Ahmad bin Hambal dan lain-lain mengatakan :" Jika maunisa berbeda pendapat dalam sebuah permasalahan, maka lihatlah pendapat para ahlu tsugur (orang-orang yang menjaga daerah perbatasan kaum muslimin dengan daerah musuh, murabithun), karena kebenaran bersama mereka, karena Allah telah berfirman: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami)."[24]

Tidak diragukan lagi, setiap muslim (apalagi ulama yang shalih) yang bersungguh-sungguh (mujahadah) akan mendapatkan hidayah. Namun kesungguhan setiap orang tentu bertingkat-tingkat, dan kesungguhan yang paling tinggi (sampai mengorbankan nyawa) adalah kesungguhan para ulama mujahidin dan murabithin. Maka, amat sangat layak bila hidayah yang mereka peroleh paling tinggi, sesuai ketinggian mujahadah dan maqam jihad-ribath yang mereka lakukan.

Siapa Sosok Ulama Panutan Mujahidin Saat Ini ?

Secara umum, kaedah dasar operasi-operasi jihad adalah sirriyah (kerahasiaan). Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan dakwah, tarbiyah, tazkiyah, atau kegiatan sosial Islam lainnya yang harus menganut kaedah dasar jahriyah (keterbukaan). Secara tidak langsung, hal ini berimbas kepada kerahasiaan para sosok ulama panutan mujahidin, mengingat mereka merupakan target-target utama yang diincar oleh musuh untuk dihancurkan.

Namun sebagai sebuah gambaran umum, di bawah ini disebutkan beberapa ulama mujahidin dan murabithin yang saat ini paling menonjol dan terkenal di pentas jihad internasional, dengan beberapa contoh karya tulisan mereka. Ulama-ulama lain yang tidak terkenal atau mencuat namanya, tidak menjadi masalah bila tidak dikenal. Sebagaimana dikatakan khalifah Umar saat menerima laporan para syuhada' perang jembatan (Ma'rakatul Jisr) tahun 13 H," Tidak masalah kita tidak mengenal mereka, karena Allah pasti mengenal mereka."

Ulama-ulama dari Jazirah Arab

  1. Syaikh Hamud bin 'Uqla Al-Syu'aibi

    Karya tulis:  Puluhan buku dan artikel, yang paling terkenal adalah Al-Qaulul Mukhtar fi Hukmil Isti'anah bil Kuffar.

    Catatan:  Dipandang sebagai guru seluruh ulama mujahidin di seluruh dunia. Besarnya pengaruh dan dukungan beliau terhadap mujahidin membuat kemarahan aliansi salibis-zionis-murtadin. Majelis ulama senior Arab Saudi yang nota benenya mantan murid-murid beliau, bahkan sampai mengharamkan beliau berfatwa dan memberi pelajaran.

  2. Syaikh Ali bin Khudair Al-Khudair

    Karya tulis:

    Lebih dari 20 buku, mayoritas di bidang akidah. Di antaranya : Al-'Amal Al-Qadim, Al-Haqaiq fi Tauhid, Al-Jam'u wa Tajrid Syarhu Kitab Tauhid, Al-Qawaid Al-Arba', Al-Masail Al-Mardhiyah Syarhul 'Aqidah Al-Wasithiyah, Al-Mutammimah fi Kalami Aimmati Da'wah, Al-Wijazah Syarhu Ushuli Tsalatsah, Al-wasith Syarhu Awwali Risalah fi Majmu'ati Tauhid, Thabaqat Ba'da Nasyr, Al-Taudhih wa Tatimat Syarhu Kasyfi Syubuhat, Al-Zinad Syarhu Lum'atil I'tiqad, Ushulu Dinil Islam, Qawaid wal Ushul fil Jahli wal 'Udzri wal Bida', Qawaid wa Ushul fil Muqalidin wal Juhal, Juz-un Nifaq, Juz-un fil Jahli wal Tibasil Hal, Juz-un fil Ahwa' wal Bida' wal Muta'awwilin.

    Belum terhitung fatwa-fatwa, tanya jawab dan ceramah-ceramah.

    Catatan: Buku-buku beliau mempunyai ciri khas : kekuatan referensi dengan dalil-dalil syar'i dan pendapat para ulama salaf, penyusunan dan penertiban pembahasan yang sangat bagus. Beliau   juga menghidupkan kembali tradisi para ulama salaf dengan mengarang buku-buku tematik yang terkenal dengan istilah ajza' (juz-juz). Ulama penting bagi mujahidin Jazirah Arab ini mendekam dalam penjara taghut Saudi karena fatwa-fatwanya yang begitu berani mendukung mujahidin.

  3. Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-'Ulwan

    Karya tulis:  Lebih dari 20 buku, puluhan artikel, tanya jawab, ceramah dan fatwa. Buku yang terkenal antara lain ; Ahkamu Qiyamil Lail, Amrika wa Asra, Ala Inna Nasrallahi Qarib, Al-Fawaid wal Ma'ani, Al-Ijabah Al-Mukhtasharah, Al-Istinfar Al-Ladzib, Al-Jilsah al-Yaumiyah 1-15, Al-Kasyf  'An Dhalalati Hasan Al-Saqaf, Al-Niza'at fil Mahdi, Al-Tabshir bi-waqi'ir Rafidzah, Al-Tibyan Syarhu Nawaqidhil Islam, Muhimatul Masail fil-Mashi 'alal Khufain, Silsilatu Tau'iyah Harb Shalibiyah, Syarhu Bulughil Maram Kitab Shiyam dan Kitab Al-Haj, Tahrij Hadits Khurujil Muqatilin Minal 'Adn.

    Catatan:  Pakar hadits dan fiqih Jazirah Arab ini merupakan tokoh panutan mujahidin. Fatwa-fatwanya yang mendukung mujahidin menempatkan beliau sebagai musuh besar aliansi salibis-zionis-murtad di Jazirah Arab.

  4. Syaikh Nashir bin Hamd Al-Fahd

    Karya tulis: Lebih dari 20 buku, plus tanya jawab, artikel, fatwa dan ceramah. Di antara buku beliau yang terkenal adalah : Al-I'lam bi-Mukhalafatil Muwafaqat, at-Tibyan fi Kufri man A'ana Al-Amrikan 1-3, Waqfat Ma'al Waqfat, Vidiyu Islami, Thali'atu Tankil, Manhajul Mutaqadimin fi Tadlis, Majmu' Fatawa fil Adab, Libasul Mar-ah Amamal Mar-ah, Khulashatu Ba'dhi Afkaril Qardhawi, Al-Radd 'Alal Qardhawi, Kasyfu Syubuhatil Hasan Al-Maliki, Iqamatul Burhan, Daulah Utsmaniyah wa Mauqifu Da'wati Syaikh Minha, Al-Tabyin fi Mukhatarati Al-Tathbi' 'Alal Muslimin, Al-Raddu 'Alal Murji-ah, Al-Raddu 'alal Rafizhah, Al-Tahqiq fi Mas-alati Tashfiq, Hukmul Ghina' bil-Qur'an, Hukmul 'Athurah Al-Kuhuliyah dll.

     Catatan: Pakar fikih dan sejarah, banyak menjawab persoalan fiqih kontemporer. Dipandang sebagai ulama pelopor yang mempunyai metode penulisan dan dakwah yang mampu menjembatani  kesenjangan ulama dengan kaum awam. Dukungan kuatnya kepada mujahidin menyebabkan beliau mendekam dalam penjara taghut. Tulisan-tulisannya membuat Deputi direktur Urusan Politik-Militer AS dan staf perencana kebijakan Deplu AS, Francis Fukuyama kebakaran kumis.

  5. Syaikh Ahmad bin Hamud Al-Khalidi

    Karya tulis: Beberapa buku, fatwa, ceramah dan tanya jawab. Yang paling terkenal adalah ; Al-Idhah wa Al-Tabyin man Syakka au Tawaqqafa fi Kufri Ba'dhi Tawaghit wal Murtadin, Al-Tanbihat 'ala Maa fi kalami Al-rais minal Warathat wal Aghluthat, dan Al-Im'an fi Nushratil Mujahidin.

    Catatan: Gaya penulisan buku-bukunya mirip gaya syaikh Ali Al-Khudair. Mendekam di penjara karena kelantangan fatwa dan dukungannya kepada mujahidin.

  6. Syaikh Abdul-Aziz bin Shalih Al-Jarbu'

    Karya tulis: Lebih dari sepuluh buku, di antaranya Al-Ta'shil li-Masyru'iyati ma Hadatsa fi Amrika min Al-Tadmir, al-Mukhtar fi Hukmil Intihar Khaufa Ifsyail Asrar, al-I'lam bi Wujubil Hijrah, Al-Burhan Al-Sathi', Al-Bayan Al-Mutlaq, Al-Anutsah Al-Fikriyah, Qulna Laitahu Sakata, Aqwalu Ahlil 'Ilmi fi Qunutil Witri, Manshuru Naqidan, Lam Amur biha walam Tasu' Nie.

    Catatan: Mendekam di penjara karena kelantangan fatwa dan dukungannya kepada mujahidin. Beberapa buku beliau menjawab tuntas beberapa operasi mujahidin dan membantah para ulama anti mujahidin.

  7. Syaikh Yusuf bin Shalih Al-'Ayiri

    Karya tulis: Lebih dari 10 buku. Di antaranya : Haqiqatul Harb Shalibiyah Jadidah, Mustaqbalul 'Iraq, Majmu'ah Dirasah Syar'iyah, Hukmul Jihad wa Anwa'uhu, Idhahat 'Ala Tariqil Jihad, Tsawabit 'Ala Darbil Jihad, Tasaulat Haula Harbi Shalibiyah Jadidah, Hidayatul Hiyara, Al-Tawajud Al-Amriki fi Jaziratil Arab, 'Amaliyat Moscow, Al-Raddu 'alal Hasan Al-Maliki, Amrika wa Shu'ud Ilal Hawiyah, Naziful Khasair Al-Amrikiyah, dan lain-lain.

    Catatan: Pendiri kamp pelatihan militer Al-Battar dan lembaga kajian Markaz Dirasat wal Buhuts Islamiyah. Buku-buku beliau mencerminkan kedalaman pemahaman hukum-hukum syariat, dan penguasaan masalah politik, ekonomi dan militer. Mendekam selama beberapa tahun di penjara, dibebaskan dan syahid ---insya Allah---saat akan ditangkap kembali.

  8. Syaikh Sholih bin sa'ad Al-Hasan

    Karya tulis: Buku yang paling terkenal : Al-Nab'ul Fayyadh fi Ta'yidil Jihad fi Riyadh, Syahadatu Tsiqat, Tahdzib Al-Kawasyif Al-Jaliyyah fi Kufri Daulah Sa'udiyah.

    Catatan: Bersama syaikh Yusuf Al-Ayiri, menjadi ulama penting di Markaz Dirasat wal Buhuts Islamiyah.

  9. Syaikh Abdurahim bin Murad Al-Syafi'i

    Karya tulis:  Buku yang paling terkenal adalah Shuhailul Jiyad Syarhu Kitabil Jihad Min Bulughil Maram.

    Catatan:  Kekuatan referensinya menyerupai mutu buku-buku syaikh Ali Khudair.

  10. Syaikh Abu Abdirahman Al-Atsari (Sulthan bin Bajad Al-'Utaibi)

    Karya tulis: Buku yang paling terkenal adalah Risalatu ila 'Askari, Al-Haqqu wal Yaqin fi 'Adawati Tughah wal Murtadien, Al-Zinad fi wujubil I'dad, Risalah fi Tawaghit, Rislah Ila Thalibil 'Ilm, al-Qaulul Muhtad 'ala man Lam Yukaffiril Murtad.

    Catatan: Fatwa-fatwa dan dukungan kepada mujahidin membuat beliau sebagai buron penting alinsi salibis-zionis-murtadin.

  11. Syaikh Abu Jandal Al-Uzdi (Abdullah bin Nashir Al-Rasyid)

    Karya tulis:  Tak kurang dari 10 buku. Antara lain : Qasashun Tarikhiyatun lil-Mathlubin 1-2, Wujubu Istinqadzil Mustadh'afin, Tahridhul Mujahidin Al-Abthal fi Ihyai Sunatil Ightiyal, Usamah bin Ladin, Hukmul Igharah wal-Tatarus, Hasyimu Taraju'at, Hiwar Haula Syi'ah, Maqashidul Jihad 1-2, Al-maniyyah wa laa Al-daniyyah, Allahu Akbar Kharabat Amrika, Intiqadhul I'tiradh 'ala Tafjirati Riyadh, Al-Bahits fi Hukmi Qathli Afradi wa Dhubatil Mabahits, Al-Ayat wal Ahadits fi Kufri Quwati Dir'i Al-Jazirah Al-'Arabiyah, Al-Khuruj 'Alal Hukkam.

    Catatan: Idem

  12. Syaikh Abdul-Karim bin Shalih Al-Humaid

    Karya tulis: Buku-buku yang paling terkenal : Takhludil Kuffar fi Nar, Al-Haq Al-Damigh Raddun 'Alal Qardhawi, Al-Syafa'ah, Laisa Lana Matsalu Su', Bayanu 'Ilmil Ushul dan Ayuhaz Zanadiqah.

  13. Syaikh Ahmad bin Abdul-Karim Najib

    Karya tulis: Buku paling terkenal : Atsarul Jihad wal Mujahidin fil Busnah, Makhtutatul Hadits Al-Nabawi wa 'Ulumihi fi Maktabatil Busnah, Al-Mukhtasar Al-Shahih 'Anil Maut wal Qabr wal Hasyr.

    Catatan: Ulama Qatar.

  14. Syaikh Hamd bin Rais Al-Rais

    Karya tulis: Al-Radd 'Ala Bayanil jabhat Al-Dakhiliyah Amama Al-Tahadiyat Al-Mu'ashirah.

  15. Syaikh Abu Umar Muhammad bin Abdullah Al-Saif

    Karya tulis: Buku yang paling terkenal Hal Intaharat Hawa au Ustusyhidat, Al-Iraq wa Ghazwu Shalib, Akhlaqul Mujahid, Al-Syi'ah wa Tahriful  Qur'an.

    Catatan:  Ketua Mahkamah Syari'ah Chechnya.

  16. Syaikh Ahmad bin Nashir Al-Sanani

    Karya tulis: Idem.

  17. Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Sa'd

    Karya tulis: Idem.

  18. Syaikh Hamid bin Abdullah Al-'Ali

    Karya tulis: Buku paling terkenal : Irsyadul Anam ila Fadhailil Jihad Dzirwati Sanamil Islam, Al-Nashrul Mudzafar, Bayanu Haqiqatil Iman. Banyak membantah syubhat-syubhat jihad.

    Catatan: Ulama Kuwait.

Ulama-ulama dari Afrika

  1. Syaikh Umar bin Abdurahman

    Karya tulis:  Buku yang paling terkenal : Kalimatu Haqqin, Ashnaful Hukkam wa Ahkamuhum.

    Catatan:  Dipenjara di Amerika.

  2. Syaikh Abdul-Akhir Hammad Al-Ghunaimi

    Karya tulis: Buku paling terkenal : Al-Minhah Al-Ilahiyah Tahdzib Syarh Thahawiyah, Waqfaat Ma'al Buthi fi Kitabihi 'anil Jihad, Marahilu Tsyri'il Jihad, Musthalahat wa Mafahim, Hukmu Taghyiril Munkar li-Ahadi Ra'iyah, Al-Fawaid Al-Muntaqah.

  3. Syaikh Rifa'i Ahmad Thaha

    Karya tulis: Buku paling terkenal : Imathatu Litsam 'An Ba'dhi Ahkami Dzirwati Sanamil Islam, Al-Qiyadah wa Syura fil Islam, waqfaatun Ma'a Dzat, 'Asyratu A'wam minal Muwajahah.

    Catatan: Dipenjara di Mesir.

  4. Syaikh Muhammad Abdu Salam Al-Faraj

    Karya tulis: Al-Faridhah Al-Ghaibah.

    Catatan: Dihukum gantung dalam kasus pembunuhan Anwar Sadat.

  5. Syaikh Muhammad Musthafa Al-Muqri'

    Karya tulis:  Hal Qitalul Mubaddilin Jihadun,  Mustabdilun fi Syari'ati Dien, Al-salafiyah Bainal Wulat wal Ghulat, Mukhalafat, Zafaratul Harb.

  6. Syaikh Abu Mundzir As-Sa'idi

    Karya tulis:  Buku paling terkenal : Al-Khuthuth Al-'Arizhah Li-Manhaji Al-Jama'ah Al-Islamiyah Al-Muqatilah, Al-Jumu'ah Adabun wa Ahkamun.

  7. Syaikh Hasan Muhammad Qaid

    Karya tulis: Buku paling terkenal ; Nazharatun fil Ijma' Al-Qath'i.

    Catatan:  Mengkritisi klaim ijma' qath'i atas kafirnya antek thaghut secara personal (takfir mu'ayan) dalam buku Al-Jami' fi Thalabil 'Ilmi Al-Syarif.

  8. Syaikh Abdul-Qadir bin Abdul-Aziz

    Karya tulis: Buku paling terkenal : Al-'Umdah fi I'dadil 'Uddah, Al-Jami' fi Thalabil 'Ilmi Al-Syarif, Faidhul Karimil Mannan (Al-Raddu 'Ala Safar Al-Hawali), Da'watu Tauhid.

    Catatan: Ditangkap dan dipenjara di Yaman sejak 11 Oktober 2001 M dan diekstradisi ke Mesir 28 Februari 2004 M, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati bersama lima rekannya. Beberapa pendapat beliau dalam Al-Jami' mendapat pelurusan dari beberapa ulama.

  9. Syaikh Aiman Al-Zhawahiri

    Karya tulis: Buku yang paling terkenal ; Syifau Shuduril Mu'minin, Al-Wala' wal Bara' Aqidatun Manqulatun wa Waqi'un Mafqudun, Al-Radu 'ala Syubuhati Al-Albani, Al-Hishadul Murru, Hiwarun Ma'a Thawaghit Maqbaratu Du'at, Kasyfu Zur wal Buhtan, Kitabul Aswad, Mishra Al-Muslimah.

Ulama-ulama dari Syam

  1. Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi 'Isham bin Muhammad bin Thahir Al'Utaibi

    Karya tulis:  Puluhan buku, tanya jawab dan fatwa. Yang paling terkenal : Millatu Ibrahim, Al-Risalah Al-Tsalatsiniyah fi Tahdzir Minal Ghuluw fi Takfir, Imta'u Nazhar fi Kasyfi Syubuhati Murjiatil 'Ashr, Al-Dimuqrathiyah Dienun, Al-Qaul Al-Nafis, Kasyfu Niqab 'an Syari'atil Ghab, Kasyfu Syubuhatil Mujadilin 'An Asakiri Syirki wal Qawanin, Tuhfah Maqdisiyah, Al-Kawasyif Al-Jaliyyah fi Kufri Daulah Su'udiyah, Mukhtashar sharimuil Mashlul, I'dadul Qadah Al-Fawaris fi Hujranil Madaris, Hadzihi 'Aqidatuna, Laa Tahzan Inna Allaha Ma'ana dan lain-lain.

    Catatan: Dipenjara di Yordania sejak 1994 M.

  2. Syaikh Abu Bashir Abdul Mun'im Musthafa Halimah

    Karya tulis: Puluhan buku, ratusan tanya jawab dan fatwa. Yang paling terkenal : Tahdzib Syarh Thahawiyah, Qawaid fi Takfir, A'malun Tukhriju Sahibaha Minal Milah, Al-Taghut, Al-Hijrah Masail wa Ahkam, Syurutu laa Ilaha Ilalllahu, Hukmul Islam fi dimuqrathiyah wa Ta'adudiyah Hisbiyah, Hukmu Tariki Shalat, Hukmu Istihlali Amwalil Kuffar, Al-Thariq Ila Isti'nafi Hayatin Islamiyah wa Qiyami Khilafah, Shifatu Thaifah Manshurah, Huququn wa Wajibat Syara'aha Allahu 'alal 'Ibad, Al-'Udzu bil-Jahli wa Qiyamul Hujah, Al-Intishar li-Ahli Tauhid, Limadzal jihad fi Sabilillah, Hadzihi 'Aqidatuna, Al-Syi'ah Al-Rawafizh Thaifatu Syirkin, dll.

  3. Syaikh Abu Qatadah Al-Filasthini Mahmud bin Umar

    Karya tulis: Lebih dari 15 buku, yang paling terkenal : Al-Jihad wal Ijtihad Ta-amulat fil Manhaj, al-Jarh wa Al-Ta'dil, Ma'alim Thaifah Manshurah, Mulahazhat 'alal Bajuri, Hujrani Masajidi Dhirar, Ahlul Qiblah Al-Mutaawwilin, Maratibul Kafirin, Limadzal Jihad, Ju'natul Muthibin, Risalah Baina Manhajaini 1-99, Masail fi Nifaq, Ju'natul Muthibin, Tauhidul Hakimiyah, Al-'Ulama wa Amanatul Ummah, dll.

    Catatan: Divonis penjara seumur hidup dalam pengadilan inabsentia di Yordan. Dipenjara di Perancis, lalu dikenakan tahanan rumah. Beberapa risalahnya mendapat pelurusan ulama lain.

  4. Syaikh Abu Mush'ab Al-Suri

    Karya tulis:  Buku yang paling terkenal Al-Muslimiun fi Wasathi Asiya, Tajribah Jihadiyah fi Suriah, fi Muwajahati Nushairiyah, Mas-uliyatu Ahli Yaman.

  5. Syaikh Abu Qutaibah Jabir bin Abdul-Qayum Al-Sa'idi

    Karya tulis: Buku paling terkenal Al-Ishabah fi Thalabi Syahadah, Tahridul Mujahidin 'ala Qitali Thawaghit Al- Murtadin, Tahqiqu Tauhid Bil- Bara-ah min Ahli syirki wa Tandid.

  6. Syaikh Abdullah bin Ahmad Al-Syami

    Karya tulis:  Falsafatu Syahadah.

Ulama dari Asia Tenggara?

  • Kapan ya melahirkan ulama kaliber internasional? Masih menunggu lahirnya calon-calon ulama rabbaniyyun dari rahim lembaga-lembaga pendidikan keagamaan.

Inilah beberapa ulama yang hari ini menjadi panutan mujahidin. Sebagian besar mereka dipenjara atau diburu oleh aliansi salibiz-zionis-murtadin, dan sebagian kecilnya telah dikaruniai syahid ---insya Allah---. Mereka merupakan personifikasi pergerakan Islam salafiyah jihadiyah. Seperti para ulama lainnya, mereka juga mempunyai beberapa kesalahan pendapat, fatwa dan tindakan. Namun secara umum lebih sedikit dari para ulama lain yang tidak berjihad fi sabilillah.

Buku-buku karangan mereka dengan mudah bisa diperoleh diinternet. Bagi seorang muslim yang ingin menimba ilmu dari para ulama 'amilin, buku-buku para ulama ini menjadi referensi penting untuk menjembatani pemahaman hukum-hukum syariat dan pelaksanaannya dalam realita lapangan (ilmu syariat-ilmu waqi').

Untuk bisa memahami buku-buku mereka dengan baik, sebaiknya seorang yang akan belajar meminta pembacaan, bimbingan dan penjelasan para ulama, kyai, da'i, ustadz, atau para penuntut ilmu syar'i yang dirasa mempunyai kemampuan atas hal itu. Dan yang tak kalah pentingnya, sedikit ilmu yang dipahami harus diamalkan, sehingga terjadi siklus pembelajaran yang sehat: ilmu, diamalkan, dan melahirkan karunia ilmu baru.

Wallahu A'lam bish Shawab.