AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Sabtu, 24 November 2012

“HISTORICAL EVENTS OF MAKKAH”KEMENANGAN BESAR

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI



“HISTORICAL EVENTS OF MAKKAH”



KEMENANGAN BESAR
(TAHUN KE-6 HIJRIYAH)

Dalam tahun ke-6 Hijriyah tercapailah kesepakatan untuk membuat perjanjian antara para pemimpin kaum kafir Makkah dengan Nabi Muhammad (SAW) di sebuah wilayah bernama Hudaibiyah yang terletak diluar kota Makkah. Tempat ini sekarang benama Syamisah. Banyak butir-butir kesepakatan dalam perjanjian ini yang sepintas tampak merugikan Muslim dan membingungkan bagi sebagian sahabat Rasulullah. Namun, hal ini kemudian berubah membuahkan kemenangan luar biasa bagi Ummat Islam dan sekaligus membuktikan bahwa Rasulullah (SAW) sangat bijak dalam pemikiran dan berwawasan jauh ke depan.
Perjanjian ini juga memberikan bukti bahwa:
1. Musuh-musuh Allah (SWT) merencanakan tipu daya dan Allah (SWT) pun merencanakan. Dan sesungguhnya Allah (SWT) adalah yang Terbaik dalam merencanakan. Surah Al-Anfal, Ayat-30.

Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.

2. Nabi Muhammad (SAW) tak pernah mengatakan sesuatu hal yang religius melainkan itu telah diwahyukan Allah (SWT) kepada beliau. Surah An-Najm, Ayat 3-4

Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

3. Allah (SWT) telah memuliakan para sahabat Rasulullah (SAW) karena Dia telah mengetahui ketulusan mereka dan apa yang menjadi isi hati mereka. Allah (SWT) telah memasukkan ketenangan dan kesabaran kedalam hati mereka dikala menghadapi saat-saat kritis dan membingungkan dan menjadikan mereka condong untuk berlaku santun dan bersahaja di saat-saat sedemikian genting. Allah (SWT) memberikan penghargaan tinggi terhadap kualitas mereka dan telah mengabarkan balasan atas mereka untuk generasi-generasi setelahnya. Surah Al-Fath, Ayat-26:

dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya.

Oleh sebab itu, sangat mengherankan bagi saya bahwasanya sebagian orang berani mengatakan hal-hal yang tak sepatutnya mereka tujukan kepada beberapa sahabat Rasulullah (SAW) sedangkan Allah (SWT) jelas-jelas menyatakan pujian-Nya terhadap mereka didalam Al-Qur'an.
Sekarang, marilah kita telusuri rangkaian peristiwa yang berlangsung kala itu. Para penyembah berhala di Makkah telah mengusir Rasulullah (SAW) dan para sahabat dan pengikut beliau dari kampung halaman mereka sendiri di Makkah hanya karena sebuah alasan yakni, karena mereka menyembah Tuhan Yang Esa. Kaum kafir itu juga menyulut tiga peperangan besar melawan orang-orang mukmin (Badar, Uhud dan Ahzab) dengan tujuan mengenyahkan ummat Islam dari permukaan bumi. Sementara itu, Rasulullah (SAW) memperoleh mimpi bahwa beliau dan para sahabat sedang berada di Makkah dalam rangka ibadah Umrah. Namun demikian tidak cukup jelas kapan terjadinya peristiwa (didalam mimpi) itu. Rasulullah (SAW) pun menceritakan perihal mimpi beliau ini kepada para sahabat di Madinah. Karena mimpi Rasulullah (SAW) selalu benar, maka beliau memaklumatkan persiapan perjalanan ibadah Umrah. Bahkan penduduk desa-desa disekitar Madinah pun diajak serta.
Sebagian besar orang-orang dusun itu tidak bersedia, malahan meniupkan kabar bahwa Rasulullah (SAW) bermaksud membawa mereka kedalam peperangan melawan kaum Quraisy Makkah yang begitu perkasa, karena beliau bermaksud menjerumuskan mereka dalam kehancuran. Alqur’an Surah Al-Fath ayat-12:

Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan setan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa.

Rasulullah (SAW) berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk ibadah Umrah bersama 1400 sahabat. Mereka telah berpakaian Ihram dan membawa binatang ternak untuk korban. Manakala rombongan telah mencapai pinggiran kota Makkah, mereka dapati kaum kafir dengan persenjataan lengkap menghentikan perjalanan mereka dan melarang mereka memasuki Makkah. Khalid bin Walid; yang pada waktu itu belum beriman; dengan pasukannya telah siap menyerang rombongan Muslimin dan mereka juga telah menduduki tempat-tempat yang terdapat mata air.

SATU MUKJIZAT
Nabi Muhammad (SAW) menghindar dari Khalid bin Walid menuju tempat yang tidak terdapat air.
Beliau menemukan sebuah sumur yang masih ada bekas jejak air di dasarnya. Beliau masukkan sedikit air ke mulut beliau lalu disemburkannya kedalam sumur, lalu beliau minta salah seorang sahabat untuk membidikkan anak panah beliau (SAW) ke dasar sumur. Para sahabat pun kemudian menyaksikan air memancar dari dasar sumur itu sampai setinggi bibir sumur. Maka rombongan Muslimin pun mengisi penuh tempat-tempat air mereka dan mendirikan shalat Dzuhur. Khalid bin Walid berkata kepada pasukannya, “Kita telah menyia-siakan kesempatan emas.
Seharusnya tadi kita serang mereka selagi mereka sibuk shalat. Kita akan serang mereka di waktu mereka mengerjakan shalat berikutnya.” Pada waktu itu Allah (SWT) pun mewahyukan petunjuk-Nya kepada Muslimin perihal tata-cara mendirikan shalat sewaktu dalam keadaan bahaya semisal perang.
Shalat semacam ini disebut Shalatul-Khauf.

UTSMAN (RA) YANG DIHORMATI
Utsman (RA) adalah sosok yang dihormati oleh kalangan mukminin maupun oleh orang-orang kafir. Rasulullah (SAW) mengutusnya sebagai duta Mukminin ke Makkah, dalam rangka memberikan penjelasan kepada para pemimpin kafir Quraisy bahwasanya kedatangan rombongan Mukminin adalah untuk melaksanakan ibadah Umrah, bukannya untuk berperang melawan mereka. Orang-orang Quraisy telah mengambil keputusan bahwa mereka melarang orang-orang Muslim memasuki kota Makkah.
Namun mereka mengijinkan Utsman (RA) mengerjakan Umrah. Utsman (RA) pun berkata," Aku tak kan berumrah kecuali Rasulullah (SAW) mengerjakannya." Kaum Quraisy menempatkan limapuluh orang pasukan mereka pada jarak yang begitu dekat dengan rombongan Muslim agar bila ada kesempatan mereka bisa dengan mendadak menyerang Nabi (SAW). Namun, Muhammad bin Muslima (RA), pengawal Beliau (SAW), berhasil menangkap limapuluh orang itu dan menghadapkan mereka kepada Nabi (SAW). Begitu kejadian ini diketahui oleh orang-orang Quraisy, maka mereka pun menahan Utsman (RA) dan sepuluh orang Mukmin lain yang telah berhasil memasuki Makkah sebagai sandera. Situasi menegangkan pun tak terelakkan. Masing-masing pihak bisa saja dengan mudah membunuh sandera/tawanan yang ada di tangan mereka masing-masing.
Tertiuplah kabar-burung bahwasanya Utsman (RA) dan 10 Muslim yang ditahan telah dibunuh oleh kaum kafir.

BAI’AT UR RIDWAN (SUMPAH SETIA)
Mendengar berita ini Rasulullah (SAW) segera mengumpulkan seluruh Mukminin dibawah sebuah pohon dan mengambil sumpah mereka untuk bersedia berjihad memerangi orang-orang kafir. Maka segera saja setiap muslim satu-persatu berbai’at (bersumpah) dengan cara meletakkan tangannya ke atas tangan Rasulullah (SAW). Terakhir, beliau (SAW) meletakkan satu tangan beliau sendiri ke atas tangan beliau yang lain sambil mengatakan bahwa yang satu adalah tangan Utsman (RA), dengan demikan beliau telah mewakili Utsman (RA) berbai’at.
Ini adalah salah satu cara penghormatan unik terhadap Utsman (RA), dimana Rasulullah (SAW) mengibaratkan tangan beliau sebagai tangan Utsman (RA). Sementara itu, Utsman (RA) telah kembali ke tengah-tengah rombongan mukminin, maka iapun bisa berbai’at untuk dirinya sendiri. Allah (SWT) sangat menyukai sumpah yang telah diucapkan oleh para sahabat ini. Mari kita sima Surah Al-Fath Ayat-18.

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).

Mereka yang ikut serta dalam peristiwa Bai’at ur ridwan ini telah diberi penghormatan besar oleh Allah (SWT) dan Rasul-Nya (SAW). Diriwayatkan oleh Jabir (RA) bahwasanya Rasulullah (SAW) bersabda,
"Kalian adalah adalah manusia-manusia terbaik yang hidup di muka bumi." (Sahihain)
Ummu Basyar (RA) meriwayatkan Rasulullah (SAW) bersabda, "Mereka yang telah berikrar dibawah pohon ini tidak akan masuk Neraka." (Muslim)
Dengan demikian mereka memperoleh nikmat Surga atas ikrar yang telah mereka ucapkan, sebagaimana Allah juga telah menjanjikan Surga bagi setiap mukmin yang ikut serta dalam perang Badar.

PERTOLONGAN ALLAH (SWT)
Allah (SWT) menumbuhkan rasa takut dalam hati kaum kafir Quraisy. Mereka mengirimkan tiga orang pemimpinnya, Suhail bin Amr, Hawaitab and Makraz untuk berunding dengan Rasulullah (SAW). Ketiga pimpinan ini menyampaikan kepada Nabi (SAW), "Utsman (RA) dan sepuluh orang Muslim yang lain tidak kami bunuh. Kami akan kembalikan mereka kepadamu jika limupuluh anggota kami pun kamu kembalikan kepada kami." Demikianlah, Allah (SWT) telah menyelamatkan mereka dari saling melukai. Surah Al-Fath Ayat-24:

Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka ditengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Perwakilan pemuka Quraisy yang menemui Rasulullah (SAW) juga dapat menyaksikan beberapa keistimewaan yang menggambarkan betapa para mukminin sangat mencintai, menghormati, dan setia kepada junjungan mereka Rasulullah (SAW). Setelah kembali ke Makkah, maka para pimpinan Quraisy ini menyarankan kepada warga mereka bahwasanya hal terbaik bagi mereka agar tidak hilang-muka adalah dengan mengadakan pejanjian gencatan senjata dengan pihak Muhammad (SAW).
”Jika Muslimin memasuki kota Makkah dengan kekuatan penuh maka seluruh masyarakat Arab yang lain pastilah akan menertawakan kita.” Demikian kata pemimpin Quraisy menegaskan. Lanjutnya, “Sebaiknya kita minta mereka untuk kembali ke Madinah tanpa mengerjakan Umrah untuk sekarang ini. Namun kita ijinkan mereka untuk melaksanakan Umrah tahun depan dan mereka boleh tinggal di Makkah selama tiga hari.” Usulan ini diterima oleh orang-orang Quraisy, kemudian mereka mengutus Suhaid bin Umar untuk kembali menemui Muhammad (SAW) guna membuat perjanjian tertulis dengan syarat-syarat sebagaiman mereka utarakan diatas. Suhail mengajukan persyaratan isi perjanjian sebagai berikut;

USULAN ISI PERJANJIAN HUDAIBIYAH
1. Muhammad (SAW) dan para pengikutnya tidak akan masuk kota Makkah pada tahun ini. Mereka diijinkan berkunjung ke Makkah pada tahun depan selama tiga hari.
2. Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang satu sama lain selama sepuluh tahun.
3. Suku-suku yang lain bebas memilih untuk bergabung dengan Muslimin ataupun dengan kaum Quraisy sebagai kawan mereka.
4. Jika seorang dari Quraisy membelot kepada pihak Muslim, maka Muhammad (SAW) akan mengembalikan orang tersebut kepada kaum Quraisy. Namun, jika seseorang membelot dari Muhammad (SAW) dan meminta perlindungan kepada kaum Quraisy, maka orang tersebut tidak akan dikembalikan kepada Muhammad (SAW).

SAAT-SAAT YANG MENYENTUH HATI
Rasulullah (SAW) dan Suhail bin Amr sepakat atas usulan persyaratan diatas setelah melalui pembicaraan yang berlangsung dalam suasana panas diantara kedua pihak. Raulullah pun memanggil Ali (RA) dan mulailah beliau mendiktekan kalimat-kalimat perjanjian untuk ditulis.
Rasulullah (SAW) berkata kepada Ali (RA), "Tulislah, Bismillahirrahmanirrahim" Suhail menolak dan berkata, "Kami tidak mengenal Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Awali saja dengan tulisan Bismikallah, yang maksudnya Wahai Allah kami awali ini dengan nama-Mu." Rasulullah (SAW) meminta Ali (RA) menuliskan seperti yang dikatakan Suhail. Kemudian Rasulullah (SAW) memerintahkan Ali menulis, "Ini adalah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan kaum Quraisy." Suhail menyela, "Jika kami menerimamu sebagai Utusan Allah, tentu kami tidak akan menghalangimu melakukan Umrah dan tidak pula kami beberapa kali memerangimu. Tuliskan saja Muhammad bin Abdullah." Mendengar itu, Nabi (SAW) berkata kepada to Ali (RA), "Tuliskan apa yang dikatakan Suhail dan hapuslah kata Rasulullah. Ali (RA) tidak mau menghapusnya. Usaid bin Hudhair (RA) dan Saad bin Ibada (RA) juga menahan tangan Ali (RA) seraya berkata, " Jangan kamu hapus. Jika orang Quraisy tidak setuju maka biarlah kita putuskan urusan diantara kita ini dengan pedang saja."
Rasulullah (SAW) adalah seorang yang buta aksara dan tak pernah sekalipun melakukan tulis-menulis dengan tangan beliau sendiri. Namun saat itu Allah (SWT) menganugerahi kemampuan kepada beliau (SAW), diambilnya kertas dari tangan Ali (RA) dan beliau gantikan sendiri kata-kata yang telah ditulis Ali (RA) dengan ‘Muhammad bin Abdullah’ sebagaimana dikehendaki Suhail. Mukminin pun kecewa dengan hal ini, namun mereka pun pasrah pada pilihan Rasulullah di saat-saat kritis itu.
Selanjutnya Rasulullah (SAW) minta kepada Suhail agar beliau (SAW) diperbolehkan mengelilingi Ka’bah pada tahun ini. Suhail menolak mentah-mentah permintaan itu seraya mengatakan bahwa orang-orang Arab akan menertawakan kaum Quraisy lantaran nampak bahwa mereka lebih lemah daripada Muhammad (SAW).
Para Muslimin, khususnya Umar (RA), memprotes keras butir ke-empat perjanjian ini, namun Rasulullah (SAW) bahkan tidak keberatan dengan hal itu.

UJIAN BAGI PARA SAHABAT
Manakala kaum Quraisy menolak kata Bismillah dan Rasulullah, nampak para sahabat mulai bersilat-lidah diantara mereka sendiri lantaran terdapat perbedaan pandangan diantara mereka. Namun mereka ketegangan itupun surut dan dapat menerima pilihan yang telah diambil oleh Rasulullah (SAW). Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepenuhnya menyerahkan keputusan pada Rasulullah (SAW). Sewaktu Rasulullah (SAW) meminta mereka berikrar untuk berperang, mereka pun melaksanakannya dengan sepenuh hati. Ketika Rasulullah (SAW) menetapkan pilihan diatas untuk menghindari pertempuran, sekali lagi para sahabat menyerahkan sepenuhnya pada pilihan dan keinginan Rasulullah (SAW). Allah (SWT) menyukai kepatuhan mereka kepada Rasul-Nya sebagaimana tersebut dalam firman-Nya, surah Al-Fath Ayat-26.

Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu’min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.


UJIAN SEKETIKA ATAS PERJANJIAN
Abu Jundal (RA), anak Suhail bin Amr, telah memeluk Islam di Makkah. Suhail, sang ayah, memenjarakannya di Makkah dan menyiksanya setiap hari. Entah bagaimana, Abu Jundal (RA) bisa melarikan diri dari Makkah dan tiba ditempat dimana perjanjian sedang dilakukan. Dengan kerendahan hati ia memohon perlindungan kepada Rasulullah (SAW). Suhail pun menolak, katanya, "Ini bertentangan dengan isi perjanjian. Jika tak engkau kembalikan ia kepadaku, maka aku takkan menandatangani perjanjian ini." Berkali-kali Rasulullah (SAW) meminta agar Suhail merelakan Abu Jundal (RA) untuk tetap bersama ummat Muslim. Suhail menolak dan menampar wajah Abu Jundal. Ia tarik sang anak pada bajunya dan dikumpulkan ia bersama para penyembah berhala. Rasulullah berkata kepada Abu Jundal, "Bersabarlah, Allah akan menyegerakan kemudahan bagimu dan ummat Muslim yang lemah lainnya yang berada di Makkah. Kami telah mengadakan perjanjian dengan kaum Quraisy. Kami tak hendak merusak janji."
Akhirnya perjanjian ditandatangani kedua belah pihak. Rasulullah (SAW) menyembelih ternaknya dan menanggalkan pakaian Ihram. Para sahabat pun melakukan hal yang sama dan selanjutnya memulai perjalanan kembali ke Madinah setelah sembilan belas hari berada di Hudaibiyah.

SATU LAGI MUKJIZAT
Ketika rombongan Muslimin sampai di Isfan dalam perjalanan pulang ke Madinah, persediaan makanan mereka telah sangat menipis. Rasulullah (SAW) menghamparkan alas berukuran besar keatas tanah dan meminta para sahabat meletakkan keatas alas itu sekecil apapun makanan yang masih mereka miliki. Manakala semua yang tersisa telah terkumpul, Rasulullah (SAW) berdoa memohon pertolongan Alah (SWT) kemudian mengundang semua orang untuk makan makanan yang tersedia diatas alas.
Seribu empat ratus sahabat pun makan sampai kenyang dan juga telah mengisi penuh tempat makanan mereka untuk bekal di perjalanan selanjutnya. Ternyata masih banyak kelebihan makanan yang tertinggal pada alas itu. Rasulullah (SAW) sangat gembira mendapati keberkahan yang diberikan Allah (SWT) ini.
BUAH DARI PERJANJIAN
Perjanjian Hudaibiyah telah membuahkan konsekuensi dalam banyak hal yang berjangkauan jauh ke depan.
1. Dengan tercapainya kesepakatan damai ini, Ummat Muslim dapat memusatkan perhatian pada kegiatan dakwah lebih luas dan mencapai wilayah yang jauh. Rasulullah (SAW) mengirim surat kepada Raja Najashi di Habasyah, Raja Maqoqas di Mesir, Kisra’ di Persia, Kaisar di Romawi, Penguasa Bahrain, Penguasa Yamamah, Penguasa Damaskus dan Penguasa Amman.
2. Kaum Quraisy yang sejauh ini bersusah-payah bekerja untuk menghancurkan Ummat Islam, dengan menyetujui perjanjian ini berarti bahwa, didalam hati, mereka telah mengakui keperkasaan Ummat Muslim.
3. Semua bangsa Arab memiliki keleluasaan untuk mengirimkan utusan mereka kepada Ummat Muslim. Hal ini berarti pula sebuah kekalahan bagi kaum Quraisy, sebab selama ini mereka selalu menghalangi penyebaran Islam kepada suku-suku dari bangsa Arab.
4. Selama berlangsungnya negosiasi isi perjanjian, banyak pemimpin Quraisy yang berpengaruh bertemu dengan Rasulullah (SAW). Peristiwa ini telah menanamkan nilai-nilai Islami ke dalam hati mereka, sehingga banyak diantara mereka yang di kemudian hari pun memeluk Islam. Termasuk juga Suhail bin Amr.
5. Kaum Quraisy yang sejauh ini berketetapan untuk tidak akan pernah membiarkan Ummat Muslim masuk ke kota Makkah kapanpun juga, dengan adanya perjanjian ini berarti telah mencabut sendiri larangan mereka. Dengan demikian mereka telah menderita kekalahan dari dalam kelompok mereka sendiri.
6. Perjanjian ini telah meratakan jalan untuk penaklukan Makkah. Kemudian terjadilah penaklukan itu sekitar dua puluh satu bulan terhitung sejak disepakatinya perjanjian. Allah (SWT) mewahyukan kemenangan ini didalam Surah Al-Fath, Ayat-1:

Sesengguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.

Banyak rombongan perwakilan dari berbagai daerah berkunjung ke Madinah, dan banyak orang yang selanjutnya memeluk Islam. Sebagai gambaran nyata, dua puluh satu bulan setelah penandatanganan perjanjian (pada waktu penaklukan Makkah) pasukan muslim berjumlah sepuluh ribu orang, jauh lebih besar dibanding sejumlah seribu empat ratus orang pada waktu perjanjian Hudaibiyah.
7. Surah Al-Fath pun diturunkan. Kandungan surah ini tidak hanya terbatas pada prediksi atas berbagai penaklukan dan besarnya harta –benda hasil penaklukan itu, lebih dari itu semua adalah pernyataan bahwasanya Islam akan mengungguli agama-agama yang lain. Perhatikan Surah Al-Fath, Ayat-28 :

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.

8. Yang sangat penting adalah menggaris-bawahi pernyataan Allah (SWT) didalam Surah Al-Fath, Ayat-29, bahwasanya: Muhammad adalah Utusan (Rasul) Allah. Oleh karena itu penghapusan sebutan ‘Rasulullah’ tidaklah menjadi soal. Ayat-29 dari Surah Al-Fath ini akan selalu berkumandang hingga datang hari kiamat kelak, dan sudah cukup sebagai bukti bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah.
9. Ibadah Umrah yang terlewatkan ditahun itu terlaksana pada tahun berikutnya. Ini membuktikan bahwa mimpi Nabi (SAW) adalah mimpi yang benar, didalam mimpi itu tidak tidak terdapat gambaran kapan akan berlangsung. Surah Al-Fath, Ayat-27.

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat..

Perhatikan bahwa dalam ayat ini Allah (SWT) juga menggunakan kata insya Allah; walaupun Dia Maha Mengetahui segala sesuatu; ini adalah pengajaran Allah (SWT) kepada kita agar menggunakan kata tersebut dalam semua pernyataan yang kita ucapkan. Pengajaran serupa juga terdapat dalam Surah Al-Kahfi, Surah Al-Qalam dan Surah Ash-Shaffat.
10. Proses tercapainya kesepakatan damai memperkuat tingkat keimanan para sahabat. Dalam hal ini iman dalam pengertian kepatuhan kepada Allah (SWT) and Rasul-Nya (SAW). Para sahabat telah menunjukkan kepatuhan yang dimaksud, tanpa menimbang suka atau tidak suka. Perhatikanlah Surah. Al- Fath , Ayat-4:

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Begitulah, Allah (SWT) mencintai para sahabat Rasulullah (SAW).


 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan