AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Rabu, 28 November 2012

BERPOLITIK SECARA ISLAM


بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
 BERPOLITIK SECARA ISLAM
Islam boleh jadi merupakan agama yang paling kaya dengan pemikiran politik. Dalam bukunya Antony Black di jabarkan bahwa pemikiran politik Islam terenteng (yang asas) bermula masalah etika politik, filsafat politik, agama, hukum, hingga tata negara. Black juga mengungkapkan bahwa pemikiran politik Islam dipengaruhi oleh pemikiran politik Plato, Aristoteles, dan Iran kuno. Keragaman khazanah pemikiran politik Islam bisa dikatakan bermuara pada pemikiran tentang hubungan agama dan negara. Bolehlah kita sebut pemikiran para pemikir muslim yang menginginkan pemisahan Islam dan politik sebagai pemikiran politik Islam dan pemikiran yang menghendaki penyatuan Islam dan politik sebagai pemikiran Islam politik.
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurus/mengatur perkara).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurus oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurus urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)

Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yg menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok, Hakikat Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yg melahirkan sikap dan perilaku serta budaya politik yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yg memakai kata sifat Islam menurut Dr. Taufik Abdullah bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi.
Sebagai akibatnya politik Islam dihadapkan kepada beberapa pilihan strategis yg masing-masing mengandung konsekuensi dalam dirinya.
1) Strategi akomodatif justifikatif terhadap kekuasaan negara yg sering tidak mencerminkan idealisme Islam dgn konsekuensi menerima penghujatan dari kalangan “garis keras” umat Islam.
2) Strategi isolatif-oposisional yaitu menolak dan memisahkan diri dari kekuasaan negara utk membangun kekuatn sendiri dgn konsekuensi kehilangan faktor pendukungnya yaitu kekuatan negara itu sendiri yg kemudian dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
3) Strategi integratif-kritis yaitu mengintegrasikan diri ke dalam kekuasaan negara tetapi tetap kritis terhadap penyelewengan kekuasaan dalam suatu perjuangan dari dalam.

Politik Islam pada Era Rasullah
Nabi Muhammad diutus oleh Allah ketika ibarat gedung nyaris runtuh dan gempa yang dahsyat. Fenomena tersebut merupakan kenyataan yang beliau hadapi diantara peradaban manusia yang jahiliyah tidak bermoral dan despostis dalam prinsip social maupun politik. Pemimpin saat itu ibarat srigala yang akan memangsa dan otoriter, musuh yang kejam menjadi hakim, yang berbuat jahat jahat dijunjung dengan baik, dan tradisi-tradisi buruk itu mempercepat hancurnya umat. Perbedaan ideologi dan latar agama yang tidak jelas konsep tuhannya antar umat dan kaum saat itu menjadi sebab perselisihan dan konflik.
Tetapi pada saat itu Nabi bisa membentuk sebuah komunitas, yang diyakini bukan cuma komunitas agama, tapi juga komunitas politik. Nabi berhasil menyatukan berbagai komunitas kesukuan dalam Islam. Di Madinah, tempat hijrah Nabi, beliau berhasil menyatukan komunitas sosial, yakni kaum pemukim dan kaum pendatang. Lebih dari itu, di Madinah, Nabi juga berhasil mengatur kehidupan kaum muslim , Nasrani, serta Yahudi dalam komunitas “Negara Madinah” atau “masyarakat Madinah”.
Tetapi bagaimana nabi menghadapi masyarakat Madinah saat itu? Padahal masyarakat Madinah terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan satu sama lain. Menurut sejarahwan Amerika Serikat Michael H. Hart, terhadap pribadi Muhammad " Muhammad is the most influential person, " dalam bukunya, The 100 –A Ranking of the Most Influential Person In. Realitas tersebut terjadi karena potensi nurani dan spiritual yang kuat, menjadi keadilan dan ketabahan nabi merupakan pangkal keberhasilan beliau memimpin Islam sehingga bisa terciptalah masyarakat madinah.
Pada era Rasulullah SAW pembentukan Negara Islam terdiri dari 2 fase :
 Pertama, embrio masyarakat Islam mulai tumbuh dan telah ditetapkan kaidah-kaidah pokok prinsip politik Islam secara general melalui langkah-langkah praktis dalam politik.
 Kedua, bangunan masyarakat Islam itu berhasil dikostruksi Syari’at Islam telah disempurnakan dengan mengaplisasikan nilai-nilai dalam Al-Qur’an.
Sehingga dalam politik Islam pandangan politik lebih terpusat pada fase kedua dibandingkan dengan fase pertama. Karena kedaulatan Islam bersatu dalam segala aspek kehidupan, maka tampillah Negara Islam yang integral dan aktif sebagai proses transformasi politik teoritis dan praktis yang mutlak.
Islam sebagai dasar politik merupakan faktor inheren dalam menjalankan sistem Negara Islam. Sehingga penetapan hukum-hukumnya berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul dikarenakan beberapa hal, yaitu;
 Al-Qur'an mengandung memerintahkan dengan tegas tentang masalah kekerasan serta pelanggaran sosial. Diantaranya hukum-hukum hudud dan qishas yang diimplementasikan kepada masyarakat, seperti mencuri dan korupsi tangannya harus di potong, pembunuh harus dieksekusi serta orang-orang yang menggangu keamanan negara, sesuai dengan firman Allah:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu."
Maka sesuai dengan nash diatas ketelitian Islam dalam bidang keamanan dan ketentraman sesuai dengan kondisi kehidupan sosial dan sebagai kunci utama dalam menciptakan perdamaian diantara keunggulannya, yaitu:
Pertama: sistem politik Islam mengaitkan aspek keamanan dengan aspek ruhiah. Rasul berkali-kali menegaskan bahwa di antara ciri Muslim yang baik adalah Muslim yang tetangganya selamat dari lisan dan tangannya. Akibatnya, muncullah dorongan takwa dalam diri individu untuk senantiasa mewujudkan keamanan, baik bagi diri, masyarakat, maupun negara. Kekuatan internal inilah yang mengokohkan terwujudnya keamanan. Landasan ruhiah seperti ini tidak ditemukan pada sistem lain. Sistem selain Islam hanya menyandarkan aspek keamanan pada kepentingan.
Kedua: mengharuskan masyarakat untuk menjaga keamanan dan bersikap keras kepada perusak keamanan. Setiap kemungkaran yang ada, termasuk gangguan tehadap keamanan, diperintahkan untuk dihilangkan oleh siapapun yang melihatnya; baik dengan kekuatan, lisan, ataupun dengan hati melalui sikap penolakan.
Ketiga: makna kebahagiaan yang khas. Allah Swt. telah menetapkan makna kebahagiaan adalah tercapainya ridha Allah. Berbagai limpahan materi hanyalah kepedihan jika jauh dari ridha Allah. Untuk apa memiliki kekuasaan jika digunakan untuk menjauhkan diri dan masyarakat dari ridha Allah. Walhasil, mafhûm kebahagiaan demikian mendorong setiap orang untuk mengejar ridha Allah dengan menaati-Nya. Salah satunya adalah memberikan keamanan bagi orang lain.
Keempat: menutup pintu kriminal. Salah satu pintu datangnya gangguan keamanan adalah tindak kriminal. Dalam konteks ini, Islam mencegahnya dengan jitu. Allah Swt. melarang tindak kriminal dengan motif apapun, termasuk untuk kepentingan politik. Sistem politik Islam tidak mengenal paham machiavelis (menghalalkan segala cara). Siapapun diharamkan mencuri, merampok, membunuh, merampok harta negara, korupsi, mengintimidasi rakyat, dll.
Sistem Politik Dalam Tradisi Islam
Sistem politik Islam merupakan sistem politik yang khas dan diyakini merupakan sistem politik yang unggul. Hal ini terkait dengan Islam itu sendiri. “Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya (Al Islâmu ya’lu wa lâ yu’la ‘alaihi),” kata Nabi.
Berbicara tentang sistem politik berarti berbicara tentang proses, struktur, dan fungsi. Proses adalah pola-pola yang mengatur hubungan antar manusia satu sama lain. Struktur mencakup lembaga-lembaga formal dan informal seperti majelis umat, partai politik, khalifah, dan jaringan komunikasi. Adapun fungsi dalam sistem politik menyangkut pembuatan berbagai keputusan kebijakan yang mengikat alokasi nilai. Keputusan kebijakan ini diarahkan pada tercapainya kepentingan masyarakat.
Sistem Politik dalam tradisi Islam mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya:
1. Istiqamah.
Sistem politik Islam memiliki karakter istiqamah; artinya bersifat langgeng, kontinu, dan lestari di jalannya yang lurus. Ini karena sistem politik Islam bukan lahir dari logika dan kepentingan sesaat manusia, namun jalan lurus yang berasal dari Allah Swt. untuk kemaslahatan manusia. (Lihat: QS al-An’am [6]:153).
Dalam konteks kenegaraan, sistem politik Islam dibangun di atas landasan yang istiqamah, yakni:
(a) kedaulatan ada di tangan syariah;
(b) kekuasaan ada di tangan rakyat;
(c) wajib hanya memiliki satu kepemimpinan dunia; dan
(d) hanya khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan bersumber dari Islam berdasarkan ijtihad
2. Mewujudkan ketenteraman secara kontinu.
Di antara fungsi sistem politik adalah mewujudkan ketenteraman. Setiap warga negara harus terjamin ketenteramannya. Tanpa ketenteraman, kehidupan tak akan nyaman. Ketenteraman merupakan syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.
3. Menciptakan hubungan ideologis penguasa dengan rakyat.
Hubungan penguasa dengan rakyat dalam sistem politik Islam adalah hubungan ideologis. Kedua belah pihak saling berakad dalam baiat untuk menerapkan syariat Islam. Penguasa bertanggung jawab dalam penegakkannya. Sebaliknya, rakyat membantu penguasa sekuat tenaga, taat kepadanya, selama tidak menyimpang dari Islam.
4. Mendorong kemajuan terus-menerus dalam pemikiran, sains teknologi, dan kesejahteraan hidup.
Sejarah telah membuktikan hal ini. Kemajuan sains, teknologi, dan pemikiran merupakan keniscayaan dalam Islam karena:
a. Islam mendorong umat untuk terus berpikir, merenung untuk menguatkan iman dan menambah pengetahuan tentang makhluk. Ada 43 ayat al-Quran yang memerintahkan berpikir.
b. Melebihkan ulama daripada orang jahil (Lihat: QS al-Mujadilah: 11).
c. Allah telah menundukkan alam untuk manusia agar diambil manfaatnya. Realitas ini mengharuskan umat untuk mengkaji alam itu. Artinya, realitas menuntut umat untuk mengembangkan sains dan teknologi.
d. Islam mendorong inovasi dan penemuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Politik Islam ialah aktivitas politik yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok, dan secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yg melahirkan sikap dan perilaku serta budaya politik yang berorientasi pada nilai-nilai Islam.
Jadi politik dalam tradisi islam sangat berseberangan dengan politik sosiolis serta demokrasi yang baru dibangun dan diawali melalui dasar fanatic dan kebebasan yang tidak terarah berbeda dengan Islam fanatik pada agama merupakan stimulus bagi setiap individu tuntuk mempertahankan syari'at Islam serta negara melalui eksistensi masyarakatnya dalam bermasyarakat.
Wallahu’alam bissawwab

Tiada ulasan:

Catat Ulasan