AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Rabu, 3 September 2014

Sejarah Sholat Fardhu

Sejarah Sholat Fardhu

 بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102

     
 OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

A. Sejarah Sholat
Allah telah berfirman : “Dirikanlah shalat, sungguh ini merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman” Qs. An-Nisaa’: 103-104
“ Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu;Berbuatlah kebaikan supaya kamu mendapatkan kemenangan” Qs. Al-Hajj: 77. Istilah sholat berasal dari kata kerja “Shalaah” yang menyatakan suatu perbuatan dan orang yang melakukan  disebut Mushallin, sementara pusat tempat melakukannya disebut Mushola.
Shalat merupakan suatu perbuatan memuliakan Allah yang menjadi suatu tanda syukur kaum muslimin sebagai seorang hamba dengan gerakan dan bacaan yang telah diatur khusus oleh Nabi Muhammad SAW yang tidak boleh diubah kecuali ada ketentuan-ketentuan yang memperbolehkannya.
Dalam kitab suci Al-Qur’an tidak menjelaskan secara detail sejak kapan dan bagaimanateknis pelaksanaan sholat
yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Meski demikian Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa shalat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya, kepada Nabi Syu’aib, kepada Nabi Musa dan kepada Nabi Isa al-Masih. Pernyataan Al-Qur’an tersebut dibenarkan oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang mengisahkan tata cara beribadah para nabi sebelum Nabi Muhammad  yaitu ada berdiri, ruku’ dan sujud, yang jika dirangkai maka menjadi sholat seperti sholatnya umat Islam.
    “Segeralah Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah “. Perjanjian Lama-Kitab Keluaran 34:8
    “Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita”. Perjanjian Lama-Kitab Mazmur 95:6
    “Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah”. Perjanjian Lama-Kitab Yosua 5:14
    “Kemudian ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu ia berlutut dan berdoa”. Perjanjian Baru-Injil Lukas 22:41
    “Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa”. Perjanjian Baru-Injil Markus 14:35
Dari pernyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa shalat sudah menjadi suatu tradisi  dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah sepanjang zaman, sebagaimana firman-Nya: “Demikianlah hukum Allah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu”. Qs. Al-Fath 23
Kisah perjalanan Nabi Muhammad mengarungi angkasa raya yang disebut dengan istilah Isra’ dan Mi’raj, yang  menceritakan awal diperintahnya sholat kepada Nabi Muhammad. Dan juga terdapat dalam beberapa hadist yang dianggap shahih atau falid oleh sejumlah para ulama secara logika .
Menurut hadist, Isra’ dan Mi’raj terjadi sewaktu Khadijah, istri pertama Rasulullah wafat. Peristiwa ini justru menjadi salah satu hiburan bagi Nabi yang baru ditinggalkan oleh sang istri tercinta dan juga paman beliau Abu Thalib, dan tahun ini disebut
dengan tahun duka cita atau aamul ilzam.
Sementara itu ada yang mengatakan bahwa jauh sebelim terjadinya Isra’ dan mi’raj, Nabi Muhammad dipercaya telah melakukan shalat berjamaah dengan Khodijah sebagaimana yang pernah dilihat dan ditanyakan oleh ali bin abu Tholib yang waktu itu masih remaja.
 Logikanya perintah shalat telah diterima oleh Nabi Muhammad bukan saat beliau Isra’ Mi’raj, namun jauh sebelum itu. Secara objektif  ayat Al-Qur’an yang menceritakan mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj sama sekali tidak menyinggung tentang adanya perintah sholat kepada Nabi Muhammad.Allah telah berfirman : “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat”. Qs. Al-Isra’: 1. Dan juga dalam firman-Nya : “Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada wakyu yang lain, yaitu Sidratulmuntaha, di dekatnya ada surga tempat tinggal,(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratulmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya, penglihatan (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya . Sungguh , dia telah melihat sebagian tanda-tanda kebesaran Tuhannya yang paling besar”. Qs. An-Najm: 13-18. Pada kedua surat tersebut hanya menekankan cerita perjalanan Nabi tersebut dalam rangka menunjukkan sebagian dari kebesaran Allah di alam semesta sekaligus merupakan kedua kalinya bagi Nabi melihat wujud asli dari malaikat Jibril setelah sebelumnya , beliau pernah melihat wujud asli malaikat Jibril saat mendapatkan wahyu pertama kali di gua Hiro.
Selain itu diluar hadist Isra’ dan Mi’raj yang menggambarkan Nabi memperoleh perintah sholat pada peristiwa tersebut.Imam Muslim dalam musnadnya meriwayatkan sebuah hadist lain yang sama sekali tidak berhubungan dangan cerita Mi’raj, namun disana menjelaskan bagaimana Nabi mempelajari Shalat dari malaikat Jibril.
Dari Ibnu Mas’ud r. a . Rasulullah bersabda:” Turun jibril, lalu dia menjadi imam bagiku dan aku shoalt bersamanya, kemudian aku sholat bersamanya, lalu aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya, Nabi menghitung dengan lima anak jarinya”. Hadist Riwayat Muslim.
Jika demikian , bagaimana dengan kebenaran hadist yang dipercaya oleh banyak orang bahwa perintah shalat baru diperoleh Nabi sewaktu Isra’ Mi’raj?. Mungkin kedengaran ekstrim, tetapi meragukan atau malah menolak keabsahan validitas hadist-hadist tersebut . Itu semua bukanlah perbuatan yang tercela apalagi berdosa, dalam hal ini kita tidak menolak dengan tanpa dasar yang jelas. Para perawi tetaplah manusia seperti kita adanya. Mereka juga bisa salah, baik disengaja maupun tanpa mereka sengaja atau sadari. Itu semua adalah kewajiban kita untuk melakukan koreksi jika mendapatkan kesalahan para riwayat hadist yang mereka lakukan. Dengan tetap menjaga kehormatannya dan berharap semoga Allah mengampuni kesalahannya.
Beberapa kejanggalan variasi cerita Isra’ Mi’raj diantaranya adalah kisah Nabi Muhammad dan Buraq ketika berhenti di Baitul  Maqdis dan melakukan sholat berjama’ah di Masjidil aqsa bersama arwah para Nabi sebelumnya Padahal sejarah mencatat bahwa masjid Al-Aqsa baru dibangun pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khatab tahun 637 Masehi saat penyerbuannya ke Palestina yang mana notebene saat itu Nabi Muhammad sendiri sudah lama meninggal. Beliau meninggal tahun 632 M.
Cerita shalatnya para arwah Nabi, rasanya tidak bisa kita terima dengan akal yang logis. Masa kehidupan mereka telah berakhir sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan mereka sendiri sudan melaksanakan kewajiban masing-masing selaku Rasul Allah kepada umatnya. Perlu apa lagi mereka yang jasadnya sudah terkubur didalam tanah melaksanakan shalat bersama Rasulullah?. “Setelah selesai sholat berjamaah, lalu satu persatu para arwah Nabi dan Rasul memberikan sambutan ..”. Sungguh suatu hal yang terlalu mengada-ada. Jika dalam hal ini dimaksudkan agar semua Nabi dan Rasul itu bertemu dan bersaksi mengenai kebenaran Muhammad, ini dibantah oleh Al-Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa pada masa kehidupannya mereka dan pengangkatan mereka yang selaku Nabi dan Rasul.
Allah telah mengadakan perjanjian dari meraka mengenai akan datangnya seorang Rasul yang membenarkan ajaran mereka sebelumnya, lalu terdapat perintah tersirat agar mereka menyampaikan kepada umatnya masing-masing: “Jika dating kepadamu Kitab dan Hikmah, lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa-apa yang ada tentang diri kamu, hendaklah kamu imani ia secara sebenarnya. Dia bertanya: ‘Sudahkah kalian menyanggupi dan menerima perjanjiaan-Ku tersebut?’. Mereka menjawab : ‘Kami menyanggupinya!’. Dia berkata : ‘Saksikanlah! Dan aku bersama kamu adlah dari golongan mereka yang menyaksiakan!’. Qs. Ali Imron: 81
Puncak kemustahilan  cerita dari hadist-hadiast Mi’raj adalah saat Nabi Muhammad diberitakan telah bolak balik dari Allah ke arwah Nabi Musa untuk menawarkan jumlah sholat yang semula 50 kali menjadi 5 kali dalam sehari semalam. Apakah sedemikian bodohnya Nabi Muhammad, sehingga dia harus diberi saran berkali-kali oleh arwah Nabi Musa agar mau meminta keringanan kepada Allah sampai 9 kali pulang pergi?
Tidakkah kurang ajaran Nabi Musa dalam cerita tersebut, dengan menganggap Allah juga tidak mengerti akan kelemahan dan keterbatasan umat Nabi Muhammad. Sebab tanpa dipikir terlebih dahulu telah memberi beban kewajiban yang mana tidak mampu dikerjakan oleh mereka, sehingga arwah Nabi Musa itu harus turut campur memberi peringgatan kepada Allah dan Nabi Muhammad lebih dari sekali saja sebagai suatu indikasi israiliyat (hadist buatan orang-orang israil atau Yahudi yang sengaja dibuat untuk tetap memuliakan Nabi Musa di atas yang lain)?.
Tidak diragukan bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan Isra’ Mi’raj, karena hal ini ada di dalam Al-Qur’an dan bisa dianalisa secara ilmiah. Tidak perlu diragukan pula bahwa sholat merupakan salah satu kewajiban utama seorang muslim, sebab ini semua ada di Al-Qur’an dan hadist-hadist lain. Bahkan sholat merupakan tradisi yang diwariskan oleh semua Nabi dan Rasul dalam semua zamannya. Hanya saja itu tidak berarti kaum muslimin bisa menerima semua riwayat hadist yang isinya secara jelas memiliki pertentangan dengan Al-Qur’an dan logika, sehingga akhirnay hanya akan menyerahkan akal akan kebodohan berfikir. Padahal Allah sendiri mewajibkan manusia untuk berfikir dan berdzikir di sat membaca ayat-ayatNya.
B. Sejarah Shalat 5 Waktu
Nabi Muhammad Saw merupakan nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT untuk membimbing manusia kea rah jalan kebenaran. Tidak seperti umat nabi-nabi lain, umat nabi Muhammad terlah diperintahkan untuk mengerjakan shalat 5 waktu setiap hari. Ini merupakan kelebihan dan anugerah Allah SWT terhadap umat Nabi Muhammad dimana shalat tersebut akan memberikan perlindungan ketika di hari pembalasan kelak. Berikut diterangkan asl-usul shalat 5 waktu:
•    Subuh
Manusi pertama yang mengerjakan shalt subuah ialan Nabi adam As. Yaitu ketika beliau keluar dari surga lalu diturunkan ke bumi. Perkara pertama yang di lihatnya ialah kegelapan dan beliau merasa takut yang amat sangat. Apabial fajar subuh telah keluar , Nabi Adam sembahyang dua rakaat.
Rakaat pertama : Tanda bersyukur karena beliau terlepas dari kegelapan malam.
Rakaat kedua : Tanda bersyukur karena siang telah menjelma
•    Dhuhur
Manusia pertama yang mengerjakan shalt dhuhur ialah Nabi Ibrahim As. Yaitu takkala Allah SWT telah memerintahkan padanay agar menyembelih anaknya Nabi Ismail As. Seruan itu datang pada waktu tergelincirnya matahari, lalu sujudlah Nabi Ibrahim sebanyak empak kali
Rakaat pertama : Tanda bersyukur bagi penebusan
Rakaat  kedua : Tanda bersyukur karena dibukakan duka citanya dan juga anaknya
Rakaat ketiga : Tanda bersyukur dan memohin akan merendahan Allah SWT
Rakaat keempat : Tanda bersyukur karena korbannya digantikan dengan tebusan kibas
•    Asar
Manusia pertama yang mengerjakan shalt asar ialah Nabi YunusAs. Takkala beliau dikeluarkan Allah SWT dari perut ikan Nun. Ikan Nun telah memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai, ketika telah masuk watu asar. Maka Nabi Yunus bersyukur kepada Allah lalu bersembahyamg empat rakaat karena beliau telah diselamatakn oleh Allah dari 4 kegelapan yaitu:
Rakaat pertama : Kelam denga kesalahan
Rakaat kedua : Kelam dengan air laut
Rakaat ketiga : Kelam denagn malam
Rakaat keempat : Kelam dengan perut ikan Nun
•    Maghrib
Manusi pertama yang mengerjakan shalat maghrib ialah Nabi Isa  As. Yaitu ketika beliau dikeluarkan oleh Allah SWT dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, waktu itu telah terbenamnya matahari. Bersyukurlah Nabi Isa As, lalu bersembahyang tiga rakaat karena diselamatkan dari kejahilan tersebut yaitu :
Rakaat Pertama : Untuk menafikan ketuhanan selain daripada Allah yang Maha Esa
Rakaat kedua : Untuk menafikan tuduhan dan juga cacian kepada ibunya Siti Maryam yang telah dituduh melakukan perbuatan sumbang.
Rakaat ketiga : Untuk meyakinkan kaumnya bahwa Tuhan itu hanya satu yaitu Allah SWT semata-mata, tiada dua atau tiganya.
•    Isya’
Manusia pertama kali mengerjakan shalat isya’ ialah Nabi Musa As. Pada saat itu, Nabi Musa tersesat mencari jalan keluar dari negeri Madya, sedang dalam dadanya penuh perasaan dukacita. Allah SWT menghilangkan semua perasaan dukacitanay itu pada waktu isya’ yang akhir. Lalu sembahyanglah Nabi Musa empat rakaat sebagai tanda bersyukur.
Rakaat pertama : Tanda dukacita terhadap istrinya.
Rakaat kedua : Tanda dukacita terhadap saudaranya Nabi Harun
Rakaat ketiga : Tanda dukacita terhadap Firaun
Rakaat keempat : Tanda dukacita terhadap anak Firaun
C. Sejarah Cara Melaksanakan Shalat
Sebagai kaummuslim, kita wajib melaksanakan shalat lima waktu dengan memahami kaifiyat (tata cara) baik yang berhubungan dengan gerakan, bacaan dan jumlah rakaatnya. Kita selalu berpedoman pada hadist Rasulullah SAW “Laksanakanlah shalat sebagaimana engkau melihat aku melaksanakannya”. Dalam menguraikan tentang sejarah shalat, Imam Bukhari ra. dalam shahihnya menyebutkan sebuah hadist dari Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Aisyah berkata, “Shalat diwajibkan pertama kali sebanyak dua rakaat. Demikian yang dilakukan pada shalat dalam perjalanan, dan lebih dan itu jika tidak bepergian”.
Hal ini berbeda dengan hadist yang berhubungan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj yang menyebutkan bahwa, shalat yang diwajibkan sehari semalam adalah lima waktu-sebagaimana diriwayatkan , “Setelah Rasulullah SAW bertemu dangan Nabi Musa yang mengatakan bahwa umatmu tidak akan snggup melaksanakan shalat 50 waktu sehari semalam sehingga akhirnya menjadi lima waktu setelah beberapa kali Rasulullah meminta keringanan dari Allah SWT”, Ibnu Katsir dalam bukunya.
Al Bidayah berusaha menjembatani perbedaan pandangan antara ucapan Aisyah dengan hadist tentang Isra’ Mi’raj. Ibnu Katsir mengatakan ,”barabg kali yang disampaikan oleh Aisyah ra adalah rakaat shalat Rasulullah sebelum terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj. Shalat yang diwajibkan kepada umat Islam berbeda dengan shalat yang diwajibkan pada kaum Ahlulkitab, Yahudu dan Nasrani.
Kaum Yahudi juga melakukan sujud kepada Allah SWT dalam shalatnya. Tetapi , sujudnya berbeda dengan sujud umat Islam. Sujud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah adalah dengan menempelkan kening di tempat sujud. Sedangkan sujudnya kaum Yahudi dengan menempelkan pipi kirinya ke tanah, sehingga pipi kanannya menghadap ke langit dan matanya juga melirik ke langit.
Tentang hal tersebut terkait dengan peristiwa yang terjadi ketika kaum Yahudi dipaksa untuk bersujud kepada Allah dengan diangkatnya Gunung Sinai di atas kepala mereka. Hal ini untuk memaksa Bani Israil agar percaya kepada Allah SWT. Sebagaimana yang diserukan oleh Nabi Musa as. Namun, takkala menyaksikan gunung terangkat dan berada tepat di atas mereka, orang-orang Bani Israil gemetar ketakutan. Akibatnya mereka bersujud sambil melihat gunung Sinai yang terangkat di atas kepala mereka. Mereka bersujud sambil melirik ke arh Gunung Sinai yang terangkat. Mereka khawatir tertimpa gunung.
Semua peristiwa di atas disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqorah : 63. Yang artinya, “Dan ingatlah Kami memanggil janji dari kalian dan Kami angkatkan Gunung Sinai di atas kalian seraya Kami berfirman, ‘Berpegang teguhlah pada apa yang Kami berikan kepada kalian dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kalian bertaqwa.”(Q. S. al-Baqarah 63).
Dalam satu hadist Rasulullah SAW bersabda, “Dua kali Jibril mengimami aku di Al Bait.”. Dari hadist tersebut dapat diambil pengertian, bahwa kata “mengimamai” dalam hadist tersebut dapat dipahami bahwa Jibril mengajarkan kepada Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana mendirikan shalat dalam Islam dan Al Bait adalah Baitullah.
Baihaqi dan Hasan al-Bashri berkata bahwa pada hari itu di Baitulharam, malaikat Jibril mengajarkan Rasulullah SAW jumlah dan tata cara shalat. Bahwa shalat dhuhur empat rakaat, shalat asyar empat rakaat, shalat magrib tiga rakaat dengan membaca surat Al Fatihah dan ayat Al-Qur’an lainnyan dengan nyaring pada rakaat pertama dan kedua, shalat iaya’ empat rakaat dengan mengeraskan suara pada dua rakaat pertama. Setelah menguasai masalah itu, Rasulullah SAW memanggil para sahabat dan mengajarkan cara berwudlu dan shalat. Kemudian melaksanakan shalat berjamaah, Rasulullah SAW menjadi imam shalat dengan dibimbing Malaikat Jibril, sedangkan para sahabat mengikuti (ma’mum) beliau.
Pelaksanaan shalat yang terdiri dari takbir, rukuk, sujud dan tasahud, sebenarnya adalah perbuatan yang tidak dikehal bangsa Arab dan bangsa lainnya. Hal ini membuat Yahya bin Afif, sahabat Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, merasa kagum dan menceritakan : “Pada masa jahiliyah, aku pergi ke Ka’bah dan singgah di kediaman Abbas bin Abdul Mutholib. Ketika matahari terbit aku memandangi Ka’bah. Saat itulah seorang lelaki muda (Rasulullah SAW) datang. Ia juga menatap langit lalu menghadap Ka’bah. Tak lama kemudian datanglah seorang anak kecil (Ali bin Abi Thalib) yang langsung berdiri disebelah kanan yang pertama tadi. Kemudian menyusul seorang perempuan (Khadijah bin Khuwailid) datang dan berdiri di belakang keduanya. Ketika lelaki pertama itu rukuk, anak kecil dan perempuan itu pun mengikitinya. Kemudian, lelaki muda itu berdiri lagi, kedua oarng yang di belakangnay juga berdiri. Lelaki muda itu merendahkan badannya dan bersujud yang segera diikuti keduanya”.
Menyaksikan itu Yahya bin Afif heran, ia pun bertanay kepada Abbas bin Abdul Muthalib yang saat itu berdiri disampingnya, “Wahai Abbas, apaitu? Apa yang dilakuakn orang-orang itu? Apakan engkau merasa bahwa itu merupakan sesuatu yang agung?”. Abbas bin Abdul Muthalib yang pada saat itu belum memeluk Islam menjawab, “Benar itu pasti sesuatu yang agung”. Wallahu a’lam.
PENUTUP
Sejarah shalat itu sudah ada sebelum Nabi Muhammad. Dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengisahkan tata cara para Nabi sebelum Nabi Muhammad yaitu ada yang berdiri, ruku’ dan sujud yang jika dirangkai maka seperti shalatnya umat Islam.
Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT untuk membimbing manusia ke jalan kebenaran. Sejarah shalat lima waktu adalah
    Subuh: manusia yang pertama kali mengerjakan shalat subuh        adalah Nabi Adam As.
    Dhuhur: manusia yang pertama kali mengerjakan shalat dhuhur adalah Nabi Ibrahim As.
    Asyar: manusia pertama kali yang mengerjakan shalat asyar adalah Nabi Yunus As.
    Magrib: manusia pertama kali yang mengerjakan shalat magrib adalah Nabi Isa As.
    Isya’: manusia pertama kali yang mengerjakan shalat Isya’ adalah Nabi Musa As.
Sebagai seorang muslim kita wajib melaksanakan shalat lima waktu dangan memahami tata cara baik yang berhubungan gerakan maupun bacaan dan jumlah rakaatnya. Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi diperintah Allah untuk melaksanakan shalat lima waktu yaitu subuh, dhuhur,asyar.magrib dan isya’.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan