بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
CIRI-CIRI PEMIMPIN DALAM ISLAM
Firman Allah swt, Al Anfaal: 27. Wahai orang-orang yang
beriman! janganlah kamu mengkhianati (amanah) Allah swt dan Rasul-Nya,
dan (janganlah) kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan keatas
kamu, sedang kamu mengetahui (salahnya).
Marilah kita bertakwa kepada Allah swt di mana sahaja kita berada
dengan meningkatkan rasa takut kita kepada-Nya, semoga kita sentiasa
dibawah jagaan-Nya.
Sekarang kita tahu bahwa pemimpin itu adalah pribadi-pribadi unggul
yang memiliki dua karakter asasi yaitu al’ilm dan al quwwat. Maka
saatnya kita membedah dua karakter tersebut.
1. AL ‘ILM
Yang dimaksud dengan al-‘ilm (ilmu dan hikmah) tidaklah hanya terbatas pada al-tsaqafah (wawasan). Wa wasan
hanyalah sarana menuju ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah rasa takut
kepada Allah. Karena itulah Allah berfirman,”Yang takut kepada Allah
diantara para hamba-Nya hanyalah para ulama” (QS. Faathir: 28). Ibnu
Mas’ud pun mengatakan,”Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan
tetapi ilmu adalah rasa takut kepada Allah”.
Namun bagaimana
rasa takut itu bisa muncul ? Tentu saja rasa itu muncul sesudah
mengenal-Nya, mengenal keperkasaan-Nya, mengenal kepedihan siksa-Nya.
Jadi ilmu itu tidak lain adalah ma’rifat kepada Allah. Dengan mengenal
Allah, akan muncul integritas pribadi (al-‘adalat wa al-amanat) pada
diri seseorang, yang biasa pula diistilahkan sebagai taqwa.
Jadi jelaslah, bahwa pemimpin organisasi da’wah adalah pribadi unggul
yang “pembelajar”. Dalam bahasa Al Qur’an “ …kuunuu Robbaniyyiin bima
kuntum tu’allimuunal kitaaba wabimaa kuntum tadrusuun (3:79)”. Pemahaman
dan penguasaan aqidah, fikrah dan manhaj da’wah menjadi kewajiban dari
karakter ini. Aspek manejemen dan kepemimpinan merupakan tuntutan tak
terelakkan. Selebihnya ikhwah fillah kita bahas lebih dalam dalam
karakter kedua yaitu al quwwat.
2. AL QUWWAT
Mihwar muassasi yang merupakan tangga menuju mihwar dauli, menuntut
aktifis da’wah terutama para pemimpinnya untuk lebih serius melakukan
“wa’aidduu lahum mas tatha’tum min Quwwat”, guna meningkatkan
kualitasnya menjadi rijalud(qiyadah) da’wah, rijalul(qiyadah) ummah wa
rijalud(qiyadah) daulah.
Nah menurut saya, ada 5 komponen
dominan Al Quwwat yang saya sebut “Asasul khamsah/ the big five”yang
bisa mengantarkan pemimpin organisasi da’wah menjadi GREAT LEADER
(qiyadatud da’wah-qiyadatul ummah- qiyadatud daulah). 5 komponen
dominan tersebut adalah :
2.a. Visioner
Ciri utama
pemimpin visioner adalah keteguhannya dalam memegang prinsip
(nilai-nilai imani) menjadikannya mampu melihat dengan tajam “big
picture”, mampu memvisualisasikannya pada diri dan seluruh pengikutnya.
Contoh spektakuler adalah keputusan Rasul untuk menerima perjanjian
Hudaibiyah, Abu Bakar mengumpulkan Al Qur’an, dll. Sedangkan terhadap
hal yang murunah (flexible secara syar’i) pemimpin visioner sangat
“openness to experience”
CARA BERPIKIR TERBUKA, CENDERUNG…
Imaginatif dan kreatif Lebih menyukai hal-hal baru (novelty) dan keragaman (variety)
Banyak pilihan dan minat Mengutamakan hal-hal baru yang original Sangat menghargai emosi
Cenderung fleksibel
CARA BERPIKIR “MUSEUM”, CENDERUNG…
Fokus pada “sekarang” dan “disini”, hal yang kasat mata Lebih menyukai hal-hal yang rutin dan mekanistik Sedikit pilihan dan minat Menyukai hal-hal konvensional Tidak anggap penting emosi Cenderung dogmatik
2.b. Pemberani/ Enthusiasm/keterbukaan hati dan telinga (Courageness)
Pemimpin da’wah bekerja selalu dengan hati, terus melakukan
terobosan-terobosan baru (inisiatif), dan berani mengambil resiko (risk
taker). Contoh praktis pada fase sekarang adalah ; pengembangan
organisasi, revitalisasi fungsi lembaga secara serius dan berkelanjutan
serta dipastikan benar-benar sampai bawah berjalan semua prosesnya,
penerapan ‘semacam penyaringan’ untuk calon-calon pemimpin baru.
Demikian pula untuk yang ‘sudah terlanjur’ jadi pemimpin namun belum
memenuhi kualifikasi diwajibkan untuk mengikuti pelatihan dengan sangat
serius dan dipantau perkembangannya. Ciri lain bisa kita lihat pada
bagan dibawah ini;
KETERBUKAAN HATI TINGGI, CENDERUNG…
terpola, metodologis terorganisir, tertata ( secara bertahap) menghargai waktu, tepat
dapat diandalkan disiplin tinggi ada dorongan/ motivasi kuat persistensi bergerak otomatis (self motivated)
KETERBUKAAN HATI RENDAH, CENDERUNG…
spontan, random tak terorganisir, kacau terlambat , tidak tepat waktu kurang bertanggung jawab semaunya tidak berambisi menunda-nunda, mengabaikan tugas harus didorong-dorong
2.c. Ats- Tsiqah/ Extrovertness (Keterbukaan terhadap orang Lain)
Karakter ini sangat penting, sebagaimana disebutkan oleh Allah SWT.
Dalam al Qur’an : “… aziizun ‘alaihi maa ‘anittum hariitsun ‘alaikum
bil mu’miniina rouufur rohiim.” (QS. 9:128). Qiyadah da’wah memiliki
pengaruh yang kuat, disebabkan karena kepeduliannya pada a’dho dan semua
orang. Ia cukup peka terhadap setiap kesulitan a’dho’nya dan berempati
pada mereka. Ia bekerja dengan hati dan penuh percaya diri.
Pemimpin yang berkarakter seperti ini akan selalu membangun paradigma
KESALINGTERGANTUNGAN, yaitu; -. Dalam prinsip kepemimpinan antar pribadi
– BERPIKIR MENANG/MENANG
-. Dalam prinsip komunikasi empatiknya – BERUSAHA MAU MENGERTI DULU BARU DIMENGERTI
-. Dalam prinsip kerjasama kreatifnya – WUJUDKAN SINERG
KETERBUKAAN TINGGI, CENDERUNG…
senang berkawan, bekerja dalam tim,senang mendatangi,lugas,mengukir ‘kesenangan’,tertantang dengan emosi positif,berenergi, bergairah,aktif dalasenang berkawan, bekerja dalam tim senang mendatangi tugas mengukir ‘kesenangan’m pembicaraan percaya orang lain percaya diri, penuh keberanian
KETERBUKAAN RENDAH, CENDERUNG…
senang menyendiri enggan mendatangi orang menjadi sangat pribadi bukan pengukir’kesenangan’datar, kurang “menggigit” ritme “santai” pasif, diam curiga pada orang lain takut berlebihan
2.d. Al Wafa’/ Keterbukaan Terhadap kesepakatan (Agreeableness)
Pembaharuan, pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan sekian banyak
kesepakatan-kesepakatan, keputusan-keputusan. Disinilah tanggung jawab
pemimpin dipertaruhkan “… wakullukum mas’uulun ‘an Ra’iyyatihi…”.
Pemimpin bertanggung jawab besar untuk mengawal dan memastikan diri
berkomitmen tinggi untuk merealisasikannya, demikian pula
pemimpin-pemimpin dibawahnya (kabid, kadep, kadiv, kabag, kabiro,
dll.).
KETERBUKAAN TINGGI, CENDERUNG…
komitmen dengan kesepakatan-kesepakatan mempercayai mau melimpahkan wewenang kooperatif suka memberi, bersahabat mau menerima siap berkorban
KETERBUKAAN RENDAH, CENDERUNG…
mengabaikan kesepakatan skeptis ( ragu-ragu) arogan enggan bekerja sama menolak/ kasar agresif menghindar/ enggan berkorban
2.e. Istiqamah/ Kegigihan terhadap tekanan-tekanan
Salah satu unsur terpenting dalam organisasi da’wah adalah
Istimrariyatut Tarbiyyah. Tarbiyah ini bagaikan ibu bagi organisasi
da’wah yang akan melahirkan futuhat di bidang-bidang yang lainnya.
Tarbiyahlah yang melahirkan futuhat di bidang siyasi ( legislatif
ataupun eksekutif, di berbagai tingkatannya), futuhat di bidang sosial,
dll. Karakter pemimpin yang paling dibutuhkan untuk menjaga
istimrariyatut tarbiyah ini adalah Istiqamah/ Kegigihan terhadap
berbagai tekanan, misalnya dominasi/tekanan politik, dominasi/ tekanan
ekonomi, social, dll. Ciri-ciri pemimpin yang berkarakter seperti ini
adalah;
KEGIGIHAN TINGGI
kalem, kenyal ,tidak takut, tidak emosional, terkendali resisten terhadap godaan
tidak mudah cemas
KEGIGIHAN RENDAH
mudah bersedih pencemas, gelisah, mudah marah, tak terkendali ekspresif
mudah tergoda(impulsif) sering nerveous
Dengan karakter ini, dalam fase apapun, mihwar apapun, di bawah tekanan
dan acaman seperti apapun niscaya pemimpin organisasi da’wah tetap
mampu mengawal ummat dengan da’wah sampai pada tujuan asasinya dengan
tetap pada relnya yaitu mardhatillah/ ridha Allah swt(
lillah-ma’alloh-ilalloh).
Peranan Dan Tanggungjawab Pemimpin Dalam Islam
Firman Allah swt, Al Anfaal: 27. Wahai orang-orang yang
beriman! janganlah kamu mengkhianati (amanah) Allah swt dan Rasul-Nya,
dan (janganlah) kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan keatas
kamu, sedang kamu mengetahui (salahnya).
Ikhwan muslimin, hari ini ramai orang yang ghairah untuk menjadi
pemimpin tanpa melihat dan mengukur kelayakan diri sendiri, sedangkan
jawatan pemimpin itu satu amanah dan tanggungjawab. Mereka meminta
menjadi pemimpin dalam berbagai jawatan dalam sektor awam atau swasta,
sehingga meminta menjadi wakil rakyat dan menteri. Demi untuk
memperolehi sesuatu jawatan ada kemungkinan mereka akan melakukan apa
saja dan bersedia menghalalkan cara walaupun dengan melakukan jenayah
dan perkara-perkara yang ditegah oleh syarak seperti rasuah, mencaci,
mengumpat, menipu dan sebagainya.
Memimpin adalah amanah dan tanggungjawab yang akan dipersoalkan di
akhirat nanti. Amanah dan tanggungjawab ini tidak akan terlaksana tanpa
adanya pemimpin yang berwibawa memeliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang
tertentu, sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya, mengajak manusia
mengabdikan diri sesungguhnya kepada Allah swt, melalui kerja-kerja
memakmurkan bumi Allah swt, melakukan islah, menegakkan kebenaran,
mengujudkan keamanan, keharmonian dan kesejahteraan dalam masyarakat dan
negara.
Berdasarkan amanah dan tanggungjawab seorang pemimpin, maka orang
yang lemah dan tidak memiliki kelayakan tidak boleh menjadi pemimpin.
Oleh itu melantik seorang pemimpin atau pegawai yang tidak memeliki
kelayakan kepada sesuatu jawatan sedangkan masih ada orang yang lebih
layak kepada jawatan tersebut, merupakan suatu pengkhianatan besar kepada Allah swt dan Rasulullah saw. Dan sangat bertentangan dengan ajaran syariat Islam kerana akibat dari perbuatan itu, masyarakat dan negara akan musnah dan tergadai serta diangkat keberkatannya.
Sabda Rasulullulah saw; ‘Apabila disandarkan pekerjaan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat (saat kehancuran)’.
Sabda Rasulullulah saw lagi; ‘Barang siapa melantik seseorang
sebagai pemimpin/pegawai di dalam sebuah kumpulannya sedangkan masih ada
di kalangan mereka orang yang lebih layak, orang yang lebih disukai
Allah swt daripadanya maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah swt
dan Rasul-Nya dan mengkhianati orang-orang yang beriman’.
Demi menjaga kepentingan umat dan negara, demi menjaga pengaruh
keduniaan agar tidak meresab masuk ke dalam jiwa pemimpin, Rasulullah
saw melarang meminta sesuatu jawatan di dalam pemerintahan, apa lagi
merebut tanpa kelayakan dan persedi aan yang mencukupi. Sabda
Rasulullulah saw yang bermaksud; ’Kami demi Allah, tidak akan
melantik ke jawatan pemerintahan ini, orang yang memohonnya dan juga
orang yang sangat-sangat berkeinginan untuk mendapatkannya’.
Sifat loba dan sifat tamak dan menginginkan jawatan akan mendorong
seseorang untuk berbuat zalim dan dosa demi untuk mendapatkannya.
Apabila sudah dapat berjawatan maka akan dipergunakannya untuk
kepentingan-kepentin gan dirinya. Adapun orang yang diberikan jawatan
berdasarkan kelayakkan, sedangkan ia tidak mengingin kan jawatan itu,
maka Allah swt akan memberikan pertolongan dan taufik kepadanya di dalam
menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin yang merupakan
amanah daripada Allah swt.
Orang yang menginginkan jawatan kerana mengejar pangkat, mencari
pengaruh, mengumpul harta kekayaan, kemewahan duniawi semata-mata,
sangat terdedah kepada melakukan sebarang penyelewengan, pengkhianatan
dan penipuan semasa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Kepada
mereka ini diingatkan bahawa pengkhianatan dan penipuan yang dilakukan
oleh seorang pemimpin sangat besar kesan dan akibatnya keatas diri,
keluarga, rakyat dan negara. Diatas perbuatannya itu ia akan menanggung
kesusahan hidup di dunia dan di akhirat dan dia akan menyesal kerana
disiksa oleh Allah swt di dalam Neraka jahanam nanti.
Sabda Rasulullulah saw yang bermaksud; ‘Tiadalah seorang hamba
Allah swt yang diberi tugas pemimpin untuk memimpin rakyat kemudian dia
mati di hari kematiannya dalam keadaan dia menipu rakyatnya melainkan
Allah swt mengharamkannya dari memasuki syurga’. (Hadis Muttafaq’alaih)
Seorang pemimpin hendaklah menjalankan tugas dengan jujur, tidak
boleh melarikan diri dari menjalankan tanggungjawabnya. Kalau dia
seorang pemimpin rakyat, maka dia harus turun ke medan menemui rakyat
dan menyelesaikan permasalahan mereka. Rakyat hendaklah dilayani dengan
adil dan saksama.
Sabda Rasulullulah saw yang bermaksud; ’Sesiapa yang diberi Allah
swt kuasa untuk menguruskan sesuatu urusan kaum Muslimin, tetapi dia
berlindung tidak menunaikan keperluan mereka atau menghiraukan
kemiskinan mereka, nescaya Allah swt berlindung Diri tidak melayani
hajat dan permintaannya’. (Hadis Sahih)
Ikhwan muslimin, sudah menjadi hak masyarakat untuk dididik dan
dibantu oleh pemimpin begitu juga menasihati dan menegur mana-mana
pemimpin yang terlanjur dengan cara berkhikmah kerana Islam adalah agama
‘al-nasihah’; nasihah kerana Allah, berpandukan kitabnya dan Rasulnya
untuk memimpin kaum Muslimin dan sekalian rakyatnya. Masyarakat dan
rakyat hendaklah mentaati pemimpin dalam perkara-perkara kebaikan dan
kebajikan dan hendaklah bersedia membantu dalam melaksanakan
program-program pembangunan dan kebajikan.
Penyalahgunaan kuasa oleh pemimpin adalah merupakan satu kezaliman
yang sangat besar bahayanya, demikian juga menyalahgunaan kekayaan
negara dan harta rakyat. Pemimpin atau pegawai yang terlibat dengan
mengurus harta kerajaan tidak boleh menggunakan harta kerajaan atau
makan harta kerajaan dengan cara yang tidak benar dari segi syariat
Islam dan melanggar peraturan. Apapun harta yang di sampaikan kepadanya,
hendaklah ia menyerahkan kepada perbendaharaan atau Baitulmal milik
kaum muslimin, jangan ada sedikitpun yang dijadikan milik peribadi.
Rasulullulah saw bersabda yang bermaksud; ‘Barang siapa di antara
kamu yang kami tugaskan untuk memimpin, lalu dia menyembunyikan harta
walaupun sebesar jarum atau lebih kecil dari itu, maka pada hari kiamat
nanti dia akan datang membawanya sebagai seorang pengkhianat’.
Seorang pemimpin hendaklah sentiasa peka dan berwaspada terhadap
perbagai manusia yang keluar masuk kepadanya dan yang ada di
sekelilingnya, lantaran itu hendaklah ia mengambil penasihat-penasihat
dari kalangan orang-orang yang baik-baik, ikhlas lagi dipercayai dari
kalangan ulamak dan orang yang bijak pandai.
Rasulullulah saw pernah mengingatkan kita dengan sabdanya, bermaksud; ‘Tidak
ada seorang nabi diutuskan Allah dan tidak ada pula seorang pemimpin
yang diangkat kecuali mereka mempunyai dua jenis teman rapat; teman
rapat yang menyuruhnya dan yang mendorongnya berbuat kebaikan dan selalu
mendorongnya untuk berbuat baik sedangkan teman yang satu lagi
menyuruhnya membuat kejahatan serta mendorongnya berbuat kejahatan.
Orang yang terpelihara sebenarnya ialah orang yang mendapat jagaan dan
pemeliharaan daripada Allah swt.’ (Sahih Bukhari)
Jalan yang selamat ialah sentiasa berhati-hati, tidak terburu-buru
membuat keputusan atau tindakan tanpa bermesyuarah terlebih dahulu.
Seorang pemimpin hendaklah bersikap jujur dan mesra dengan masyarakat
atau orang bawahannya serta memberi layanan yang adil kepada semua tanpa
memilih kasih.
Pemimpin yang baik ialah pemimpin yang disayangi oleh rakyat atau
orang bawahannya. Oleh itu seorang pemimpin hendaklah memupuk kesetiaan
masyarakat kepada kepimpinannya dan jangan melakukan sesuatu yang
melemahkan kepercayaan mereka dan kesetiaan mereka. Ingatlah sabda
Rasulullulah saw; kepada Abu Dzar ra ketika ia meminta dilantik menjadi
pegawai Rasulullulah saw, Rasulullulah saw menepuk bahunya serta
bersabda; ‘Hai Abu Dzar kamu seorang yang lemah sedangkan jawatan
itu adalah satu amanah (tanggungjawab) yang kelak di hari kiamat menjadi
hina dan menyesal kecuali orang yang mengambilnya dengan hak dan
menunaikan kewajipannya’.
Was’salam mualaikum wrt. Wallah A’lam.