AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Isnin, 6 Mei 2013

Apa tu amanah....? Makna dari Sebuah Amanah dalam ilmu Fiq

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102


                                     OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI




Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya.

Amma ba'du

Makna dari Sebuah Amanah

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui†(QS Al-Anfaal 27).

Ayat ini mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Bahwa di antara indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amanah. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikan amanah-amanahnya. Amanah, dari satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Firman Allah:

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS Al-Qhashash 27)

Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata: Oleh karena itu wahai ikhwan kuatkanlah keimanan dan ruhiyah kalian, kuatkanlah ilmu dan tsaqafah kalian serta kuatkanlah fisik dan segala sarana yang dapat digunakan untuk memikul amanah. Dan Allah memerintahkan kepada kita untuk mempersiapkan segala bentuk kekuatan.
Hidup ini tidak lain dari sebuah safari atau perjalanan panjang dalam melaksanakan amanah dari Allah. Dalam hidupnya manusia dibatasi oleh empat dimensi, bumi tempat beramal, waktu atau umur sebagai sebuah kesempatan beramal,Âmalan nilai Islam yang menjadi landasan amal dan potensi diri sebagai modal beramal. Maka orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktivitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang sepele, remeh apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.

Amanah pertama yang harus dilakukan adalah Amanah Fitrah manusia, dimana makhluk lain enggan dan menolak menerimanya. Ia adalah amanah hidayah, ma’rifah dan iman kepada Allah atas dasar niat, kemauan, usaha dan orientasi. Amanah berikutnya adalah Amanah Syahadah (Kesaksian). Pertama, berupa kesaksian diri agar menjadi cermin bagi agamanya. Kedua, berupa kesaksian dakwah agar menyampaikan agama kepada manusia. Ketiga, berupa kesaksian agar menerapkan manhaj dan syariah Islam di bumi Allah.

Dan amanah itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pertanyaan akan ditujukan atas amanah yang dibebankan kepada kita. Barangsiapa yang menunaikan amanah sekecil apapun, niscaya akan dilihat Allah. Dan barangsiapa yang melalaikan amanah sekecil apapun niscaya akan dilihat. Manusia tidak akan dapat lari dari tanggungjawab itu. Karena tempat yang ditinggali adalah bumi Allah, umur yang dimiliki adalah ketentuan Allah, potensi yang ada adalah anugerah Allah dan nilai Islam adalah tolok ukur dari pelaksanaan amanah tersebut. Kemudian mereka akan datang menghadap Allah.

Oleh karena itu sekecil apapun amanah yang dilaksanakan, maka memiliki dampak positif berupa kebaikan. Dan sekecil apapun amanah yang disia-siakan, niscaya memiliki dampak negatif berupa keburukan. Dampak itu bukan hanya mengenai dirinya tetapi juga mengenai umat manusia secara umum. Seorang mukmin yang bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik, maka akan memberikan dampak positif berupa ketenangan jiwa dan kebahagiaan bagi keluarganya. Lebih dari itu dia mampu memberi sedekah dan infak kepada yang membutuhkan. Sebaliknya seorang yang menganggur dan malas akan menimbulkan dampak negatif berupa keburukan, terlantarnya keluarga, kekisruhan, keributan dan beban bagi orang lain.

Kesalahan kecil dalam menunaikan amanah akan menimbulkan bahaya yang fatal. Bukankah terjadinya kecelakaan mobil ditabrak kereta, disebabkan hanya karena sopirnya lengah atau sang penjaga pintu rel kereta tidak menutupnya? Bahaya yang lebih fatal lagi jika amanah dakwah tidak dilaksanakan, maka yang terjadi adalah merebaknya kemaksiatan, kematian hati, kerusakan moral dan tatanan sosial serta kepemimpinan di pegang oleh orang yang bodoh dan zhalim.

Perjalanan dakwah telah menorehkan pengalamannya betapa kesalahan dalam melaksanakan amanah mengakibatkan kerugian dan musibah. Pada saat perang Uhud, Rasulullah saw. memerintahkan satu pasukan pemanah untuk tetap berjaga di bukit Uhud dan tidak meninggalkan pos itu. Tetapi, ketika pasukan perang umat Islam sudah di ambang kemenangan, dan sebagian yang lain bersorak sambil memunguti rampasan perang, maka pasukan pemanah pun tergoda dan ikut-ikutan mengambil rampasan perang itu. Akhirnya pasukan kafir berhasil memukul mundur pasukan umat Islam, dan rampasan perang pun raib dari tangan mereka. Lebih tragis dari itu adalah darah segar berceceran dari muka Rasulullah saw, akibat amanah yang dilalaikan.

Harta, wanita dan kekuasaan memang merupakan sarana yang paling ampuh digunakan syetan untuk menggoda orang beriman agar melalaikan amanah, bahkan meninggalkannya sama sekali. Betapa sebagian dai yang ketika tidak memiliki sarana harta yang cukup dan tidak ada kekuasaan yang disandangnya, begitu istiqamah menjalankan amanah dakwah. Tetapi setelah dakwah sudah menghasilkan harta dan kekuasaan, amanah dakwah itu ditinggalkan dan bahkan berhenti dari jalan dakwah dan futur dalam barisan jamaah dakwah!

Oleh karena itu waspadalah terhadap harta, wanita dan kekuasaan! Itu semua hanya sarana untuk melaksanakan amanah dan jangan sampai menimbulkan fitnah yang berakibat pada melalaikan amanah. Dibalik dari menunaikan amanah terkadang ada bunga-bunga yang mengiringinya, harta yang menggiurkan, wanita yang menggoda sehingga orang yang beriman harus senantiasa menguatkan taqarrub illallah dan istianah billah.

Amanah adalah perintah dari Allah yang harus ditunaikan dengan benar dan disampaikan kepada ahlinya. Allah Taala berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihatâ€. (QS An-Nisaa 58)

Amanah yang paling tinggi adalah amanah untuk berbuat adil dalam menetapkan hukum pada kepemimpinan umat. Pahala yang paling tinggi adalah pahala dalam melaksanakan keadilan sebagai pemimpin umat. Begitulah sebaliknya, bahaya yang paling tinggi adalah bahaya melakukan kezhaliman pada saat memimpin umat. Kezhaliman pemimpin akan menimbulkan kehancuran dan kerusakan total dalam sebuah bangsa. Maka kezhaliman pemimpin merupakan sikap menyia-nyiakan amanah yang paling tinggi.

Hidup adalah pilihan-pilihan. Dan pilihan melaksanakan amanah adalah konsekuensi sebagai manusia, konsekuensi sebagai muslim dan konsekuensi sebagai dai. Oleh karenanya sandaran yang paling baik adalah Allah, teman yang paling baik adalah orang-orang yang shalih dan kelompok yang paling baik adalah jamaah Islam. Maka kuatkan hubungan dengan Allah dan tingkatkan ukhuwah Islamiyah niscaya kita akan sukses melaksanakan amanah itu, sebesar apapun. Marilah kita melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepada kita dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Marilah kita melaksanakan amanah yang dibebankan jamaah kepada kita dengan penuh kesabaran dan lapang dada. Marilah kita melaksanakan amanah umat dengan penuh keseriusan dan tanggungjawab. Dan semuanya akan ditanya, siapkah kita ? Jika tidak, maka akan terjadi kehancuran dan kerusakan

Amanah Kepemimpinan

Dan dari Jabir RA berkata, tatkala Nabi SAW berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata: “Kapan terjadi Kiamat?†Rasulullah SAW terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata: Rasulullah SAW mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya. Berkata sebagian yang lain: Rasul SAW tidak mendengarâ€. Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya: â€Mana yang bertanya tentang Kiamat?†Berkata orang Badui itu: â€Saya wahai Rasulullah saw.†Rasul SAW berkata: â€Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah Kiamatâ€. Bertanya: â€Bagaimana menyia-nyiakannya?â€. Rasul SAW menjawab: â€Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat†(HR Bukhari)

Hadits ini sebuah peringatan dari Rasul SAW agar amanah itu diberikan kepada ahlinya. Dan puncak amanah adalah amanah dalam kepemimpinan umat. Jika pemimpin umat tidak amanah berarti kita tinggal menunggu kiamat atau kehancuran. Dan Indonesia adalah contoh riil dari sebuah negara yang selalu dipimpin oleh orang yang tidak amanah.

Ciri-Ciri Pemimpin yang Tidak Amanah, adalah sbb:

Pertama, pemimpin yang tidak memenuhi syarat keahlian. Syarat pemimpin yang disepakati ulama Islam adalah ; Islam, baligh dan berakal, lelaki, mampu (kafaah), merdeka atau bukan budak dan sehat indra dan anggota badannya. Pemimpin yang tidak memiliki syarat keahlian pasti tidak amanah. Seorang wanita yang menjadi pemimpin sebuah negara atau bangsa pasti tidak amanah. Karena dia melakukan yang bukan haknya dan pasti kepemimpinannya dilakukan berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan dunia lainnya dan bukan berdasarkan niat yang tulus untuk beribadah kepada Allah.

Jika orang bodoh, tidak berakal, tidak sehat dan tidak mampu memimpin pasti tidak amanah, karena dia tidak mengerti apa yang seharusnya dikatakan dan diperbuat. Dan pasti dia akan diperalat oleh orang dekatnya atau kelompoknya. Dia tidak mampu melakukan tugas-tugas yang berat karena cacat. Dia lebih banyak berbuat untuk dirinya daripada untuk rakyatnya.

Kewajiban kita wahai saudaraku yaitu menyesuaikan pemimpin bangsa yang ada dengan syarat-syarat yang dituntut dalam Islam. Jika tidak maka kita semua berdosa, bahkan dosa besar. Kita semua harus berjihad untuk mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan Islam. Dan kita semua harus melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar jika ada pemimpin yang tidak sesuai dengan syarat dalam Islam. Bahkan Rasulullah SAW menyebutkan jihad yang paling utama, beliau bersabda:

“Seutama-utamanya jihad adalah kalimat yang benar kepada penguasa yang zhalim†(HR Ibnu Majah, Ahmad, At-Tabrani, Al-Baihaqi dan An-Nasai).

Hadits yang lain:

â€Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdil Muthallib dan seorang yang bangkit menuju imam yang zhalim ia memerintahkan dan melarang sesuatu lalu dibunuhnya†(HR Al-Hakim)

Kedua, mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Pemimpin yang amanah berarti melaksanakan segala kepemimpinannya untuk semua rakyat dan bangsanya, bukan hanya untuk diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Menegakkan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Mengembangkan kekayaan negeri untuk kepentingan rakyatnya, bukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya saja. Apalagi dikorbankan kepada bangsa asing dan mengorbankan rakyat dan negaranya.

Ketiga, zhalim. Pemimpin yang tidak amanah bersifat zhalim, karena dia melaksanakan kepemimpinan itu bukan untuk melaksanakan amanah, tetapi untuk berkuasa dan memiliki segala kekayaan negeri sehingga dia akan berbuat zhalim kepada rakyatnya. Yang dipikirkan adalah kekuasaannya dan fasilitas dari kekuasaan itu, tidak peduli rakyat menderita dan sengsara bahkan tidak peduli tumpahnya darah rakyat karena kezhalimannya.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya akan datang di tengah-tengah kalian para pemimpin sesudahku, mereka menasihati orang di forum-forum dengan penuh hikmah, tetapi jika mereka turun dari mimbar mereka berlaku culas, hati mereka lebih busuk daripada bangkai. Barangsiapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kesewenang-wenangan mereka, maka aku bukan lagi golongan mereka dan mereka bukan golonganku dan tidak akan dapat masuk telagaku. Barangsiapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kesewenang-wenangan mereka maka ia. adalah termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka, dan mereka akan datang ke telagaku.†(HR. At-Thabrani)

Keempat, menyesatkan umat. Pemimpin yang tidak amanah akan melakukan apa saja untuk menyesatkan umat. Mereka membeli media masa untuk menayangkan adegan yang menyesatkan, rusak dan kotor. Pemimpin yang seperti ini adalah pemimpin yang berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari Dajjaal â€"laknatullah-. Rasul SAW bersabda:

“Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku dari Dajjaal; yaitu para pemimpin yang sesat†(HR Ahmad).

Kelima, kehancuran dan kerusakan seluruh tatanan sosial masyarakat. Pemimpin yang tidak amanah akan mengakibatkan kiamat. Kiamat berarti dominannya seluruh bentuk kemaksiatan, seperti kemusyrikan, sihir dan perdukunan, zina dan pornografi, minuman keras dan NARKOBA, pencurian dan korupsi, pembunuhan dan kekerasan, dll.

Dengan demikian kita harus memunculkan pemimpin yang adil, yaitu pemimpin yang senantiasa menegakkan keadilan dan berbuat untuk kemaslahatan rakyatnya di dunia dan di akhirat. Kita harus berjihad untuk sebuah proses lahirnya pemimpin yang adil, kita harus menyiapkan ibu-ibu yang akan mencetak pemimpin yang adil, kita harus menyiapkan sarana untuk terciptanya pemimpin yang adil, kita harus berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga mendapatkan pemimpin yang adil.

“Dan kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya ituâ€. Umar bin Khathab RA berkata: Jika ada sebuah keledai yang jatuh di Irak, maka aku akan ditanya di hadapan Allah Taala, kenapa engkau tidak memperbaiki jalan ituâ€

Doa kita adalah doa yang diabadikan dalam Al-Qur’an:

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwaâ€.

Rasulullah SAW bersabda:

“Ada tujuh kelompok yang akan mendapat perlindungan Allah di hari yang tiada perlindungan, kecuali perlindungan Allah: Imam yang adil….†(Muttafaqun ‘alaihi)

“Sehari bersama imam yang adil lebih baik dari ibadah seorang lelaki 60 tahun. Dan hukum hudud yang ditegakkan di muka bumi dengan benar lebih bersih dari hujan yang turun selama 40 tahun†(HR At-Thabarani dan Al-Baihaqi)

“Tiga kelompok yang tidak ditolak doanya: Imam adil, orang yang berpuasa sampai berbuka dan doa orang yang tertindas†(HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

“Manusia yang paling dicintai Allah dan yang paling dekat kedudukannya di hari kiamat adalah imam yang adil. Dan manusia yang paling dibenci Allah dan paling keras azabnya adalah imam yang zhalim†(HR Ahmad, At-Tirmidzi dan al-Baihaqi)

Allah Ta'ala berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul- Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. [Al-Ahzab: 70-71]
Ayat ini yang selalu diulang-ulang oleh para khatib, mubalig, penceramah dan pemberi nasehat, orang yang tidak bisa membaca selalu mendengarnya dari mereka, terkandung didalamnya seruan dari Allah Jalla wa'azza kepada hamba-Nya yang beriman, Ia menyeru mereka dengan sifat mereka yang agung lagi mulia yaitu sifat iman, Allah subhanahu berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar. [Al-Ahzab 70]

Ia menyeru mereka dengan memakai sifat yang mulia yaitu sifat iman, lalu Ia memerintahkan mereka akan suatu urusan yang berat lagi agung yaitu bertaqwa, sesungguhnya taqwa kepada Allah Jalla waala adalah puncak kebaikan, dan penentu segala urusan. Pintu-pintu kebajikan berbagai macam bentuknya, begitu juga jalan-jalan keburukan bermacam-macam, semua itu terkumpul dalam kata: (Bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar), bertaqwa kepada Allah - sebagaimana yang telah diketahui oleh kebanyakan kalian dan tidak lagi tersembunyi bagi kita semua - ialah melaksanakan ketaatan kepada Allah berdasar cahaya(petunjuk) dari Allah dengan mengharapkan pahala dari-Nya, dan takut dari azab-Nya, dan juga meninggalkan maksiat yang dilarang oleh Allah mengarapkan pahala dengan meninggalkannya, dan takut akan azab bila melakukannya, melanggar dan mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah.


Taqwa merupakan diantara wasiat terakhir Rasulullah sallallahu alaihi wasallam (sebelum beliau wafat), sebagaimana dalam hadits Irbad bin Sariyah radhiallahu anhu dimana Nabi sallallahu alaihi wasallam (pada suatu hari) menasehati sahabatnya dengan nasehat yang agung dan memberikan pengaruh yang besar bagi diri mereka, yang membuat hati bergetar dan air mata bercucuran, lalu mereka berkata: wahai Rasulullah ! seolah-olah ini adalah nasehat orang yang akan berpisah(meninggal), maka wasiatkanlah kepada kami: lalu beliau bersabda : (Saya mewasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah). Beliau mengawali wasiatnya dengan taqwa, dan taqwa juga merupakan wasiat Allah jalla wa'azza kepada orang-orang terdahulu dan yang kemudian. Sebagaimana dalam firman Allah :

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan kepada orang-orang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah.[An-Nisaa: 131]
Saudaraku sekalian, sesungguhnya kata-kata yang agung dan luas makna ini apabila seorang hamba memperhatikan, meneliti dan menghayatinya serta mengambil pelajaran darinya, niscaya ia akan mendapatkannya mengandung seluruh (ajaran) agama islam, melaksanakan perintah dengan mengharapkan pahala, dan meninggalkan larangan karena takut akan azab, inilah yang (disebut) agama, engkau beribadah kepada Allah diatas cahaya (petunjuk) dari Allah dan mengharapkan pahala, dan takut dari azabNya.

Ketaqwaan tidak akan mungkin diperoleh kecuali dengan ilmu, Allah Ta'ala berfirman:
Artinya : Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosa-dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. [Muhammad :19]

Bagaimana bisa mengetahui yang salah dan benar kecuali hanya dengan ilmu, anda mengetahui kebenaran lalu anda memuji Allah ta'ala yang telah menunjukimu kepadanya, dan meminta tambahan karunia dari-Nya, anda mengetahui yang salah lalu meminta ampunan dari-Nya jika anda terjerumus kedalamnya, dan sebelum itu anda (berusaha) menjauhinya. Akan tetapi jika anda terjerumus kedalamnya anda meminta ampun kepada Allah kemudian bertobat kepada-Nya dan ini adalah kebaikan yang besar. Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda : (Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan atasnya Ia akan memberikannya pemahaman dalam agama). Memahami agama Allah adalah dengan mengetahui hukum-hukumnya, perintah-perintah dan larangan-Nya serta mempelajari syariat-Nya, ini merupakan nikmat yang paling besar, sesungguhnya orang yang tidak mengetahui hukum-hukum agama dan dalil-dalilnya ia akan hidup bingung kanan dan kiri, (berada) diantara syubuhat dan syahwat.
Dan siapa yang berada diantara dua jurang ini - jurang syubuhat dan jurang syahwat ?ia akan celaka, segala urusan baginya bercampur-baur tanpa ada (sedikitpun) padanya pembeda, dan hawa nafsu (senantiasa) menguasainya dan ia tidak mendapatkan didalam hatinya pertahanan dan penasehat yang mengingatkannya kepada Allah, dan saat menghadap-Nya, berdiri dihadapan Allah di hari akhirat, kala itu ia akan celaka -kita memohon kepada Allah keamanan dan keselamatan-. Maka pemahaman terhadap agama sangatlah penting, kedudukan setiap orang dalam agama tergantung kepada kepahamannya terhadap agama. Dan kebaikan akan luput darinya sesuai dengan kadar kelalaiannya dari hal tersebut. Maka kita semua wajib untuk mencapai hal itu, yaitu pemahaman terhadap agama. Dan lebih wajib lagi atas orang yang meletakkan dirinya di atas (jalan) dakwah kepada Allah jalla wa'azza, siapa yang meletakkan dirinya diatas dakwah, ia wajib memahami dan mengetahui apa yang ia dakwahi dan mengetahui keadaan orang yang ia dakwahi. Dan meletakkan hukum-hukum Allah dengan benar, sebagaimana yang diperintahkan Allah jalla wa?ala, dan dikehendaki dan dijelaskan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Apabila ia berdakwah tanpa ilmu maka apa yang ia rusak lebih banyak dari apa yang ia perbaiki, karena seorang penyeru kepada Allah otomatis ia juga pengajak kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran. Dan orang yang mengajak kepada kebaikan mesti tahu betul akan kebaikan, tahu kemungkaran, mengetahui keadaan orang yang ia ingkari. Dan hendaklah ia bijaksana, lembut, mengetahui mafasid (kerusakan) dan maslahat (yang akan terjadi), kapan ia maju (melakukan suatu tindakakan) dan kapan ia menahan dirinya, kapan ia mendahulukan (suatu pekerjaan) dan kapan ia mengakhirkan. dan (mengetahui) apa yang harus ia dahulukan dalam berdakwah, dan apa yang boleh ia akhirkan. Dan hendaklah ia berlemah- lembut kepada manusia, dan sebagainya dari bermacam-macam masalah yang ditempuh oleh ulama-ulama islam rahimahumullah, dibawah naungan hadits-hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam berdakwah dan melakukan hisbah, hisbah yang saya maksud adalah mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran sebagaimana berlalu, dan kedudukan ini ?kedudukan penyeru kepada Allah ?adalah kedudukan yang paling tinggi. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, menerjakan amal yang sholeh dan berkata : sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. [Fushilat : 33-34]

Apa yang dikhabarkan Allah subhanahu wata'ala ini sedikit sekali orang yang memikirkan dan memahaminya.

Sesungguhnya dakwah itu adalah urusan yang sangat mulia, oleh sebab itu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tidak membiarkannya begitu saja dan tidak jelas, sebagaimana yang telah kalian ketahui wahai saudara sekalian, tentang hadits Mu'adz radhiallahu anhu dalam kisah pengutusannya ke negri Yaman dan wasiat Nabi sallallahu alaihi wasallam kepadanya : (Sesungguhnya engkau (akan) mendatangi kaum ahli kitab (yahudi & nasrani), hendaklah dakwah yang pertama sekali engkau serukan adalah (mengajak) mereka mentauhidkan Allah), dan didalam lafadz yang lain : ( (Adalah) Syahadah bahwa tidak ada sesembahan yang diibadati dengan Haq selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, jika mereka menerima seruanmu itu maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan bagi mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka menerima seruanmu itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang yang miskin (diantara) mereka) [Al-Hadits].

Rasulullah salallahu alaihi wasallam menjelaskan didalam hadits ini apa yang pertama sekali dimulai (dalam berdakwah). Seorang da'i (dalam dakwahnya) wajib untuk menempuh jalan yang benar, jalan yang syar'i jauh dari perasaan atau semangat yang (pada hakikatnya) angina topan , hendaklah ia tidak bersikap lunak pada apa yang dikeraskan oleh Allah, dan tidak keras pada apa yang dimudahkan Allah, maka hendaklah ia berlemah-lembut di dalam dakwahnya, lembut bukan karena lemah, dan keras terhadap musuh-musuh Allah bukan (pula) karena ganas, maka pada saat itu ia seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. dan hendaklah ia memulai dengan memberi kabar gembira sebelum menyampaikan peringatan.

Sebagaimana firman Allah yang menggabarkan sifat Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam :
Artinya : Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan utk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan jadi cahaya yang menerangi.[Al-Ahzab 45-46]

Artinya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. [Al-Ahzab 48]

Perhatikanlah ayat-ayat ini wahai saudara sekalian, yang mana didalamnya Allah menyeru kepada rasul-Nya : (Hai nabi sesungguhnya Kami mengutusmu) untuk apa ? (untuk jadi saksi) saksi bagi manusia, (dan pembawa kabar gembira) pemberi kabar gembira tentang rahmat Allah ta'ala, dan surga yang disediakan oleh Allah bagi wali-wali-Nya(orang yang beriman dan bertaqwa) sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala tentang mereka :
Artinya : Maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga) ; mereka kekal didalamnya. [Ali Imron : 107]

Rahmat Allah i tu adalah surga -kita memohon kepada Allah supaya ia tidak mengharamkan bagi saya dan kalian rahmat-Nya-, ia memberi kabar gembira dengannya(surga tersebut), maka orang-orang yang dihati mereka ada kebaikan dan keutamaan dan mempunyai akal yang sehat ia akan menerima kabar gembira itu, dan barangsiapa yang membangkang maka ia diberikan peringatan. - peringatan, pertakut, dan ancaman - sesungguhnya hati itu tidaklah sama, ada yang cukup menerima dengan kabar gembira dan ada juga yang tidak bermanfaat baginya selain dengan peringatan, pertakut dan ancaman.

Kemudian Allah menjelaskan atau memerintahkan dengan firman-Nya:


Artinya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. [Al-Ahzab 48]


Pada ayat ini (terdapat) petunjuk bagi para da'i setelah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, agar menempuh jalan yang ditempuh oleh beliau sallallahu alaihi wasallam, dan hendaklah mereka berhati-hati terhadap orang-orang munafik yang memata-matai didalam barisan, yang mana mereka menghasut didalam barisan kaum muslimin dan membiarkan dan menyebarkan diantara mereka berita bohong maka hendaklah berhati-hati terhadap mereka. kenapa? karena mereka itu merusak kaum muslimin, dan begitu juga orang kafir, tidak ada perhitungan bagi mereka, janganlah mentaati mereka untuk mendurhakai Allah, janganlah pula bermanis-manis muka dalam agama Allah dan berlembut-lembut terhadap mereka. Dan hendaklah mendakwahi mereka kepada Allah, jika mereka enggan maka tidak ada antaranya dan mereka kecuali apa yang telah dijelaskan oleh Allah, dan diperintahkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan yang telah beliau jelaskan didalam syariatnya yang suci.


Maka seorang da'i itu hendaklah alim, fakih (memahami), dan tamak dalam memberi petunjuk kepada manusia. Mengeluarkan segala kesanggupannya dan menjauhi kekasaran dan kekerasan, firman Allah subhanahu wata'ala:


Artinya : (maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya) [Ali Imran:159]


Wahai ikhwan sekalian? perhatikanlah nasehat yang agung dari pencipta kita kepada Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam yang ada didalam ayat yang mulia ini, sesungguhnya Ia telah memberikannya karunia, dan menjadikannya sallallahu alaihi wasallam seorang yang penyayang. beliau sallallahu alaihi wasallam sangat penyantun dan sayang kepada umatnya :


Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. [At-Taubah :128]


Beliau menyayangi orang-orang beriman, mengasihi, serta belas kasih terhadap mereka.


Kelembutan dan kasih sayang ini sangat besar pengaruhnya didalam diri manusia dan mempunyai pengaruh yang baik dalam sambutan manusia dan penerimaan terhadap seorang da’i, karena ia menauladani Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dimana beliau disifatkan dengan sifat ini didalam (kitab) Taurat sebagaimana yang terdapat didalam shoheh Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Salam radhiallahu anhu : (Bahwasanya beliau sallallahu alaihi wasallam tidak jahat perangainya dan tidak kasar, tidak pula pemekik dipasar, dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Akan tetapi pemaaf dan pemurah, beginilah disifatkan Rasulullah didalam taurat sebagimana yang terdapat didalam shohihain, ini perkataan Allah didalam al-quran dan itu sudah cukup, akan tetapi beliau sallallahu alaihi wasallam telah disifatkan dengan ini dalam kitab yang terdahulu.


Wahai para ikhwan sekalian?saya mewasiatkan kepada kalian dan diri saya untuk bertaqwa kepada Allah subhanahu wata'ala dan memahami agama-Nya, begitu juga saya menasehati kalian supaya sayang dan lembut kepada hamba Allah, dan betul-betul berusaha dengan segala kesanggupan dalam memberikan petunjuk kepada manusia. Dan hendaklah seorang da'i mengetahui bahwa didalam menempuh jalannya ini akan menemui beberapa ijtihad (perbedaan pendapat) antara ia dan saudaranya yang lain yang mana kadangkala terjadi perbedaan pandangan pada apa yang boleh berpendapat padanya, yang saya maksud dengan ijtihad disini adalah pada apa yang boleh sesama para da'i untuk memberi pandangan/pendapat, dan jika tidak ini, maka ijtihad yang terlintas di pikiran kita hanya untuk orang yang ahli dalam ijtihad, orang yang fakih didalam agama yang mana mereka akan menerangkan dan meneliti serta menjelaskan dengan keluasan ilmu dan pengetahuan mereka.


Dari merekalah manusia mengambil fatwa dan pemahaman dalam agama Allah ta'ala. Akan tetapi ijtihad yang saya maksud adalah (ijtihad) dalam menempuh jalan menuju kebaikan, sesuai dengan kesanggupan dan menepis kerusakan didalam dakwah ini.


Hendaklah seorang da'i memahami bahwa antara dirinya dengan saudara-saudaranya mesti terjadi sesuatu, karena jalan yang ditempuh sangat panjang, dan dengan banyaknya pejalan dan panjangnya perjalanan, pasti akan terjadi kesulitan, dan keletihan, dan kadangkala ketidak sepakatan dalam sisi pandang pada apa yang dibolehkan berbeda pendapat. Dan saya tekankan dalam kalimat ini : (pada apa yang dibolehkan padanya perbedaan pendapat)


Maka saya katakan : Apabila (perbedaan pendapat) itu terjadi maka wajib bagi seorang da'i, da'i salafiyin kususnya -dan merekalah yang saya maksudkan dalam pembicaraan ini- untuk memegang wasiat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada Mu'adz dan sahabatnya(Abu Musa al-Asy'ary) ketika mereka diutus ke negeri Yaman, beliau berkata kepada mereka berdua: sampaikanlah kabar gembira, dan janganlah kalian membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah kalian memberi kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah berpecah belah, bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan (tathoowa'aa) saling menghargailah kalian.


Wahai ikhwan sekalian? (ini) adalah kata-kata yang agung, dari pendidik yang paling mulia yaitu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam maka sampaikanlah oleh kalian khabar gembira, dan janganlah kalian membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah kalian memberi kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah kalian berpecah belah, bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan saling menghargailah kalian.


Apabila seseorang bersikukuh dan berpegang dengan pendapatnya yang ada mempunyai dasar, dan tidak ada larangan syar'i padanya, maka wajiblah ia menyerahkan (keputusan) kepada temannya tersebut, tidak ada percekcokan dalam masalah itu, karena berita baik akan diterima dengan hati yang baik dan halus dari pertama kalinya. Dan tindakan yang membuat orang lari akan memalingkan manusia dari agama, dan Nabi sallallahu alaihi wasallam murka dalam kisah tentang seseorang memanjangkan sholat -sebagaimana yang kalian ketahui-dan beliau berkata : (wahai manusia sesungguhnya diantara kalian ada orang yang membuat orang minggat, barangsiapa yang mengimami orang), dalam lafadz yang lain: (barangsiapa yang mengimami manusia hendaklah ia memendekkan).


Wahai saudara se-Islam? Nabi sallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan dalam masalah ini bahkan beliau marah kepada orang yang menyebabkan larinya manusia dari kebenaran, dan menyebabkan manusia berpaling dari agama Allah ta'ala, beliau berkata : (sampaikanlah kabar gembira, dan janganlah kalian menyebabkan manusia lari), Maka jadilah kalian orang tamak dalam menyampaikan berita gembira kepada manusia, dan menyampaikan apa yang dapat diterima oleh hati mereka tentang agama, dan tentang manhaj yang baik ini yaitu manhaj salafi, yang mana ia adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan jalan para sahabat beliau. Dan janganlah kalian membuat orang lari, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan kalian. Berhati-hatilah, karena seseorang bisa saja menghambat dari agama Allah dengan kelakuannya. karena ilmu itu wahai saudara sekalian adalah pemindahan gambaran yang bersemayam didalam hati keluar. Dan mengamalkan ilmu kebalikan darinya yaitu gambaran luar dari ilmu yang didengar dilakukan oleh anggota tubuh, apabila sesuai apa yang didalam dengan apa yang diluar maka itu adalah da'i yang sebenarnya, dan ia akan dibukakan oleh Allah baginya penerimaan, (hal itu) karena ia bertaqwa kepada Allah subhanahu wata'ala dan mendekatkan diri kepada-Nya, dan menunjukkan kasih sayang dan cinta kasih kepada penciptanya dengan melakukan ketaatan dan jauh dari larangan.


Ia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah sehingga Allah mencintainya, maka apabila Allah mencintainya Ia akan memberikan baginya penerimaan dimuka bumi, dan meletakkan kecintaan kepadanya dihati manusia, maka ia akan diterima karena mereka melihat kejujurannya, dan karena mereka melihat perbuatannya sesuai dengan perkataannya. Saya ulangi sekali lagi, saya katakan : sesungguhnya ilmu itu adalah pemindahan gambaran dalam keluar, yaitu agar manusia mendengar apa yang engkau ketahui dalam nasehatmu, apa yang engkau pahami dalam agama Allah, mereka mendengarnya dalam pengajianmu, adapun mengamalkan (ilmu) kebalikan darinya, yaitu menyatakan gambaran dalam yang telah engkau keluarkan dalam pelajaran yang engkau tampakkan kepada manusia, sehingga sesuai apa yang ada diluar dengan apa yang ada di hati, apabila sesuai amal dengan ilmu maka inilah yang sebut teladan, saya mewasiatkan kalian wahai ikhwan sekalian... ingatlah Allah terhadap manusia, ingatlah Allah terhadap hamba Allah?


Kemudian nasehat yang kedua sebagaimana dalam hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang disebutkan diatas: (Berilah kemudahan, dan janganlah memberi kesempitan), dan ini (mesti) berada didalam bingkai syari'ah dan kita tidak berhak keluar dari agama Allah bahkan tidak boleh, akan tetapi (mesti) dalam lingkaran nash-nash, maka apa yang boleh dimudahkan kita mudahkan dan apa yang tidak boleh dianggap enteng maka kita tidak boleh meremehkannya. Masalah-masalah keyakinan tidak boleh meremehkannya, dan tidak pula menganggap enteng, akan tetapi semua manusia dalam hal ini wajib berpegang kepada perintah yang datang dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, janganlah menganggap remeh perkara syirik, besar ataupun kecil, dan jangan menganggap enteng perkara bid'ah, sedikit maupun banyak, karena ia adalah pintu kepada kekufuran ?kita belindung kepada Allah darinya, begitu juga maksiat kita tidak boleh meremehkannya dan (hendaklah) kita mengikuti dalam masalah ini perkataan Rasulullah salallallahu alaihi wasallam : (apa yang saya larang kalian darinya maka jauhilah ia, dan apa yang saya perintahkan kepada kalian maka laksanakanlah sesuai dengan kemampuan kalian). Inilah kemudahan itu, (mudahkanlah dan janganlah memberi kesulitan). Dalam ruang lingkup batas syari'at dan pada garis nash-nash wahyu dari Alquran dan sunnah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, kemudian (Bersatulah dan janganlah kalian berselisih), Jauihilah oleh kalian perselisihan karena perselisihan itu adalah jelek, apabila engkau berselisih dengan saudaramu, manusia akan berselisih karena kalian, (yang satu) pergi dengan kelompok ini, dan (yang satu lagi) pergi dengan kelompok yang lain, dan terjadilah perbantahan disebabkan oleh ingin menang sendiri, apabila telah terjadi perbantahan maka akan muncul ketakutan, Allah ta'ala berfirman :


Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar, dan hilang kekuatanmu [Al-Anfal: 46]


Wahai saudara se-Islam? ingatlah Allah wahai para du'at, ingatlah Allah wahai para penuntut ilmu, dalam menjauhi perbuatan yang hina dan tercela ini, yaitu perselisihan yang menyebabkan perpecahan, belakang-membelakangi, saling marah-marahan, saling iri, saling perang, dan saling memusuhi -kita berlindung kepada Allah dari semua itu-. Seorang da'i lebih mulia dan jauh dari semua ini, karena ia mengajak manusia kepada agama Allah bukan mengajak mereka kepada dirinya sendiri, hendaklah ia ikhlas dan termasuk orang-orang yang jujur didalam ikhlasnya itu, jauh dari perbuatan yang tercela ini, Allah subhanahu wata'ala berfirman didalam kitab-Nya :


Artinya: Katakanlah: Inilah jalan (agama) Ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah. [Yusuf :108]


Dan kalian telah mengetahui sebagaimana yang ada didalam kitab tauhid karya Syekh Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah waridhwanuhu alaihi ketika sampai pada ayat ini dan beliau mengambil kesimpulan darinya dalam masail (permasalahan-permasalahan) yang ma'ruf, beliau berkata: padanya (ada) peringatan untuk berikhlas, sesungguhnya kebanyakan manusia jika mereka menyeru sesungguhnya ia menyeru kepada dirinya. Maka orang yang (menyeru) kepada ia akan marah untuk dirinya. Maka hendaklah bagi seorang insan untuk menjauhi sebab-sebab perselisihan, adapun perselisihan yang tidak berpengaruh seperti yang saya sebutkan tadi maka ini biasa terjadi pada manusia, biasa terjadi perselisihan tanawwu? yang tidak menyebabkan pertentangan), bukan perselisihan permusuhan yang menyebabkan pembunuhan, ini tidak apa-apa, dan ini (mesti) terjadi, akan tetapi orang yang mengetahui sabda Nabi sallallahu alaihi wasallam : (Dan saling menghargailah kalian), ini tidak akan terjadi antara ia dan saudaranya sesama da'i perselisihan dalam keadaan bagaimanapun. (Bersatulah dan janganlah kalian berselisih, bersepakatlah dan janganlah kalian berpecah-belah). berpecah-belah juga jelek, karena setiap orang yang berpecah dengan saudaranya akan mengambil jalan yang bukan jalannya, dan sekelompok manusia akan berkumpul bersamanya, mereka berpegang kepadanya, lalu mereka akan mengikuti jalannya dan pada waktu itu jadilah kelompok yang saling benci dan perkumpulan yang sesat yang dilarang didalam islam, dalam firman Allah ta'ala:


Artinya: Dan janganlah kamu bercerai-berai. [Ali Imram: 103]


Dan ini juga perkataan Nabi shallallahu alaihi wasallam yang kalian dengar barusan.


Dan Allah serta Rasul-Nya telah melarang dari perpecahan, kita tidak boleh dalam keadaan apapun melakukan sebab-sebabnya, (kemudian saling menghargailah kalian), saling menghargai mesti ada, karena panjangnya jalan mengharuskan kita melakukannya, dan sabar terhadap apa yang dihadapi dan jika tidak ada saling menghargai maka akan terjadi perpecahan, dan yang saya maksud adalah saling menghargai dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya jangan dipahami sebaliknya -saya berlindung kepada Allah jika dipahami selain ini-. Saling menghargai dalam lingkaran apa yang dibolehkan padanya. Dan pada apa yang tidak dibolehkan kita mengatakan padanya seperti perkataan para sahabat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam :


Artinya : Sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku temasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. [Al-An'am : 56]


Jika saya setuju dengan ini yaitu dengan kesalahan yang sudah jelas dan nyata yang tidak boleh ditempuh dan melakukannya.


Ini yang saya maksudkan. Saya mengatakan setelah semua yang diatas, saya mewasiatkan kalian untuk ikhlas didalam agama Allah dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kemudian (betul-betul) memahami agama Allah, karena bertambahnya pemahaman membuat lemah para musuh dan memutuskan tipu daya mereka yang mereka masukkan untuk merusak kita, dan saya memohon kepada Allah subahanahu wata'ala dengan nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, agar Ia memberikan kepada saya dan kalian pengetahuan dalam agama dan memahaminya, begitu juga saya memohon kepada-Nya subhanahu wata'ala supaya Ia memberikan kepada saya dan kalian keikhlasan kepada-Nya, dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan menjadikan saya dan kalian pemberi petunjuk bagi orang-orang yang ditunjuki, penyeru kepada kebaikan, baik lagi memperbaiki, penyeru kepada persatuan bagi orang-orang yang ingin bersatu berkumpul dalam kebaikan dan taqwa dan kita menentang orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, dan semoga Ia menjauhkan kita darinya, karena Ia maha kuasa dan mampu melakukannya, dan semoga salawat dan salam serta keberkatan Allah bagi hamba dan Rasul-Nya nabi kita Muhammad dan segala puji bagi Allah pencipta semesta alam.

RENUNGAN

Wahai saudaraku, beramal siyasi (berpolitik) adalah sebuah keniscayaan dalam perjalanan dakwah yang panjang dan penuh onak dan duri. Dakwah ini butuh bahan bakar berupa kesiapan ilmu, butuh pelumas berupa kejernihan ruhiyah, dan tentunya membutuhkan kerangka untuk mengembannya. Tak banyak orang mampu menerjemahkan jalan ini, juga sungguh sangat sedikit pengembannya yang benar-benar paham arti hakiki dari makna menyeru kebenaran, namun jalan ini begitu indah untuk mereka yang mengharapkan cinta sejati dari Rabbnya, mereka yang senantiasa  menjadikan keridhaanNya adalah orientasi di setiap serpihan  langkah-langkah menapaki jalan yang indah ini.
Akhir-akhir ini kader dakwah yang belum syumul pemahamannya terhadap dakwah, sering di jumpai mereka tanpa sadar banyak yang mengidap penyakit sekularis dalam berdakwah. Kenapa dikatakan demikian? Oke mari kita lihat sejenak kehidupan kita yang merupakan laboratorium kita dalam berdakwah, yang merupakan arena latihan-latihan kita dalam beramal dalam jamaah dakwah,  juga merupakan miniatur sebuah wadah lahirnya peradaban pulalah ruang kelas dimana kita akan belajar apa itu politik.
Banyak orang yang under estimate terhadap kata politik atau kata siyasi bahkan ini terjadi di kalangan kader dakwah itu sendiri. Beramal siyasi ini seharusnya merupakan suatu kewajiban yang harus ada dalam setiap agenda-agenda kita. Cita-cita kita yang begitu tinggi yaitu menjadikan Islam tidak hanya sebagai sebuah ajaran keagamaan saja tapi lebih dari itu kita mencita-citakan menjadikan Islam sebagai kiblat suatu peradaban yang tinggi (ustadzyatul alam).
Banyak alasan untuk kita beramal siyasi, mari kita lihat lembaran sejarah bagaimana kalimat tauhid ditegakkan di muka bumi ini. Tak sedikit pun kemenangan risalah agung ini tak luput dari peran amal siyasah di dalamnya. Lupakah kita dengan nabi Ibrahim AS yang ketika ia menghancurkan berhala yang bercokol di kehidupan umatnya saat itu, beliau sengaja menyisakan berhala yang terbesar dan mengalungkan kapak yang ia gunakan untuk menghancurkan berhala pada yang ia sisakan. Ingatkah kita dengan siyasahnya nabi Sulaiman AS ketika ia memindahkan singgasana ratu Bilqis. Bahkan kenapa Rasul kita Muhammad SAW harus berhijrah ke Madinah? Dan kenapa juga beliau menandatangani beberapa perjanjian dengan para musuh-musuh dakwah tauhid? serta kenapa harus ada piagam madinah?. Kemudian kenapa Khalid bin walid diberhentikan sebagai panglima di tengah kegemilangan karirnya saat itu.
Kita juga tak bisa menutup mata ketika tentara Islam pada peperangan-peperangan jumlah mereka sedikit namun mampu mengalahkan para musuhnya yang jumlahnya bahkan sangat jauh lebih banyak. Sejarah nasional kita pun mencatat kenapa Soekarno mampu memanfaatkan politik balas budi kaum penjajah hingga akhirnya kemerdekaan Indonesia terploklamirkan. Dan Tanya kenapa dakwah harus terjun kearah amal siyasi? Untuk menjawab semua pertanyaan itu marilah kita berpikir dibalik pikiran, itulah kenapa dakwah perlu di usung dengan agenda-agenda strategis penuh siyasah di dalamnya. Jadi tunggu apa lagi mari kita beramal siyasi untuk menyongsong terbitnya matahari kejayaan Islam di muka bumi ini. Politik (siyasah) perlu kita dakwahi dan dakwah perlu kita siyasati. Begitu pun dengan dakwah kampus, saya pikir tak akan terwujud yang namanya Islami jika dakwah tidak  di bawa sekali dengan  agenda-agenda siyasah DI alam ini. Semoga para muslim negarawan di berikan kekuatan dan keistiqamahan untuk senantiasa melajukan roda siyasah . Dan pada akhirnya kita meminta pertolongan Allah rabbul izzati untuk memenangkan agenda-agenda siyasah dakwah kita di DUNIA INI

Tiada ulasan:

Catat Ulasan