AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Khamis, 13 Jun 2013

Ilmu Qiraat

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102

Foto Saya
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI


Ilmu Qiraat


Di peringkat awal Al-Quran hanya diturunkan dalam satu huruf saja, akan tetapi Rasulullah SAW mendesak malaikat Jibril agar ditambah lagi, supaya umatnya tidak menghadapi masalah dan kesusahan dalam membaca Al-Quran dan memilih mana saja bacaan yang mudah. Lalu Jibril pun menambahnya sehingga tujuh huruf. sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah ia dengan bacaan yang mudah daripadanya”
Ilmu qiraat adalah bagian dari ulum Al-Quran atau ilmu-ilmu tentang Al-Quran yang membicarakan kaidah membaca Al-Quran. Ilmu itu disandarkan kepada Imam periwayat dan pengembangnya yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Cara pengambilan ilmu ini adalah dg cara ‘talaqi’ yaitu dengan memperhatikan bentuk mulut, lidah dan bibir guru ketika melafazkan ayat-ayat Al-Quran.

Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Salam sebagaimana yang disebutkan oleh al-Suyuti di dalam kitabnya. mengatakan : Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.”(HR Bukhari dan Muslim).
LAlu makna tujuh huruf sendiri apa ?Para ulama berbeda pendapat mengenai Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf….
1. pendapat pertama adalah yang mengatakan Al-Quran itu diturunkan dalam tujuh bahasa dari tujuh bangsa selain bangsa Arab. Pendapat ini karena adanya kalimat-kalimat yang bukan dari bahasa Arab dalam Al-Quran seperti ‘Sirat’ (Rome), ‘Istabraqen’ (Yunani), ‘Sijjil’(Parsi), ‘Haunaan’(Siryani).
2. Pendapat kedua adalah yang mengatakan Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh jenis qiraat (bacaan) tetapi pendapat ini lemah.
3. Pendapat ketiga adalah yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan tujuh huruf tersebut ialah tujuh bahasa kabilah Arab yang masyhur di waktu itu.
LAlu bagaimanakah ulama berpendapat hakikat tujuh huruf itu ?
Para ulama berselisih pendapat mengenai haikikat makna tujuh huruf . berikut beberapa pandangan ulama, tentang hakikat makna tujuh huru…….
1. Larangan (1), perintah (2), halal (3), haram (4), peringatan (5), perbandingan (6)dan hujah (7)
2. Balasan baik (1) dan buruk (2), halal (3), haram (4), peringatan (5), perbandingan (6)dan hujah (7).
3. 7 bahasa yaitu Quraisy (1), Yaman (2), Jarham (3), Hairizam (4) , Qurdaah (5), Al-Tamim (6)dan Ther (7).
4. 7 Qiraat sahabat yaitu Abu Bakar (1), ‘Umar (1), ‘Usman (3), ‘Ali (4), Ibn Mas’ud (5),Ibn ‘Abbas (6) dan Ubay bin Ka’ab (7).
5. DZahir(1), batin (2), fardu (3), sunat (4) ,khusus (5), umum (6),dan perbandingan(7)..
6. Depan (1), akhir (2), faraid (3), hudud (4), peringatan (5), mutasyabihah (6) dan perbandingan (7).
7. Perintah (1), larangan (2), akad (jual beli) (3,4), ilmu ghaib (5), zahir (6) dan batin (7).
8. Hamzah (1), imalah (2), baris atas (3), baris bawah (4), tebal (5), panjang (6) dan pendek (7).
9. Perintah (1), larangan (2), berita gembira (3), peringatan (4), khabar (5), perbandingan (6) dan peringatan (7)
Demikianlah pendpat ulama yang bermacam-macam mengenai maksud tujuh huruf dalam alqur’an.
Tpi dari sekian banyaknya perbedaan pendapat tentang tujuh huruf, Pendapat yang paling masyhur mengenai penafsiran Sab’atu Ahruf adalah pendapat Ar- Razi dikuatkan oleh Az-Zarkani dan didukung oleh jumhur ulama. Yaitu Perbedaan yang berkisar pada tujuh wajah;
1. Perbedaan pada bentuk isim , antara mufrad, tasniah, jamak muzakkar atau mu’annath. Contoh :
وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (Al-Mukminun: 8)
Yaitu لأمَانَاتِهِمْ dan dibaca mufrad dalam qiraat lain لأمَانتِهِمْ.
2. Perbedaan bentuk fi’il madhi , mudhari’ atau amar. Contoh:
فَقَالُوا رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ أَسْفَارِنَاٍ (Saba’ : 19)
Sebaagian qiraat membaca lafaz ‘rabbana’ dengan rabbuna, dan dalam kedudukan yang lain lafaz ‘ba’idu’ dengan ‘ba’ada’.
3. Perbezaan dalam bentuk ‘irab. Contoh, lafad z إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ (Al-Baqarah: 282) dibaca dengan disukunkan huruf ‘ra’ sedangkan yang lain membaca dengan fathah.
4. Mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta’khir). atau lebih dikenal dg taqdim ta’khir… Contoh :
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَق (Surah Qaf: 19) dibaca dengan didahulukan ‘al-haq’ dan diakhirkan ‘al-maut’, وَجَاءَتْ سَكْرَةُالْحَق بِالْمَوْتِ . Tapi Qiraat ini dianggap lemah.
5. Perbedaan dalam menambah dan mengurangi. Contoh ayat 3, Surah al-Lail,
وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالأنْثَى . Ada qiraat yang membuang lafaz ‘ma kholaqo’
6. Perbedaan ibdal (pergantian huruf). Contoh, kalimah ‘nunsyizuha’ dalam ayat 259 Surah al-Baqarah dibaca dengan ‘nunsyiruha’ (‘zai’ diibdalkan dengan huruf ‘ra’).
7. Perbezaan lahjah seperti dalam masalah imalah, tarqiq, tafkhim, izhar, idgham dan sebagainya. Perkataan ‘wadduha’ dibaca dengan fathah dan ada yang membaca dengan imalah , yaitu dengan bunyi ‘wadduhe’ (sebutan antara fathah dan kasrah).
Lalu apa kaitannya 7 huruf ini dg mushaf ‘usmani ?? Mashaf ‘Uthmani adalah mashaf yang dicatat dan disempurnakan pada zaman Khalifah ‘Usman ibn ‘Affan yang digunakan pada hari ini. Menurut jumhur ulama, mashaf ini berjumlah 6 buah yang mencakupi ‘Tujuh Huruf’. Sebagai contoh,(bahasa Yaman), (bahasa Hawazin), (bahasa Abbas) dan lain-lain yang terdapat dalam al-Quran rasm ‘Usmani.
Lalu apa kaitannya dg ilmu qiraat ?
Qiraat adalah bentuk masdar daripada qara’a atau jamak dari qiraah yang artinya bacaan. Menurut istilah ‘ilmiah, qiraat adalah satu mazhab(aliran) pengucapan Al-Quran yang dipilih oleh salah seorang Imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya. Dengan kata lain ia membawa maksud perbedaan-perbedaan dalam membaca Al-Quran, yaitu perbedaan lafaz-lafaz Al-Quran mengenai huruf-huruf dan cara mengucapkannya di segi tebal atau tipis, panjang pendeknya dan sebagainya.
Muhammad Abdul Azim Az-Zarqani mengatakan: “Qiraat ialah suatu mazhab yang dipilih oleh imam qiraat yang antara satu dengan lainnya tidak sama dalam melafadzkan Al-Quran.”
Muhammad Salam Muhsin mengatakan: “Qiraat adalah satu ilmu yang membahas tentang cara pengucapan kalimat-kalimat Al-Quran serta cara pelaksanaannya dengan menisbahkan setiap bacaany kepada seorang Imam pakar qiraat.”
Dari Definisi di atas, dapat kita simpulkan qiraat adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara melafazkan Al-Quran secara praktikal dengan pengucapannya yang baik, entah itu disepakati atau diperselisihkan kesahihannya dengan berdasar pada mazhab-mazhab yang diakui sanadnya hingga sampai kepada Rasulullah SAW. Dan Qiraat yang dianggap mutawatir dalam pembacaan Al-Quran adalah Qiraat Sab’ah atau Qiraat Tujuh. Sebagian orang menyangka bahawa qiraat atau macam-macam bacaan Al-Quran tersebut dibuat oleh Rasulullah SAW atau oleh para sahabat dan para tabiin. Anggapan tersebut adalah tidak benar berdasarkan riwayat puluhan hadis sahih yang menerangkan berbagai bacaan semenjak Al-Quran diturunkan. Kesemua bacaan yang diriwayatkan oleh ketujuh imam itu telah diakui dan disepakati oleh para ulama dan benar2 dari Rasulullah SAW yang dikenal dengan Qiraat Sab’ah atau Qiraat Tujuh.
Di zaman sahabat, para qari dan huffaz yang terkenal adalah ‘Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin tsabit, Ibnu Mas’ud, Abu Darda’ dan Abu Musa Al-Asy’ari. Merekalah yang dikirim oleh Khalifah ‘Usman ke wilayah Islam bersama mashaf ‘Usmani yang telah disediakan. Dri Hasil didikan para qari zaman sahabat, muncullah pakar-pakar qiraat generasi tabiin, dan sesudahnya. Berikut nama-nama para pakar qiraat dari generasi tabi’in dibeberapa wilayah islam didunia :
Di Mekah – Qari-Qari’ yang tinggal di Mekah antara lain ialah Ubaid bin Umair, Atak Tawus, Mujahid, Ikrimah dan Ibnu Malikah
Di Madinah – Qari-Qari yang tinggal di Madinah antaran lain ialah Ibnu Musayyab, Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman, Ibnu Yasar, Mu’ad bin Haris (Mu’ad AI-Qari’), Abdurrahman bin Hurmuz, Ibnu AI-A’raj, Muslim bin Jundub dan Sa’id bin Aslam.
Di Basrah terdapat para qari masyhur yaitu Amir bin Abdul Qais, Abu ‘Aliyah, Abu Raja’, Nasr bin Ashim, Yahya bin Ya’mar, Mu’adz, Jabir bin Zaid, Al-Hasan Ibnu Sirin dan Qatadah.
Di Kufah – Di kota Kufah terdapat pula pra ahli qiraat. diantaranya Al-Qamah, AI-Aswad, Masruq, Ubaid, Amr bin Syarkhabil, Al-Haris bin Qais, Rabi’ bin Khatim, ‘Amru b. Maimun, Abdurrahman Assulami, Zar bin Khubais, Ubaid bin Mudhailah, Abu Zar’ah dan Ibnu Asy-Sya’bi.
Di Syam – terdapat juga para qari .antara lain AI-Mughirah bin Abi Syaibah Almakhzumi. Beliau termasuk salah seorang murid ‘usman bin Affan. Dan Khalid bin Sa’id, salah seorang murid Abu Darda’.
Dari Hasil didikan generasi tabiin, maka semakin banyak orang yang cenderung dan berminat tentang ilmu qiraat. Banyak diantara mereka yang memusatkan perhatian terhadap ilmu qiraat, sehingga di beberapa kota besar terdapat pula pakar-pakar qiraat dari generasi ini. seperti di Mekah terdapat Imam Ibnu Kasir, yang menjadi salah seorang imam qiraat. Hamid bin Qais Al-A’raj dan Muhammad bin Muhaisin. Di Madinah terdapat nama-nama seperti Abu Jaafar Yazid bin Yakkub, Syaibah bin An-Nasah dan Nafi’ bin Nu’im (salah seorang imam qiraat). Di Kufah nama-nama yang termasyhur adalah Yahya bin Wathab, ‘Asim bin Abi Nujdud, Hamzah dan Kisa’i. Tiga nama yang terakhir itu termasuk imam Qiraat yang tujuh. Manakala para qari yang tinggal di Basrah ialah Abdullah bin Abu Ishak, Isa bin Umar, Abu Amir bin Al-A’la (salah seorang imam qiraat), Asim bin Jahdari dan Yakkub bin Al-Hadrami. Di Syam tercatat juga nama-nama yang masyhur .diantaranya Abdullah bin Amir (salah seorang imam qiraat), Atiyah bin Qais Al-Kilabi, Ismail bin Abdullah bin Muhajir, Yahya bin Haris dan Syuraikh bin Yazid Al-Hadrami.
Melalui perkembangan ilmu qiraat yang pesat, lahirlah berbagai bentuk bacaan yang semuanya bersumber dari Rasulullah SAW. Hal ini karena pemahaman mereka yang berbeda dalam memahami maksud Rasulullah SAW yang mengatakan Al-Quran itu diturunkan dalam tujuh huruf. Oleh karena itu masing-masing pembawa qiraat mendakwa qiraatnya berasal dari Rasulullah SAW, Hingga di masa itu, belum dirumuskan dan belum dipastikan bacaan mana yang betul-betul dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu, para ulama merumuskan tiga syarat bagi setiap qiraat yang dianggap betul dari Rasulullah SAW:
1. Sanadnya Sahih – maksudnya, suatu bacaan dianggap sahih sanadnya apabila bacaan itu diterima darisalah seorang imam atau guru yang masyhur, tertib, tidak ada cacat dan sanadnya bersambung hingga kepada Rasulullah SAW.
2. Sesuai Dengan Rasm ‘Usmani – maksudnya, suatu qiraat dianggap sahih apabila sesuai dengan salah satu Mashaf ‘Usmani ( yang berjumlah 6 ) yang dikirimkan ke bnerbagai wilayah Islam kerana ia mencakup sab’atu ahruf.
3. Sesuai dengan tata bahasa Arab – Tapi syarat terakhir ini tidak berlaku sepenuhnya, sebab ada sebagian bacaan yang tidak sesuai dengan tata bahasa Arab, namun karena sanadnya sahih dan mutawatir maka qiraatnya dianggap sahih.
Ilmu qiraat semakin maju sejajar dengan ilmu-ilmu lain disebabkan perkembangan dunia pada umumnya dan dunia Islam khususnya . Ilmu-ilmu yang dulunya diwarisi secara mulut ke mulut mulai dibukukan untuk menjadi kajian bagi generasi mendatang. begitu juga ilmu qiraat mulai ditulis dan dibukukan. Sejarah mencatat Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam, Abu Khatim As-Sajistani, Abu Jaafar At-Tabari dan Ismail Al-Qadhi termasuk diantara para ulama qiraat yang mula-mula merintis pembukuan ilmu Qiraat Al-Quran.
Melalui pembukuan tersebut, para ilmuwan kemudian mulai membuat kajian dan meringkas pembukuan ilmu qiraat untuk lebih diminati orang banyak. Di antara mereka ada yang menyusunnya dalam bentuk prosa dan ada pula yang berbentuk syair agar mudah dihafal. Orang yang termasuk dalam kriteria tersebut diantaranya ialah Imam Ad-Dani dan Al-Syatibi.
1. Sanadnya Sahih – maksudnya, suatu bacaan dianggap sahih sanadnya apabila bacaan itu diterima darisalah seorang imam atau guru yang masyhur, tertib, tidak ada cacat dan sanadnya bersambung hingga kepada Rasulullah SAW.
2. Sesuai Dengan Rasm ‘Usmani – maksudnya, suatu qiraat dianggap sahih apabila sesuai dengan salah satu Mashaf ‘Usmani ( yang berjumlah 6 ) yang dikirimkan ke bnerbagai wilayah Islam kerana ia mencakup sab’atu ahruf.
3. Sesuai dengan tata bahasa Arab – Tapi syarat terakhir ini tidak berlaku sepenuhnya, sebab ada sebagian bacaan yang tidak sesuai dengan tata bahasa Arab, namun karena sanadnya sahih dan mutawatir maka qiraatnya dianggap sahih.
Ilmu qiraat semakin maju sejajar dengan ilmu-ilmu lain disebabkan perkembangan dunia pada umumnya dan dunia Islam khususnya . Ilmu-ilmu yang dulunya diwarisi secara mulut ke mulut mulai dibukukan untuk menjadi kajian bagi generasi mendatang. begitu juga ilmu qiraat mulai ditulis dan dibukukan. Sejarah mencatat Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam, Abu Khatim As-Sajistani, Abu Jaafar At-Tabari dan Ismail Al-Qadhi termasuk diantara para ulama qiraat yang mula-mula merintis pembukuan ilmu Qiraat Al-Quran.
Melalui pembukuan tersebut, para ilmuwan kemudian mulai membuat kajian dan meringkas pembukuan ilmu qiraat untuk lebih diminati orang banyak. Di antara mereka ada yang menyusunnya dalam bentuk prosa dan ada pula yang berbentuk syair agar mudah dihafal. Orang yang termasuk dalam kriteria tersebut diantaranya ialah Imam Ad-Dani dan Al-Syatibi.
Pada peringkat awal pembukuan ilmu qiraat yang dirintis oleh Ibnu Ubaid Al-Qasim, Abu Khatim As-Sajistani, Abu Ja’afar dan para imam tersebut di atas, istilah qiraat tujuh belum timbul. Pada peringkat ini, mereka hanya mengangkat sejumlah qiraat yang banyak ke dalam karangan ­ mereka. Hanya pada abad kedua Hijrah orang mulai tertarik kepada qiraat atau bacaan beberapa imam yang mereka kenali. Umpamanya di Basrah orang tertarik terhadap qiraat Imam ‘Amr bin Yakkub. Sementara di Kufah, orang ramai tertarik pada bacaan Hamzah dan ‘Asim. Di Syam orang tertarik pada qiraat Ibnu ‘Amir. Di Mekah orang2 tertarik pada qiraat Ibnu Kasir begitu juga di Madinah orang tertarik pada qiraat Imam Nafi’.
Di penghujung abad ketiga Hijrah, Ibnu Mujahid mencetuskan istilah Qiraah Sab’ah atau Qiraat Tujuh, dimaksudkan kepada tujuh macam qiraat yang dipopularkan oleh tujuh ( diatas )imam qiraat tersebut. Namun Ibnu Mujahid tidak memasukkan Imam Yakkub ke dalam nama para Imam yang tujuh. Sebagai pelengkapnya, beliau memasukkan ‘Ali Kisa’i yang yaitu salah seorang pakar qiraat dari Kufah untuk menggantikan nama Yakkub. Maka dari situlah bermulanya muncul sebutan Qiraat Sab’ah.
LAlu kenapa hanya sebatas pada 7 imam ? Padahal selain mereka itu masih banyak lagi imam qiraat yang setaraf dengan mereka. Jawaban Menurut Al-Makki, itu karena sanad Imam-imam tersebut ( yang selain imam 7 )terlalu panjang hingga mengurangi minat orang yang ingin belajar qiraat. Oleh karena itu, (para perawi) mulai membatasi diri hanya pada qiraat yang sesuai dengan mashaf yang mudah dihafal dan mudah menurut bacaan Al-Quran. Di samping itu ,para imam 7 tadi adalah termasuk orang2 yang bisa dipercaya, jujur, dan sudah lama dalam menekuni ilmu qiraat dan qiraatnya pun disepakati untuk dijadikan rujukan. Tapi Walau demikian, mereka tidak meninggalkan periwayat yang selain tujuh imam qiraat tadi, seperti qiraat Yakkub, qiraat Abu Ja’afar, qiraat Syaibah dan lain-lain. Periwayat-periwayat imam tujuh yang masyhur
ialah:
Qalun dan Warsy, meriwayatkan daripada Imam Nafi.’
Qambul dan Al-Bazzi, meriwayatkan qiraat daripada Ibnu Kasir.
Ad-Duri dan Susi, meriwayatkan qiraat dari Imam Abu Amr.
Syukbah dan Hafas, meriwayatkan qiraat dari Imam Asim.
Kholafi dan Khollad, meriwayatkan qiraat dari Imam Hamzah.
Hisyam dan Dzakwan, meriwayatkan qiraat dari Imam Ibnu Amir.
Abdul Haris dan Duri meriwayatkan qiraat dari Imam Ali Kisa’i.
Demikianlah sekilas gambaran yang sangat singkat tentang apa itu ‘ilmu qiraat.
Semoga bermanfaat Amin

Tiada ulasan:

Catat Ulasan