بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Sabda
Nabi SAW "Jika kamu semua melihat Panji-panji Hitam datang dari arah
Khurasan, maka sambutlah ia walaupun kamu terpaksa merangkak di atas
salji. Sesungguhnya di tengah-tengah panji-panji itu ada Khalifah Allah
yang mendapat petunjuk ". Maksudnya ialah al-Mahdi. (Ibn Majah, Abu
Nuaim & Al-Hakim) Nama
wilayah ini selama kekhalifahan pada 750 CE. Khurasan adalah bagian
dari Persia (dalam kekuningan ). Di sebelah timur adalah Hind (Sind),
yang terhubung budaya sebagian besar dengan India (Hindustan). Nama
“Khorasan” berasal dari Persia Tengah khor (berarti “matahari”) dan
asan (atau ayan secara harfiah berarti “datang” atau “datang” atau “akan
datang”), maka berarti “tanah di mana matahari terbit”. Hadits
Rasullah SAW mengenai pemuda ini diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa
pada suatu hari Rasulullah SAW, sambil memegang tangan Saidina Ali RA,
beliau bersabda : “Akan keluar dari sulbi ini seorang pemuda yang
memenuhi bumi ini dengan keadilan. Maka apabila kamu menyakini demikian
itu hendaklah bersama Pemuda Bani Tamim itu. Sesungguhnya dia datang
dari sebelah Timur dan dialah pemegang panji-panji Al Mahdi.” (Hadis
riwayat At Tabrani).
Adakah di Malaysia..berdasarkn geografi bumi
malaysia ditengah2 antara benua2 seperti tulang sulbi manusia dn tanah
islam paling timur...
Shahîh Muslim dan Shahîh Bukhari dan Hadis-hadis tentang Imam Mahdi
Penting kiranya untuk menegaskan bahwa apabila hadis-hadis tentang Imam
Mahdi tidak dicatat oleh Bukhari dan Muslim, ini tidak berarti bahwa
hadis-hadis tadi lemah dalam periwayatannya. Bagaimanapun, dua penyusun
kitab hadis ini tidak berniat menjelaskan semua hadis yang ada. Menurut
Baihaqi, Muslim dan Bukhari tidak berniat untuk meneliti seluruh hadis.
Keterangan itu dibuktikan dengan lampiran berbagai hadis yang dicatat
oleh Bukhari dan yang tidak termasuk dalam koleksi Muslim. Pada saat
yang sama, ada sejumlah hadis dalam Shahîh-nya Muslim tidak ditemukan
dalam susunannya Bukhari.35
Ketika Muslim mengklaim telah mencatat hadis-hadis autentik saja dalam
kompilasinya, demikian pula Abu Dawud dalam koleksinya. Fakta belakangan
ini dicermati oleh Abu Bakr bin Dasa yang mendengar Abu Dawud berkata:
"Aku telah mencatat 4800 hadis dalam susunanku yang semuanya itu bisa
dipercaya atau hampir bisa dipercaya." Begitu pula, Abu ash-Shabah
mendapatkan laporan bahwa Abu Dawud membuat klaim yang sama perihal
hadis-hadis dalam kompilasinya, Sunan, yang menambahkan jika ia
mencantumkan hadis lemah yang ia nyatakan jelas. "Dengan demikian,
setiap hadis yang tentangnya aku belum berkomentar, harus dianggap
sebagai bisa dipercaya." Pendapat yang sama positifnya tentang Sunan Abu
Dawud disampaikan dari Khathabi dalam pengantar kepada edisinya yang
sekarang oleh Sa`ati.36 Ringkasnya, hadis-hadis dalam Muslim dan Bukhari
keandalannya tidak berbeda dari hadis-hadis yang dicatat oleh
sumber-sumber lain dari Shahîh. Apa yang penting adalah bahwa para
perawi hadis harus ditilik untuk membangun kredibilitas mereka atau
kurang darinya.
Tentu saja, Shahîh Muslim dan Bukhari, yang otoritasnya diakui semua
kaum Sunni, tidak sepenuhnya mengabaikan hadis-hadis tentang al-Mahdi,
kendati istilah mahdi tidak digunakan untuk mengungkapkan keyakinan ini
di tengah kaum Muslimin. Berikut ini salah satu hadis yang dimaksud:
Dilaporkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw berkata: "Apa reaksimu
ketika putra Maryam turun dan Imam engkau berada di antara kalian
sendiri?"37
Ada pula sejumlah hadis lain perihal tema yang sama dalam dua kompilasi
ini. Penting dicamkan bahwa Ibn Khaldun secara total tidak mengingkari
semua hadis tentang Al-Mahdi, atau ia tidak mengklaim bahwa ia tidak
menerima hadis-hadis tersebut. Konteks penilaian Ibn Khaldun ihwal
seluruh hadis itu tersimpul dalam pernyataan pembukaannya dalam bagian
ini ketika ia mengatakan :
Telah dikenal (dan pada umumnya diterima) oleh segenap kaum Muslimin di
sepanjang zaman, bahwa di akhir zaman seorang lelaki dari keluarga Nabi
akan muncul tanpa cela, yang akan memperkuat Islam dan menegakkan
keadilan. Kaum Muslim akan mengikutinya, dan ia akan memerintah seluruh
kaum Muslimin. Ia digelari al-Mahdi.
Jelaslah, secara singkat ia mengakui bahwa kepercayaan akan Mahdi yang
dinanti-nanti merupakan kepercayaan lazim di kalangan Muslimin. Bahkan,
setelah penilaian kritisnya akan hadis-hadis tersebut dan para
perawinya, ia menyimpulkan pembahasan tersebut dengan kata-kata berikut:
Ini merupakan situasi dari hadis-hadis tentang Mahdi yang ditunggu.
Telah terlihat dalam buku-buku bahwa, dengan beberapa pengecualian,
sebagian besar hadis tersebut dianggap sebagai tidak bisa dipercaya.38

Oleh karenanya, bahkan dalam noktah ini ia tidak menolak semua hadis
terkait. Sebaliknya, sebagaimana pengakuannya, sebagian dari hadis
tersebut adalah autentik.
Selain itu, adalah relevan untuk menunjukkan bahwa hadis-hadis tentang
topik al-Mahdi tidak hanya dibatasi kepada yang disebutkan dan dinilai
secara kritis oleh Ibn Khaldun. Sebaliknya, kebanyakan kitab hadis, baik
dari kalangan Sunnah maupun Syi` ah, menyampaikan hadis-hadis dalam
suatu rantai periwayatan yang tidak terputus yang sebenarnya mendekati
kepada keabsahannya sebagai hadis yang bisa dipercaya. Seandainya Ibn
Khaldun mengetahui tentang keberadaan semua hadis ini, niscaya ia
mengakui keyakinan terhadap al-Mahdi begitu berurat-berakar dalam ajaran
Islam.
Untuk menyimpulkan diskusi ini, kami bisa mengatakan bahwa adalah keliru
mempertahankan, sebagaimana sebagian ulama melakukannya, bahwa Ibn
Khaldun menolak hadis-hadis tentang al-Mahdi. Sebaliknya, adalah para
pengarang tersebut yang telah menyandarkan pendapat semacam itu kepada
Ibn Khaldun .
Pendapat-pendapat Lain dari Ibn Khaldun
Ibn Khaldun menyimpulkan bagian hadis-hadis menyangkut Imam Mahdi sebagai berikut:
Kebenaran yang orang harus ketahui adalah bahwa tidak ada agama ataupun
kekuatan propaganda politik yang berhasil, kecuali jika kekuatan atau
perasaan kelompok muncul untuk mendukung aspirasi-aspirasi religius dan
politik dan membelanya dengan melawan mereka yang menolaknya, dan sampai
kehendak Allah mengenai mereka terjelma.
Kami telah meyakini hal ini sebelumnya, dengan argumen-argumen rasional
yang kami sajikan kepada pembaca. Perasaan kekelompokan di antara
keturunan Fathimiyyah dan Thalibiyyah, sebenarnya, di seluruh kaum
Quraisy, telah pudar di mana-mana. Satu-satunya pengecualian adalah
sisa-sisa dari Thalibiyyah?Hasaniyyah, Husainiyyah, dan Ja'fariyyah?yang
tinggal di Hijaz, Makkah, al-Yanbu', dan Madinah. Mereka tersebar di
kawasan-kawasan ini dan menguasainya. Mereka tergolong kelompok Badui.
Mereka bermukim dan memerintah di berbagai tempat dan memegang pendapat
yang berlawanan. Jumlah mereka ribuan. Apabila memang benar bahwa
seorang Mahdi akan muncul, hanya ada satu cara bagi propagandanya untuk
muncul.
Ia pasti termasuk salah satu di antara mereka, dan Allah harus
mempersatukan mereka dengan tujuan agar mengikuti al-Mahdi, sampai ia
mengumpulkan cukup kekuatan dan ikatan kelompok untuk meraih
keberhasilan karena kehadirannya dan menggerakkan orang-orang untuk
mendukungnya. Alternatif lain?semisal seorang keturunan Fathimiyyah yang
melakukan propaganda (kehadiran al-Mahdi) di kalangan manusia di
mana-mana, tanpa dukungan ikatan kekelompokan dan kekuatan, dengan
semata-mata bersandar pada hubungannya dengan keluarga Muhammad
saw?tidak mungkin atau berhasil, lantaran alasan-alasan baik yang telah
kami sebutkan sebelumnya.39
Dalam menjawab penegasan oleh Ibn Khaldun ini, harus dicatat bahwa tak
syak lagi siapapun yang ingin memberontak dan memperoleh kekuasaan guna
membangun sebuah pemerintahan harus mendapatkan dukungan mutlak dari
para pengikutnya untuk mencapai tujuan tersebut. Syarat-syarat yang sama
mesti dipenuhi dalam kasus al-Mahdi yang ditunggu dan revolusi
universalnya. Akan tetapi, tidak penting kiranya untuk mensyaratkan
bahwa para pendukungnya berasal dari keturunan Ali dan suku Quraisy.
Alasannya, apabila pemerintahan dan kepemimpinan didasarkan pada etnis
dan ikatan kekelompokan, maka dukungan harus timbul dari ikatan
tersebut. Bahkan, ini akan menjadi alasan untuk mendukungnya secara
mutlak.
Tentu saja ini benar dalam kasus kelompok-kelompok etnis dan
dinasti-dinasti yang muncul demi kekuasaan melalui makna kesetiaan dan
solidaritas ini. Galibnya, sebuah pemerintahan yang berkuasa melalui
arti ikatan kekelompokan yang spesifik dan terbatas pada dasarnya
tergantung pada kelompok-kelompok pendukung yang spesifik dan terbatas.
Ini benar dalam semua kasus kebangsaan, etnis, dan negara-negara
ideologis.
Akan tetapi, jika sebuah pemerintahan yang diasaskan pada program yang
spesifik, maka ia harus mendapatkan dukungan dari mereka yang
menyepakatinya.
Dan tatanan ini bisa berjaya hanya jika suatu kelompok mengakui nilai
dari program itu dan berkeinginan untuk menerapkannya dengan mendukung
kepemimpinan yang diakuinya. Program revolusioner al-Mahdi tergolong
pada jenis ini. Program al-Mahdi berwatak universal secara mendalam.
Program itu bertujuan agar manusia, yang dikemudikan pada bentuk
materialisme yang ekstrem dan berlawanan dengan perintah-perintah
samawi, merespon sistem yang diperintahkan Ilahi yang bersandar pada
tujuan-tujuan moral dan spiritual.
Ia bermaksud memecahkan masalah-masalah yang menghadang manusia dengan
menguraikan ikatan-ikatan dengan sedemikian cara untuk menghilangkan
berbagai akar konflik di masyarakat. Ia ingin mempersatukan manusia di
bawah panji tauhid, ketundukan universal, dan penghambaan kepada Tuhan.
Program seperti itu, jika diterapkan, akan mengakhiri tirani dan
kelaliman serta menebarkan perdamaian melalui keadilan ke seluruh dunia.
Untuk mencapai tujuan universal ini, tidaklah cukup bersandar pada
kepemimpinan keturunan Ali, yang tersebar luas di Hijaz, dan
mengharapkan bahwa sentimen kelompok tersebut akan membantu al-Mahdi
mencapai tujuan universalnya. Dalam hal ini, sudah barang tentu,
penduduk di seluruh dunia perlu mempersiapkan diri mereka guna menjawab
seruan al-Mahdi.
Selain dukungan Ilahi terhadap program ini, kemenangan Imam Mahdi
tergantung pada kelompok masyarakat yang besar dan serius, yang?dengan
menyadari kebaikan-kebaikan sistem yang diatur Tuhan?secara serius ingin
menyaksikan sebuah tatanan diwujudkan. Bahkan, mereka sanggup
mengorbankan nyawa mereka demi tujuan tersebut.
Pada gilirannya, jika orang-orang menyaksikan seorang pemimpin maksum
dan tak diragukan yang punya akses kepada rencana Ilahi untuk manusia
dan memiliki dukungan Ilahi atas programnya, mereka tidak ragu-ragu
membantunya dalam menegakkan tatanan kemasyarakatan yang ideal. Kendati
ini menuntut pengorbanan nyawa dan kehidupan mereka.
Keberadaan al-Mahdi adalah Niscaya
Ada berbagai hadis tentang al-Mahdi yang diriwayatkan dari sumber-sumber
Sunni dan Syi`i. Penjelasan dari semua kandungan hadis ini membuktikan
bahwa tema kemunculan al-Mahdi dan al-Qâ` im di masa depan merupakan
ajaran kokoh selama masa hidup Nabi saw. Masyarakat mengharapkan adanya
seseorang yang akan mentahbiskan dirinya untuk menegakkan kebenaran dan
menyebarkan penyembahan kepada Allah semata. Bahkan mereka berharap
orang itu mengemban tanggung jawab menyucikan dunia dan melembagakan
keadilan.
Kepercayaan itu begitu luas tersebar di kalangan masyarakat yang telah
membenarkannya secara prinsip yang mereka berperan serta dengan
membahasnya secara terperinci. Kadang-kadang mereka bertanya: "Dari
keluarga manakah al-Mahdi akan muncul?" Kala lain, mereka ingin tahu
nama dan julukannya. Masih di saat lain mereka ingin tahu tentang
revolusinya dan menanyakan tentang tanda-tanda kemunculannya.
Mereka pun ingin mengetahui apakah al-Mahdi dan al-Qâ` im adalah
orangnya itu-itu juga. Mereka diceritakan perihal kegaiban Imam Mahdi
dan ingin memahami alasan-alasannya dan tanggung jawab para pengikutnya
selama ia gaib. Nabi saw pun, dari waktu ke waktu, selalu memberitahu
manusia tentang eksistensi al-Mahdi. Beliau bersabda kepada mereka:
"Al-Mahdi berasal dari keturunanku. Ia dari keturunan Fathimah, dari
keturunan Husain." Pada waktu lain, beliau menyebut nama dan gelarnya
dan menginformasikan ihwal tanda-tanda kemunculan kembali dan
masalah-masalah terkait lainnya.
Pembahasan Di Kalangan Para Sahabat dan Generasi Berikutnya
Setelah mangkatnya Nabi saw kisah kemunculan Imam Mahdi acap kali
terdengar di kalangan para sahabat Nabi terkemuka dan generasi
berikutnya. Persoalan tersebut termasuk kebenaran-kebenaran agama dan
dianggap sebagai salah satu peristiwa masa depan yang pasti. Berikut ini
beberapa contoh:
Abu Hurairah berkata: "Orang-orang akan menyerahkan bai`at kepada
al-Mahdi di antara rukn dan maqâm."40 Ibn Abbas diriwayatkan telah
berkata kepada Mu`awiyah bahwa seorang dari keturunan Nabi saw akan
berkuasa selama empat puluh tahun di akhir zaman. Pada kesempatan lain,
seorang lelaki meminta kepada Ibn Abbas untuk memberitahunya tentang
al-Mahdi. Ia berkata: "Aku harap menjelang masa depan seorang lelaki
muda dari keluarga kami (Bani Hasyim) akan muncul untuk mengakhiri
pertikaian dan hasutan sosial."41 Ibn Abbas juga menyatakan keturunan
Nabi saw berasal dari anak-anak Fathimah.
Menurut sahabat Nabi terkenal lainnya, Ammar bin Yasir: "Ketika al-Nafs
al-Zakiyyah terbunuh, seorang penyeru dari langit akan berkata:
'Pemimpin kalian si anu'. Setelah itu, al-Mahdi akan bangkit dan
memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."42
Abdullah bin Umar menyebut nama al-Mahdi di hadapan seorang Arab yang
berkata: Mahdi adalah Mu`awiyah bin Abu Sufyan. Abdullah menukas: "Itu
tidak benar. Mahdi adalah orang yang dimakmumi Nabi Isa as ketika
shalat."43
Umar bin Qais bertanya kepada Mujahid apakah dia mengetahui sesuatu
tentang al-Mahdi, karena ia tidak percaya akan perkataan kaum Syi`ah
tentang al-Mahdi. Mujahid menjawab: "Ya, benar. Salah seorang sahabat
Nabi saw mengatakan kepadaku bahwa al- Mahdi tidak akan muncul sampai
saat al-Nafs al-Zakiyyah terbunuh. Pada saat itu, ia akan memegang
komando dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."44
Putri Nufail Umairah meriwayatkan bahwa ia mendengar putri Hasan bin Ali
berkata: "Perkara yang kalian tunggu tidak akan terjadi hingga di
antara kalian berusaha untuk memisahkan diri mereka dari yang lain dan
saling melaknat."45 Penulis Al-Maqâtil ath-Thâlibiyîn Abu al-Faraj
al-Isfahani menulis bahwa Fathimah, putri Husain bin Ali, biasa membantu
dalam persalinan sebagai relawan bagi wanita Bani Hasyim. Putranya
selalu menghalangi seraya berkata: "Kami khawatir Anda akan dianggap
sebagai bidan profesional." Sebagai jawabannya, ia menjawab: "Aku tengah
menanti seseorang. Segera ia lahir, aku akan berhenti membantu
persalinan."46
Qatadah bertanya kepada Ibn Musayyib: "Benarkah keberadaan al-Mahdi
itu?" Ia menjawab: "Ya. Ia anggota suku Quraisy dari keturunan
Fathimah." Hadis sejenis dilaporkan dari ulama kesohor az-Zuhri, yang
meriwayatkan bahwa al-Mahdi berasal dari keturunan Fathimah. Abu
al-Faraj melaporkan suatu kejadian saat Walid bin Muhammad bersama
az-Zuhri dan sebuah teriakan terdengar. Az-Zuhri meminta Walid untuk
mencari sumber kejadian.
Setelah ditemukan sumbernya Walid melaporkan: "Zaid bin Ali terbunuh dan
kepalanya terpenggal." Az-Zuhri kaget dan berkata: "Mengapa keluarga
ini terburu-buru? Terburu-buru telah menghancurkan jumlah mereka." Walid
bertanya: "Akankah mereka meraih kekuasaan?" Ia menjawab: "Ya, karena
Husain bin Ali meriwayatkan kepadaku berdasarkan otoritas ayahnya yang
mendengar hal ini dari Fathimah, putri Nabi saw, yang mendengar Nabi
berkata kepadanya:
'Al-Mahdi adalah keturunanmu.'" Di tempat lain, Abu al-Faraj melaporkan
sebuah hadis dari Muslim bin Qutaibah yang berkata: "Suatu hari aku
mengunjungi Manshur, khalifah Abbasiyyah. Ia berkata: 'Muhammad bin
Abdullah telah memberontak dan mengumumkan bahwa ia adalah al-Mahdi.
Demi Allah, ia bukanlah al-Mahdi. Mari kukatakan kepada Anda sesuatu.
Aku belum mengatakan atau aku tidak akan mengatakan hal ini kepada
siapapun selain Anda. Putraku Mahdi bukanlah orang yang disebutkan dalam
hadis. Saya menamainya Mahdi sebagai tanda kebaikan."47
Sumber lain yang menyebutkan hadis-hadis ini sebagai berikut:
Ibn Sirrin biasa berkata bahwa Mahdi yang dijanjikan berasal dari umat
ini. Dialah yang memimpin Nabi Isa dalam shalat.48 Di tempat lain, ia
melaporkan sebuah hadis dari Abdullah bin Harits. Ia berkata: "Al-Mahdi
akan bangkit pada usia empat puluh dan akan menyerupai Bani Israel."
Suatu versi dari hadis ini dilaporkan oleh Arthat yang berkata bahwa
al-Mahdi akan bangkit pada usia dua puluh tahun. Hadis lain dalam bagian
yang sama menerangkan alasan dinamakan al-Mahdi. Ka`ab berkata: "Dia
dinamai al-Mahdi karena ia akan dibimbing ke persoalan-persoalan gaib."
Abdullah bin Syuraik meriwayatkan bahwa ajaran Nabi saw sama dengan
al-Mahdi.49
Ibn Sirrin mencatat beberapa hadis lain yang membicarakan tugas
al-Mahdi. Salah satunya dilaporkan dari Hakam bin Uyainah yang
mengatakan bahwa perawi bertanya kepada Muhammad bin Ali al-Baqir:
Kami telah mendengar salah seorang di antara Ahlulbait Anda akan muncul
dan menegakkan keadilan dan persamaan. Apakah ini benar? Beliau
menjawab:
"Kami juga tengah menantikan kemunculannya dan senantiasa berharap ."
Dalam hadis lain, Salmah bin Zafar meriwayatkan:
Suatu hari orang-orang membicarakan tentang kemunculan al-Mahdi di depan
Hudzaifah. Hudzaifah berkata: "Apabila Mahdi telah muncul ketika kalian
hidup dekat dengan zaman Nabi saw, dan ketika para sahabat beliau hidup
di tengah-tengah kalian, maka kalian sungguh-sungguh beruntung. Akan
tetapi, ini tidak demikian. Al-Mahdi tidak akan muncul hingga manusia
diliputi oleh penindasan dan tirani, dan tak seorang yang lebih dicintai
dan dibutuhkan ketimbang dia."50
Masyarakat begitu mengetahui ciri-ciri al-Mahdi sehingga Jarir, penyair
Arab, membacakan bait-bait syairnya di depan khalifah Umayyah Umar bin
Abdul Aziz yang isinya membandingkan antara sang khalifah dan al-Mahdi
masa depan :
Kehadiranmu adalah rahmat. Perangaimu adalah perangai Mahdi. Engkau
memerangi nafsumu yang rendah, dan engkau menghabiskan malam dengan
membaca al-Quran.51
Muhammad bin Ja'far melaporkan bahwa suatu kali ia menceritakan
kesengsaraannya kepada Malik bin Anas. Ia berkata: "Tunggulah sampai
signifikansi dari ayat al-Quran: 'Dan Kami hendak memberi karunia kepada
orang-orang yang tertindas di muka bumi ( Mesir) itu dan hendak
menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang
mewarisi (bumi) (QS al-Qashash [28]: 5)' menjadi terwujud."52
Manusia Menantikan Kemunculan al-Mahdi
Dari semua rujukan kepada al-Mahdi dan kemunculannya dalam berbagai
sumber, jelaslah bahwa semua manusia tengah menantikan kemunculan
al-Mahdi sejak hari-hari pertama Islam dan sesungguhnya menghitung
hari-hari tersebut hingga terjadinya peristiwa itu. Mereka mengakui
lembaga pemerintahan yang absah melalui kemunculannya adalah pasti.
Harapan ini beroleh kekuatannya selama masa-masa kekacauan politik dan
kondisi-kondisi sosial yang buruk. Orang-orang berharap kemunculan itu
akan terjadi dengan segera. Dalam berbagai kejadian, mereka tunduk pada
pengklaim palsu atau mengakui beberapa orang sebagai Mahdi sejati yang
dijanjikan. Mereka itu adalah:
(1) Muhammad bin Hanafiyyah
Karena ia memiliki nama dan julukan yang sama dengan Nabi, sekelompok
orang percaya bahwa dirinya adalah Mahdi. Menurut ath-Thabari, ketika
Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafi hendak memberontak melawan Bani
Ummayah dan menuntut balas kepada mereka yang telah membunuh cucu Nabi,
Husain bin Ali, ia menyandarkan Mahdiisme kepada Muhammad bin
Hanafiyyah. Dan ia mengklaim sebagai wakil dan dutanya serta
memperlihatkan surat-surat yang telah ia bawa bersamanya kepada
orang-orang.53
Ibn Sa'd menceritakan kepada kami bahwa apabila orang-orang ingin
menyalami Ibn Hanafiyyah, mereka biasanya akan berkata kepadanya: "Salam
atas Anda, wahai Mahdi!" Dan ia menjawab: "Ya, aku memang Mahdi, dan
aku akan membimbingmu ke jalan yang lurus dan sejahtera. Namaku sama
dengan nama Nabi, dan julukanku sama dengan julukannya. Setiap kali Anda
ingin menyapaku, katakanlah: 'Salam atas kalian, wahai Muhammad; salam
atasmu wahai Abu al-Qasim!"54
Riwayat ini dan riwayat yang sejenis lainnya menunjukkan bahwa salah
satu tanda dari kemunculan Mahdi yang dijanjikan adalah perpaduan nama
Nabi dan julukannya bagi seseorang. Ini merupakan alasan Ibn Hanafiyyah
membuat rujukan kepada fakta ini bagi dirinya sendiri. Akan tetapi,
penelitian yang cermat atas sumber-sumber historis menyingkapkan bahwa
bukan Ibn Hanafiyyah yang melakukan klaim seperti itu untuk dirinya.
Adalah pihak lain, seperti Mukhtar, yang mengenalkannya demikian.
Di pihaknya sendiri, terkadang Ibn Hanafiyyah menjaga rahasia tentang
masalah itu, yakni pembenaran pengakuan klaim Mahdi kepadanya. Kebijakan
ini mungkin disusul dengan ha44rapan bahwa para pembunuh dalam
peristiwa Karbala akan dihukum dan kepemimpinan Islam akan kembali
kepada pemangkunya yang sah. Hal ini didukung riwayat lain yang di
dalamnya Ibn Hanafiyyah mengatakan kepada orang-orang: "Ketahuilah,
orang yang berhak memiliki pemerintahan, yang akan tegak ketika Allah
menghendakinya. Siapapun yang menyaksikannya akan beruntung dan siapapun
yang mati sebelumnya akan menikmati rahmat Allah di akhirat."55
Muhammad bin Hanafiyyah, dalam sebuah khutbah yang ia sampaikan di
hadapan 7000 orang, berkata: "Kalian telah terburu-buru dalam masalah
ini. Bagaimanapun, di tengah-tengah keturunan kalian terdapat
orang-orang yang, dengan pertolongan keluarga Nabi, akan memerangi
musuh-musuh Allah. Pemerintahan keluarga Nabi tidak tersembunyi dari
siapapun. Akan tetapi, perwujudannya akan memakan waktu. Saya menyatakan
sungguh-sungguh dengan nama Yang Mahaesa yang jiwa Muhammad di
tangan-Nya, pemerintahan akan kembali kepada keluarga Nabi."56
(2) Muhammad bin Abdullah bin Hasan :
Nama ini merupakan keturunan lain Nabi, yang orang ramai menganggapnya
sebagai al-Mahdi. Menurut Abu al-Faraj, ketika Muhammad bin Abdullah
lahir, keluarga Nabi saw bahagia dan menukil perkataan Nabi saw: "Nama
al-Mahdi adalah Muhammad." Dengan sendirinya, mereka berharap bahwa
Muhammad adalah Mahdi yang dijanjikan itu. Mereka amat menghormatinya.
Di dalam pertemuan-pertemuan, ia selalu disebut-sebut dan kaum Syi`ah
biasa saling memberi kabar gembira perihal kemunculannya di masa depan.
Di tempat lain, Abu al-Faraj melaporkan sebuah riwayat yang menyebutkan
bahwa ketika Muhammad bin Abdullah lahir, ia dinamai al-Mahdi dengan
harapan bahwa ia adalah Mahdi yang dijanjikan dalam sumber-sumber
sebelumnya. Akan tetapi, para pemimpin kaum Thalibiyyah lazim
menyebutnya an-Nafs az-Zakiyyah (Jiwa yang Suci) dan, senapas dengan
perintah Ilahi, ia terbunuh di Ihjar Zait. Salah seorang budak Abu
Ja'far al-Manshur meriwayatkan bahwa ia disuruh oleh al-Manshur untuk
pergi dan duduk dekat mimbar serta mendengar kuliah-kuliahnya. Suatu
saat ia mendengarnya berkata: "Jangan meragukan bahwa akulah Mahdi, dan
realitasnya juga begitu." Budak tadi melaporkan peristiwa itu kepada
khalifah yang lalu berkata: "Demi Allah, Muhammad berkata dusta. Yang
benar, Mahdi yang dijanjikan itu adalah putraku."57
Salmah bin Aslam menggubah bait-bait tentang Muhammad bin Abdullah yang
di dalamnya ia mengatakan: "Bahwasanya yang dilaporkan dalam hadis-hadis
akan terwujud tatkala Muhammad bin Abdullah muncul di tengah-tengah
orang dan mengemban tanggung jawab itu di tangannya. Muhammad memiliki
sebuah cincin istimewa, yang Allah tidak memberikannya kepada siapapun
selainnya. Ada tanda-tanda kesalehan dan kebaikan dalam dirinya. Kita
harap Muhammad adalah Imam yang melaluinya rahmat eksistensi al-Quran
akan memunculkan kehidupan lagi. Bahkan, melalui eksistensinya Islam
bangkit dan diperbarui, dan anak-anak yatim yang miskin serta
keluarga-keluarga fakir akan hidup kembali dalam kemakmuran. Ia akan
memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi
dengan kerusakan. Dan harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi kita akan
terpenuhi."58
Fuqaha Madinah dan Hadis-hadis Mahdi
Ketika Muhammad bin Abdullah memberontak, salah seorang fukaha Madinah
dengan nama Muhammad bin Ajlan juga bangkit bersamanya. Setelah ia
terbunuh, Ja'far bin Sulaiman, Gubernur Madinah, memanggil Muhammad bin
Ajlan dan bertanya kepadanya: "Mengapa Anda bangkit bersama pembohong
itu?" Kemudian ia meminta tangannya untuk dipotong. Fukaha lain yang
hadir di pengadilan itu pada saat itu menengahi atas namanya, menekankan
bahwa Muhammad bin Ajlan adalah seorang faqih Madinah yang takwa dan
telah mengakui secara keliru Muhammad bin Abdullah sebagai Mahdi yang
dijanjikan dalam hadis-hadis.59
Faqih tersohor lainnya dan ulama hadis terkemuka, Abdullah bin Ja'far
juga berjuang bersama Muhammad bin Abdullah. Ketika yang belakangan
terbunuh, ia kabur dari Madinah dan tetap dalam persembunyian sampai ia
diberi amnesti. Suatu hari gubernur Madinah melewatinya dan menanyakan
kepadanya alasan mengapa ia berjuang dengan Muhammad bin Abdullah,
meskipun pelajarannya terkait di bidang fiqih dan hadis-hadis. Ia
menjawab: "Alasanku mendukung dan bekerja sama dengannya adalah bahwa
saya percaya dialah Mahdi yang dijanjikan itu, yang tentangnya kita
telah diberi informasi dalam hadis-hadis. Aku tidak ragu Mahdiisme
Muhammad sampai aku melihatnya terbunuh. Pada saat itu, aku tahu ia
bukanlah Mahdi. Aku tidak akan jatuh kepada tipuan siapapun sejak
sekarang."60
Dari laporan-laporan semisal itu, terbukti bahwa topik Mahdiisme
tersebar luas sejak hari-hari pertama Islam, dekat dengan masa Nabi saw.
Ia diakui sebagai kebenaran agama yang mutlak dan orang-orang tengah
menantikan al-Mahdi. Oleh karenanya, orang-orang awam?yang mengetahui
sedikit tentang tanda-tanda kemunculan al-Mahdi dan yang
tertindas?percaya bahwa Muhammad bin Hanafiyyah dan Muhammad bin
Abdullah dan para penuntut lainnya adalah Mahdi yang dijanjikan. Akan
tetapi, para ulama dan mereka yang mengetahui betul tentang Ahlulbait,
termasuk ayah Muhammad sendiri, mengenal bahwa ia bukanlah Mahdi yang
dijanjikan.
Seorang lelaki mengunjungi Abdullah bin Hasan dan bertanya kepadanya
kapan putranya, Muhammad, akan bangkit. Ia menjawab: "Sepanjang aku
belum terbunuh, ia tidak akan bangkit." Orang itu mengeluh dan berkata:
"Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji' ûn. Jika Muhammad terbunuh, umat akan
runtuh." Abdullah berkata kepadanya: "Itu bukan masalah." Orang itu
meneruskan dan bertanya kapan Ibrahim akan bangkit. Ia menjawab:
"Sepanjang aku tidak terbunuh, ia tidak akan bangkit.
Dia juga akan terbunuh." Sekali lagi orang itu mengucapkan ayat yang
sama dan menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya telah mengambil jalan
kehancuran. Abdullah menjawab: "Tidak demikian. Sesungguhnya pemimpin
mereka, Mahdi yang dijanjikan, berusia dua puluh lima tahun. Dan pada
saat ia muncul, ia akan membunuh semua musuh." Ketika Marwan diberitahu
bahwa Muhammad bin Abdullah telah bangkit, ia berkata: "Baik dia ataupun
orang lain tidak punya garis keturunan (genealogi) dengan ayahnya dari
al-Mahdi yang dijanjikan.
Sebaliknya , ia putra dari seorang budak wanita. Setiap kali Imam Ja'far
ash-Shadiq as melihat Muhammad bin Abdullah, ia menangis dan berkata:
"Semoga nyawaku menjadi tebusannya. Orang-orang mengira bahwa ia adalah
Mahdi yang dijanjikan. Sebaliknya, ia akan terbunuh. Sesungguhnya,
namanya tidak disebutkan di antara para khalifah umat ini dalam kitab
Ali."61
Sekelompok orang duduk mengitari Muhammad bin Abdullah ketika Imam
ash-Shadiq as memasuki tempat itu. Semua orang berdiri dengan takzim.
Beliau menanyakan masalah yang dibicarakan. Mereka menjawab bahwa mereka
telah memutuskan untuk mem-bai`at Muhammad yang adalah al-Mahdi. Imam
as berkata: "Aku sarankan kepada kalian untuk tidak berbuat demikian,
lantaran waktu untuk kemunculan al-Mahdi belum tiba. Bahkan, Muhammad
ini bukanlah al-Mahdi."62
Syair Di'bil dan al-Mahdi
Ketika Di'bil bin Ali al-Khuza`i menyuguhkan bait-bait
terkenalnya di hadapan Imam ar-Ridha as, ia mengakhiri syairnya dengan
bait-bait berikut:
Tak syak lagi seorang Imam akan muncul?seorang Imam akan memerintah
Atas nama Allah dan rahmat [samawi]
Bait-bait ini memastikan kemunculan seorang imam yang akan memerintah
atas nama Allah dan dengan rahmat Ilahi sebagaimana dilantunkan Di'bil.
Mendengar ini, Imam ar-Ridha menangis dan berkata: "Malaikat rahmat
telah meletakkan kata-kata pada lisan Anda. Apakah Anda tahu Imam ini?"
Di'bil berkata: "Tidak.
Namun saya telah mendengar bahwa seorang imam di antara Anda [Ahlulbait]
akan bangkit dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."
Imam ar-Ridha as berkata: "Sepeninggalku, putraku Muhammad akan menjadi
Imam; setelahnya putranya Ali, menjadi Imam, dan setelah Ali, putranya,
Hasan, akan menjadi Imam. Setelah al-Hasan, putranya akan menjadi Hujjah
Allah dan al-Qâ` im, yang akan dinanti ketika ia dalam kegaiban. Dan
ketika ia muncul ia akan ditaati. Dialah salah seorang yang akan
memenuhi bumi ini dengan keadilan dan persamaan. Namun saat
kemunculannya tidak dipastikan. Akan tetapi, telah diriwayatkan oleh
datuk-datukku bahwa ia akan muncul secara tiba-tiba dan dalam waktu yang
singkat."63
CATATAN KAKI
1. Hadis itu dilaporkan dalam sebagian besar sumber-sumber Sunni. Akan
tetapi, di sini kami mengutip al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51,
hal.75, yang sebenarnya telah mengumpulkan riwayat-riwayat ini dari
berbagai sumber dalam satu tempat, sehingga menjadikannya tepat untuk
dirujuk. Lihat juga, Itsbât al-Hudât, jilid 1, hal.9.
2. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.74.
3. Ibid., hal.65; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.382.
4. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.73.
5. Ibid., jilid 51, hal.66.
6. Ibid., jilid 51, hal.84; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.191; Majma'
az-Zawa`id oleh Ali bin Abi Bakar Haitsami (edisi Kairo), jilid 7,
hal.317.
7. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.74; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.9.
8. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.75.
9. Ibid.,hal.73.
10. Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.531.
11. Ibid., 533.
12. Ibid., 526.
13. Hasan, Sa'd Muhammad, Al-Mahdiyyah fi al-Islâm (Kairo, 1373), hal.69; Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah (edisi Kairo), hal.311 .
14. Shâhih, jilid 9, hal.74; lihat juga: Syaikh Sulaiman, Yanabi
al-Mawaddah (edisi 1308 H), jilid 2, hal.180; Muhammad bin Yusuf
asy-Syafi`i, Al-Bayân fi Akhbâr Shahib az-Zaman (edisi Najaf), hal.57;
dan sumber-sumber Sunni lainnya.
15. Abu Dawud, Shâhih, jilid 5/207; lihat juga semua sumber yang
dikutipkan dalam catatan #2. Juga lihat, asy-Syablanji, Nûr al-Abshâr,
hal.156; Ibn Hajar, ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161; Ibn Shabbagh,
Fushûl al-Muhimmah, hal.275; ash- Shaban, As' âf al-Râghibîn.
16. Abu Dawud, Shâhih, jilid 2, hal.207; Ibn Majjah, Shâhih, jilid 2,
hal.519; dan sumber-sumber lain yang disebutkan dalam catatan # 3.
17. Abu Dawud, Shâhih, jilid 2, hal.208; Fushûl al-Muhimmah, hal.275; dan sejumlah sumber Sunni lainnya.
18. Ibn Majjah, Shâhih, jilid 2, hal.519. Juga, Ibn Hajar, ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161.
19. Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid 3, hal.27.
20. Ibn Hajar, Ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161; Yanabi al-Mawaddah, jilid 2, hal.177.
21. Al-Mahdiyyah fi al-Islâm, hal.69.
22. Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hal.311.
23. Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhat an-Nazhar, hal.12.
24. Futûhât al-Islâmiyyah, edisi Makkah, jilid 2, hal.250.
25. Ibn Hajar al-Asqalani, Lisân al-Mizân, jilid 1, hal.25.
26. Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hal.313.
27. Ibid., hal.319.
28. Abu Rayyah, Kitab al-Adwa', hal.316 .
29. Ibid., hal.319.
30. Ibid., hal.321.
31. Ibid., hal.317.
32. Ibid., hal.319.
33. Shâhih Muslim, jilid 1, hal.101.
34. Lisân al-Mizân, jilid 1, hal.16.
35. Shâhih Muslim, jilid 1, hal.24.
36. Lihat pengantar untuk Sunan Abi Dawud oleh Sa`ati.
37. Shâhih Muslim, Bab Nuzul `Isa, jilid 2; Shâhih Bukhari, Kitab Bad Al-Khalq wa Nuzul `Isa, jilid 4.
38. Muqaddimah, hal.322.
39. Ibid., hal.327.
40. Ibn Thawus, Kitab al-Malahim wa al-Fitan, hal. 64. Rukn dan maqam adalah dua tempat suci di Masjid Suci Makkah .
41. Ibid., hal. 84.
42. Ibid., hal.179.
43. Ibid.
44. Ibid., hal.171.
45. Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.211.
46. Maqatil ath-Thalibiyyin, hal.160.
47. Ibid., hal 167.
48. Kitab Al-Hawi li al-Fatawa, jilid 2, hal.135 .
49. Ibid., hal.147-150.
50. Ibid., hal.159.
51. Ibn Qutaibah, Al-Imamah wa as-Siyasah, jilid 2, hal.317.
52. Maqatil ath-Thalibiyyin, hal.359.
53. Tarikh, jilid 4, hal.449-494; Ibn Atsir, Kamil at-Tawarikh, jilid 1, hal.339, 358.
54. Thabaqat al-Kubra, jilid 5, hal.66.
55. Ibid., jilid 7, hal.71.
56. Ibid., jilid 5, hal.80.
57. Ibid., hal.165 dan 157.
58. Ibid., hal.163.
59. Ibid., hal.193.
60. Ibid., hal.195.
61. Ibid., hal.143.
62. Ibid., hal.141.
63. Yanabi al-Mawaddah, jilid 2, hal.197 . |
|
Tiada ulasan:
Catat Ulasan