IMAN, ISLAM, IHSAN
بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
IMAN, ISLAM, IHSAN
Pembaca yang budiman, di kalangan pengamal tarekat sufi sangat terkenal adanya
pembagian agama menjadi 3 tingkatan yaitu: Syari’at, Ma’rifat dan
Hakikat. Orang/wali yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat sudah tidak
lagi terbebani aturan syari’at; sehingga dia tidak lagi wajib untuk
sholat dan bebas melakukan apapun yang dia inginkan… demikianlah
sebagian keanehan yang ada di sekitar pembagian ini.
Apakah pembagian
semacam ini dikenal di dalam Islam?
Iman, islam, ihsan adalah tiga kata
yang maknanya saling berkaitan, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits
Rasulullah Saw.
“Diriwayatkan
dari umar bin khatab, “Suatu hari, disaat kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah
Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang mengenakan pakaian serba putih,
rambutnya hitam pekat, tidak berjejak, dan tidak seorangpun diantara kami yang
mengenalnya, samppai dia duduk di depan Nabi Saw. dan menyandarkan kedua
lututnya pada lutut Nabi Saw.seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas
paha belia. Kemudian ia berkata, Wahai Muhammad, ajarilah aku tentang islam,
Nabi bersabda,
islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau mendirikan solat, mengelurkan
zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan ziarah haji ke baitullah jika engkau
mampu menempuh perjalanannya. Segera saja laki-laki itu berkata, “Engkau benar
wahai Muhammad.” . . . . . . . . . . . . . Dia kembali berkata, Wahai Muhammad
kabarilah aku tentang iman,
Muhammad
bersabda, iman adalah hendaknya engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitb-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan
beriman pula kepada ketentuan (qadar) baik ataupun buruk ,”Engkau benar
Muhammad , Kemudian ia berkata lagi “jelaskan padaku tentang ihsan ,
Rasulullah
bersabda” Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya atau jika
engkau tidak melihat-Nya, maka Alla-lah yang melihat engkau.
Begitulah kalau jika dilihat dari
segi aspek lahirnya, maka agama yang diajarkan jibril adalah islam, agama juga
disebut iman jika yang diamati adalah aspek batinnya. Kemudian agama baru
disebut ihsan jika aspek batin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi
secara utuh dan sempurna.
Iman Pengertian iman
Secara bahasa iman berarti
membenarka (tashdiq), sementara menurut istilah ialah “membenarkan dengan hati,
mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatannya”. Sedang menurut
istilah yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan
penuh keyakinan, tidak bercampur dengan syak dan ragu, serta memberi pengaruh
terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Kata iman
dalam Al-quran digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Ar- Raghib
al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman didalam Al-quran terkadang
digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas dibibir saja padahal dalam hati
dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya
terbatas pada perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak beriman dan
ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.
Rukun iman dalam islam
Sesuai dengan hadits Rasulullah saw,
diatas sudah dijelas bahwasanya ada enam rukun iman yang harus diyakini untk
menjadi seorang islam yang sempurna dan menjadi seorang hamba Allah yang ihsan
nantinya, enam rukun iman tersebut nadalah:
Beriman kepada Allah Swt
Yakni beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah
adalah Tuhan, Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan, Beriman
kepada uluhiyyah Allah Swt,
maksudnya: Allah sajalah tuhan yang berhak di sembah, dan semua sesembahan
selain-Nya adalah batil, iman kepada Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maksudnya:
bahwasanya Allah Swt, memiliki nama-nama yang mulia, dan sifat-sifat-Nya yang sempurna
serta agung sesuai yang ada dalam Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya.
Beriman kepada malaikat
Malaikat adalah hamba Allah yang
mulia, mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, serta tunduk
dan patuh menta’ati-Nya, Allah telah membebankan kepada mereka berbagai tugas,
Diantaranya adalah : Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan
dan tumbuh-tumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat
maut), Raqib , Atit,mencatat amal perbutan manusia, Malik menjaga neraka,
Ridwan menjaga surga, dan malaikat-malaikat yang lain yang hanya Allah Swt yang
dapat mengetahuinya.
Beriman kepada kitab-kitab
Allah yang Maha Agung dan Mulia
telah menurunkan kepada para Rasul-Nya kitab-kitab, mengandung petunjuk dan
kebaikan. Diantaranya: kitab taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Injil
diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi
Ibrahim dan Nabi Musa, Al-quran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw,
Dengannya Allah telah menasakh
(menghapus) semua kitab sebelumnya. Dan Allah telah menjamin untuk menjaga dan
memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah atas semua makhluk, sampai hari
kiamat.
Beriman kepada para rasul
Allah telah mengutus kepada
maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama adalah Nuh dan yang terakhir adalah
Muhammad Saw, dan semua itu adalah manusia biasa, tidak memiliki sedikitpun
sifat ketuhanan, mereka adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan kerasulan.
Dan Allah telah mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia , maka tidak ada nabi
sesudahnya.
Beriman kepada hari akhirat
Yaitu hari kiamat, tidak ada hari
lagi setelahnya, ketika Allah membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk
kekal ditempat yang penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih.
Beriman kepada hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi
setelah itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.
Beriman kepada (taqdir) ketentuan Allah
Taqdir
artinya: beriman bahwasanya Allah telah mentaqdirkan semua yang ada dan
menciptakan seluruh mahluk sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahalu, dan menurut
kebijaksanaan-Nya, Maka segala sesuatu telah diketahui oleh Allah, serta telah
pula tertulis disisi-Nya, dan Dialah yang telah menghendaki dan menciptakannya.
Tingkatan Iman
Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman
itu ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap
qodho’ dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara
faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam
dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara
bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan
anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan
tetapi bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman
saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh
Ta’ala, “Dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).
Islam Pengertian islam
kata
islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa arab aslama, yaitu bermaksud “untuk
menerima, menyerah, atau tunduk” Dengan demikian islam berarti penerimaan dari
dan penundukan kepada tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan
menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas islam
sebagai kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama islam)” . Ayat lain menghubungkan islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai “Agama”) .” Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan
telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam jadi agama
bagimu”.
Secara
etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam
yang berarti “Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama islam) juga
berhubungan dengan kata islam, kata tersebut berarti ”Orang yang berserah diri
kepada Allah”.
Islam memberikan
banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di galakan untuk memegang lima
rukun islam, yaitu lima pilar yang menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas. Islam
adalah syari’at Allah terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para nabi dan
Rasul-Nya, Muhammad bin Abullah Saw, ia
merupakan satu-satunya agama yang benar. Allah tidak menerima agama dari
siapapun selainnya. Dia telah menjadikannya sebagai agama yang mudah, tidak ada
kesulitan dan kesusahan didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak pula
membebankan kepada para pemeluknya apa-apa yang mereka tidak sanggup
melakukunnya. Islam adalah agama yang dasarnya tauhid, syi’arnya kejujuran,
parosnya keadilan, tiangnya kebeenaran, ruhnya kasih sayang.ia merupakan agama
agung yang mengarahkan manusia kepada seluruh hal yang bermanfaat, serta
melarang dari segala hal yang membahayakan bagi agama dan kehidupan mereka
didunia .
Rukun islam
Islam di bangun diatas lima rkun.
Seseorang tidak akan menjadi muslim yang sebenarnya hingga dia mengimani dan
melaksanakannya yaitu:
Rukun pertama: syahadat
(bersaksi) bahwa, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan
bahwasanya Muhammad Rasulullah. Syahadat ini merupakan kunci islam dan pondasi
bangunannya. Makna syahadat la ilaha
illallah ialah : tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah saja,dilah
ilahi yang hak, sedangkan ilahi selainnya adalah batil dan ilahi itu artinya
sesuatu yang disembah. Dan makna syahadat: bahwasanya Muhammad itu adalah
Rasulullah ialah: membenarkan semua apa yang diberitakannya, dan mentaati semua
perintahnya srta menjauhi semua yang dilarang dan dicegahnya.
Rukun kedua: shalat:Allah
telah mengsyari’atkan lima shalat setiap hari sebagai hubungana antara seorang
muslim dengan Tuhanya. Didalamnya dia bermunajat dan berdo’a kepada-Nya,disamping
agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah
telah menyiapkan bagi yang menunaikanya kebaikan dalam agama dan kemantapan
iman serta ganjaran,baik cepat maupun lambat.Maka dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan
ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan membuatnya bahagia di dunia dan
akhirat.
Rukun ketiga:
Zakat yaitu sedekah yang dibayyar oleh orang yang memiliki harta sampai nishab(kadar tertenrtu) setiap tahun,kepada
yang berhak menerimanya seperti kaum fakir dan lainya,diantara yang berhak
menerima zakat.Zakat itu tidak di wjibkan atas orang fakir yang tidak memiliki
nishab,tapi hanya di wajibkan atas kaum kaya untuk menyempurnakan agama dan
islam mereka,meningkatkan kondisi dan akhlak mereka,menolak segala balak dari
mereka dan harta mereka,mensuccikan mereka dari dosa,disamping sebagai bantuan
bagi orang-orang yang membutuhkan dan fakir diantara mereka,serta untuk
memenuhi kebutuhan keseharian mereka,sementara zakat hanyalah merupakan bagian
kecil sekali dari jumlah harta dan rizki yang diberikan Allah kepada mereka.
Rukun keempat:
Puasa yaitu selama satu bulan saja setiap tahun,pada bulan ramadhan yang
mulia,yakni bulan kesembilan dari bulan-bulan hijriyah.Kaum muslimin secara
keseluruhan serempak meninggalkan kebutuhan-kebutuhan pokok
mereka,makan,minum,dan jimak di siang hari mulai terbit fajar sampai matahari
terbenam.Dan semua itu akan di ganti oleh Allah bagi mereka berkat karunia dan
kemurahan-Nya,dengan penyempurnaan agama dan iman mereka,serta peningkatan
kesempurnaan diri,dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan lainya,baik di dunia
maupun di akhirat yang telah di janjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa.
Rukun kelima:
Haji yaiu menuju masjidil haram untuk melakukan ibadah tertentu. Allah
mewajibkan atas orang yang mampu sekali seumur hidup,Pada waktu itu kaum
muslimiin dari segala penjuru berkumpul di tempat yang paling mulia dimuka bumi
ini,menyembah tuhan yang satu,memakai pakaian yang sama,tidak ada perbedaan
antara pemimpin dan yang dipimpin,antara si kaya dan si fakir dan antara yang
berkulit putih dan berkulit hitam.Mereka semua melaksanakan bentuk-bentuk
ibadah tertentu,yang terpenting diantaranya adalah: wukuf di padang
arafah,tawaf di ka’bah,kiblatnya kaum muslimin,dan sa’i antara bukit shafa dan
marwah.
Tingkatan Islam
Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau menjawab, “Islam
itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain Alloh
dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau dirikan sholat,
tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau
mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin
menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah
bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.
Ihsan
Ihsan adalah puncak ibadah dan
akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt. Sebab ihsan
menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya, seorang
hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang
sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw.
Pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya
mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang
mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya
sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari
aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya karena, islam di bangun atas tiga
landasan utama, yaitu iman, islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan
oleh Rasulullah Saw.dalam haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat
Rasulullah Saw. Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai
seorang manusia – mengenai islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi,
Rasulullah Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “ inilah jibril yang datang
mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut ketiga hal
diatas sebagai agama, dan bahkan Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan
pada banyak tempat dalam Al-qur’an
.” Dan berbuat
baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat
baik. “ (Qs Al-baqarah:195)
“ Sesungguhnya
Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . . . .”(Qs. An-nahl : 90
)
Pengertan
ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana
yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah
ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an mengenai
hal ini.
” Jika kamu
berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri . .
.”(Al-isra’:7)
“Dan berbuat
baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu . . “(Qs
AL-Qashash: 77).
Ibnu katsir
mengomentari ayat diatas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam
ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh mahluk Allah Swt.
Landasan
syar’I ihsan
Pertama
Al- qur’anul karim
Dalam Al-qur’an,
terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini
kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat
ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-qur’an. Berikut ini
adalah beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.
“ Dan berbuat
baiklah kalian karena sesungguhnyaAllah mencintai orang-orang yang berbuat
baik.” (Qs. Al- baqarah: 195)
“Sesungguhnya
Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (Qs.An-nahl:90)
“. . . . .serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. . . .”(Qs. Al-baqarah:83)
“Dan berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan
para hamba sahayamu. . . . “ (Qs. An-nisa’: 36)
Kedua, As-sunnah
Rasulullah Saw.
Pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab,ini merupakan
puncak harapan, perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadits-hadits
mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam
memahami agama ini. Rasulullah Saw. menerangkan mengenai ihsan –Ketika ia
menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang ihsan, dimana jawaban tersebut
dibenarkan oleh jibril, dengan mengatakan ,” Engkua menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.”
(HR. Muslim).
Aspek
pokok dalam ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang
fundamental ketiga aspek tersebut ibadah, muamalah, dan ahklak.
Ibadah
kita
berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menjalankan semua jenis
ibadah, seperti solat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara yang benar. Yaitu
dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak
akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksnaan
ibadah-ibadah tersebut ia penuhi dengan cita rasa yang sangat kuat
(menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah selalu memantaunya
hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh Allah. Minimal
seorang hamba harus merasa bahwa Allah selalu memantaunya, karena dengan inilah
ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga
hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.inilah maksud dari
perkataan Rasulullah Saw. yang berbunyi,
“Hendaklah kamu
menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika engkau tidak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah
bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka
selain dari jenis ibadah itu tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga
seperti ibadah lainnya seperti jihad, menghormati sesame mukmin, mendidik anak,
membahagiakan istri, dan menjalankan yang mubah semata-mata demi mencari dan
mendapatkan Ridho Allah Swt. dan masih banyak lagi. Rasulullah menghendaki
umatnya dalam keadan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ingin ingin
mewujudkan ihsan dalam setiap ibadahnya.
Tingkat
ibadah dan derajatnya
Berdasarkan
nash-nash dalam Al-qur’an dan sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan,
yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang hamba tidak akan dapat
mengukurnya. Karena itulah kita berlomba-lomba untuk meraihnya, pada setip
derajat ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat
muhsinin, Dan ia akan menempati jannatul firdaus, derajat tertinggi dalam
surga. Kelak penghuni surgs tingkat bawah akan memandangi penghunu surga surga
tingkat atas, laksana penduduk bumi memandangi bintang-bintang di langit yang
menandakan betapa jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga
tingkatan ter sebut adalah sebagai berikut:
- Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang berbeda-beda.
- Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
- Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda.
Tingkat
taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan
dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk kategori Al-muttaqin,
sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.
Taqwa akan
menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi serta
meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti meninggalkan salah
satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan melakukan salah satu
laranganNya saja adalah dosa. Dengan demikian puncak taqwa adalah menjalankan
semua perintah Allah serta menjauhi segala laranganNya.
Namun ada satu
hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah Swt. Maha mengetahui
mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang memiliki berbagai kelemahan, yang dengan
kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat
satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui
hal tersebut, Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya
dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik
peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya pada peringkat bir
atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-amalan yang ada
pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya.
Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana
seseorang menjaga dirinya dari kekalnya
dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan diterima oleh Allah Swt.
Tingkat
Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh
mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini sesuai dengan amalan-amalan
kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu
yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka
melakukan hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini
disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada
hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta
yang di haramkanNya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada
hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala
didalamnya.
Akan tetapi
mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam tingkatan
Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu
peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak
untuk naik keperingkat yang selanjutnya.
Dengan
demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang ia
tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam ihsan, serta tidak terhindar
dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat masuk kedalam peringkat ini.
(Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,
“Bukanlah
kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu
adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan
bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (Qs. Al-baqarah: 189).
“ya tuhan kami,
sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu
berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya tuhan kami ampunilah
bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan
wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193)
.
Tingkatan
ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh
mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun, mereka adalah orang yang telah
melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita
mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan mendapatkan
kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah
kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan
adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat diri
kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan
untuk melaksanakannya.
Untuk dapat naik
kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan
wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah Swt. serta dilakukan
atas dasar mencari ridha Allah Swt.
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu
engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka
apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan:
Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan
tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang
dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga
diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan
yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam
ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada
Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa
siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)
Muslim, Mu’min dan Muhsin
Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min, karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
Kesimpulan
Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi kita bahwasanya pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini. Pembagian yang syar’i adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula kepada kita alangkah berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru menyimpang dari petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan tarekat sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk meninggalkan syari’at. Wallohu a’lam.
Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)
Muslim, Mu’min dan Muhsin
Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min, karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
Kesimpulan
Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi kita bahwasanya pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini. Pembagian yang syar’i adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula kepada kita alangkah berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru menyimpang dari petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan tarekat sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk meninggalkan syari’at. Wallohu a’lam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan