Alam ghaib
Sejauh mereka menjalani kehidupan dengan apa yang mereka pahami dan
ketahui dari Al Qur’an dan Hadits tidaklah masalah. Namun masalahnya apa
yang mereka tidak pahami dan ketahui dikatakan sebagai sesat, bid’ah,
tahayul, khurafat, syirik.
Mereka hasil pengajaran para ulama korban hasutan
atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan kaum
Zionis Yahudi. Mereka terhasut sehingga menyibukkan diri mereka dengan
apa yang telah dikerjakan oleh Imam Mazhab yang empat padahal mereka
tidak memenuhi kompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Keimanan mereka
berdasarkan apa yang tampak atau secara dzahir. Apa yang tidak tampak
oleh mereka maka dianggap mistik, sesat, bid’ah, syirik, tahayul,
khurafat. Keimanan mereka hanya berdasarkan apa yang tertulis atau
berdasarkan makna dzahir yang kami katakan metodologi “terjemahkan saja”
dengan hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah
(terminologis).
mereka mengi’tiqodkan berdasarkan makna dzahir bahwa “
Allah ta’ala mempunyai kedua tangan dan kedua tangan Allah ta’ala adalah kanan“
Sedangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim seperti
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطْوِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَاوَاتِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ بِيَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ يَقُولُ أَنَا
الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ ثُمَّ يَطْوِي
الْأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ
الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ
Abdullah bin ‘Umar dia berkata; “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Pada hari kiamat kelak, Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan melipat langit. Setelah itu, Allah akan
menggenggamnya dengan tangan kanan-Nya sambil berkata: ‘Akulah Sang Maha
Raja. Di manakah sekarang orang-orang yang selalu berbuat
sewenang-wenang? Dan di manakah orang-orang yang selalu sombong dan
angkuh? ‘ Setelah itu, Allah akan melipat bumi dengan tangan kiri-Nya
sambil berkata: ‘Akulah Sang Maha Raja. Di manakah sekarang orang-orang
yang sering berbuat sewenang-wenang? Di manakah orang-orang yang
sombong? “ (HR Muslim 4995).
Segala sesuatu mereka hadapi secara dzahir. Mereka terkukung oleh
paradigma bahwa manusia sama sekali tidak mengetahui perkara ghaib.
Bahkan pada
mereka menyatakan, “
Hukumnya orang yang mengaku tahu perkara ghaib bahwa ia kafir, karena ia adalah orang yang mendustakan Allah -Azza wa Jalla-” . Allah -Ta’ala- berfirman, “
Katakanlah:
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka
akan dibangkitkan“. (QS.An-Naml : 65)
Firman Allah ta’ala dalam (QS an Naml:65), Allah ta’ala menegaskan
hal yang ghaib hanya diketahui oleh Allah ta’ala seperti pengetahuan bila manusia dibangkitkan. Namun Allah ta’ala tidak mengatakan apa yang
diketahui oleh Allah ta’ala seluruhnya tidak disampaikan kepada manusia
karena Allah ta’ala berfirman pada ayat yang lain yang artinya,
“T
uhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan
kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di
kehendaki”. (QS. Al Jin [72]: 26-27)
“
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 ).
“
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan
Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak
(pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak
mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama
orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak
memikirkan(nya)?” (QS Al An’aam [6]:50)
Dari ketiga firmanNya tersebut dapat diketahui bahwa Allah ta’ala
memberikan pengetahuan tentang ghaib walaupun sedikit atau sebatas apa
yang diwahyukan kepada Rasul yang dikehendakiNya, tentulah Rasul yang
dikehendakiNya adalah Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Mereka ada pula yang menyampaikan bahwa Rasulullah tidak mengetahui
perkara ghaib berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Katakanlah: “
Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku
dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.
Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak
lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman” (QS Al A’raaf [7]:188) “
Firman Allah ta’ala dalam (QS Al A’raaf [7]:188) terkait dengan ayat
sebelumnya yakni (QS Al A’raaf [7]:187) Bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam tidak mengetahui yang ghaib khusus dalam hal tentang
hari kiamat.
Pada hakikatnya mereka menyempitkan atau mendangkalkan ajaran Islam.
Bagi mereka pengetahuan tentang ghaib terbatas pada pengetahuan tentang
kapan dibangkitkan atau tentang kapan hari kiamat atau apa yang akan
terjadi esok hari.
Kalau tujuan mereka agar umat muslim tidak mendatangi perdukunan (
kahanah) dan peramalan (
‘irafah) yang menyampaikan kejadian esok hari maka tidaklah masalah.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak adan
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpuun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. al-An’am [6] : 59)
“Kunci perkara ghaib itu ada lima, tidak ada seorangpun yang
mengetahuinya melainkan Allah Ta’ala : ‘Tidak ada seorangpun yang
mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, dan tidak ada
seorangpun mengetahui apa yang ada di dalam kandungan selain Allah
Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari
kiamat selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui di
bumi mana dia akan mati selain Allah Ta’ala, dan tidak seorangpun yang
mengetahui kapan hujan akan turun selain Allah Ta’ala”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar)
“
Orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal, kemudian
membenarkan apa yang dikatakannya maka orang tersebut telah kufur
terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu alaihi
wasallam”. (Hadis Riwayat Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abu Hurairah)
Namun perkara ghaib tidak sebatas pada tentang kapan dibangkitkan
atau tentang kapan hari kiamat atau apa yang akan terjadi esok hari.
Kata ghoib, menurut beberapa kamus arab berasal dari kata ghoba
(tidak tampak, tidak hadir) kebalikan dari kata hadhoro atau dhoharo
(hadir atau nampak). Ghaib adalah sesuatu yang tidak tampak dengan panca
indera seperti mata kita atau sesuatu yang tidak tampak secara kasat
mata.
Bagaimana bisa memahami dengan hanya apa yang tampak sedangkan
manusia hidup di dua alam sekaligus, tubuh (jasad) kita hidup di alam
fisik, terikat dalam ruang dan waktu. Para ulama menyebut alam fisik ini
sebagai alam nasut, alam yang bisa kita lihat dan kita raba, Kita dapat
menggunakan pancaindera kita untuk mencerapnya. Sementara itu, ruh kita
hidup di alam ghaib (metafisik), tidak terikat dalam ruang dan waktu.
Para ulama menyebut alam ini alam malakut. Bukan hanya manusia, segala
sesuatu mempunyai malakutnya.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“
Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya malakut segala sesuatu. Dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.’ (QS. Yaasiin [36]:83);
“
Dan demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim, malakut langit dan bumi.” (QS. Al-An’am [6]:75)
Ruh kita, karena berada di alam malakut, tidak dapat dilihat oleh
mata lahir kita. Ruh adalah bagian batiniah dari diri kita. Ia hanya
dapat dilihat oleh mata batin. Ada sebagian di antara manusia yang dapat
melihat ruh dirinya atau orang lain. Mereka dapat menengok ke alam
malakut. Kemampuan itu diperoleh karena mereka sudah melatih mata
batinya dengan riyadhah kerohanian atau karena anugrah Allah ta’ala
(al-mawahib al-rabbaniyyah).
Para Nabi, para wali Allah (shiddiqin), dan orang-orang sholeh
seringkali mendapat kesempatan melihat ke alam malakut itu. Kesempatan
ini yang disebut dengan kasyaf, terbukanya hijab atau tabir pemisah
antara hamba dan Tuhan. Allah Azza wa Jalla membukakan tabir bagi
kekasih-Nya untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengetahui hal-hal
ghaib atau dapat memasuki alam malakut.
Seperti tubuh, ruh mempunyai rupa yang bermacam-macam: buruk atau
indah; juga mempunyai bau yang berbeda: busuk atau harum. Rupa ruh jauh
lebih beragam dari rupa tubuh. Berkenaan dengan wajah lahiriah, kita
dapat saja menyebut wajahnya mirip binatang, tapi pasti ia bukan
binatang. Ruh dapat betul-betul berupa binatang -babi atau kera.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “
Katakanlah: apakah akan Aku
beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk kedudukannya di
sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di
antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi dan penyembah Thagut?
Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang
lurus”. (QS Al-Maidah [5]: 60)
Al-Ghazali menulis: ‘Al-Khuluq dan Al-Khalq kedua-duanya digunakan.
Misalnya si Fulan mempunyai khuluq dan khalq yang indah -yakni indah
lahir dan batin. Yang dimaksud dengan khalq adalah bentuk lahir, yang
dimaksud dengan khuluq adalah bentuk batin. Karena manusia terdiri dari
tubuh yang dapat dilihat dengan mata lahir dan ruh yang dapat dilihat
dengan mata batin. Keduanya mempunyai rupa dan bentuk baik jelek maupun
indah. Ruh yang dapat dilihat dengan mata batin memiliki kemampuan yang
lebih besar dari tubuh yang dapat dilihat dengan mata lahir. Karena
itulah Allah memuliakan ruh dengan menisbahkan kepada diri-Nya.
Firman Allah ta’ala yang artinya
‘
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, Aku
menjadikan manusia dan’ tanah. Maka apabila telah kusempurna kan
kejadiannya dan kutiupkan kepadanya ruhku; maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya.’ (QS. Shaad [38]:71-72).
Allah menunjukkan bahwa jasad berasal dari tanah dan ruh dari Tuhan semesta alam. (Ihya Ulum Al-Din, 3:58).
Khuluq -dalam bahasa Arab- berarti akhlak. Ruh kita menjadi indah
dengan akhlak yang baik dan menjadi buruk dengan akhlak yang buruk.
Dalam teori akhlak dari Al-Ghazali, orang yang selalu mengikuti hawa
nafsunya, akan memiliki ruh yang berbentuk babi; orang yang pendengki
dan pendendam akan memiliki ruh yang berbentuk binatang buas; orang yang
selalu mencari dalih buat membenarkan kemaksiatannya akan mempunyai ruh
yang berbentuk setan (monster) dan seterusnya.
Jadi ruh dibentuk dari amal kebaikan (amal sholeh) . Bentuk ruh
manusia yang sempurna atau muslim yang berakhlakul karimah adalah serupa
dengan bentuk jasadnya yang terbaik, mereka yang sudah dapat
mengalahkan nafsu hewani atau nafsu syaitan. Imam Malik ra berkata: “Ruh
manusia yang sholeh itu sama saja bentuknya dengan jasad lahirnya.”
Pada suatu hari Abu Bashir berada di Masjid A-Haram. la terpesona
mnenyaksikan ribuan orang yang bergerak mengelilingi Kabah, mendengarkan
gemuruh tahlil, tasbih, dan takbir mereka. Ia membayangkan betapa
beruntungnya orang-orang itu. Mereka tentu akan mendapat pahala dan
ampunan Tuhan.
Imam Ja’far Al-Shadiq ra, ulama besar dari keturunan cucu Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, menyuruh Abu Bashir menutup matanya. Imam
Ja’far mengusap wajahnya. Ketika ia membuka lagi matanya, ia terkejut.
Di sekitar Ka’bah ia melihat banyak sekali binatang dalam berbagai
jenisnya- mendengus, melolong, mengaum. Imam Ja’far berkata, “
Betapa banyaknya lolongan atau teriakan; betapa sedikitnya yang haji.”
Apa yang disaksikan Abu Bashir pada kali yang pertama adalah bentuk
tubuh-tubuh manusia. Apa yang dilihat kedua kalinya adalah bentuk-bentuk
ruh mereka.
Para wali Allah dan ulama yang sholeh dari kalangan habib atau
sayyid, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , ada di
antara mereka dapat melihat ruh manusia. Kadang orang awam melihat
seseorang begitu alim namun mereka dapat melihat keadaan orang tersebut
sebenarnya dari bentuk ruhnya.
Oleh karenanya untuk memperindah bentuk ruh kita, kita harus
melatihkan akhlak yang baik. Meningkatkan kualitas spiritual, berarti
mernperindah akhlak kita. Kita dapat simpulkan dari doa ketika
bercermin. “Allahumma kama ahsanta khalqi fa hassin khuluqi.’ (Ya Allah,
sebagaimana Engkau indahkan tubuhku, indahkan juga akhlakku)
Setelah manusia wafat ditetapkanlah apa yang telah dicapainya selama
perjalanannya di dunia menjadi ruh manusia beriman atau ruh manusia
durhaka
Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad dari Al-Bara’ ibn ‘Azib
Kabar tentang ruh manusia beriman
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Allah berfirman: “
Tulislah
kitab hamba-Ku ini di dalam ‘Illiyyin lalu kembalikanlah dia ke bumi
karena Kami telah menciptakan mereka dari bumi (tanah). Kepadanya Aku
kembalikan mereka dan dari dalamnya Aku mengeluarkannya sekali lagi.”
Ruhnya kemudian dikembalikan ke bumi, lalu datanglah dua orang
malaikat yang kemudian mendudukkannya, Mereka lantas bertanya kepadanya,
“
Siapakah Tuhan Anda ?” Ia menjawab, “
Tuhanku adalah Allah .”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “
Apakah agama Anda?” Ia menjawab, “
Agamaku adalah Islam.”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “
Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada Anda?”
Jawabnya, “
Beliau adalah (Muhammad) Rasulullah.” Malaikat itu bertanya, “
Dari mana Anda tahu ?” Ia menjawab, “
Aku telah membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.”
Lalu terdengarlah sebuah panggilan dari langit, “
Jika memang
hamba-Ku ini benar, maka hamparkanlah untuknya (permadani) dari surga,
berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah untuknya pintu yang menuju
surga.” Kemudian ruh orang yang beriman dikembalikan ke jasadnya
beserta bau wamgi-wangiannya, lalu diluaskan kuburannya sejauh mata
memandang.
Selanjutnya datanglah seorang laki-laki tampan yang berpakaian bagus dan berbau harum. Ia berkata, “
Berbahagialah dengan segala yang membahagiakan Anda. Ini adalah hari kebahagiaan Anda yang telah Allah janjikan.” Orang beriman tersebut bertanya, “
Siapakah engkau? Wajahmu tampan sekali.” Ia menjawab, “
Aku adalah amal saleh Anda.”
Kabar tentang ruh manusia durhaka
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Allah berfirman
“Tulislah buku catatan amalnya di Sijjin yang berada di bumi paling
bawah.” Ruhnya kemudian dilemparkan begitu saja. Kemudian Rasulullah
membacakan sebuah Firman Allah yang artinya, “
Barangsiapa yang
menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia adalah seolah-olah jatuh dari
langit lalu disambar oleh seekor burung, atau diterbangkan oleh angin
ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj (22): 31).
Ruhnya kemudian dikembalikan ke jasadnya. Selanjutnya datanglah
kepadanya dua orang malaikat lantas mendudukkannya. Mereka bertanya
kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak
tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee..
saya tidak tahu.”
Setelah itu terdedengar sebuah pamggilan dari langit, “
Jika ia
benar-benar berdusta, hamparkanlah untuknya sebuah hamparan yang terbuat
dari api neraka, dan bukakanlah untuknya sebuah pintu yang menuju ke
neraka.” Ketika pintu itu dibuka, maka panas dan racunnya langsung
menembus badannya dan kuburannya pun menjadi semakin sempit dan
menghimpit badannya sehingga tulng-tulangnya berserakan.
Ia kemudian didatangi seorang laki-laki yang berwajah buruk,
berpakaian buruk dan berbau busuk. Orang itu berkata kepadanya,
“Berbahagialah kamu dengan sesuatu yang membinasakanmu. Hari ini adalah
hari kesengsaraanmu yang telah Allah janjikan!” Orang yang mati durhaka
itu kemudian bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu sangat buruk.” Ia
menjawab, “Aku adalah amal burukmu”.
Mereka yang kasyaf , atas izin Allah ta’ala dapat melihat perjalanan ruh sehingga masa dituliskan dalam
‘Illiyyin atau Sijjin. Mereka yang kasyaf akan paham tentang tahlilan, yasinan, tawassul, tabarruk, istighotsah dll.
Berbagai macam alam ghaib antara lain
Alam Jabarut
Alam Malakut
Alam Mitsal (alam barzakh)
Maqam Ahdah yang mencakup alam Lahut dan Martabat Dzat;
Maqam Wahdah mencakup alam Jabarut dan Martabat Sifat;
Maqam Wahidiyah mencakup alam Wahidiyah dan Martabat al-Asma’;
Maqam Roh yang mencakup alam Malakut dan Martabat Af’al;
Maqam Mitsal; dan Maqam Insan dan alam Syahadah.
Alam gaib bagi setiap orang tidak sama. Ada yang masih tebal dan ada
yang sudah transparan (mukasyafah). Bagi mereka yang sudah berada di
tingkat mukasyafah, sudah bisa berkomunikasi lintas alam. Mereka seperti
hidup di alam yang bebas dimensi, tidak lagi terikat dengan ruang dan
waktu. Mereka bisa berkomunikasi interaktif dengan makhluk dan para
penghuni alam lain, baik di alam malakut, alam jabarut, maupun alam
barzakh lainnya.
Orang-orang yang memiliki batin bersih setelah menempuh suluk,
mujahadah, dan riyadhah, maka sangat berpeluang bisa menjalin komunikasi
interaktif dengan para penghuni alam-alam lain. Termasuk kemampuan
berkomunikasi atau belajar dari arwah para auliya’ dan arwah kekasih
Tuhan lainnya.
Di dalam sebuah hadis disebutkan, “Seandainya bukan karena dosa yang
menutupi kalbu Bani Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di
langit.” (HR Ahmad dari Abi Hurairah).
Sebaliknya, penghuni makhluk cerdas alam lain, yang diistilahkan
dalam Alquran man fi al-sama’, juga bisa menyaksikan hamba-hamba kekasih
Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan Rasulullah, “Sesungguhnya para
penghuni langit mengenal penghuni bumi yang selalu mengingat dan
berzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di langit.”
Dalam Alquran dinyatakan dalam ayat, “Untuk mereka kabar gembira
waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.” (QS Yunus/10:64). Para
ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi
Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini. Rasulullah
menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau
diperlihatkan Allah SWT kepadanya.” Dalam ayat lain lebih jelas lagi
Allah berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan
(memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS
al-Zumar/39:42).
Dalam kita-kitab tafsir Isyari, ayat ini mendapatkan komentar panjang
bahwa di waktu tidur orang bisa mendapatkan banyak pencerahan. Bahkan,
dalam Alquran juga menunjukkan kepada kita sejumlah syariat dibangun di
atas mimpi (al-manam), seperti perintah ibadah kurban (QS
al-Shafat/37:102).
Berkomunikasi atau bahkan belajar kepada para penghuni alam lain
sangat dimungkinkan oleh orang-orang yang telah sampai kepada maqam
tertentu. Namun, kita perlu hati-hati bahwa sehebat apa pun ilmu dan
inspirasi yang diperoleh seseorang tetap tidak boleh menyetarakan diri
dengan Nabi Muhammad sebagai khatamun nubuwwah.
Perjalanan diri (suluk) agar sampai (wushul) kepada Allah melalui
alam-alam tersebut, secara umum caranya adalah meneladani Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, mengikuti perjalanan (thariqat) Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam sehingga mencapai muslim yang berakhlakul
karimah, muslim yang sholeh, muslim yang ihsan, muslim yang bermakrifat,
shiddiqin, membenarkan dan menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ain
bashiroh)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“
Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
Tahapannya memulainya dengan taubat, memperbaiki akhlak, membersihkan
hati (tazkiyatun nafs) yang berarti mengosongkan dari sifat sifat yang
tercela (TAKHALLI) kemudian mengisinya dengan sifat sifat yang terpuji
(TAHALLI) yang selanjutnya beroleh kenyataan Tuhan (TAJALLI) atau
melihat Rabb dengan hati (bermakrifat).
Para Ulama Sufi menyebutnya maqom musyahadah artinya ruang kesakisan.
Inilah keadaan bukan sekedar mengucapkan namun sebenar-benarnya
menyaksikan bahwa, “tiada Tuhan selain Allah”.
Mereka mencapai kasyaf (mukasyafah), terbukanya hijab atau tabir
pemisah antara hamba dan Tuhan. Allah membukakan tabir bagi kekasih-Nya
untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengetahui hal-hal ghaib,
melintas alam-alam ghaib. Mereka tidak akan bertanya “di mana Allah”,
“bagaimana Allah” Maha suci Allah dari “di mana” dan “bagaimana”
Imam Sayyidina Ali ra mengatakan yang maknanya: “
Sesungguhnya
yang menciptakan ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana
(pertanyaan tentang tempat), dan yang menciptakan kayfa (sifat-sifat
makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya bagaimana“
Imam al Qusyairi menyampaikan, ”
Dia Tinggi Yang Maha Tinggi,
Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “dimana Dia?”.
Tidak ada upaya, jerih payah, dan kreasi-kreasi yang mampu
menggambari-Nya, atau menolak dengan perbuatan-Nya atau kekurangan dan
aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai-Nya. Dia Maha Mendengar dan
Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahkan-Nya. Dia Dzat
Yang Maha Tahu dan Kuasa“.
Perjalanan diri tersebut penuh rintangan, tentulah setan terus
berupaya agar manusia tidak sampai (wushul) kepada Allah. Setan terus
berupaya melancarkan fitnahnya. Ada yang gagal sehingga hanya menikmati
perkara ghaib, kesaktian sehingga mereka menjadi dukun, paranormal atau
“orang pintar”, bersekutu dengan jin ,dll
Untuk itulah bagi mereka yang memperjalankan dirinya (suluk) agar
sampai (wushul) kepada Allah ta’ala perlu didampingi, dibimbing oleh
mereka yang telah memperjalankan dirinya dan sampai (wushul) kepada
Allah ta’ala yang disebut mursyid. Jangan sampai bisikan setan dianggap
bisikan suci dari penghuni alam lain. Oleh karena itu, Imam al-Gazali
pernah mewanti-wanti, jika ada orang menjalani suluk tanpa mursyid,
dikhawatirkan setan yang akan membimbingnya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan