بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURIPandangan Beberapa Ulama Jihad Terhadap ISIS
Namun demikian, jihad memiliki kaidah-kaidah, pedoman-pedoman, serta aturan-aturan. Hukumnya pun bisa berbeda-beda. Begitu pula dengan lawan, yang dalam jihad juga harus teridentifikasikan secara jelas. Perang dapat diarahkan kepada pihak-pihak yang menurut syari’at diperbolehkan untuk dilancarkan, bukan asal disebut musuh. Yang jelas, tidak setiap perlawanan yang dimobilisasi atau terorganisir bisa disebut jihad.
Sebagaimana amalan-amalan lain dalam Islam, jihad juga merupakan amalan syar’i, dan merupakan salah satu ibadah paling afdhal (utama). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya : “Amal perbuatan apakah yang paling afdhal?”. Beliau menjawab :”Iman kepada Allah dan RasulNya.” (Dalam riwayat Muslim, tanpa “RasulNya”). Ditanyakan lagi kepada Beliau : “Kemudian apa?”. Beliau bersabda :”Jihad di jalan Allah”. Beliau ditanya lagi : “Kemudian apa?”. Beliau bersabda : ”Haji yang mabrur”. (Muttafaq ‘Alaih)
Jika demikian halnya, maka jihad memiliki ketentuan-ketentuan yang rujukannya adalah syari’at Allah, bukan hawa nafsu, dan bukan pemaksaan kehendak dari kelompok tertentu manapun.
Jihad bukan persoalan sederhana yang hanya membutuhkan keberanian dan tidak takut mati. Jihad adalah ibadah yang memiliki konsekuensi hukum amat luas dan beresiko tinggi, bahkan bisa fatal.
Jika sasarannya orang-orang kafir saja, status mereka juga harus jelas, apakah mereka termasuk orang-orang yang boleh diperangi ataukah tidak. Sebab, pada sekelompok orang-orang kafir tersebut ada kafir harbi, kafir dzimmi atau kafir mu’ahad. Begitu juga di kalangan mereka ada wanita, anak-anak dan orang-orang lanjut usia.
Untuk menetapkan, apakah orang kafir tersebut harbi atau tidak, dan apakah peperangan kepada mereka dibenarkan atau tidak, khususnya pada zaman sekarang ini, tentu persoalannya memerlukan kajian serius dan tidak bisa digeneralisir. Apalagi jika persoalannya adalah sasaran jihad itu ditujukan kepada sekelompok kaum muslimin.
Maka dalam hal ini umat Islam pada umumnya dan mujahidin pada khususnya sangat memerlukan bimbingan para ulama yang shalih dan terkenal kelurusannya, bukan tokoh-tokoh yang berhaluan Khawarij, Murji’ah atau Mu’tazilah, atau orang-orang majhul yang belum dikenal keilmuannya dan belum diketahui kelurusan akidah dan manhajnya.
Dan hari ini dalam kancah jihad Syam, kaum muslimin dibuat bingung oleh perselisihan yang terjadi di kalangan mujahidin, khususnya perselisihan antara jamaah Daulah Islam Iraq dan Syam (ISIS) dengan jamaah-jamaah mujahidin lainnya. Padahal mereka masih memiliki para ulama yang tsiqah (terpercaya), yang bersih aqidahnya, lurus manhajnya, dan nyata amalnya serta ilmunya menjadi rujukan bagi kaum muslim di berbagai belahan dunia.
Maka kami bawakan disini sedikit perkataan mereka, untuk menjadi penerang ditengah gelapnya kezhaliman. Diantara mereka adalah Syaikh Ayman Az-Zhawahiri, Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi, Syaikh Abu Qatadah Al-Fillisthini, Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-’Ulwan, Syaikh Abu Bashir Ath-Thurtusi, dan Syaikh Abdul Aziz At-Thuraifi. Selamat menyimak…
Syaikh Ayman Az-Zhawahiri |
“Daulah Iislam Iraq dan Syam dihapus dan Al-Baghdadi kembali ke Iraq. Tanzhim-tanzhim jihad di bumi Syam adalah saudara-saudara kami yg mana kami tidak rela mereka digelari “murtad, kafir dan keluar dari islam”. Dan kalian mengetahui bahwa kami telah mengajak, dan akan terus mengajak semua faksi jihad untuk mengupayakan tegaknya pemerintahan Islam di Syam bumi ribath, dan memilih orang yang pada dirinya terpenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai penguasa mereka, dan pilihan mereka adalah pilihan kami, dan kita tidak menghendaki ada seseorang yg memaksakan dirinya (jadi penguasa) bagi mereka karena kita sedang berusaha mengembalikan khilafah rasyidah”. -Syaikh Ayman Az-Zhawahiri
Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi |
Syaikh Abu Qatadah Al-Fillisthin |
Syaikh Abu Bashir Ath-Thurthusi |
Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-‘Ulwan |
Syaikh Abdul Aziz Ath-Thuraifi |
Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi |
ISIS MENURUT NU
Warga Nahdlatul Ulama Malang yakin ideologi yang dikembangkan Islamic States of Iran dan Syria (ISIS) tidak akan mampu masuk ke kalangan Pondok Pesantren.
Paham yang dinyatakan bertentangan jauh dengan paham Islam yang diajarkan di Pondok Pesantren NU itu akan tertolak dengan sendirinya oleh para santri.
Wakil Ketua Asosiasi Pondok Pesantren NU Indonesia KH Ahmad Fahrurozzi menyatakan umat Islam di lingkungan pesantren telah diajarkan paham Islam yang cinta damai dan penuh dengan toleransi. Paham tersebut secara otomatis menyisihkan ajaran Islam yang penuh dengan kekerasan dan kebrutalan.
"ISIS tidak akan hidup di dalam lingkungan pesantren. Ideologinya yang penuh dengan kekerasan tidak cocok dengan kultur pondok pesantren yang cinta damai dan penuh toleransi,” katanya, Senin 4 Agustus 2014.
Selain ideologi yang radikal dan penuh kekerasan, paham ISIS tentang negara Islam disebutnya berbeda dengan ajaran dasar di Pondok Pesantren. Lingkungan pondok pesantren NU menjunjung nilai Pancasila yang dianggap sejalan dengan ajaran Islam sebagai agama pembawa rahmat.
"Ajaran mendirikan negara Islam itu sangat bertentangan dengan konsep pemikiran negara di kalangan santri, sangat jauh menyimpang,” kata ulama yang juga Pemimpin Pondok Pesantren An Nur Bululawang, Kabupaten Malang itu.
Disebutnya, ajaran ISIS lebih condong mengarah kepada kaum Takfiri. Mereka saling mengkafirkan satu dengan yang lain untuk membenarkan tindak kekerasan yang dilakukan.
Gus Fahrur, sapaan karibnya, lebih merisaukan kemungkinan paham ISIS berkembang di lingkungan kampus dan kelompok umum yang belum memahami ajaran Islam sebenarnya. Pihaknya berharap ada langkah penguatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah masuknya paham ISIS di lingkungan tersebut dengan melibatkan organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
"Paham ISIS bisa berkembang di kelompok yang mengagungkan simbol daripada nilai kebenarannya. Pemerintah bisa melakukan Tabligh Akbar, pengajian untuk melawan ajaran yang tidak sesuai dengan kaidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,” katanya. (D.A. Pitaloka)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan