Awas, Syiah Mengancam Kita!
بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Realita Syi’ah –dari dulu sampai sekarang- adalah amat sangat menyakitkan…
Sekjen ulama Ahlussunnah di Irak
yang bernama Harits Adh Dhaary menyebutkan bahwa ada lebih dari 100 ribu
muslim Sunni yang tewas di tangan Syi’ah sejak th 2003 hingga 2006.
Apakah muslimin Ahlussunnah yang
mencari-cari alasan untuk menyerang Syi’ah, ataukah realita di lapangan
membuktikan berulang kali bahwa merekalah yang memulai serangan?”
Kita menyaksikan gencarnya serangan Syi’ah terhadap umat Islam…
(Syiah Iran) bukan pula sekedar
memperluas kekuasaan Syi’ah; namun parahnya mereka menjadikan kebrutalan
dan sadisme tersebut sebagai bagian dari agama mereka. Sebab Syi’ah
menuduh para sahabat dan pengikut mereka dari kalangan Ahlussunnah
sebagai musuh-musuh Ahlulbait dan menjulukinya dengan naashibah atau nawaashib. Padahal kita lebih menghargai Ahlulbait daripada mereka.
Khumaini mengatakan: “Pendapat yang
lebih kuat ialah memasukkan nawashib (Ahlussunnah ) sebagai ahlul harbi
(lawan perang), yang hartanya halal di mana pun didapati, dan dengan
cara apa pun.” (Tahrirul Wasilah 1/352 oleh Al Khumaini)
Tak ada kebaikan sedikit pun yang
bisa diharapkan dari kelompok (syiah) yang menganggap bahwa 99% sahabat
Nabi adalah bejat, mengingat hal itu merupakan pengingkaran yang nyata
akan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي”
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku.” (HR. Bukhari no 3451 dan Muslim no 2533)
Hujatan terhadap para sahabat pada
hakikatnya adalah hujatan terhadap Islam secara langsung. Sebab kita
tidak mendapatkan ajaran Islam kecuali melalui para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Ibnu Taimiyyah berkata: “Barang siapa menganggap bahwa para sahabat telah murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali
segelintir orang yang jumlahnya tak sampai belasan orang, atau
menganggap fasik (bejat) mayoritas sahabat; maka orang ini kekafirannya
tidak diragukan lagi.” (Ash Sharimul Maslul 3/1110 oleh Ibnu Taimiyyah).
Kita semua mengetahui bagaimana Palestina dibebaskan dari tangan kaum Salibis lewat tangan Shalahuddien; dan itu tidak terjadi kecuali setelah beliau membebaskan Mesir dari kekuasaan Syi’ah Ubeidiyyah. Dan
ketika itu Shalahuddien tidak mengatakan bahwa perang salib harus lebih
diprioritaskan daripada menyingkirkan kekuasaan Syi’ah dari Mesir. Hal
itu karena beliau yakin bahwa kaum muslimin tidak akan mendapat
pertolongan kecuali bila akidah mereka bersih dan tentara mereka ikhlas.
***
MAYORITAS kaum muslimin menilai
bahwa menentukan sikap terhadap Syi’ah adalah sesuatu yang sulit dan
membingungkan. Kesulitan ini terpulang kepada banyak hal. Di antaranya
karena kurangnya informasi tentang Syi’ah.
Syi’ah menurut mayoritas kaum muslimin
adalah eksistensi yang tidak jelas. Tidak diketahui apa hakikatnya,
bagaimana ia berkembang, tidak melihat bagaimana masa lalunya, dan tidak
dapat diprediksi bagaimana di kemudian hari.
Berangkat dari sini, sangat banyak di
antara kaum muslimin yang meyakini Syi’ah tak lain hanyalah salah satu
mazhab Islam, seperti mazhab Syafi’i, Maliki dan sejenisnya.
Ia tidak memandang bahwa perbedaan antara Sunnah dan Syi’ah bukan pada masalah furu’ (parsial) saja, akan tetapi banyak juga menyinggung masalah ushul (fundamental).
Ia tidak memandang bahwa perbedaan antara Sunnah dan Syi’ah bukan pada masalah furu’ (parsial) saja, akan tetapi banyak juga menyinggung masalah ushul (fundamental).
Hal lain yang menyulitkan untuk
menentukan sikap terhadap Syi’ah adalah; bahwa mayoritas kaum muslimin
tidak bersikap realistis dan praktis. Mereka sekedar berangan-angan dan
berharap tanpa mengkaji…
Dengan bahasa yang sok logis, sebagian kaum muslimin mengatakan: “Lho,
mengapa harus terjadi perselisihan? Ayolah kita duduk bersama dan
melupakan perselisihan di antara kita… yang Sunni meletakkan tangannya
di atas yang Syi’i dan berjalan sama-sama. Toh kita semua juga beriman
kepada Allah, Rasul-Nya dan hari kiamat?”
Orang ini lalai bahwa masalah yang sesungguhnya jauh lebih rumit dari ini…
Sebagai contoh, orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir namun menghalalkan khamr (miras) atau zina
misalnya, hukumnya kafir. Menghalalkan maksudnya memandang bahwa hal
tersebut boleh-boleh saja, dan mengingkari pengharamannya dalam Al
Qur’an atau Sunnah Nabi.
Nah berangkat dari asumsi ini, kita akan
melihat hal-hal yang sangat berbahaya dalam sejarah kaum Syi’ah, yang
mengharuskan para ulama Islam untuk merenung kembali dan menentukan
sudut pandang Islam terhadap bid’ah-bid’ah kaum Syi’ah yang demikian
besar.
Hal lain yang turut merumitkan masalah
ini adalah; banyaknya luka Islam di mayoritas negeri kaum muslimin, di
samping banyaknya yang memusuhi mereka dari kalangan Yahudi, Nasrani,
kaum salibis, komunis, Hindu dan sebagainya.
Dari sini, sebagian mereka yang
‘intelek’ memandang agar kita jangan membuka front permusuhan baru. Hal
ini bisa saja dibenarkan jika front tersebut mulanya tertutup lalu kita
berusaha membukanya. Namun jika sejak semula telah terbuka lebar dan
serangan mereka datang siang dan malam, maka mendiamkan hal tersebut
berarti suatu kehinaan…
Kita tidak perlu lagi mengulang pertanyaan yang sering dilontarkan kebanyakan orang: “Apakah mereka (Syi’ah) lebih berbahaya dari Yahudi?”
Sebab hakikat dari pertanyaan ini adalah
untuk membungkam lisan mereka yang sadar akan penderitaan umat,
sekaligus membikin kikuk mereka yang berusaha menjaga dan melindungi
kaum muslimin.
Saya akan menyanggah mereka dan mengatakan kepada mereka: “Memang
apa salahnya kalau umat Islam menghadapi dua bahaya yang mengintai
secara bersamaan? Apakah muslimin Ahlussunnah yang mencari-cari alasan
untuk menyerang Syi’ah, ataukah realita di lapangan membuktikan berulang
kali bahwa merekalah yang memulai serangan?”
Kita menyaksikan gencarnya serangan
Syi’ah terhadap umat Islam, dan saya rasa realita kita saat ini tak jauh
berbeda dengan masa lampau. Bahkan saya bersaksi bahwa sejarah akan
mengulangi dirinya, dan generasi muda akan mewarisi dendam kesumat nenek
moyang mereka.
Tak ada kebaikan sedikit pun yang bisa
diharapkan dari kelompok yang menganggap bahwa 99% sahabat Nabi adalah
bejat, mengingat hal itu merupakan pengingkaran yang nyata akan sabda
Rasulullah e:
“خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي”
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku.” (HR. Bukhari no 3451 dan Muslim no 2533)
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan yang lainnya.
Realita Syi’ah –dari dulu sampai sekarang- adalah amat sangat menyakitkan…
Mari kita tengok kembali beberapa
masalah yang akan menjadikan visi kita lebih jelas, sehingga dapat
membantu kita untuk menentukan sikap paling tepat yang mesti kita ambil
terhadap Syi’ah; lalu kita tahu: lebih baik bicara ataukah diam saja!
PERTAMA:
Semua orang tahu bahwa sikap Syi’ah terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai dari Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar Al Faruq, Utsman Dzin Nuurain, lalu isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama Aisyah radhiallahu ‘anha hingga para sahabat secara umum, sebagaimana yang dinyatakan terang-terangan oleh referensi dan narasumber mereka yang telah mereka yakini; adalah bahwa para sahabat tadi adalah orang-orang fasik dan murtad. Mayoritas mereka telah sesat dan berusaha menyembunyikan serta menyelewengkan ajaran Islam.
Semua orang tahu bahwa sikap Syi’ah terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai dari Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar Al Faruq, Utsman Dzin Nuurain, lalu isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama Aisyah radhiallahu ‘anha hingga para sahabat secara umum, sebagaimana yang dinyatakan terang-terangan oleh referensi dan narasumber mereka yang telah mereka yakini; adalah bahwa para sahabat tadi adalah orang-orang fasik dan murtad. Mayoritas mereka telah sesat dan berusaha menyembunyikan serta menyelewengkan ajaran Islam.
Dari sini apakah kita harus mengawasi dan diam saja ‘demi menghindari fitnah’?
Fitnah apakah yang lebih besar dari pada menuduh generasi teladan sebagai masyarakat ‘bejat dan pendusta’?!?
Marilah kita merenungi sama-sama perkataan bijak salah seorang sahabat yang bernama Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu:
“إذا لَعَنَ آخرُ هذه الأمَّة
أوَّلها، فَمَنْ كان عنده علمٌ فليظْهره، فإنَّ كاتم ذلك ككاتم ما أُنزل
على محمدٍ صلى الله عليه وسلم”.
“Bila umat Islam di akhir zaman mulai
melaknat pendahulunya, maka siapa saja yang berilmu hendaklah
menunjukkan ilmunya. Bila ia menyembunyikan, maka ia seperti yang
menyembunyikan ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Nisbat riwayat ini kepada Nabi sanadnya dha’if, namun riwayat ini adalah dari perkataan Jabir bin Abdillah)
Bisakah Anda menangkap kedalaman makna ucapan ini?
Hujatan terhadap generasi sahabat bukan
sekedar hujatan terhadap mereka yang telah tiada… tidak juga seperti
ucapan sebagian orang bahwa: “Hujatan tersebut tidak berbahaya bagi para
sahabat, karena mereka telah masuk Surga meski Syi’ah tidak suka.” Akan
tetapi bahaya besar di balik ucapan ini ialah karena hujatan terhadap
para sahabat pada hakikatnya adalah hujatan terhadap Islam secara
langsung. Sebab kita tidak mendapatkan ajaran Islam kecuali melalui para
sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Kalau berbagai hujatan yang menimbulkan keraguan akan akhlak, niat, dan perbuatan para sahabat dibiarkan; lantas agama model apa yang akan kita anut?
Hilanglah agama kita kalau kita terima semua itu… hilanglah hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran beliau.
Justeru kita bertanya kepada Syi’ah: “Al
Qur’an apa yang kalian baca sekarang? Bukankah yang menyampaikannya
adalah mayoritas sahabat yang kalian hujat? Bukankah yang berjasa
mengumpulkannya adalah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu,
yang kalian anggap berbuat licik untuk menjadi khalifah? Lantas mengapa
ia tidak merubah-rubah Al Qur’an sebagaimana merubah-rubah Sunnah
menurut tuduhan kalian?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits:
“عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المهديين مِنْ بَعْدِي”.
“Kalian wajib berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnahnya Khulafa’ur Rasyidin yang telah mendapat hidayah sepeninggalku.” (HR. Tirmidzi no 2676, Ibnu Majah no 42 dan Ahmad no 17184)
Jadi, Sunnah Khulafa’ur Rasyidien adalah
bagian tak terpisahkan dari agama Islam. Hukum dan sikap yang
diputuskan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali adalah hujjah (dalil)
bagi setiap muslim, kapan, di mana pun, dan sampai hari kiamat… lantas
bagaimana mungkin hujatan terhadap mereka kita biarkan?!
Sebab itulah, ulama-ulama kita yang mulia demikian berang bila mendengar ada orang yang berani menghujat sahabat. Imam Ahmad bin Hambal misalnya, beliau pernah mengatakan:
Sebab itulah, ulama-ulama kita yang mulia demikian berang bila mendengar ada orang yang berani menghujat sahabat. Imam Ahmad bin Hambal misalnya, beliau pernah mengatakan:
إذا رأيت أحدًا يذكر أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم بسوءٍ، فاتهمه على الإسلام
“Kalau engkau mendapati seseorang berani menyebut para sahabat dengan tidak baik, maka tuduhlah dia sebagai musuh Islam.” (Ash Sharimul Maslul ‘ala Syaatimir Rasul 3/1058 oleh Ibnu Taimiyyah)
Al Qadhi Abu Ya’la (salah seorang fuqaha
mazhab Hambali) mengatakan: “Para fuqaha sepakat bahwa orang yang
mencaci-maki para sahabat tak lepas dari dua kondisi: kalau dia
menghalalkan hal tersebut maka dianggap kafir, namun jika tidak
menghalalkannya maka dianggap fasik (bejat)” (Ibid, 3/1061)
Abu Zur’ah Ar Razi (salah seorang pakar hadits yang wafat th 264 H) mengatakan:
“إذا رأيتَ الرجلَ ينتقص من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، فاعلم أنّه زنديق”
“Kalau engkau mendapati seseorang mengkritik sahabat Nabi saw, maka ketahuilah bahwa dia itu Zindiq (munafik).” (Al Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah hal 49 oleh Al Khatib Al Baghdadi)
Sedangkan Ibnu Taimiyyah berkata: “Barang siapa menganggap bahwa para sahabat telah murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali
segelintir orang yang jumlahnya tak sampai belasan orang, atau
menganggap fasik (bejat) mayoritas sahabat; maka orang ini kekafirannya
tidak diragukan lagi.” (Ash Sharimul Maslul 3/1110 oleh Ibnu Taimiyyah)
Sikap yang keras terhadap para penghujat
sahabat ini, tak lain adalah karena para sahabatlah yang menyampaikan
agama ini kepada kita. Kalau salah seorang dari sahabat dihujat, berarti
Islam jadi meragukan. Mengingat banyaknya pujian yang Allah berikan
kepada mereka dalam Al Qur’an, maupun dalam Sunnah Nabi-Nya, jelaslah bahwa orang yang menghujat para sahabat berarti mendustakan ayat-ayat dan hadits yang cukup banyak tadi.
Mungkin ada yang berkata: “Lho, kami tidak pernah mendengar si Fulan dan si Fulan yang Syi’ah itu menghujat para sahabat?”
Kepada mereka, kami ingin agar memperhatikan poin-poin berikut:
Pertama: Kaum Syi’ah Itsna Asyariyah
pada dasarnya meyakini bahwa para sahabat telah bersekongkol melawan Ali
bin Abi Thalib, Ahlul Bait, dan Imam-imam yang diyakini oleh mereka.
Intinya, tidak ada seorang Syi’i pun (baik di Iran, Irak, maupun
Lebanon) melainkan ia meyakini kefasikan para sahabat. Sebab jika mereka
menganggap para sahabat adalah orang shalih, hancurlah rukun iman mereka sebagai Syi’ah. Jadi, telah menjadi suatu keniscayaan apabila setiap orang Syi’ah baik
pejabat, ulama, maupun rakyat jelata untuk bersikap tidak hormat kepada
para sahabat, dan tidak menerima agama yang mereka bawa dalam bentuk
apa pun.
Kedua: Tokoh-tokoh Syi’ah senantiasa
mengelak untuk menampakkan kebencian mereka kepada para sahabat, meski
terkadang nampak juga dalam sebagian statemen atau perilaku mereka,
sebagaimana firman Allah:
لَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ
“Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka.” (Qs Muhammad: 30)
Banyak di antara kita yang menyaksikan
debat antara DR. Yusuf Al Qardhawi dengan Rafsanjani (mantan presiden
Iran) di TV Al Jazeera. Kita sama-sama menyaksikan bagaiman Rafsanjani
selalu mengelak dari setiap usaha DR. Qardhawi agar ia menyebut sahabat
dan ummahatul mukminin (isteri-isteri Nabi) dengan baik.
Dan ketika Khamenei (pemimpin Revolusi
Iran sekarang) ditanya tentang hukum mencaci-maki para sahabat, dia
tidak mengatakan bahwa hal itu keliru atau haram. Namun ia menjawab
secara dusta dengan berkata: “Semua perkataan yang mengakibatkan
perpecahan di antara kaum muslimin pasti diharamkan dalam syari’at.”
Intinya, haramnya mencaci-maki sahabat menurutnya ialah karena hal itu
menimbulkan perselisihan di antara kaum muslimin, bukan karena haram
menurut syari’at, sebagaimana yang dilansir oleh koran Al Ahraam Mesir
tanggal 23 November 2006.
Ketiga: Kita harus waspasa terhadap
akidah ‘taqiyyah’ (bermuka dua) yang menurut syi’ah adalah sembilan
persepuluh dari agama mereka. Artinya, mereka biasa mengatakan perkataan
yang bertentangan dengan keyakinan mereka selama mereka belum berkuasa.
Namun setelah berkuasa mereka akan menampakkan jati dirinya
terang-terangan.
Dalam sejarah Syi’ah, kita menyaksikan
bahwa tatkala mereka menguasai beberapa wilayah Daulah Abbasiyah yang
Sunni di Irak, Mesir, Afrika Utara (Maghrib) dan semisalnya; mereka
langsung terang-terangan menghujat para sahabat, dan menjadikan hal itu
sebagai pokok agama mereka.
Jadi, jelaslah bagi kita dari sini akan
pentingnya menjelaskan hakikat Syi’ah terhadap para sahabat yang mulia.
Kalau tidak, maka orang yang menyembunyikan kebenaran ini ibarat
syaithan yang bisu, dan sikap ini akan mengakibatkan kehancuran Islam…
KEDUA:
Bahaya Doktrinasi Syi’ah di Dunia Islam…. tidak diragukan lagi bahwa doktrinasi Syi’ah (tasyayyu’) demikian gencar dilakukan di berbagai negara Islam. Ia tidak hanya marak di tempat asalnya seperti Iran, Irak dan Lebanon, namun kini berlangsung sangat kuat di Bahrain, Emirat Arab, Suriah, Yordania, Saudi Arabia, Mesir, Afghanistan, Pakistan dan negara-negara muslim lainnya… (Termasuk Indonesia yang dalam lima tahun terakhir meningkat secara drastis, lewat tokoh-tokoh mereka macam Jalaluddin Rakhmat, Quraish Shihab dan sebagainya. –pent)
Bahaya Doktrinasi Syi’ah di Dunia Islam…. tidak diragukan lagi bahwa doktrinasi Syi’ah (tasyayyu’) demikian gencar dilakukan di berbagai negara Islam. Ia tidak hanya marak di tempat asalnya seperti Iran, Irak dan Lebanon, namun kini berlangsung sangat kuat di Bahrain, Emirat Arab, Suriah, Yordania, Saudi Arabia, Mesir, Afghanistan, Pakistan dan negara-negara muslim lainnya… (Termasuk Indonesia yang dalam lima tahun terakhir meningkat secara drastis, lewat tokoh-tokoh mereka macam Jalaluddin Rakhmat, Quraish Shihab dan sebagainya. –pent)
Parahnya lagi, banyak orang yang
menganut pemikiran-pemikiran Syi’ah tanpa mengira bahwa mereka adalah
Syi’ah. Bahkan setelah menulis beberapa artikel ini, kami –yaitu Dr.
Raghib Sirjani- mendapat banyak e-mail yang penulisnya mengaku Sunni,
namun isinya penuh dengan pemikiran dan gaya Syi’ah.
Kita juga tidak menutup mata akan perang
global yang ditujukan kepada para sahabat lewat media massa (Yakni
media massa di Mesir tempat penulis tinggal -pent) dan saluran-saluran
televisi di negeri-negeri Sunni. Yang paling masyhur ialah hujatan salah
satu koran Mesir terhadap Siti Aisyah radhiallahu ‘anha beberapa hari terakhir. Demikian pula perang yang dilancarkan terhadap Shahih Bukhari, termasuk acara televisi yang dibawakan oleh wartawan terkenal dan selalu mengkritik para sahabat dalam setiap episode.
Masalah semakin rumit dan tidak bisa didiamkan, mengingat adanya perkawinan silang antara manhaj (metode) Syi’ah dengan Tasawuf, dengan klaim bahwa keduanya mencintai Ahlul bait.
Dan kita semua tahu bahwa faham tasawuf
demikian merebak di banyak negara di dunia. Dan faham ini telah
terjangkiti virus bid’ah, khurafat dan kemunkaran yang demikian banyak,
dan bertemu dengan Syi’ah dalam hal mengultuskan Ahlul bait. Dari sini,
penyebaran Syi’ah sangat mudah ditebak seiring dengan menyebarnya
tarekat-tarekat Sufi.
KETIGA:
Kondisi di Irak demikian mencekam. Pembunuhan muslimin Ahlussunnah tersebab identitas mereka adalah fenomena biasa yang sering terjadi. Sekjen ulama Ahlussunnah di Irak yang bernama Harits Adh Dhaary menyebutkan bahwa ada lebih dari 100 ribu muslim Sunni yang tewas di tangan Syi’ah sejak th 2003 hingga 2006. Ditambah proses deportasi yang terus menerus di beberapa lokasi demi mempermudah kekuasaan Syi’ah di sana. Dan mayoritas mereka yang dideportasi (diusir) keluar dari Irak adalah Ahlussunnah; dan ini menyebabkan perubahan susunan masyarakat yang sangat berbahaya akibatnya nanti.
Kondisi di Irak demikian mencekam. Pembunuhan muslimin Ahlussunnah tersebab identitas mereka adalah fenomena biasa yang sering terjadi. Sekjen ulama Ahlussunnah di Irak yang bernama Harits Adh Dhaary menyebutkan bahwa ada lebih dari 100 ribu muslim Sunni yang tewas di tangan Syi’ah sejak th 2003 hingga 2006. Ditambah proses deportasi yang terus menerus di beberapa lokasi demi mempermudah kekuasaan Syi’ah di sana. Dan mayoritas mereka yang dideportasi (diusir) keluar dari Irak adalah Ahlussunnah; dan ini menyebabkan perubahan susunan masyarakat yang sangat berbahaya akibatnya nanti.
Pertanyaannya sekarang: “Apakah
fitnah yang timbul ketika membahas masalah Syi’ah lebih berbahaya dari
fitnah terbunuhnya sekian banyak warga Ahlussunnah tadi? Lantas sampai
kapan masalah ini harus didiamkan? Padahal semua orang tahu betapa
solidnya dukungan Iran dalam pembersihan mereka yang beridentitas
Sunni?”
KEEMPAT:
Ambisi Iran terhadap Irak demikian besar, bahkan hal nampak nyata. Mengingat kedua negara sebelumnya pernah terlibat perang sengit selama 8 tahun penuh, dan sekarang jalannya terbuka lebar bagi Iran. Apalagi Irak memiliki nilai religius penting bagi kaum Syi’ah, mengingat adanya wilayah-wilayah suci di sana, termasuk enam makam Imam Syi’ah. Di Najaf terdapat makam Ali bin Abi Thalib, lalu di Karbala’ terdapat kuburan Husein, dan di Baghdad terdapat makam Musa Al Kadhim dan Muhammad Al Jawwad, tepatnya di wilayah Al Kadhimiyyah. Sedangkan di Samarra terdapat makam Muhammad Al Hadi dan Hasan Al ‘Askari; dan masih banyak kuburan-kuburan palsu lain yang diklaim sebagai kuburan para Nabi seperti Adam, Nuh, Hud dan Shalih di Najaf; namun semuanya palsu.
Ambisi Iran terhadap Irak demikian besar, bahkan hal nampak nyata. Mengingat kedua negara sebelumnya pernah terlibat perang sengit selama 8 tahun penuh, dan sekarang jalannya terbuka lebar bagi Iran. Apalagi Irak memiliki nilai religius penting bagi kaum Syi’ah, mengingat adanya wilayah-wilayah suci di sana, termasuk enam makam Imam Syi’ah. Di Najaf terdapat makam Ali bin Abi Thalib, lalu di Karbala’ terdapat kuburan Husein, dan di Baghdad terdapat makam Musa Al Kadhim dan Muhammad Al Jawwad, tepatnya di wilayah Al Kadhimiyyah. Sedangkan di Samarra terdapat makam Muhammad Al Hadi dan Hasan Al ‘Askari; dan masih banyak kuburan-kuburan palsu lain yang diklaim sebagai kuburan para Nabi seperti Adam, Nuh, Hud dan Shalih di Najaf; namun semuanya palsu.
Selain Ambisi Iran terhadap Irak yang
sangat berbahaya, Amerika juga mendukung terwujudnya ambisi tersebut.
Kita semua menyaksikan bagaimana pemerintahan Syi’ah bentukan Amerika di
Irak. Sandiwara saling tuduh antara Amerika dan Iran sudah
tidak mempan lagi sekarang, sebab tidak pernah terlintas dalam benak
Amerika untuk menyerang Iran sama sekali, akan tetapi yang
sangat mencemaskan bukanlah ambisi untuk menguasai minyak atau kekayaan
Irak saja, bukan pula sekedar memperluas kekuasaan Syi’ah; namun
parahnya mereka menjadikan kebrutalan dan sadisme tersebut sebagai
bagian dari agama mereka. Sebab Syi’ah menuduh para sahabat dan pengikut
mereka dari kalangan Ahlussunnah sebagai musuh-musuh Ahlulbait dan
menjulukinya dengan naashibah atau nawaashib. Padahal kita lebih menghargai Ahlulbait daripada mereka.
Mereka lalu mengeluarkan vonis-vonis
mengerikan atas tuduhan tersebut. Misalnya Khumaini yang mengatakan:
“Pendapat yang lebih kuat ialah memasukkan nawashib sebagai ahlul harbi
(lawan perang), yang hartanya halal di mana pun didapati, dan dengan
cara apa pun.” (Tahrirul Wasilah 1/352 oleh Al Khumaini)
Lalu tatkala imam mereka yang bernama
Muhammad Shadiq Ar Ruhani ditanya tentang hukum orang yang mengingkari
keimaman dua belas imam, dia mengatakan sesuatu yang sangat aneh:
“Sesungguhnya imamah (jabatan imam) lebih tinggi dari nubuwah (kenabian)
dan kesempurnaan agama ini ialah dengan menjadikan Amirul mukminin alaihissalam sebagai imam; Allah ta’ala berfirman: alyauma akmaltu lakum dienakum (pada
hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu). Maka siapa yang tidak
mempercayai keimaman dua belas imam niscaya ia akan mati dalam
kekafiran” (Lihat fatwa ini dalam link berikut: www.imamrohani.com/fatwa-ar/viewtopic.php)
Khumaini dalam bukunya Al Hukumatul Islamiyyah mengatakan
bahwa para imam akan mencapai kedudukan yang tidak pernah dicapai oleh
malaikat terdekat maupun rasul sekalipun. Karenanya, tidak mengakui
keimaman menurut mereka lebih berat dari pada tidak mengakui kenabian,
dan inilah tafsiran atas pengkafiran Syi’ah atas Ahlussunnah, yang
diikuti dengan penghalalan darah mereka di Irak dan negeri-negeri
lainnya. Oleh karena itu, Irak harus dimasukkan dalam kekuasaan mereka
karena banyaknya tempat-tempat ‘suci’ mereka yang masih dikuasai oleh
orang-orang yang mereka anggap kafir.
KELIMA:
Ancaman langsung tak berhenti di Irak saja, namun ambisi mereka terus meningkat untuk menguasai daerah sekitarnya. Mereka menganggap Bahrain sebagai bagian dari Iran, sebagaimana pernyataan kepala pemeriksa umum Ali Akbar Nathiq Nuri di kantor pemimpin revolusi saat peringatan 30 tahun revolusi Iran. Ia mengatakan: “Bahrain pada dasarnya adalah propinsi Iran yang keempat belas, yang diwakili oleh seorang legislatif di majelis permusyawaratan Iran.” (Lihat situs al jazirah berikut: www.aljazeera.net/NR/exeres/684338CB-837A-4879-8C7A-1A1B995DD286.htm)
Ancaman langsung tak berhenti di Irak saja, namun ambisi mereka terus meningkat untuk menguasai daerah sekitarnya. Mereka menganggap Bahrain sebagai bagian dari Iran, sebagaimana pernyataan kepala pemeriksa umum Ali Akbar Nathiq Nuri di kantor pemimpin revolusi saat peringatan 30 tahun revolusi Iran. Ia mengatakan: “Bahrain pada dasarnya adalah propinsi Iran yang keempat belas, yang diwakili oleh seorang legislatif di majelis permusyawaratan Iran.” (Lihat situs al jazirah berikut: www.aljazeera.net/NR/exeres/684338CB-837A-4879-8C7A-1A1B995DD286.htm)
Kita juga tahu bahwa Iran menduduki tiga
pulau milik Emirat Arab di teluk Arab, dan jumlah mereka makin
bertambah di Emirat hingga nisbahnya mencapai 15% dari total jumlah
penduduk, dan menguasai pusat-pusat perdagangan terutama di Dubai.
Demikian pula kondisinya di Arab Saudi
yang tidak statis; sebab sejak revolusi Iran tahun 1979, berbagai
gangguan stabilitas terjadi berulang kali di Arab Saudi. Bahkan itu
terjadi langsung setelah revolusi Iran, dengan munculnya demonstrasi
Syi’ah di Qathif dan Saihat (dua wilayah Saudi), yang paling gencar di
antaranya adalah tanggal 19 November 1979.
Masalah pun kadang semakin parah hingga
berubah menjadi tindak anarkhis dan kejahatan di Baitullah Makkah.
Sebagaimana yang terjadi pada musim haji tahun
1987 dan 1989. Bahkan pasca jatuhnya pemerintahan Saddam Husein,
sekitar 450 tokoh Syi’ah di Saudi mengajukan proposal kepada putera
mahkota ketika itu, yaitu Pangeran Abdullah dan meminta agar diberi
jabatan-jabatan tinggi di dewan parlemen, jalur diplomasi, badan militer
dan keamanan, serta menambah jumlah mereka di majelis syuro.
Bahkan Ali Syamkhani, yang merupakan
penasehat tertinggi masalah militer bagi pimpinan umum revolusi Iran
mengatakan, bahwa bila Amerika menyerang proyek nuklir Iran, maka Iran
tidak sekedar membalas dengan menyerang fasilitas milik Amerika di
teluk, namun akan menggunakan rudal-rudal balistiknya untuk menyerang
target-target strategisnya di teluk Arab. Pernyataan ini dilansir oleh
majalah Times Inggris pada hari Ahad 10 November 2007.
Inikah semuanya?
Tidak… namun masih banyak sekali hal-hal yang belum kami sebutkan.
Dalam tulisan ini kami baru menyebutkan lima poin yang menjelaskan bahaya Syi’ah dan gentingnya masalah ini. Dan masih ada lima poin lagi yang tak kalah penting yang akan saya sampaikan dalam tulisan berikutnya atas izin Allah. Dan setelah itu kami akan paparkan metode paling tepat untuk mengatasi kondisi yang sangat berbahaya ini.
Dalam tulisan ini kami baru menyebutkan lima poin yang menjelaskan bahaya Syi’ah dan gentingnya masalah ini. Dan masih ada lima poin lagi yang tak kalah penting yang akan saya sampaikan dalam tulisan berikutnya atas izin Allah. Dan setelah itu kami akan paparkan metode paling tepat untuk mengatasi kondisi yang sangat berbahaya ini.
Masalah Syi’ah bukanlah catatan kaki
dalam sejarah umat Islam, hingga pantas untuk ditinggalkan atau ditunda…
namun ia merupakan masalah yang menduduki prioritas utama bagi umat
Islam.
Kita semua mengetahui bagaimana Palestina dibebaskan dari tangan kaum Salibis lewat tangan Shalahuddien; dan itu tidak terjadi kecuali setelah beliau membebaskan Mesir dari kekuasaan Syi’ah Ubeidiyyah. Dan
ketika itu Shalahuddien tidak mengatakan bahwa perang salib harus lebih
diprioritaskan daripada menyingkirkan kekuasaan Syi’ah dari Mesir. Hal
itu karena beliau yakin bahwa kaum muslimin tidak akan mendapat
pertolongan kecuali bila akidah mereka bersih dan tentara mereka ikhlas.
Shalahuddien juga tidak memaksa rakyat
Mesir untuk berperang bersamanya demi target utamanya (yaitu pembebasan
Palestina), kecuali setelah membebaskan mereka dari belenggu-belenggu
Syi’ah Ubeidiyyah.
Apa yang kami sebutkan tentang Mesir di
masa Shalahuddien sama dengan yang kami sebutkan tentang Irak sekarang,
demikian pula dengan setiap negara yang terancam oleh Syi’ah… dan kita
harus mengambil pelajaran dari sejarah!
Semoga Allah memuliakan Islam dan kaum muslimin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan