بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Kediktatoran Khumaini
Siapakah Yang Berkuasa di Iran?
Dengan melihat Pemilu Presiden Iran,kebanyakan umat Islam menganggapbahwa hal itu merupakan potret peradaban untuk memilih seorang pemimpin yang diterima rakyat guna mewujudkan harapan-harapan mereka. Terlebih dibawah bayang-bayang kondisi yang sangat buruk,seperti kebanyakan negeri di dunia Arab, dimana sejumlah pemimpin, raja atau para sulthan berkuasa atas pemerintahan dan dapat bertindak sesukanya meski tidak sesuai dengan keinginan rakyat, bahkan sekiranya negeri-negeri Arab mengadakan Pemilu, sejatinya pemilu itu hanya pemilu yang penuh rekayasa, inilah yang membuat kaum muslimin merasa muak dibalik semua pengalaman yang ada, dengan memandang itu semua sebagai produk barat, syi'ah atau yang sejenisnya.
Akan tetapi, benarkah pemilu Iran dapat dianggap sebagai model percontohan yang patut diikuti? Apakah presiden yang terpilih memiliki wewenang untuk merealisasikan harapan-harapan dari orang-orang yang memilihnya? Adakah kesempatan baginya untuk memperbaiki kerusakan apabila terjadi? Apakah sistem pemerintahan Iran telah memnunjukkan fitalitasnya sebagaimana para penggiat syi’ah katakan.....?!
Oleh karena itu, kita harus kembali kepada pokok permasalahan supaya dapat memahami siapa sebenarnya yang berkuasa di Iran??? Saya nasehatkan kepada para pembaca untuk membaca makalah-makalah saya dalam tema ini, karena akan memberikan pandangan yang jelas tentang apa yang akan saya sebutkan dalam pembahasan kali ini, makalah-makalah saya tersebut berjudul; Ushul As Syi'ah, Saitharah As Syi'ah, Khathar As Syi'ah dan Mauqifuna min As Syi'ah.
Kediktatoran Khumaini
Pada tahun 1979 M, terjadi revolusi Syiah yang diusung oleh Al Khumaini dan berhasil menumbangkan pemerintahan diktator Iran Syah Pahlavi yang memiliki wewenang cukup besar di Iran, disamping itu ia juga memiliki wewenang dalam tatanan pemerintahan yang berpihak kepadanya! Lalu apa yang telah diperbuat Al Khumaini?!
Ternyata Al Khumaini lebih dictator daripada Syah Pahlavi, dia berhasil menggambungkan semua wewenang jauh lebih besar daripada Syah Pahlavi, Sekiranya pada masa Syah Pahlavi terdapat peluang untuk melakukan demonstrasi, maka peluang itu tidak akan di dapat pada masa Al Khumaini.
Sedangkan berbagai konflik, demonstrasi dan pergulatan militer yang kita lihat terjadi pada hari ini,hanyaberkutat di area tertentu dan cukup dikenal yang ujung-ujungnya bertujuan untuk memperindah system pemerintahan dan menampakkan kepada khalayak bahwa kebebasan masih tetap ada, negara dalam kondisi baik dan tetap menghargai pilihan rakyat…!!!
Bagaimana Ini Terjadi?
Apa Sebenarnya Akar Ceritanya?
Al Khumaini tampil di pemerintahan Iran dengan mengadopsi teori yang digagasnya dari sejarah syi'ah,yaitu "Wilayatul Faqih", sedangkan menurut ajaran Syi'ah bahwa wilayahharus diperuntukkan imam ma'shum, karena mereka meyakini kema'shuman imam Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, kema'shuman anak-anaknya Hasan dan Husain kemudian kema'shuman silsilah anak keturunan Husain yang mereka implementasikan dengan sebutan Imam Itsna 'Asyariyah (dua belas imam), namun Imam AlAskari -imam kesebelas menurut Syi'ah- yang wafat pada tahun 260 H,tidak pernah menyebut imam ma'shum pun setelahnya......
Untuk mengatasi dilema ini, Syi'ah terpecah menjadi beberapa kelompok, diantaranya adalah Itsna 'Asyariyah yang mengklaim bahwa Imam AlAskari telah mewasiatkan kepada Muhammad, anaknya yang masih kecil dan belum genap lima tahun, kemudianImam kedua belas ini masuk ke sirdabuntuk bersembunyi. Syi'ah Itsna 'Asyariyah (di Iran dan Lebanon) meyakini bahwa imam kedua belas masih berada di sirdab dan akan muncul suatu hari nanti untuk memerintah dunia, menurut mereka dialah Imam AlMahdi Al Muntzhar.Dalam aqidah Syi'ah, tidak boleh menjadi imam dan memimpin negara atau menegakkan hukum-hukum agama, menegakkan jihad, jama'ah serta hudud dan segala sesuatunya kecuali ada imam ma'shum, sehingga semua (perkara agama) ditiadakan sampai munculnya imam ilusi itu.
Teori “Wilayah Al Faqih.”
Khomeini adalah penggagas teori yang terdapat dalam tarikh syi'ah yaitu konsep"Wilayah Al Faqih",disebut demikian karena menurut mereka, imam Mahdi yang ghaib (yaitu seorang bocah yang bersembunyi di Sirdab) telah mempercayakan kepada AlFaqih yang menguasai fiqih tingkat tinggi (yang telah mencapai derajat alim dalam ajaran Syiah –penj) untuk melaksanakan tugas-tugas imam ma'shum.Dia juga yang akan memimpin semua umat, mengambil wewenang imam ma'shum,tentu dirinya juga ma’shum, mendapat ilham dari Allah, bahkan kedudukannya lebih tinggi daripada kenabian, karena menurut mereka kenabian terhenti pada masa tertentu, sedangkan imam ma'shum terus berlangsung sampai saat ini.
Sebelumnya kami juga telah nukilkan perkataan Al Khumeini dalam kitabnya “AlHukumah AlIslamiyah”: "Dan diantara prinsip-prinsip madzhab kita, bahwa para imam memiliki kedudukan yang tidak dapat dicapai oleh malaikat terdekat maupun nabi yang diutus."
Oleh karena itu, apabila masyarakat Iran mengambil konsep ini, maka mereka harus tunduk terhadap semua ketetapan dari AlFaqih yang memimpin negari, kemudian istilah ini di kalangan mereka lebih dikenal dengan AlFaqih AlAkbar atau Mursyid(pemimpin revolusi) atau AlQaid, semua ini hanya sekedar sinonim untuk menyebut kepribadianAl Faqih, entah yang pertama atau yang terakhir, dalam tataran pemerintahan Iran yang baru.Konsep ini sangat berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari kondisipemerintahan Arab yang rusak, sebab para pemuka diktator Arab,tidak mengatakan bahwa mereka memerintah dengan nama Allah Azza wa Jalla, mereka juga tidak mengklaim dapat ilham dari Allah atauma’shum, serta ketaatan dari rakyatnya bukandoktrin yang didektekan oleh syari'at, bahkan mayoritas rakyatnya bependapat bahwa melawan kediktatoran adalah keutamaan, sebab hal itu merupakan bentuk perlawanan terhadap kezhaliman dan kediktatoran, namun di Iran, hal itu dianggap sebagai kejahatan terhadap hak-hak Allah, yang kemudian menjadi tindak kejahatan terhadap pemerintah dan pemimpin.
Al Khumaini kemudian menjadikan undang-undang Iran yang baru untuk mengawal kediktatorannya beserta orang-orang setelahnya diatas manhaj Itsna 'Asyariyah yang menyimpang, Dalam butir-butir perundangan itu, ia menyatakan bahwa MursyidAt Tsaurah(pemimpin revolusi) berhak menjabat posisi ini selama hidupnya.!!
Kemudian dia membikin Majlis Al Khubraa’ yang anggotanya dipilih rakyat melalui pemilu, tetapi syaratnya kandidat yang terpilih harus seorang faqih, berasal dari Itna 'Asyariyah,dan harus meyakini konsep “Wilayatul Faqih.”Majlis itulah yang akan memilih “Waliyyul Faqih”pengganti Al Khumaini setelah wafatnya, dan akan menjabat sebagai “WaliyulFaqih” sekaligus hakim sepanjang hidupnya.Maka terpilihlah Ayatullah Ali Khamenei menjadi Mursyid At Tsaurah dan menjabat posisi ini sejak tahun 1989 M hingga sekarang.
Melengserkan Pemimpin Terpilih
Tidak sampai disitu,bahkan Al Khumaini mampu menggunakan otoritasnya kepada pihak-pihak yang berwenang, seperti yang tercantum dalam materi keseratus sepuluh dari undang-undang yang dibuatnya, bahwa “Mursyid At Tsaurah” berhak meletakkan segala permasalahan pemerintahan khususnya dalam membentuk atau menentukan kebijakan politik secara umum, berhak memberi perintah kepada seluruh pasukan militer, berwenang mengangkat dan mencopot para pemimpin baik itu lembaga maupun majlis kepemimpinan negara, bahkan dia pulalah yang menentukan kepala eksekutif kehakiman, kepala penyiaran dan pertelevisian, kepala staf gabungan komando angkatan bersenjata maupun Komandan umum garda revolusi, bahkan - lebih dari itu - dia juga berwenang melengserkan presiden yang dipilih oleh rakyat!!
Sungguh ini merupakan kekuasaan yang belum pernah diimpikan oleh seorang diktator Arab manapun. Tidak ini saja, bahkan setiap apa saja,harus berdasarkan wewenang dari imam Mahdi Al Ghaib, jadi jika salah seorang dari masyarakat yang menyelisihi atau bermaksiat terhadap perintah-perintah mursyid, maka itu merupakan kesalahan yang sampai kepada tingkat kesyirikan kepada Allah,sebab dia menentangimam ma'shum,kemudian mereka menisbatkan pernyataan itu kepada imam Ja'far AsShadiq secara dusta, dengan mengatakan: "Apabila dia berhukum dengan hukum kami,kemudian dia menolak hukum tersebut, sungguh dia telah meremehkan hukum Allah, sehingga wajib atas kami untuk menolak dia, sebab menolak kami berarti menolak Allah, dan dia telah sampai kepada batas kesyirikan kepada Allah."
Namun Al Khumaini ingin memperindah bentuk pemerintahannya. Supaya kediktatoran yang dibuatnya tidak terlihat sewenang-wenang, dibuatlah "Presiden"sebagai kepala negara, meskipun yang memegang kendali sepenuhnya adalah pemimpin atau Mursyid At Tsaurah, dan memposisikan presiden yang terpilih melalui pemilu layaknya rakyat biasa, dengan mengosongkon semua perkara yang mengganjal di hati rakyat, yang nantinya rakyat mengira bahwa presiden terpilihlah pemimpin yang akan mengawal perjalanan umat, akan tetapi tetap saja peranan Presiden Iran terhenti di tangan Mursyid.
Bagaimana Presiden Dipilih.
Selanjutnya Al Khumaini membentuk "Majlis Shiyanah Ad Dustur" (majlis pembuat undang-undang) yang bertugas memilih siapa saja yang berkompeten menjadi presiden. Ironisnya, majlis ini hanya terdiri dari dua belas anggota saja, enam diantaranya sudah langsung terpilih oleh MursyidTsaurah, sedangkan selebihnya dinominasi oleh Mahkamah Agung tentunya setelah adanya izin dari Mursyid, perlu diketahui bahwa anggota Mahkamah Agung sendiri langsung ditunjuk oleh MursyidTsaurah, ini berarti semua anggota majlis pembuat undang-undang adalah orang-orang yang dipilih sendiri oleh Mursyid Tsaurah atau yang diridhainya.Majlis ini kemudian menyeleksi calon-calon yang ingin menempati jabatan presiden, karena itu calon-calon tersebut tidak akan diterima kecuali memiliki ikatan yang sangat kuat serta kedekatan dengan Mursyid Tsaurah!!
Maka tidak ada peluang sama sekali bagi orang yang menentangmursyid, sedangkan adanya partai “Al Muhafizhin” dan “Ishlahiyin” hanya sebagai gambaran palsu dari perbedaan kecil pada aspek yang masih ditolelir oleh Mursyid.Kita tahu dalam pemilu terakhir, ada sekitar 471 calon presiden yang mengajukan diri,namun tidak ada yang diterima oleh majlis pembuat undang-undang kecuali hanya empat, dua diantaranya dari partai Muhafizhin dan dua lainnya dari partai Ishlahiyin, yang kesemuanya merupakan anak-anak dari buah peraturan Mursyid At Tsaurah.
AhmadiNejad sangat dekat dengan Mursyid At TsaurahAli Khamenei, dan dia merupakan sosok yang sangat fanatic terhadap teori “Wilayatul Faqih.”Ahmadi Nejad dari partai Muhafizhin, sementara lawan terberatnya adalah Mayer Husain Musawi dari partai Ishlahiyin, dia juga termasuk anak-anak revolusi. Pernah hijrah ke Paris dan menabat sebagai perdana Mentri pada zaman Al Khumaini berkuasa tahun 1981 hingga 1989 M, yang merupakan perdana menteri terakhir sebelum akhirnya Al Khumaini meniadakan jabatan ini selamanya. Sedangkan calon presiden yang ketiga adalah Mahdi Kurbi dari partai Ishlahiyin, ketua Parlemen Iran tahun 1989 hingga 1992 M, dan calon presiden keempat adalah Muhsin Ridha’I dari Al Muhafizhin, seorang pendiri markaz garda revolusi dalam perang Iran-Irak.
Sejatinya mereka semua adalah anak-anak dari buah peraturan Mursyid At Tsaurahdan para pendukung setia setiap pernyataan yang di nyatakan oleh Mursyid At Tsaurah.
Terkadang seorang presiden yang dipilih oleh rakyat lupa akan kedudukannya, kemudian dia mengambil kebijakan yang menyelisihi pendapat Mursyid At Tsaurah, lalu apa yang akan terjadi?
Tidak perlu berspekulasi, sungguh kami telah melihat realita sebenarnya, contohnya, seperti yang terjadi atas diri Bani Sadr yang seharusnya menjadi presiden pertama Iran pada masa Al Khumeini tahun 1980 M. Bani Sadr mengira dirinya akan diberi kekuasaan sebagaimana presiden negara lainnya. Terlebih lagi dia berhasil menduduki kursi pemerintahan dengan dukungan lebih dari 75 persen suara rakyat. Namun ia mendapati dirinya tidak mempunyai daya dan upaya apapun, dan tidak berhak memilih perdana menterinya sendiri, bahkan tidak berhak bergabung dalam majlis pemilihan menteri-menteri dalam pemerintahannya. Karena segala hal yang berhubungan dengan negara, besar atau sekecil apapun itu harus rujuk kepada Al Khumaini sebagai Mursyid Tsaurah.
Lantas, apa yang dihasilkannya?
Maka Al Khumaini melengserkan dari jabatannya, dan memilih Presiden lain.
Diturunkan setelah 75 persen suara rakyat berpihak kepadanya… Maka apa gunanya Pemilu jika hal ini terjadi? Untuk apa membelanjakan harta hanya untuk propaganda? Apa gunanya menyelenggarakan perdebatan di media-media?...
Seperti halnya, ketika Presiden Ali Khameni 1981-1989 M (sebelum menjadi Mursyid Tsaurah -penj), mengizinkan sebuah undang-undang pekerja setelah ditentang oleh Majlis pembuat undang-undang atas inisiatif Mursyid Al Khumaini. Maka Al Khumaini langsung melayangkan surat teguran keras kepada Presiden Ali Al Khamenei pada waktu itu, dan mengingatkannya dalam surat itu bahwa “Wilayah Faqih” sebagaimana halnya “Wilayah Rasul”, karena ia terpilih dari Imam yang ghaib, segera saja Presiden Ali Al Khamenei menyadari kesalahannya meskipun setelah wafatnya Al Khumaini, ia menabat sebagai Mursyid At Tsaurah, kema’shuman pun berpindah kepadanya dan tidak boleh ada yang menentang dalam keputasannya.
Ishlahiyin adalah wajah lain dari Muhafizhin
Kemudian kita lihat, ketika Iran dipimpin oleh seorang Ishlahiyyin sebagai presiden yaitu Muhammad Khatimi sejak 1997 hingga 2005 M, apakah kita melihat ada hal baru?Apakah Iran ketika di pegang oleh Ishlahiyin mengalami perubahan layaknya ketika di pegang oleh Muhafizhin? Ataukah pada akhirnya tampuk kekuasaan yang sesungguhnya dipegang oleh seorang Mursyid?.
Kami katakan juga bahwa partai Ishlahiyin maupun Muhafizhin sama sekali tidak mencerminkan partai yang terpisah di Iran, bahkan tidak pernah ada badan-badan legislative yang mengusung presiden tertentu, Ahmadi Nejad hanya mewakili dirinya sendiri dalam Pemilu, begitu juga Meir Husain Musawi yang dari partai Ishlahiyin, hal ini tidak seperti yang ada di Amerika, ketika Obama menjadi wakil kandidat dari partai Demokrat, sementara McCain menjadi wakil kandidat dari partai republik. Sedangkan masalah tersebut di Iran sangat jauh berbeda, sebab yang berlaku di Iran hanya sekedar representatif tanpa adanya pertimbangan.
Bahkan ketikaterjadi konflik antara para kandidat di tengah jalan di Iran, dan saling tuding di media-media masa, namun anehnya para tokoh agama hanya diam dari masalah itu, sepertinyamereka sengaja diam, sehingga Meir Husain Musawi yang merasa dirugikanmenyatakan: "Setiap akses untuk meraih hak-hak telah ditutup, sungguh rakyat Iran hanya akan menghadapi kebisuan dari para tokoh agama yang sok penting." Dia juga menambahkan bahwa kebisuan ini lebih berbahaya daripada penipuan.
Para tokoh agama sengaja membisu untuk menampakkan 'konflik', seakan-akan konflik untuk memperebutkan posisi tersebut sangat penting, disamping untuk menampakkan azas demokrasi di negeri tersebut, serta adanya dua partai dalam menimbang partai satu dengan yang lainnya diserahkan melalui rakyat. Yang pada akhirnya semuanya itu tidak lebih hanya sebatas permainan, rakyat pun akan memilih kandidat yang akan menjalankan apa saja yang ditulis oleh skenario sang pemimpin revolusi!!
Dan musibah yang sebenarnya adalah karena sang Mursyid tidak berhukum atas dasar Al Qur’an dan Sunnah, bahkan dia menyelewengkan aqidah Umat ini dengan penyimpangan yang sangat membahayakan. Di samping itu, dia juga berhukum berdasarkan otoritas dari imam ghaib yang sembunyi di Sirdab, kemudian berupaya menjalankan negara seutuhnya berdasarkan hawa nafsu yang tidak boleh ditentang.
Faktor-FaktorYang Menjadi Daya Tarik.
Jika faktanya demikian, lantas kenapa kita terpesona dengan kondisi seperti ini? Kenapa banyak jurnal –bahkan jurnal Islami- yang mengangkat isu Iran sebagai negara yang patut dicontoh?
Barangkali kita terpesona karena beberapa hal; diantaranya karena kebanyakan dari kita tidak mengetahui pasti hakikat dalam perundang-undangan dan hukum yang berlaku di Iran, dan di dalam hubungan antara Mursyid dengan Presiden.Karena itu, kebanyakan kita menghukuminya dengan rasa simpati, bukan dengan akal.Kebanyakan kita condong kepada sosok yang mengangkat nama Islam, walaupun sebenarnya sesat dan tidak mewakili Islam yang sebenarnya.
Diantaranya pula, kebanyakan kita tidak mengetahui Syiah yang sebenarnya, yang membolehkan kaum Muslimin mencela Abu Bakar dan Umar, bahkan membolehkan mendebat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkara yang bukan termasuk wahyu.
Diantaranya pula, kebanyakan kita merasa muak dengan pemerintahan dictator di negara Arab yang berbuat semena-mena, adanya penipuan di pemilu serta kerusakan besar lainnya yang ada di setiap sektor wilayah, karena itu kebanyakan kita mencari potret kesuksesan meskipun dengan gambaran yang sempit dengan mengabaikan hal-hal negatif dan menutup segala sisinya,yang pada akhirnya kebanyakan kita berkata: “Alhamdulillah ada Daulah Islamiyah yang menegakkan sistem syura!!.”
Diantaranya pula, kebanyakan dari kitatidak menelusuri berbagai resiko yang dihadapi oleh Iraq, Bahrain, Saudi, Suria, Mesir dan Lebanon, bahkan diantara Ahlusunnah di Iran sendiri mengangkat seorang mursyid yang meyakini prinsip “Wilayatul Faqih”,seorang Mursyid yang meyakini bahwa Ahlussunnah di dunia adalah orang-orang ekstrimis, meyakini imam yang ghaib telah mengamanahkan kepadanya untuk memperbaiki kondisi dunia sehingga siap menerima kedatangan Imam Mahdi.
Kebanyakan dari kita juga merasa muak dengan kezhaliman yang di lakukan Amerika dan Yahudi, serta turut gembira jika mendengar seseorang yang bicara tentang permasalahan keduanya, namun kebanyakan kita tidak memperhatikan tindak lanjut dari beberapa kejadian, tidak pula membaca sejarah, supaya kita tahu bahwa perlawanan yang dilakukan Iran terhadap Israel untuk membebaskan Palestina sama sekali nihil…!!
Wahai kaum Muslimin, sungguh hal yang harus kita lakukan sebenarnya adalah membangun umat ini atas dasar yang baik dan pondasi yang benar, bukan atas Manhaj timur atau barat, Syiah maupun Khawarij, akan tetapi atas Al Quran dan Sunnah dan kembali pada pokok ajaran Islam, mempelajari Manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perubahan yang sebenarnya, dan juga Manhaj orang-orang shalih yang termaktub dalam sejarah, begitu banyaknya mereka. Sedangkan kagum terhadap orang-orang yang menyimpang bukanlah pekerjaan orang-orang shalih
Dengan melihat Pemilu Presiden Iran,kebanyakan umat Islam menganggapbahwa hal itu merupakan potret peradaban untuk memilih seorang pemimpin yang diterima rakyat guna mewujudkan harapan-harapan mereka. Terlebih dibawah bayang-bayang kondisi yang sangat buruk,seperti kebanyakan negeri di dunia Arab, dimana sejumlah pemimpin, raja atau para sulthan berkuasa atas pemerintahan dan dapat bertindak sesukanya meski tidak sesuai dengan keinginan rakyat, bahkan sekiranya negeri-negeri Arab mengadakan Pemilu, sejatinya pemilu itu hanya pemilu yang penuh rekayasa, inilah yang membuat kaum muslimin merasa muak dibalik semua pengalaman yang ada, dengan memandang itu semua sebagai produk barat, syi'ah atau yang sejenisnya.
Akan tetapi, benarkah pemilu Iran dapat dianggap sebagai model percontohan yang patut diikuti? Apakah presiden yang terpilih memiliki wewenang untuk merealisasikan harapan-harapan dari orang-orang yang memilihnya? Adakah kesempatan baginya untuk memperbaiki kerusakan apabila terjadi? Apakah sistem pemerintahan Iran telah memnunjukkan fitalitasnya sebagaimana para penggiat syi’ah katakan.....?!
Oleh karena itu, kita harus kembali kepada pokok permasalahan supaya dapat memahami siapa sebenarnya yang berkuasa di Iran??? Saya nasehatkan kepada para pembaca untuk membaca makalah-makalah saya dalam tema ini, karena akan memberikan pandangan yang jelas tentang apa yang akan saya sebutkan dalam pembahasan kali ini, makalah-makalah saya tersebut berjudul; Ushul As Syi'ah, Saitharah As Syi'ah, Khathar As Syi'ah dan Mauqifuna min As Syi'ah.
Kediktatoran Khumaini
Pada tahun 1979 M, terjadi revolusi Syiah yang diusung oleh Al Khumaini dan berhasil menumbangkan pemerintahan diktator Iran Syah Pahlavi yang memiliki wewenang cukup besar di Iran, disamping itu ia juga memiliki wewenang dalam tatanan pemerintahan yang berpihak kepadanya! Lalu apa yang telah diperbuat Al Khumaini?!
Ternyata Al Khumaini lebih dictator daripada Syah Pahlavi, dia berhasil menggambungkan semua wewenang jauh lebih besar daripada Syah Pahlavi, Sekiranya pada masa Syah Pahlavi terdapat peluang untuk melakukan demonstrasi, maka peluang itu tidak akan di dapat pada masa Al Khumaini.
Sedangkan berbagai konflik, demonstrasi dan pergulatan militer yang kita lihat terjadi pada hari ini,hanyaberkutat di area tertentu dan cukup dikenal yang ujung-ujungnya bertujuan untuk memperindah system pemerintahan dan menampakkan kepada khalayak bahwa kebebasan masih tetap ada, negara dalam kondisi baik dan tetap menghargai pilihan rakyat…!!!
Bagaimana Ini Terjadi?
Apa Sebenarnya Akar Ceritanya?
Al Khumaini tampil di pemerintahan Iran dengan mengadopsi teori yang digagasnya dari sejarah syi'ah,yaitu "Wilayatul Faqih", sedangkan menurut ajaran Syi'ah bahwa wilayahharus diperuntukkan imam ma'shum, karena mereka meyakini kema'shuman imam Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, kema'shuman anak-anaknya Hasan dan Husain kemudian kema'shuman silsilah anak keturunan Husain yang mereka implementasikan dengan sebutan Imam Itsna 'Asyariyah (dua belas imam), namun Imam AlAskari -imam kesebelas menurut Syi'ah- yang wafat pada tahun 260 H,tidak pernah menyebut imam ma'shum pun setelahnya......
Untuk mengatasi dilema ini, Syi'ah terpecah menjadi beberapa kelompok, diantaranya adalah Itsna 'Asyariyah yang mengklaim bahwa Imam AlAskari telah mewasiatkan kepada Muhammad, anaknya yang masih kecil dan belum genap lima tahun, kemudianImam kedua belas ini masuk ke sirdabuntuk bersembunyi. Syi'ah Itsna 'Asyariyah (di Iran dan Lebanon) meyakini bahwa imam kedua belas masih berada di sirdab dan akan muncul suatu hari nanti untuk memerintah dunia, menurut mereka dialah Imam AlMahdi Al Muntzhar.Dalam aqidah Syi'ah, tidak boleh menjadi imam dan memimpin negara atau menegakkan hukum-hukum agama, menegakkan jihad, jama'ah serta hudud dan segala sesuatunya kecuali ada imam ma'shum, sehingga semua (perkara agama) ditiadakan sampai munculnya imam ilusi itu.
Teori “Wilayah Al Faqih.”
Khomeini adalah penggagas teori yang terdapat dalam tarikh syi'ah yaitu konsep"Wilayah Al Faqih",disebut demikian karena menurut mereka, imam Mahdi yang ghaib (yaitu seorang bocah yang bersembunyi di Sirdab) telah mempercayakan kepada AlFaqih yang menguasai fiqih tingkat tinggi (yang telah mencapai derajat alim dalam ajaran Syiah –penj) untuk melaksanakan tugas-tugas imam ma'shum.Dia juga yang akan memimpin semua umat, mengambil wewenang imam ma'shum,tentu dirinya juga ma’shum, mendapat ilham dari Allah, bahkan kedudukannya lebih tinggi daripada kenabian, karena menurut mereka kenabian terhenti pada masa tertentu, sedangkan imam ma'shum terus berlangsung sampai saat ini.
Sebelumnya kami juga telah nukilkan perkataan Al Khumeini dalam kitabnya “AlHukumah AlIslamiyah”: "Dan diantara prinsip-prinsip madzhab kita, bahwa para imam memiliki kedudukan yang tidak dapat dicapai oleh malaikat terdekat maupun nabi yang diutus."
Oleh karena itu, apabila masyarakat Iran mengambil konsep ini, maka mereka harus tunduk terhadap semua ketetapan dari AlFaqih yang memimpin negari, kemudian istilah ini di kalangan mereka lebih dikenal dengan AlFaqih AlAkbar atau Mursyid(pemimpin revolusi) atau AlQaid, semua ini hanya sekedar sinonim untuk menyebut kepribadianAl Faqih, entah yang pertama atau yang terakhir, dalam tataran pemerintahan Iran yang baru.Konsep ini sangat berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari kondisipemerintahan Arab yang rusak, sebab para pemuka diktator Arab,tidak mengatakan bahwa mereka memerintah dengan nama Allah Azza wa Jalla, mereka juga tidak mengklaim dapat ilham dari Allah atauma’shum, serta ketaatan dari rakyatnya bukandoktrin yang didektekan oleh syari'at, bahkan mayoritas rakyatnya bependapat bahwa melawan kediktatoran adalah keutamaan, sebab hal itu merupakan bentuk perlawanan terhadap kezhaliman dan kediktatoran, namun di Iran, hal itu dianggap sebagai kejahatan terhadap hak-hak Allah, yang kemudian menjadi tindak kejahatan terhadap pemerintah dan pemimpin.
Al Khumaini kemudian menjadikan undang-undang Iran yang baru untuk mengawal kediktatorannya beserta orang-orang setelahnya diatas manhaj Itsna 'Asyariyah yang menyimpang, Dalam butir-butir perundangan itu, ia menyatakan bahwa MursyidAt Tsaurah(pemimpin revolusi) berhak menjabat posisi ini selama hidupnya.!!
Kemudian dia membikin Majlis Al Khubraa’ yang anggotanya dipilih rakyat melalui pemilu, tetapi syaratnya kandidat yang terpilih harus seorang faqih, berasal dari Itna 'Asyariyah,dan harus meyakini konsep “Wilayatul Faqih.”Majlis itulah yang akan memilih “Waliyyul Faqih”pengganti Al Khumaini setelah wafatnya, dan akan menjabat sebagai “WaliyulFaqih” sekaligus hakim sepanjang hidupnya.Maka terpilihlah Ayatullah Ali Khamenei menjadi Mursyid At Tsaurah dan menjabat posisi ini sejak tahun 1989 M hingga sekarang.
Melengserkan Pemimpin Terpilih
Tidak sampai disitu,bahkan Al Khumaini mampu menggunakan otoritasnya kepada pihak-pihak yang berwenang, seperti yang tercantum dalam materi keseratus sepuluh dari undang-undang yang dibuatnya, bahwa “Mursyid At Tsaurah” berhak meletakkan segala permasalahan pemerintahan khususnya dalam membentuk atau menentukan kebijakan politik secara umum, berhak memberi perintah kepada seluruh pasukan militer, berwenang mengangkat dan mencopot para pemimpin baik itu lembaga maupun majlis kepemimpinan negara, bahkan dia pulalah yang menentukan kepala eksekutif kehakiman, kepala penyiaran dan pertelevisian, kepala staf gabungan komando angkatan bersenjata maupun Komandan umum garda revolusi, bahkan - lebih dari itu - dia juga berwenang melengserkan presiden yang dipilih oleh rakyat!!
Sungguh ini merupakan kekuasaan yang belum pernah diimpikan oleh seorang diktator Arab manapun. Tidak ini saja, bahkan setiap apa saja,harus berdasarkan wewenang dari imam Mahdi Al Ghaib, jadi jika salah seorang dari masyarakat yang menyelisihi atau bermaksiat terhadap perintah-perintah mursyid, maka itu merupakan kesalahan yang sampai kepada tingkat kesyirikan kepada Allah,sebab dia menentangimam ma'shum,kemudian mereka menisbatkan pernyataan itu kepada imam Ja'far AsShadiq secara dusta, dengan mengatakan: "Apabila dia berhukum dengan hukum kami,kemudian dia menolak hukum tersebut, sungguh dia telah meremehkan hukum Allah, sehingga wajib atas kami untuk menolak dia, sebab menolak kami berarti menolak Allah, dan dia telah sampai kepada batas kesyirikan kepada Allah."
Namun Al Khumaini ingin memperindah bentuk pemerintahannya. Supaya kediktatoran yang dibuatnya tidak terlihat sewenang-wenang, dibuatlah "Presiden"sebagai kepala negara, meskipun yang memegang kendali sepenuhnya adalah pemimpin atau Mursyid At Tsaurah, dan memposisikan presiden yang terpilih melalui pemilu layaknya rakyat biasa, dengan mengosongkon semua perkara yang mengganjal di hati rakyat, yang nantinya rakyat mengira bahwa presiden terpilihlah pemimpin yang akan mengawal perjalanan umat, akan tetapi tetap saja peranan Presiden Iran terhenti di tangan Mursyid.
Bagaimana Presiden Dipilih.
Selanjutnya Al Khumaini membentuk "Majlis Shiyanah Ad Dustur" (majlis pembuat undang-undang) yang bertugas memilih siapa saja yang berkompeten menjadi presiden. Ironisnya, majlis ini hanya terdiri dari dua belas anggota saja, enam diantaranya sudah langsung terpilih oleh MursyidTsaurah, sedangkan selebihnya dinominasi oleh Mahkamah Agung tentunya setelah adanya izin dari Mursyid, perlu diketahui bahwa anggota Mahkamah Agung sendiri langsung ditunjuk oleh MursyidTsaurah, ini berarti semua anggota majlis pembuat undang-undang adalah orang-orang yang dipilih sendiri oleh Mursyid Tsaurah atau yang diridhainya.Majlis ini kemudian menyeleksi calon-calon yang ingin menempati jabatan presiden, karena itu calon-calon tersebut tidak akan diterima kecuali memiliki ikatan yang sangat kuat serta kedekatan dengan Mursyid Tsaurah!!
Maka tidak ada peluang sama sekali bagi orang yang menentangmursyid, sedangkan adanya partai “Al Muhafizhin” dan “Ishlahiyin” hanya sebagai gambaran palsu dari perbedaan kecil pada aspek yang masih ditolelir oleh Mursyid.Kita tahu dalam pemilu terakhir, ada sekitar 471 calon presiden yang mengajukan diri,namun tidak ada yang diterima oleh majlis pembuat undang-undang kecuali hanya empat, dua diantaranya dari partai Muhafizhin dan dua lainnya dari partai Ishlahiyin, yang kesemuanya merupakan anak-anak dari buah peraturan Mursyid At Tsaurah.
AhmadiNejad sangat dekat dengan Mursyid At TsaurahAli Khamenei, dan dia merupakan sosok yang sangat fanatic terhadap teori “Wilayatul Faqih.”Ahmadi Nejad dari partai Muhafizhin, sementara lawan terberatnya adalah Mayer Husain Musawi dari partai Ishlahiyin, dia juga termasuk anak-anak revolusi. Pernah hijrah ke Paris dan menabat sebagai perdana Mentri pada zaman Al Khumaini berkuasa tahun 1981 hingga 1989 M, yang merupakan perdana menteri terakhir sebelum akhirnya Al Khumaini meniadakan jabatan ini selamanya. Sedangkan calon presiden yang ketiga adalah Mahdi Kurbi dari partai Ishlahiyin, ketua Parlemen Iran tahun 1989 hingga 1992 M, dan calon presiden keempat adalah Muhsin Ridha’I dari Al Muhafizhin, seorang pendiri markaz garda revolusi dalam perang Iran-Irak.
Sejatinya mereka semua adalah anak-anak dari buah peraturan Mursyid At Tsaurahdan para pendukung setia setiap pernyataan yang di nyatakan oleh Mursyid At Tsaurah.
Terkadang seorang presiden yang dipilih oleh rakyat lupa akan kedudukannya, kemudian dia mengambil kebijakan yang menyelisihi pendapat Mursyid At Tsaurah, lalu apa yang akan terjadi?
Tidak perlu berspekulasi, sungguh kami telah melihat realita sebenarnya, contohnya, seperti yang terjadi atas diri Bani Sadr yang seharusnya menjadi presiden pertama Iran pada masa Al Khumeini tahun 1980 M. Bani Sadr mengira dirinya akan diberi kekuasaan sebagaimana presiden negara lainnya. Terlebih lagi dia berhasil menduduki kursi pemerintahan dengan dukungan lebih dari 75 persen suara rakyat. Namun ia mendapati dirinya tidak mempunyai daya dan upaya apapun, dan tidak berhak memilih perdana menterinya sendiri, bahkan tidak berhak bergabung dalam majlis pemilihan menteri-menteri dalam pemerintahannya. Karena segala hal yang berhubungan dengan negara, besar atau sekecil apapun itu harus rujuk kepada Al Khumaini sebagai Mursyid Tsaurah.
Lantas, apa yang dihasilkannya?
Maka Al Khumaini melengserkan dari jabatannya, dan memilih Presiden lain.
Diturunkan setelah 75 persen suara rakyat berpihak kepadanya… Maka apa gunanya Pemilu jika hal ini terjadi? Untuk apa membelanjakan harta hanya untuk propaganda? Apa gunanya menyelenggarakan perdebatan di media-media?...
Seperti halnya, ketika Presiden Ali Khameni 1981-1989 M (sebelum menjadi Mursyid Tsaurah -penj), mengizinkan sebuah undang-undang pekerja setelah ditentang oleh Majlis pembuat undang-undang atas inisiatif Mursyid Al Khumaini. Maka Al Khumaini langsung melayangkan surat teguran keras kepada Presiden Ali Al Khamenei pada waktu itu, dan mengingatkannya dalam surat itu bahwa “Wilayah Faqih” sebagaimana halnya “Wilayah Rasul”, karena ia terpilih dari Imam yang ghaib, segera saja Presiden Ali Al Khamenei menyadari kesalahannya meskipun setelah wafatnya Al Khumaini, ia menabat sebagai Mursyid At Tsaurah, kema’shuman pun berpindah kepadanya dan tidak boleh ada yang menentang dalam keputasannya.
Ishlahiyin adalah wajah lain dari Muhafizhin
Kemudian kita lihat, ketika Iran dipimpin oleh seorang Ishlahiyyin sebagai presiden yaitu Muhammad Khatimi sejak 1997 hingga 2005 M, apakah kita melihat ada hal baru?Apakah Iran ketika di pegang oleh Ishlahiyin mengalami perubahan layaknya ketika di pegang oleh Muhafizhin? Ataukah pada akhirnya tampuk kekuasaan yang sesungguhnya dipegang oleh seorang Mursyid?.
Kami katakan juga bahwa partai Ishlahiyin maupun Muhafizhin sama sekali tidak mencerminkan partai yang terpisah di Iran, bahkan tidak pernah ada badan-badan legislative yang mengusung presiden tertentu, Ahmadi Nejad hanya mewakili dirinya sendiri dalam Pemilu, begitu juga Meir Husain Musawi yang dari partai Ishlahiyin, hal ini tidak seperti yang ada di Amerika, ketika Obama menjadi wakil kandidat dari partai Demokrat, sementara McCain menjadi wakil kandidat dari partai republik. Sedangkan masalah tersebut di Iran sangat jauh berbeda, sebab yang berlaku di Iran hanya sekedar representatif tanpa adanya pertimbangan.
Bahkan ketikaterjadi konflik antara para kandidat di tengah jalan di Iran, dan saling tuding di media-media masa, namun anehnya para tokoh agama hanya diam dari masalah itu, sepertinyamereka sengaja diam, sehingga Meir Husain Musawi yang merasa dirugikanmenyatakan: "Setiap akses untuk meraih hak-hak telah ditutup, sungguh rakyat Iran hanya akan menghadapi kebisuan dari para tokoh agama yang sok penting." Dia juga menambahkan bahwa kebisuan ini lebih berbahaya daripada penipuan.
Para tokoh agama sengaja membisu untuk menampakkan 'konflik', seakan-akan konflik untuk memperebutkan posisi tersebut sangat penting, disamping untuk menampakkan azas demokrasi di negeri tersebut, serta adanya dua partai dalam menimbang partai satu dengan yang lainnya diserahkan melalui rakyat. Yang pada akhirnya semuanya itu tidak lebih hanya sebatas permainan, rakyat pun akan memilih kandidat yang akan menjalankan apa saja yang ditulis oleh skenario sang pemimpin revolusi!!
Dan musibah yang sebenarnya adalah karena sang Mursyid tidak berhukum atas dasar Al Qur’an dan Sunnah, bahkan dia menyelewengkan aqidah Umat ini dengan penyimpangan yang sangat membahayakan. Di samping itu, dia juga berhukum berdasarkan otoritas dari imam ghaib yang sembunyi di Sirdab, kemudian berupaya menjalankan negara seutuhnya berdasarkan hawa nafsu yang tidak boleh ditentang.
Faktor-FaktorYang Menjadi Daya Tarik.
Jika faktanya demikian, lantas kenapa kita terpesona dengan kondisi seperti ini? Kenapa banyak jurnal –bahkan jurnal Islami- yang mengangkat isu Iran sebagai negara yang patut dicontoh?
Barangkali kita terpesona karena beberapa hal; diantaranya karena kebanyakan dari kita tidak mengetahui pasti hakikat dalam perundang-undangan dan hukum yang berlaku di Iran, dan di dalam hubungan antara Mursyid dengan Presiden.Karena itu, kebanyakan kita menghukuminya dengan rasa simpati, bukan dengan akal.Kebanyakan kita condong kepada sosok yang mengangkat nama Islam, walaupun sebenarnya sesat dan tidak mewakili Islam yang sebenarnya.
Diantaranya pula, kebanyakan kita tidak mengetahui Syiah yang sebenarnya, yang membolehkan kaum Muslimin mencela Abu Bakar dan Umar, bahkan membolehkan mendebat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkara yang bukan termasuk wahyu.
Diantaranya pula, kebanyakan kita merasa muak dengan pemerintahan dictator di negara Arab yang berbuat semena-mena, adanya penipuan di pemilu serta kerusakan besar lainnya yang ada di setiap sektor wilayah, karena itu kebanyakan kita mencari potret kesuksesan meskipun dengan gambaran yang sempit dengan mengabaikan hal-hal negatif dan menutup segala sisinya,yang pada akhirnya kebanyakan kita berkata: “Alhamdulillah ada Daulah Islamiyah yang menegakkan sistem syura!!.”
Diantaranya pula, kebanyakan dari kitatidak menelusuri berbagai resiko yang dihadapi oleh Iraq, Bahrain, Saudi, Suria, Mesir dan Lebanon, bahkan diantara Ahlusunnah di Iran sendiri mengangkat seorang mursyid yang meyakini prinsip “Wilayatul Faqih”,seorang Mursyid yang meyakini bahwa Ahlussunnah di dunia adalah orang-orang ekstrimis, meyakini imam yang ghaib telah mengamanahkan kepadanya untuk memperbaiki kondisi dunia sehingga siap menerima kedatangan Imam Mahdi.
Kebanyakan dari kita juga merasa muak dengan kezhaliman yang di lakukan Amerika dan Yahudi, serta turut gembira jika mendengar seseorang yang bicara tentang permasalahan keduanya, namun kebanyakan kita tidak memperhatikan tindak lanjut dari beberapa kejadian, tidak pula membaca sejarah, supaya kita tahu bahwa perlawanan yang dilakukan Iran terhadap Israel untuk membebaskan Palestina sama sekali nihil…!!
Wahai kaum Muslimin, sungguh hal yang harus kita lakukan sebenarnya adalah membangun umat ini atas dasar yang baik dan pondasi yang benar, bukan atas Manhaj timur atau barat, Syiah maupun Khawarij, akan tetapi atas Al Quran dan Sunnah dan kembali pada pokok ajaran Islam, mempelajari Manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perubahan yang sebenarnya, dan juga Manhaj orang-orang shalih yang termaktub dalam sejarah, begitu banyaknya mereka. Sedangkan kagum terhadap orang-orang yang menyimpang bukanlah pekerjaan orang-orang shalih
Tiada ulasan:
Catat Ulasan