AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Khamis, 22 Ogos 2013

Amar ma'ruf nahi munka

Arti Amar ma'ruf nahi munka

OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Amar ma'ruf nahi munkar (al`amru bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar) adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Frasa ini dalam syariat Islam hukumnya adalah wajib.

waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa alkhayri waya/muruuna bialma'ruufi wayanhawna 'ani almunkari waulaa-ika humu almuflihuuna

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. ﴾ QS Ali Imran:104 ﴿

Didalam Ayat diatas sudah sangat jelas, bahwa perintah Allah adalah suatu kewajiban, dan kewajiban yang tak boleh ditawar-tawar, Sebab Firman Allah yang Berbunyi,, "Waltakun”, yang artinya : Wajiblah ada. Ini terang sekali bahwa perintahnya menunjukan adanya kewajiban yang harus dilaksanakan, dikerjakan dan  diusahakan. Dalam Ayat itu juga dijelaskan bahwa  datangnya kebahagiaan itu semata-mata bergantung adanya amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Resapkan Firman Allah yang berbunyi : waulaa-ika humu almuflihuun, ARTINYA : merekalah orang-orang yang beruntung.

Disamping itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kewajiban ini adalah FARDLU KIFAYAH, Bukan Fardlu A’in, jelasnya apabila sudah ada suatu golongan yang melaksanakannya dari seluruh umat itu, maka gugurlah kewajiban tadi bagi yang lain-lainnya.

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ﴾ QS At Taubah:71 ﴿

Disini Allah dengan jelas menyebutkan sifat-sifat orang mukmin BAIK laki-laki atau perempuan selagi ia beriman kepada Allah, yaitu bahwa mereka suka beramar ma’ruf dan nahi munkar. jadi bila ada seseorang yang meninggalkan kewajiban beramar Ma’ruf dan Nahi Munkar, Maka sudah pasti dia sudah dihanggap keluar dari golongan orang mukminin

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. ﴾ QS Al Maidah:78-79 ﴿

Maksut ayat yang diatas adalah ancaman yang sangat ama keras bagi Manusia yang tidak melakukan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, mereka itu telah dilaknati Allah karena meninggalkan Nahi Munkar. Tidak hanya itu sajah, bahkan mereka senang melakukan perbuatan keji dengan rasa gembira.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. ﴾ QS Ali Imran:110 ﴿

Hendaklah kamu beramar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo’a dan tidak dikabulkan (do’a mereka). (HR. Abu Dzar)

Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar Ma’ruf Nahi Munkar

I.                    MUQADDIMAH
Segala puji hanya bagi Allah, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memeberinya petunjuk.
II.                  PEMBAHASAN
Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah sesuatu  yang dengannya Allah menurunkan  Kitab-KitabNya, dan mengutus para  Rasul-RasulNya, dan ini  bagian dari agama.
A.      Definisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
a.       Menurut Etimologi
Al-Ma’ruf adalah segala hal yang dianggap baik oleh manusia dan mereka mengamalkannya serta tidak mengingkarinya.
Al-Munkar adalah  segala hal yang dianggap jelek oleh manusia, mereka mengingkari serta menolaknya.
b.      Menurut Terminologi
Al- ma’ruf adalah segala hal yang dianggap baik oleh syari’at, diperintahkan untuk melakukannya, syari’at memujinya serta memuji orang yang melakukannya.
Al – Munkar adalah segala hal yang diingkari, dilarang, dan dicela oleh syari’at serta dicela oleh orang yang melakukannya.
Adapun menurut Para Ulama pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
  •  Ar-Raghib  al- Ashfahanirahimahullah ( wafat th. 425 H )
Al- Ma’ruf adalah Nama setiap perbuatan yang dipandang baik menurut akal atau agama (syara’).
Al-Munkar adalah setiap perbuatan yang oleh akal sehat dipandang jelek, atau akal tidak memandang jelek atau baik, tetapi agama (syari’at ) memandangnya jelek.
  •  Syaikhul Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat th. 728)
Al-Ma’ruf adalah Suatu nama yang mencakup segala apa yang dicintai oleh Allah, berupa iman dan amal shalih.
Al-munkar adalah suatu nama yang mencakup segala apa yang Allah larang.
  • Ibnu Atsir rahimahullah (wafat th. 606 H )
Al-ma’ruf adalah suatu nama yang mencakup setiap perbuatan dikenal sebagai suatu ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah dan berbuat baik ( ihsan ) kepada manusia.
Sedangkan  Al- Munkar berarti sebaliknya yaitu
suatu nama yang mencakup setiap perbuatan dikenal sebagai suatu ketidak patuhan dan menjauhkan diri kepada Allah dan berbuat buruk / jelek kepada manusia.
  • Ibnul Jauzi rahimahullah ( wafat th. 597 )
Al-ma’ruf adalah ketaatan kepada Allah.
Al-Munkar adalah bebuat maksiat kepada-Nya.
B.      Ukuran menentukkan Amar Ma’ruf nahi Munkar
Ukuran menentukan suatu itu sebagai al-ma’ruf atau al-munkar  sebagaimana dijelaskan Imam asy-Syaukani rahimahullah :“ Dalil yang  menunjukkan bawa sesuatu dikatan ma’ruf atau munkar adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.”
 Yang menjadi tolok Ukur bukanlah perasaan, fikiran manusia, adat, atau tradisi dari masyarkat kita.
C.      Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Mengajak kepada al- Mar’ruf  dan melarang dari al-munkar , termasuk diantara fardhu-fardhu kifayah
Ibnu Taimiyah rahimahullah, berkata :
“ kewajiban ini adalah kewajiban atas keseluruhan umat, dan ini yang oleh para ulama disebut  fardhu kifayah. Apabila segolongan dari umat melaksanakannya, gugurlah kewajiban itu dari yang lain. Seluruh umat dikenai kewajiban itu, tetapi bila segolongan umat telah ada yang melaksanakannya, maka tertunailah kewajiban itu dari yang lain.”
1.       Dalil Al-Qur’an
dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” ( QS. Ali- Imran: 104)
2.      Dalil dari As-Sunnah

من رأ ى منكم منكرًا فَليُغَيِّر هُ بِيَدِه , فَإِ ن لَم يَستَطِع فَبِلِسَا نِهِ, فَإٍن لَم يَستَطِع فَبِقَلبِهِ, وَذلَكَ أَضْعَفُ الإِيمَا نِ
( روا ه مسلم)
“barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman.”

Hadis Tentang Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Kewajiban Amar Ma'ruf Nahi Munkar

NASKAH HADIS
عَنْ حُذَيْقَةَ بْنِ اْليَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ اَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ اَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ قَالَ اَبُوْ عِيْسَى هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ
"Dari Huzaifah bin al-Yaman, dari Nabi SAW ia bersabda: "Demi Zat yang diriku ada dalam genggaman kekuasan-Nya, sungguh hendaklah kalian memerintahkan yang ma'ruf dan melarang kemungkaran atau sungguh Allah mempercepat kiriman siksaan terhadap kalian kemudian kalian memohon kepada-Nya, maka tidak diijabah bagi kalian". Abu Isa berkata, hadis itu hasan. (HR. Tirmizi)
PENJELASAN
Hadis diatas secara tegas untuk melaksanakan amar ma'ruf (menyuruh berbuat kebaikan) dan melarang berbuat kemunkaran. Kuatnya perintah dinyatakan dengan "sumpah" dan "tambahan lam ta'kid'. Para ulama sepakat bahwa hukum amar ma'ruf nahi munkar adalah fardhu kifayah. Perintah untuk amar ma'ruf nahi munkar ini ditegaskan dalam al-Qur'an surat Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) ma'ruf dan mencegah dari kemunkaran. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung"
Yang dimaksud dengan ma'ruf adalah segala kebaikan atau segala perbuatan yang dipandang baik oleh syara' atau agama. Sedangkan kemunkaran adalah lawan dari ma'ruf, yaitu perbauatan yang dipandang buruk berdasarkan agama atau syari'at.
Meninggalkan perintah akan menimbulkan konsekuensi. Dalam hadis tersebut ditegaskan bahwa manusia diberi pilihan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar atau datangnya azab siksaan dengan segera. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa, memiarkan kemunkaran akan mengakibatkan datangnya azab dan siksaan di dunia maupun di akhirat. Allah menegaskan dalam firman-Nya:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan-tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS. ar-Rum: 41)
Berbagai bukti menunjukkan bencana/siksaan yang datang karena perbuatan manusia. Contohnya musibah banjir yang datang melanda dan memakan banyak korban, pada dasarnya bukan hanya sekedar peringatan dari Tuhan, melainkan juga karena ulah tangan-tangan manusia itu sendiri. Berbagai bentuk penebangan hutan secara liar, pembuangan sampah di tempat sembarangan, pembangunan gedung tanpa memperhatikan tata kota, penciutan dan pendangkalan sungai, semua itu adalah perbuatan-perbuatan manusia.
Contoh musibah lain yang sampai sekarang belum ada penanggulangannya adalah penyebaran virus HIV/AIDS. Semua itu tidak akan terjadi jika manusia mampu menjaga moral dan tidak membiarkan kemunkaran dan kenistaan menderanya.
Amar ma'ruf nahi munkar dapat menghindarkan umat manusia tertimpa bencana dan malapetaka. Al-Qur'an menggambarkan bahwa siksa dan azab dapat datang hanya kerena sebagian orang/kelompok yang melakukan kemunkaran. Tragisnya siksaan dan azab itu menyerang bukan hanya kepada pelakunya, melainkan kepada seluruh umat manusia (orang-orang yang ada di sekelilingnya). Firman Allah dalam QS. al-Anfal: 25:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَّا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya".
Ayat di atas menegaskan bahwa membiarkan kemunkaran sama dengan saja dengan membiarkan kazaliman merajalela. Dan dari setiap kezaliman yang ada berimplikasi datangnya siksaan bagi pelakunya dan orang-orang di sekitarnya.

Tingkatan Menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

NASKAH HADIS
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ رَأَيْ مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَاْليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
"Dari Abu Said al-Khudri r.a. ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa diantara kalian melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya. Yang demikian itu selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim)
PENJELASAN
Kemunkaran menurut bahasa berarti sesuatu yang dibenci. Sedangkan menurut istilah, kemunkaran berarti perbuatan yang dibenci oleh syara' atau agama. Contohnya meninggalkan kewajiban atau menerjang hal-hal yang diharamkan. Meninggalkan kewajiban misalnya meninggalkan shalat, meninggalkan puasa ramadhan, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Contoh menerjang yang diharamkan misalnya mengkonsumsi miras, berzina, berjudi, dan perbuatan lainnya yang diharamkan.
Seorang mukmin perintahkan untuk merespon segala bentuk kemunkaran dengan melaksanakan upaya dan usaha perubahan. Merubah dari berbuat munkar menjadi berbuat ma'ruf, atau setidaknya menghentikan perbuatan munkar tersebut. Tingkatan usaha-usaha tersebut adalah:
1. merubah dengan tangan
Merubah kemunkaran dengan tangan dimaknai: (1) tangan yang sebenarnya/fisik (makna hakiki), atau (b) merubah dengan kekuatan/kekuasaan yang dimilikinya (makna majazi/metafora).
Pengertian hakiki merubah kemunkaran dengan tangan, misalnya seorang guru menjatuhkan hukuman fisik yang tidak membahayakan kepada siswa yang melanggar tata tertib tingkat tinggi. Orangtua yang memukul anaknya yang sudah aqil baligh karena meninggalkan shalat, dan contoh-contoh lainnya.
Merubah kemunkaran dengan tangan dalam arti metafora maksudnya melakukan menghentikan kemunkaran melalui kekuasaan yang dimiliki seseorang. Misalnya pencabutan ijin usaha kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum, etika, norma atau aturan agama. Misalnya menjual miras, menjual barang-barang hasil curian, dan barang-barang haram lainnya. Seorang atasan memecat secara tidak hormat bawahannya yang melakukan pelanggaran etika/moral keagamaan.
Langkah perubahan ini dengan tangan atau kekuasaan merupakan tingkatan upaya paling tertinggi.
2. Merubah dengan Lisan
Langkah menghentikan kemunkaran dengan lisan dilakukan apabila langkah pertama (menghentikan dengan kekuatan) tidak dapat dilaksanakan. Merubah kemunkaran dengan lisan dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk yang bemacam-macam: dengan nasihat, mau'izah, gertakan, ucapan, tuilisan, pernyataan dan lain-lainnya.
Melakukan perubahan dengan cara lisan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kepribadian dan kejiwaan mereka yang diajaknya. Karenya, mengajak berbuat ma'ruf atau menghentikan kemunkaran harus dilakukan dengan kebijaksanaan, memberikan nasihat yang baik atau berdiskusi secara sehat. Allah berfirman:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan, nasihat yang baik dan berdebat dengan cara yang baik" (QS. al-Nahl: 125)
Berdasark kepada ayat di atas, maka mengubah perbuatan munkar secara lisan harus dilakukan secara lemah lembuh, sopan, dan menggunakan kata-kata atau cara yang baik juga argumen yang kuat. Langkah ini merupakan hal yang penting agar mereka yang diajak untuk berbuat baik tidak berlari atau menjauhi kita. Dalam ayat lain Allah berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
"Dan karena rahmat dari Allah engkau berlemah lembut kepada mereka. Seandainya engkau membenci dan keras hati, niscaya mereka akan berlari dari sekelilingmu…" (QS. Ali Imran: 159).
3. Merubah dengan Hati
Langkah-langkah menanggulangi kemunkaran dengan dua cara di atas memerlukan fasilitas dan skills yang khusus. Jika fasilitas dan skills tersebut tidak dimiliki, tidak berarti bahwa upaya penggulangan boleh ditinggalkan. Kewajiban tetap harus dilaksanakan, hanya saja menggunakan kadar atau tingkatan usaha yang lebih ringan, yaitu dengan hati dalam artian "ketidakridhaan hati terhadap kemunkaran" atau "berdo'a agar kemunkaran berhenti".
Merubah dengan hati digambarkan oleh Rasulullah sebagai "selemah-lemahnya iman". Artinya batas minimal menanggulangi kemunkaran adalah dilakukan dengan hati. Dengan demikian, maka berdiam diri dan bersikap apatis terhadap kemunkaran merupakan langkah yang salah, karena sikap yang demikian itu merupakan sikap yang "tidak peduli terhadap sesama mukmin".
Mawas Diri dan Instropeksi Diri dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Kewajiban menegakkan amar ma'ruf nahi munkar tidak hanya berlaku bagi orang lain saja. Penegakkan ini juga harus berjalan beriringan dengan penegakkan amar ma'ruf nahi munkar bagi diri sendiri/pribadi. Dengan demikian, maka tidak akan terjadi ketimpangan, dimana seseorang mampu menegakkan perintah tersebut bagi orang lain, sementara dirinya tidak terjamah dengan perintah tersebut.
Nabi menggambarkan kondisi orang tersebut sebagai seorang yang yang dilemparkan ke Neraka, kemudian di dalamnya ia berputar-putar di sekitar penduduk neraka seperti keledai memutari mesin giling tepung:
عَنْ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ بْنِ حَارِثَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ يُجَاءُ بِرَجُلٍ فَيُطْرَحُ فِى النَّارِ فَيَطْحَنُ فِيْهَا كَطَحْنِ اْلحِمَارِ بِرَحَاهُ فَيَطِيْفُ بِهِ اَهْلُ النَّارِ فَيَقُوْلُوْنَ أَيْ فُلَانٌ اَلَسْتَ كُنْتَ تَأْمُرُ بِاْلمَعْرُوْفِ وَتَنْهَي عَنِ اْلمُنْكَرِ فَيَقُوْلُ اِنِّى آمِرٌ بِاْلمَعْرُوْفِ وَلَا أَفْعَلُهُ وَاَنْهَى عَنِ اْلمُنْكَرِ وَأَفْعَلُهُ
"Dari Usamah bin Zaid bin Haritsah ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah bersabda: "Suatu saat nanti ada seorang laki-laki yang didatangkan dan kemudian dilemparkan ke dalam api neraka. Di dalamnya ia berputar-putar seperti keledai yang berputar-putar mengelilingi mesin giling tepung, maka berkumpullah penghuni neraka mengelilingi dan bertanya: "Hai Fulan!, Bukankah engkau adalah yang dulu memerintah untuk berbuat ma'ruf dan mencegah dari kemunkaran? Ia menjawab, "Ya, dulunya aku adalah yang menyuruh berbuat ma'ruf tapi aku sendiri tidak melakukannya. Aku mencegah kemunkaran, namun aku sendiri melakukannya". (HR. Bukhari)
Orang yang digambarkan dalam hadis di atas ibarat lilin. Ia mampu menerangi di sekitarnya, akan tetapi ia sendiri habis termakan api. Allah mencerca dan mempertanyakan kepribadian orang tersebut sebagai orang yang tidak berfikir.
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
"Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti (berfikir)? (QS. Al-Baqarah: 44).
Meski demikian, bukan berarti bahwa untuk amar ma'ruf nahi munkar harus menunggu pribadi seseorang menjadi baik. Al-Asqalani menyatakan bahwa sebagian ulama berpendapat, wajib hukumnya melakukan amar ma'ruf nahi munkar bagi seseorang yang ada telah memiliki kemampuan untuk itu dan tidak ada kekhawatiran bahaya pada dirinya sekalipun di tidak melakukannya. Karena secara umum, orang melakukan amar ma'ruf diberi pahala apalagi kalau dia merupakan seorang yang patuh menjalankan agama.
Lebih lanjut al-Asqalani menyatakan bahwa menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dilakukan pada saat seseorang telah menegakkannya pada dirinya adalah merupakan konsep ideal (afdhal).
Wallahu A'lam

Tiada ulasan:

Catat Ulasan