AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Jumaat, 23 Ogos 2013

Poligami Dalam Hukum Islam

 Poligami Dalam Hukum Islam

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمرانالآية: 102

OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Poligami Dalam Hukum Islam


Pengertian perkawinan menurut Abd. Shomad, hakikatnya adalah perjanjian antara calon suami istri untuk membolehkan bergaul sebagai suami istri, guna membentuk suatu keluarga (2010: 275).

Dalam Islam memang mengenal adanya poligami yang merupakan perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan lebih dari satu atau yang sering dikenal dengan poligami yang akhir-akhir ini memang menjadi topik perbincangan masyarakat yang tidak ada habis-habisnya untuk dibahas.

Semakin banyaknya laki-laki yang berpoligami, membuat khawatir kaum wanita khususnya para wanita yang sudah menikah. Mereka takut suami mereka akan membagi cintanya dengan wanita lain.

Memang Islam tidak melarang poligami, tetapi asalkan mereka (laki-laki) dapat adil kepada istri-istrinya. Karena kemampuan adil merupakan salah satu syarat seorang laki-laki boleh berpoligami. Selain bersikap adil, masih ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang ingin berpoligami.

Selain itu, tujuan hidup berkeluarga adalah untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya Poligami yang dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat saja menjadi hilang jika sang suami tidak dapat berlaku adil. Hal ini tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya karena dalam suatu keluarga mereka juga membutuhkan cinta dan kasih sayang dari seorang suami dan seorang ayah.

Memang pandangan masyarakat terhadap poligami beragam, ada yang setuju namun juga ada yang tidak setuju atau menentang terlebih lagi bagi kaum hawa yang merasa dirugikan, karena harus berbagi dengan yang lain. Untuk lebih jelasnya, maka kita perlu tahu apa itu poligami.

1. Definisi Poligami

Definisi poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Poligami memiliki arti: “Sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Kata “bersamaan” didalam penjelasannya bukan menunjukan pada proses upacara pernikahannya, tetapi menunjuk kepada kehidupan pernikahan dimana bersamaan dalam arti bukan terjadi pada selang beda waktu, misalkan setelah ditinggal pasangan lawan jenis meninggal atau cerai kemudian menikah lagi.

Poligami juga dapat diartikan secara singkat yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita (J.N.D Anderson, 1994: 49).


2. Sejarah Perkembangan Poligami Sebelum Islam

Sebelum Islam, bangsa Yahudi memperbolehkan poligami. Nabi Musa tidak melarang, bahkan tidak membatasi sampai berapa istri seseorang berpoligami itu.

Kitab Ulangan 25/5 mewajibkan saudara laki-laki mengawini janda saudaranya yang meninggal tanpa anak, meskipun ia telah beristri. Kitab Ulangan 21/10-17 juga mengatakan kebolehan poligami, seperti Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman. Nabi Ibrahim pun beristri dua orang, bahkan Nabi Yaqub beristri empat orang.

Kitab Talmud, Tafsir Hukum Taurat membatasi jumlah istri dalam perkawinan poligami. Namun, umat Yahudi pada waktu akhir-akhir kembali menjalankan poligami tanpa membatasi jumlah istri. Beberapa ahli Hukum Yahudi ada yang melarang poligami tetapi ada yang membolehkan dengan syarat apabila istri pertamanya mandul.

Ajaran Zoroaster melarang bangsa Persi berpoligami, tetapi memperbolehkan memelihara gundik sebab sebagai bangsa yang banyak berperang, bangsa Persi memerlukan banyak keturunan laki-laki yang dapat diperoleh dari istri dan gundik-gundik. Akhirnya, praktik poligami terjadi juga di kalangan bangsa Persi. Undang-undang yang melarang poligami atau membatasi banyaknya istri tidak ada.

Bangsa Romawi juga mengenal poligami. Raja-raja atau kaisar-kaisar mereka berpoligami. Bangsa Yunani pun mengenal poligami. Raja Silla beristri lima orang. Caesar beristri empat dan Pompius juga beristri empat. Negeri Athena membolehkan poligami tanpa membatasi berapa jumlah istri. Dymosin pernah berbangga, karena istrinya terdiri dari tiga tingkatan, yang dua tingkat merupakan istri resmi dan semi istri. Dalam agama Nasrani mula-mula tidak terdapat larangan poligami sebab Nabi Isa tidak membatalkan syariat Nabi Musa (Matius 5/17). Surat Paulus kepada Timotius Pertama 3/2 mengajarkan agar gembala siding (imam jemaat) tidak tercela, menjadi suami seorang istri raja, menahan diri, sadar, berkelakuan sopan, suka memberi tumpangan, tahu mengajar orang (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 37)

Jelasnya, tidak seorang pun di kalangan umat Nasrani kuno yang mengatakan bahwa poligami dilarang karena banyak diantara mereka yang menjalankannya. St Agustinus menyatakan poligami dibolehkan. Raja Valintinian pada abad IV membuat undang-undang yang membolehkan poligami. Larangan poligami baru diadakan pada masa Raja Yustinian.

Bangsa Mesir Kuno juga mengenal poligami, demikian pula bangsa-bangsa India, Babilon, Assyria, dan lain-lainnya. Bangsa Arab sebelum Islam juga mengenal poligami. Ada orang yang beristri 10 orang, bahkan ada juga yang beristri 17 orang. Banyak sahabat-sahabat Nabi yang ketika masuk Islam mempunyai istri lebih dari empat orang. Setelah ayat Al-Quran yang membatasi jumlah istri dalam perkawinan poligami sebanyak-banyaknya empat orang, Nabi memerintahkan agar mereka memilih empat orang saja diantara istrinya yang banyak itu, untuk tetap menjadi istri, yang lain supaya diceraikan (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 38).


3. Sejarah Perkembangan Poligami Dalam Islam

Ternyata poligami telah dikenal bangsa-bangsa dunia jauh sebelum Islam lahir. Islam datang untuk mengatur poligami yang terdapat dalam QS. An-Nisa: 3, yang membolehkan perkawinan poligami dalam konteks ayat sebelumnya, merupakan jalan keluar dari kewajiban berbuat adil yang mungkin tidak terlaksana terhadap anak-anak yatim yang diasuhnya, dengan maksud dapat ikut makan hartanya dan tidak usah memberikan mas kawin. Untuk menghindari jangan sampai orang berbuat tidak adil terhadap anak-anak yatim itu, laki-laki dibolehkan kawin dengan perempuan lain, dua, tiga sampai empat orang. Namun itupun dengan syarat harus berbuat adil. Apabila khawatir tidak akan berbuat adil, hendaknya kawin dengan seorang istri saja. Perkawinan monogami lebih menjamin seseorang tidak akan berbuat aniaya kepada istrinya. Oleh karena itu, satu istri saja akan lebih baik (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 39).

Bahkan dahulu pintu poligami itu terbuka tanpa batas dan tanpa syarat sudah ada sejak agama yahudi yang menjadi asal agama nasrani. Dapat dimaklumi dari kedua agama tersebut bahwa poligami telah ada pada nabi-nabi zaman dahulu, sejak Ibrahim bapak para nabi, pada bangsa arab, pada orang yahudi dan pada kaum Muslimin. Dalam prakteknya poligami selalu berjalan secara sembunyi-sembunyi di kalangan mereka yang menolaknya dan dalam bentuk yang sangat merugikan dan keji, baik dipandang secara materiil, moril maupun kemasyarakatan bagi semua pihak: suami, istri, dan anak-anak.

Oleh karena itu Islam berusaha menanggulanginya. Pertama dengan cara melarang beristri lebih dari empat dan menutup pintu yang terbuka sejak dahulu yang tanpa batas. Itulah langkah pertama yang di lakukan islam.

Adapun langkah kedua ialah dengan cara memperketat persyaratan suami, yaitu harus berlaku adil terhadap semua istrinya dalam segala hak mereka dan memberikan istri meninjau kembali keputusan tatkala keadilan tidak dilaksanakan dengan meminta keadilan atau faskhb dari istri terhadap suami.

Sesungguhnya poligami bila ditinjau dari istri yang baru adalah dengan meminta kerelaan dia agar perkawinan berjalan menurut hukum, yang dalam hal ini istri yang baru dapat memperoleh hak-haknya sebagai istri, pengganti cara lama yaitu sebagai gundik yang tidak terhormat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Istri tersebut sebagai kawan hidup yang sah menurut pilihanya untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat tidak senonoh dan bagi suami agar tidak berbuat khianat. Bila suami menolak untuk melakukannya secara sah, berarti penganiayaan atas haknya dalam perkawinan yang sah menurut aturan syara.

Tetapi poligami ditinjau dari sudut istri pertama biasanya dilakukan tanpa kerelaannya, karena itu istri pertama, punya hak atas talak yang disyaratkan bagi dirinya pada saat akad nikah yang diajukan oleh istri jika suami punya istri lagi tanpa izin istri pertama. Itulah langkah ketiga untuk menanggulangi poligami dalam islam.

Demikianlah Islam telah mengajukan berbagai cara untuk menanggulangi masalah poligami. Kita melihat cara penanggulangan yang ditempuh Islam adalah untuk memelihara kepentingan masyarakat, baik bagi suami, istri, dan anak-anak agar mereka hidup menurut batas-batas ketentuan atuaran perkawinan dan hak-haknya sebagai pengganti cara hidup semaunya tanpa mengabaikan halal dan haram (Shalah Abdul Qadir al- Bakri, 1989: 123-125).


4. Alasan Poligami dalam Islam

Islam adalah agama fitrah, agama yang sejalan dengan tuntutan watak dan sifat pembawaan kejadian manusia. Oleh karena itu, Islam memperhatikan kenyataan-kenyataan manusiawi, kemudian mengaturnya agar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan.

Pengaruh iklim membawakan perbedaan-perbedaan dalam kenyataan hidup manusia. Tiap-tiap individu mempunyai pembawaan yang mungkin berbeda dengan individu lain. Keadaan sosial dalam suatu masyarakat pada masa tertentu mengalami problem-problem yang meminta pemecahan (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 40).

Dihubungkan dengan masalah perkawinan, dapat dikemukakan macam-macam keadaan yang memerlukan pemecahan sebagai berikut:

a. Apabila ada orang laki-laki yang kuat syahwatnya, baginya seorang istri belum memadai, apakah ia dipaksa harus mempunyai seorang istri hanya satu orang saja, dan untuk mencukupkan kebutuhannya dibiarkan berhubungan dengan orang lain di luar perkawinan? Dalam hal ini, agar hidupnya tetap bersih, kepadanya di beri kesempatan untuk berpoligami asal syarat akan dapat berbuat adil dapat terpenuhi.

b. Apabila ada seorang suami benar-benar ingin mempunyai anak (keturunan), padahal istrinya ternyata mandul, apakah suami itu harus mengorbankan keinginannya untuk berketurunan? Untuk memenuhi tuntutan naluri hidup suami subur yang beristri mandul, ia dibenarkan kawin lagi dengan perempuan subur yang mampu berketurunan.

c. Apabila ada istri yang menderita sakit hingga tidak mampu melayani suaminya, apakah suami harus menahan saja tuntutan biologisnya? Untuk memungkinkan suami terpenuhi hasrat naluriahnya dengan jalan halal, kepadanya diberi kesempatan kawin lagi.

d. Apabila suatu ketika terjadi dalam suatu masyarakat, jumlah perempuan lebih besar dari jumlah laki-laki, apakah akan di pertahankan laki-laki hanya boleh kawin dengan seorang istri saja? Bagaimana nasib perempuan yang tidak sempat memperoleh suami? Untuk memberikan kesempatan perempuan-perempuan memperoleh suami, dan dalam waktu sama untuk menjamin kehidupan yang lebih stabil, jangan sampai terjadi permainan tindakan-tindakan serong.

Demikianklah contoh alasan-alasan yang dapat menjadi pertimbangan kawin poligami itu, yang merupakan alasan moral, biologis, dan sosial ekonomis.

Dengan memperhatikan konteks ayat 3 QS. An-Nisa yang membolehkan perkawinan poligami tersebut dapat diperoleh ketentuan bahwa perkawinan poligami menurut ajaran Islam merupakan perkecualian yang dapat ditempuh dalam keadaan yang mendesak. Dalam keadaan biasa, Islam berpegang kepada prinsip monogami, kawin hanya dengan seorang istri saja yang dalam ayat Al-Quran tersebut dinyatakan akan lebih menjamin suami tidak akan berbuat aniaya (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 39).


5. Syarat-syarat Poligami dalam Islam

Apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-syarat poligami dalam Islam yaitu sebagai berikut:

a. Membatasi jumlah istri yang akan dikawininya.

b. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.

c. Disyaratkan pula berlaku adil (adil terhadap dirinya sendiri, adil diantara para istri, adil memberikan nafkah, adil dalam menyediakan tempat tinggal, adil dalam mendapat giliran menginap. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.

d. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan istri maupun anak-anak.

e. Berkuasa menanggung nafkah/mempunyai kemampuan finansial. Biar bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama kali terlintas dikepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak berhenti sekedar bisa memberi makan dan minum untuk istri dan anak, tapi lebih dari itu, bagaiman dia merencanakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya (Ahmad Sarwat, 2009: 98).

Sedangkan menurut Muhammad Thalib (2008: 52) untuk melakukan poligami itu ada 2 syarat utama yaitu: (1) memiliki kemampuan material dan kesehatan fisik; (2) mampu berbuat adil secara materi terhadap istri-istrinya. Keadilan yang diperintahkan yaitu adil mempergauli istri, memberi pelayanan dan materi, bukan adil mencakup sisi rohani tetapi secara fisik juga. Keadilan yang dicontohkan nabi yaitu dengan berlaku adil dalam mempergauli istri dan memberi pelayanan dan materi.


6. Hikmah-hikmah dengan Adanya Poligami dalam Islam

Islam membolehkan umatnya berpoligami bukanlah tanpa alasan atau tujuan tertentu. Adanya berpoligami ini mempunyai hikmah-hikmah untuk kepentingan serta kesejahteraan umat Islam itu sendiri. Terdapat 8 hikmah dan manfaat di dalam hukum berpoligami, yaitu sebagai berikut (Elfi Oemar, 2011):

a. Pertama: Terkadang poligami harus dilakukan dalam keadaan tertentu. Misalnya jika istri sudah lanjut usia atau sakit, sehingga kalau suami tidak poligami dikhawatirkan dia tidak bisa menjaga kehormatan dirinya. Atau jika suami dan istri sudah dianugerahi banyak keturunan, sehingga kalau dia harus menceraikan istrinya, dia merasa berat untuk berpisah dengan anak-anaknya, sementara dia sendiri takut terjerumus dalam perbuatan zina jika tidak berpoligami. Maka masalah ini tidak akan bisa diselesaikan  kecuali dengan poligami.

b. Kedua: Pernikahan merupakan sebab terjalinnya hubungan (kekeluargaan) dan terikatnya di antara sesama manusia, setelah hubungan nasab. Allah Ta’ala berfirman: “Dan Dia-lah yang menciptakan manusia dari air (mani), lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan kekeluargaan karena pernikahan), dan adalah Rabbmu Maha Kuasa” (Surah al-Furqaan ayat 54).Maka poligami (adalah sebab) terjalinnya hubungan dan mendekatkan (antara) banyak keluarga, dan ini salah satu sebab poligami yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W.

c. Ketiga: Poligami merupakan sebab terjaganya (kehormatan) karena sejumlah besar wanita akan dapat dipenuhi keperluan hidup mereka dengan mendapat nafkah dari suami, tempat tinggal, memiliki keturunan dan ini merupakan tuntutan syariat. Maka suami harus bisa bersikap adil sehingga hal tersebut bisa terwujud.

d. Keempat: Di antara kaum laki-laki ada yang memiliki nafsu syahwat yang tinggi sehingga tidak cukup baginya hanya memiliki seorang istri, sedangkan dia orang yang baik dan selalu menjaga kehormatan dirinya. Akan tetapi dia takut terjerumus dalam perzinaan dan dia ingin menyalurkan keperluan syahwatnya dengan cara yang halal. Jelaslah ini adalah rahmat Allah S.W.T. kepada manusia membenarkan poligami  sesuai dengan syariat-Nya.

e. Kelima: Kadangkala juga seorang suami sering bermusafir untuk mencari nafkah, sehingga dia perlu untuk menjaga kehormatan dirinya ketika dia berada jauh dari istrinya. Maka adalah lebih baik dia menikah ditempat dia mencari nafkah.

f. Keenam: Banyaknya peperangan dan disyariatkannya berjihad di jalan Allah, yang ini menjadikan banyak lelaki yang terbunuh sedangkan jumlah wanita semakin banyak, padahal mereka memerlukan suami untuk melindungi mereka. Maka dalam keadaan seperti ini poligami merupakan penyelesaian terbaik.

g. Ketujuh: Kadangkala terjadi masalah besar antara suami-istri, yang menyebabkan terjadinya perceraian, kemudian  suami menikah lagi dan setelah itu dia ingin kembali kepada istrinya yang pertama, maka dalam keadaan seperti ini poligami merupakan penyelesaian terbaik.

h. Kedelapan: Umat Islam sangat memerlukan lahirnya banyak generasi muda, untuk mengukuhkan barisan dan persiapan berjihad melawan orang-orang kafir, ini hanya akan bisa diperoleh  dengan poligami dan tidak membataskan jumlah keturunan.

Di dalam berpoligami mempunyai hikmah untuk, yang pertama adalah untuk keperluan kaum perempuan, yang kedua untuk kaum lelaki dan yang ketiga untuk seluruh masyarakat.

Hikmah untuk kaum perempuan adalah karena pada kenyataan jumlah perempuan lebih banyak daripada kaum lelaki. Apabila poligami ditiadakan maka akan merugikan kaum perempuan yang tidak mempunyai suami akibatnya akan terjadi pergaulan bebas. Hikmah untuk para lelaki karena dimungkinkan adanya istri yang mandul atau mengidap penyakit dan akhirnya tidak mampu melayani suami atau apabila suami mempunyai syahwat yang besar sehingga memerlukan lebih dari seorang istri. Dalam keadaan yang demikian poligami wajib dilakukan karena dikhawatirkan terjadinya kedzaliman, pergaulan bebas dan penyimpangan seksual lainnya (Muhammad Thalib, 2008: 53).

Dari tulisan saya diatas dapat kita simpulkan garis besarnya yaitu sebagai berikut:

Poligami dapat diartikan secara singkat yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita. Dalam islam jumlah istri yang akan dipoligami itu dibatasi maksimal sampai 4 saja dan jika memang tidak bisa berbuat adil, maka satu istri saja sudah cukup.

Dihubungkan dengan masalah perkawinan, dapat dikemukakan macam-macam keadaan yang memerlukan pemecahan memperbolehkan poligami yaitu sebagai berikut:

a. Apabila ada orang laki-laki yang kuat syahwatnya, baginya seorang istri belum memadai, apakah ia dipaksa harus hanya beristri satu orang, dan untuk mencukupkan kebutuhannya dibiarkan berhubungan dengan orang lain di luar perkawinan? Dalam hal ini, agar hidupnya tetap bersih, kepadanya di beri kesempatan untuk berpoligami asal syarat akan dapat berbuat adil dapat terpenuhi.

b. Apabila ada seorang suami benar-benar ingin mempunyai anak (keturunan), padahal istrinya ternyata mandul, apakah suami itu harus mengorbankan keinginannya untuk berketurunan? Untuk memenuhi tuntutan naluri hidup suami subur yang beristri mandul, ia dibenarkan kawin lagi dengan perempuan subur yang mampu berketurunan.

c. Apabila ada istri yang menderita sakit hingga tidak mampu melayani suaminya, apakah suami harus menahan saja tuntutan biologisnya? Untuk memungkinkan suami terpenuhi hasrat naluriahnya dengan jalan halal, kepadanya diberi kesempatan kawin lagi.

d. Apabila suatu ketika terjadi dalam suatu masyarakat, jumlah perempuan lebih besar dari jumlah laki-laki, apakah akan di pertahankan laki-laki hanya boleh kawin dengan seorang istri saja? Bagaimana nasib perempuan yang tidak sempat memperoleh suami? Untuk memberikan kesempatan perempuan-perempuan memperoleh suami, dan dalam waktu sama untuk menjamin kehidupan yang lebih stabil, jangan sampai terjadi permainan tindakan-tindakan serong.

Apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-syarat poligami dalam Islam yaitu sebagai berikut:

1. Membatasi jumlah istri yang akan dikawininya.

2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.

3. isyaratkan pula berlaku adil (adil terhadap dirinya sendiri, adil diantara para istri, adil memberikan nafkah, adil dalam menyediakan tempat tinggal, adil dalam mendapat giliran menginap. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.

4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan istri maupun anak-anak.

5. Berkuasa menanggung nafkah/mempunyai kemampuan finansial. Biar bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama kali terlintas dikepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. (Ahmad Sarwat, 2009: 98).

Poligami bila ditinjau dari istri yang baru adalah dengan meminta kerelaan dia agar perkawinan berjalan menurut hukum, yang dalam hal ini istri yang baru dapat memperoleh hak-haknya sebagai istri, pengganti cara lama yaitu sebagai gundik yang tidak terhormat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Istri tersebut sebagai kawan hidup yang sah menurut pilihanya untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat tidak senonoh dan bagi suami agar tidak berbuat khianat. Bila suami menolak untuk melakukannya secara sah, berarti penganiayaan atas haknya dalam perkawinan yang sah menurut aturan syara.

Tetapi poligami ditinjau dari sudut istri pertama biasanya dilakukan tanpa kerelaannya, karena itu istri pertama, punya hak atas talak yang disyaratkan bagi dirinya pada saat akad nikah yang diajukan oleh istri jika suami punya istri lagi tanpa izin istri pertama. Itulah langkah untuk menanggulangi poligami dalam islam.

Islam membolehkan umatnya berpoligami bukanlah tanpa alasan atau tujuan tertentu. Diperbolehkannya berpoligami ini mempunyai hikmah-hikmah untuk kepentingan serta kesejahteraan umat Islam itu sendiri.





Bagaimanakah Poligami dalam Islam?





Sesungguhnya Poligami dan Monogami(kalau boleh saya sebut untuk 1 pria dng 1 istri) telah diatur dalam Al Qur'an ...


Keduanya diperbolehkan, dan diatur dalam Al Qur'an ...


Kita tidak boleh mengharamkan poligami ataupun menyalahkan monogami ...


Semua ada sebab dan akibat, dan diatur semuanya dalam Al Qur'an ...


Boleh jadi kita tidak suka sesuatu, namun padahal itu baik bagi kita, dan mungkin kita suka sesuatu padahal itu tidak baik bagi kita, yang Maha Mengetahui sesuatu itu baik atau tidak hanyalah Allah ...






Pengertian dari Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan istri lebih dari satu, sementara untuk poliandri adalah perkawinan antara seorang istri dengan lebih dari satu suami.





Allah berfirman,





إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ






“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)




Sesungguhnya syariat poligami yang telah Allah perbolehkan, di dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar walaupun ada beberapa mudarat yang ditimbulkan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dengan syariat tersebut. Sebagai contoh misalnya: terkadang terjadi kasus saling cemburu di antara para istri karena beberapa permasalahan, maka hal ini adalah mudarat yang ditimbulkan dari praktek poligami. Namun, manfaat yang didapatkan dengan berpoligami untuk kaum muslimin berupa bertambahnya banyaknya jumlah kaum muslimin dan terjaganya kehormatan wanita-wanita muslimah baik yang belum menikah maupun para janda merupakan kebaikan dan maslahat yang sangat besar bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, jika kita melihat kebanyakan orang-orang yang menentang syariat poligami adalah orang-orang yang lemah pembelaannya terhadap syariat Islam bahkan terkadang melecehkan syariat Islam. Pemikiran mereka terpengaruh dengan pemikiran orang-orang kafir yang jelas-jelas tidak menghendaki kebaikan bagi kaum muslimin.





Bolehnya melakukan poligami dalam Islam berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:






وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ






“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa: 3)






Bolehnya syariat poligami ini juga dikuatkan dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan para sahabat sesudah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Anehnya para penentang poligami baik pria maupun wanita, mayoritas mereka tidak mengerti tata cara wudhu dan sholat yang benar, tapi dalam masalah poligami, mereka merasa sebagai ulama besar!!” (Umdah Tafsir I/458-460 seperti dikutip majalah Al Furqon Edisi 6 1428 H, halaman 62).






Perkataan beliau ini, kiranya cukup menjadi bahan renungan bagi orang-orang yang menentang poligami tersebut, hendaknya mereka lebih banyak dan lebih dalam mempelajari ajaran agama Allah kemudian mengamalkannya sampai mereka menyadari bahwa sesungguhnya aturan Allah akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.






Berikut kami sebutkan beberapa hikmah dan manfaat poligami yang kami ringkas dari tulisan Ustadz Kholid Syamhudi yang berjudul “Keindahan Poligami Dalam Islam” yang dimuat pada majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H sebagai berikut:



Poligami adalah syariat yang Allah pilihkan pada umat Islam untuk kemaslahatan mereka.



Seorang wanita terkadang mengalami sakit, haid dan nifas. Sedangkan seorang lelaki selalu siap untuk menjadi penyebab bertambahnya umat ini. Dengan adanya syariat poligami ini, tentunya manfaat ini tidak akan hilang sia-sia. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).



Jumlah lelaki yang lebih sedikit dibanding wanita dan lelaki lebih banyak menghadapi sebab kematian dalam hidupnya. Jika tidak ada syariat poligami sehingga seorang lelaki hanya diizinkan menikahi seorang wanita maka akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami sehingga dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kotor dan berpaling dari petunjuk Al Quran dan Sunnah. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).



Secara umum, seluruh wanita siap menikah sedangkan lelaki banyak yang belum siap menikah karena kefakirannya sehingga lelaki yang siap menikah lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. (Sahih Fiqih Sunnah 3/217).



Syariat poligami dapat mengangkat derajat seorang wanita yang ditinggal atau dicerai oleh suaminya dan ia tidak memiliki seorang pun keluarga yang dapat menanggungnya sehingga dengan poligami, ada yang bertanggung jawab atas kebutuhannya. Kami tambahkan, betapa banyak manfaat ini telah dirasakan bagi pasangan yang berpoligami, Alhamdulillah.



Poligami merupakan cara efektif menundukkan pandangan, memelihara kehormatan dan memperbanyak keturunan. Kami tambahkan, betapa telah terbaliknya pandangan banyk orang sekarang ini, banyak wanita yang lebih rela suaminya berbuat zina dari pada berpoligami, Laa haula wa laa quwwata illa billah.



Menjaga kaum laki-laki dan wanita dari berbagai keburukan dan penyimpangan.



Memperbanyak jumlah kaum muslimin sehingga memiliki sumbar daya manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan berjihad. Kami tambahkan, kaum muslimin dicekoki oleh program Keluarga Berencana atau yang semisalnya agar jumlah mereka semakin sedikit, sementara jika kita melihat banyak orang-orang kafir yang justru memperbanyak jumlah keturunan mereka.




Demikian pula, poligami ini bukanlah sebuah syariat yang bisa dilakukan dengan main pukul rata oleh semua orang. Ketika hendak berpoligami, seorang muslim hendaknya mengintropeksi dirinya, apakah dia mampu melakukannya atau tidak? Sebagian orang menolak syariat poligami dengan alasan beberapa kasus yang terjadi di masyarakat yang ternyata gagal dalam berpoligami. Ini adalah sebuah alasan yang keliru untuk menolak syariat poligami. Dampak buruk yang terjadi dalam sebuah pelaksanaan syariat karena kesalahan individu yang menjalankan syariat tersebut tidaklah bisa menjadi alasan untuk menolak syariat tersebut. Apakah dengan adanya kesalahan orang dalam menerapkan syariat jihad dengan memerangi orang yang tidak seharusnya dia perangi dapat menjadi alasan untuk menolak syariat jihad? Apakah dengan terjadinya beberapa kasus di mana seseorang yang sudah berulang kali melaksanakan ibadah haji, namun ternyata tidak ada perubahan dalam prilaku dan kehidupan agamanya menjadi lebih baik dapat menjadi alasan untuk menolak syariat haji? Demikian juga dengan poligami ini. Terkadang juga banyak di antara penolak syariat poligami yang menutup mata atau berpura-pura tidak tahu bahwa banyak praktek poligami yang dilakukan dan berhasil. Dari mulai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, para ulama di zaman dahulu dan sekarang, bahkan banyak kaum muslimin yang sudah menjalankannya di negara kita dan berhasil.



Sebagaimana syariat lainnya, dalam menjalankan poligami ini, ada syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum melangkah untuk melakukannya. Ada dua syarat bagi seseorang untuk melakukan poligami yaitu (kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):



Berlaku adil pada istri dalam pembagian giliran dan nafkah. Dan tidak dipersyaratkan untuk berlaku adil dalam masalah kecintaan. Karena hal ini adalah perkara hati yang berada di luar batas kemampuan manusia.



Mampu untuk melakukan poligami yaitu: pertama, mampu untuk memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan, misalnya jika seorang lelaki makan telur, maka ia juga mampu memberi makan telur pada istri-istrinya. Kedua, kemampuan untuk memberi kebutuhan biologis pada istri-istrinya.




Adapun adab dalam berpoligami bagi orang yang melakukannya adalah sebagai berikut (kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):



Berpoligami tidak boleh menjadikan seorang lelaki lalai dalam ketaatan pada Allah.



Orang yang berpoligami tidak boleh beristri lebih dari empat dalam satu waktu.



Jika seorang lelaki menikahi istri ke lima dan dia mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka dia dirajam. Sedangkan jika dia tidak mengetahui, maka dia terkena hukum dera.



Tidak boleh memperistri dua orang wanita bersaudara (kakak beradik) dalam satu waktu.



Tidak boleh memperistri seorang wanita dengan bibinya dalam satu waktu.



Walimah dan mahar boleh berbeda dia antara para istri.



Jika seorang pria menikah dengan gadis, maka dia tinggal bersamanya selama tujuh hari. Jika yang dinikahi janda, maka dia tinggal bersamanya selama 3 hari. Setelah itu melakukan giliran yang sama terhadap istri lainnya.



Wanita yang dipinang oleh seorang pria yang beristri tidak boleh mensyaratkan lelaki itu untuk menceraikan istri sebelumnya (madunya).



Suami wajib berlaku adil dalam memberi waktu giliran bagi istri-istrinya.



Suami tidak boleh berjima’ dengan istri yang bukan gilirannya kecuali atas seizin dan ridha istri yang sedang mendapatkan giliran.



Jika seseorang tidak bisa memenuhi syarat² berpoligami, dan dikuatirkan tidak bisa berlaku adil, maka sebaiknya menikah hanya dengan 1 istri saja, seperti yg disebutkan dalam (QS. An Nisaa: 3) diatas. ------------------------ Bab:Bolehnya menikahi wanita bukan karena agamanya.
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam beliau bersabda: Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung. (Shahih Muslim No.2661)

Keterangan:
Hadits diatas menunjukkan bolehnya menikahi wanita, karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Tidak dilarang menikahi wanita bukan karena agamanya, namun lebih utama dan sebaiknya adalah karena agamanya.
Mengapa? karena dari agama yg baik itu, seorang suami bisa mendapatkan 'surganya' dunia, dimana apabila suami sedang lemah iman, maka si istri akan menasehatinya supaya segera mendekat kepada Allah. Rumah tangga akan dijaga oleh si istri dng sangat amanah, dan si istri juga dapat mendidik anak² mereka supaya bisa menjadi anak² yg sholih-sholihah, dan berbakti pada orang tua. Pendek kata, jika menikah karena agama, maka antara suami dan istri bisa saling menasehati untuk menuju keridloan Allah. Menuju 'Surga dunia' dan juga 'Surga akhirat'.
Menikah karena agamanya, juga dapat diartikan, menikah dng wanita yg berakhlak yg baik. Karena dengan akhlak yg baik, akan muncul dan tumbuh agama yg baik. Dan begitu juga sebaliknya, dengan agama yg baik, akan muncul dan tumbuh akhlak yg baik pula.

Bab:Nasehat bagi Laki² yg bertakwa dalam mendidik wanita:
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya wanita itu seperti tulang rusuk. Jika kamu berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Tetapi kalau kamu biarkan saja, maka kamu akan menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok. (Shahih Muslim No.2669)

Keterangan:
Intinya, janganlah mendidik mereka dengan keras dan jangan pula membiarkan mereka, namun didiklah dng bijaksana dan dengan do'a. ------------------------
Hukum Poliandri (menikahi lebih dari dari satu suami)
Hukum bagi wanita yang mempunyai suami lebih dari satu adalah haram berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Jika poliandri benar- benar terjadi maka secara hukum pernikahan yang sah adalah pernikahan yang pertama . Ini berdasarkan hadits riwayat AHMAD yang bisa dijadikan dalil.

Dari Hasan dari Uqbah bin Amir bahwasanya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika dua orang wali menikahkan, maka yang sah adalah yang pertama kali menikahkan. Dan jika seorang menjual sesuatu kepada dua orang, maka yang sah adalah orang yang pertama dari keduanya." (HR. Ahmad no 16710)

Saya menulis tentang poligami bukan berarti saya setuju dengan poligami tapi saya ingin meluruskan tentang pandangan negatif terhadap umat Islam karena diperbolehkannya poligami.


Tiada ulasan:

Catat Ulasan