AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Jumaat, 1 Februari 2013

Keajaiban Hati

 

Keajaiban Hati




KITAB URAIAN KEAJATBAN HATI.


(Yaitu: Kitab Pertama Dari Rubu' "Yang Membinasakan").



Segala pujian bagi Allah, yang heranlah segala hati dan segala gurisan hati, tiada sanggup mengetahui dengan mendalam akan keagunganNya. Dan merasa dahsyatlah segala mata dan pandangan tentang dasar-dasar kecemerlangan NurNya, la Yang Melihat segala rahasia yang tersembunyi, la Yang Mengetahui segala kandungan jiwa yang tertutup, la Yang Tidak Memerlukan kepada perundingan dan pertolongan pada mengatur keraja anNya, la Yang Membalik-balikkan semua hati, la Yang Mengampunkan segala dosa, la Yang Menutup semua kekurangan. Dan la Yang Mela- pangkan segala kesempitan.


Rahmat kepada penghulu rasul-rasul, yang mengumpulkan yang bercerai- berai dari Agama dan yang memotong pembelakangan orang-orang yang ingkar. Dan kepada keluarganya yang baik dan suci. Dan anugerahilah ki- ranya kesejahteraan yang sebanyak-banyaknya!



Adapun kemudian, maka kemuliaan dan keutamaan manusia yang menga- tasi sejumlah dari bermacam-macam makhluk yang Iain, adalah disebab- kan persediaannya mengenal Allah (ma'rifah kepada Allah) Yang Mahasuci, dimana mengenal Allah itu di dunia adalah keelokan, kesempurnaan dan kebanggaannya manusia. Dan diakhirat adalah alat dan simpanannya. Sesungguhnya manusia itu menyediakan diri bagi ma'rifah, adalah dengan hatinya. Tidak dengan salah satu anggota badannya. Maka hatilah yang mengetahui Allah. Dialah yang mendekati kepada Allah. Dialah yang bekerja karena Allah. Dialah yang berjalan kepada Allah. Dan dialah yang membuka apa yang di sisi Allah dan yang padaNya. Dan sesungguhnya anggota badan itu, adalah pengikut, pelayan dan alat yang dipergunakan oleh hati. Dan yang dipakainya, laksana pemilik memakai budaknya, pe- mimpin menerima layanan rakyatnya dan pekerja bagi perkakasnya. Hati­lah yang diterima disisi Allah apabila ia selamat sejahtera dari selain Allah. Dan hati itu terdinding (terhijab) dari Allah, apabila ia tenggelam dengan selain Allah. Hatilah yang mencari Hatilah Yang berbicara. Dan hatilah yang mencaci. Dan dialah yang berbahagia dengan dekat kepada Allah. Maka ia memperoleh kemenangan, apabila ia mensucikannya. Dan memperoleh kekecewaan dan kesengsaraan, apabila ia mengotorkan dan merusakkannya. Hatilah pada hakikatnya yang tha'at kepada Allah Ta'ala. Dan sesungguhnya ibadah-ibadah yang berkembang pada anggota badan, adaiah cahayanya. Hatilah yang diirhaka, yang mengingkari Allah Ta'ala. Sesungguhnya yang berjalan pada anggota badan, dari kekejian- kekejian adalah bekas-bekasnya hati. Dengan gelap dan bersinarnya hati,


896


lahirlah segala kebaikan zahiriah dan keburiikannya. Karena tiap tempat air itu, kena percikan dengan apa yang ada didalamnya. Hatilah apabila dikenal oleh manusia, maka sesungguhnya manusia itu telah mengenal di- rinya. Dan apabila manusia telah mengenal dirinya, maka ia telah mengenal akan Tuhannya. Dan hati itu, apabila tidak dikenal oleh manusia, ma­ka manusia itu tidak mengenal akan dirinya. Dan apabila manusia- itu ti­dak mengenal dirinya, maka ia tidak mengenal akan Tuhannya. Dan ba- rangsiapa tidak mengenal hatinya, maka ia lebih tidak mengenal lagi akan lainnya. Karena kebanyakan manusia itu, tidak mengetahui hatinya dan dirinya. Dan telah terdinding di antara mereka dan diri mereka. Sesungguhnya Allah Ta'ala mendindingkan di antara manusia dan hatinya. Pendindingan itu, dengan mencegahnya daripada bermusyahadah, ber-muraqabah, mengenal sifat-sifatNya dan cara berbalik-baliknya diantara dua anak jari dari anak-anak jari Tuhan Yang Mahapemurah. Dan ba- gaimana ia sekali turun ke tingkat yang paling bawah dan merendah seja- jar dengan setan-setan. Dan bagaimana pada kali yang Iain, ia meninggi ke tingkat yang paling tinggi, naik kealam malaikat yang dekat dengan Tuhan.



Orang yang tiada mengenal hatinya untuk bermuraqabah, menjaga dan mengintip apa yang tampak dari dan dalam gudang alam-malakut, maka orang tersebut termasuk dalam golongan orang yang difirmankan oleh Ta'ala:
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
(Nasu'llaaha, fa-ansaahum anfusahum, ulaa-ika humul-faasiquun). Artinya: "Mereka yang lupa kepada Allah, lalu Allah melupakan mereka kepada dirinya sendiri. Itulah orang-orang yang fasiq". S.Al-Hasyr, ayat 19



Maka mengenal hati dan hakikat sifat-sifatnya itu pokok Agama dan sendi jalan orang-orang salik (orang-orang yang berjalan kepada Allah). Ketika kita telah selesai dari bahagian pertama dari Kitab ini, yaitu: dari memperhatikan ibadah-ibadah dan adat kebiasaan yang berlaku pada anggota badan dan itu adalah Ilmu Zahir dan kita menjanjikan akan mengu- raikan pada bahagian kedua; sifat-sifat yang membinasakan (al-muhlikat) dan yang melepaskan (al-munjiyat) yaing berlaku pada hati dan itu adalah Ilmu - Batin maka tak boleh tidak, bahwa kita dahulukan padanya: dua kitab lebih dahulu: Kitab tentang uraian keajaiban sifat-sifat dan iing- kah-laku hati dan: Kitab tentang cara ladhan hati dan pendidikan tingkah-lakunya. Kemudian, sesudah itu, kita bertolak, pada menguraikan: sifat-sifat yang membinasakan dan yang melepaskan. Sekarang marilah kita sebutkan uraian keajaiban hati, dengan jalan membuat contoh-contoh, yang mendekatkan kepada pengertian. Karena penegasan segala keajaiban dan rahasia hati, yang masuk dalam jumlah alam-malakut, adalah diantara yang menumpulkan kebanyakan paham daripada mengetahuinya.
897


PENJELASAN: arti nafas, roh, hati dan akal dan apa yang dimaksudkan dengan nama-nama itu.

Ketahuilah, bahwa nama-nama yang empat ini dipakai pada bab-bab ini. Dan sedikitlah dalam kalangan ulama-ulama yang terkemuka, yang mendalam pengetahuannya tentang nama-nama ini, tentang perbedaan pengertian-pengertiannya, batas-batasnya dan apa yang dinamakan dengan nama- nama tersebut.


Kebanyakan kesalahan itu terjadinya karena kebodohan dengan arti na­ma-nama ini dan persekutuannya diantara apa yang dinamakan itu yang bermacam-macam. Dan kami akan menguraikan arti nama-nama tersebut, yang menyangkut dengan maksud kami.


Perkataan Pertama: perkataan hati. Dan itu ditujukan kepada dua pengertian:-


Pertama: daging yang berbentuk buah shanaubar(1),terletak pada pinggir dada yang kiri. Yaitu: daging khusus. Dan didalamnya ada lobang. Dalam lobang itu darah hitam. Itulah sumber nyawa dan tambangnya. Dan kami tidak bermaksud sekarang menguraikan bentuknya dan caranya. Karena itu menyangkut dengan maksud dokter-dokter. Dan tiada menyangkut de­ngan maksud-maksud keagamaan.


Hati itu ada pada hewan. Bahkan ada pada orang mati. Dan apabila kami menyebutkan secara mutlak, perkataan hati (al-qalb) dalam Kitab ini, ma­ka tidaklah kami maksudkan yang demikian. Karena itu adalah sepotong daging, yang tidak berharga. Dan itu termasuk sebahagian dari alam yang dapat diperintah dan dilihat ('alamul-mulki wasy-syahadah), Karena hewanpun dapat mengetahuinya dengan pancaindra melihat, Lebih-lebih lagi manusia.


Kedua: yaitu: yang halus (lathifah), ketuhanan (rabbaniyah), kerohanian (ruhaniyah). Dia dengan: hati yang bertubuh (al-qalbi al-jismany) itu, mempunyai hubungan.


Yang halus itu, ialah hakikat manusia. Dialah yang merasa, yang mengeta­hui, dan mengenal, dari manusia. Dialah yang ditujukan dengan pembicaraan, yang disiksa, yang dicaci dan yang dicari. Ia mempunyai hubungan dengan hati yang bertubuh. Akal kebanyakan manusia, heran untuk me­ngetahui cara hubungannya. Karena hubungannya itu menyerupai hu­bungan sifat ('aradl)dengan tubuh (jisim). Hubungan sifat dengan yang bersi fat (maushuf). Atau hubungan pemakai alat dengan alatnya. Atau hubungan orang bertempat dengan tempatnya.


I. Buah shanaubar berbentuk bundar memanjang. Dari itu dinamakan: hati sunubari. (Pent:).
898


Dan menguraikan yang demikian itu, termasuk apa yang kami takuti, ka­rena dua pengertian.


Pertama: bahwa yang demikian itu menyangkut dengan Ilmu-Mukasyafah. Dan tidaklah maksud kami dari Kitab ini, selain: Ilmu-Mu'amalah. Kedua: bahwa mencari hakikatnya itu meminta disiarkan rahasia roh (nyawa). Dan yang demikian itu termasuk hal yang tidak diperkatakan oleh Rasulu'llah s.a.w. Maka tidaklah bagi orang lain, bahwa memperkatakan nya.


Yang dimaksudkan: bahwa apabila kami menyebutkan perkataan hati (al- qalb) dalam Kitab ini, maka yang kami maksudkan, ialah: yang halus (lathifah) itu. Dan maksud kami, ialah menyebutkan sifat-sifat dan keadaannya, Bukan menyebutkan' hakikatnya pada zatnya. Dan Ilmu Mu'amalah itu mengkehendaki mengenal sifat-sifat dan keadaannya. Dan tidak menghendaki kepada menyebutkan hakikatnya.


Perkataan Kedua: nyawa (ruh). Dia juga ditujukan pada yang menyang­kut, dengan jenis maksud kami, karena dua pengertian:


Pertama: tubuh halus (jisim lathif). Sumbernya itu lobang hati yang bertubuh. Lalu bertebar dengan perantaraan urat-urat yang memanjang, ke segala bahagian tubuh yang lain. Mengalirnya dalam tubuh, membanjimya cahaya hidup, perasaan, penglihatan, pendengaran dan penciuman daripadanya kepada anggota-anggotanya itu, menyerupai membanjimya cahaya dari lampu yang berkeliling pada sudut-sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kepada sebahagian dari rumah, melainkan terus disinarinya Dan hidup itu adalah seperti cahaya yang kena pada dinding. Dan nyawa itu . adalah seperti lampu. Berjalannya nyawa dan bergeraknya pada batin, ada­lah seperti bergeraknya lampu pada sudut-sudut rumah, dengan digerakkan oleh penggeraknya.



Dokter-dokter, apabila menyebutkan secara mutlak perkataan: nyawa, maka yang dikehendaki oleh mereka, ialah: pengertian ini. Yaitu: uap yang halus, yang dimasakkan oleh kepanasan al-qalb (had). Dan tidaklah uraiannya menjadi maksud kami, Karena yang menyangkut dengan itu, adalah maksud dokter-dokter yang mengobati tubuh. Adapun maksud dokter-dokter Agama, yang mengobati hati, sehingga terbawa kesisi Tuhan Semesta alam, tidaklah sekali-kali menyangkut dengan uraian nyawa itu.


Pengertian Kedua: yaitu: yang halus dari manusia yang mengetahui dan yang merasa. Dan itulah yang kami uraikan tentang salah satu pengertian hatr. Dan itulah yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala dengan firmanNya:


899


قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي
(Qulir-ruuhu min amri rabbii).
Artinya: "Jawablah! Nyawa' (roh) itu termasuk urusan Tuhanku". -S. Al- Isra', ayat 85.
Dan itu adalah urusan ketuhanan yang menakjubkan, yang melemahkan kebanyakan akal dan paham daripada mengetahui hakikatnya.


Perkataan Ketiga: nafas.
Dia juga bersekutu diantara beberapa pengertian. Dan yang menyangkut dengan maksud kami daripadanya adalah dua pe­ngertian:



Pertama: bahwa yang dimaksudkan dengan yang demikian itu, ialah pe­ngertian yang menghimpunkan bagi: kekuatan marah dan nafsu syahwat pada manusia, sebagaimana akan datang uraiannya (1). Pemakaian ini adalah yang biasa pada ahli tasawwuf. Karena mereka maksudkan dengan nafas (nafsu) itu, ialah: pokok yang menghimpunkan sifat- sifat tercela pada manusia. Lalu mereka berkata: tak boleh tidak melawan nafsu dan menghancurkannya. Ke situlah isyaratnya sabda Nabi s.a.w.:-
أعدى عدوك نفسك التي بين جنبيك
(A'daa 'aduwwika nafsu-kallatii baina janbaika). Artinya: "Musuhmu yang terbesar, ialah nafsumu yang berada diantara dua lembungmu" (2).


Pengertian Kedua: yaitu: yang halus (lathifah) yang telah kami sebutkan di- atas, dimana pada hakikatnya: itulah manusia. Yaitu: diri manusia dan zatnya. Tetapi disifatkan dengan bermacam-macam sifat, menurut bermacam-macam keadaannya. Apabila dia itu tenang, dibawah perintah dan jauh dari kegoncangan disebabkan penantangan nafsu-syahwat, mana dinama­kan: nafsu muthmainnah (diri atau jiwa yang tenang). Allah Ta'ala berfirman tentang contohnya:-
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
(Yaa-ayyatu-hannafsul-muthmainna-tur-ji'ii ilaa rabbiki raadliya-tan mar- dliyyah).Artinya: "Hai jiwa yang tenang-tenteram! Kembalikah kepada Tuhanmu, merasa senang (kepada Tuhan) dan (Tuhan) merasa senang kepadanya" -S. Al-Fajr, ayat 27-28.


Jiwa (nafsu) dengan pengertian pertama, tidaklah tergambar kembalinya kepada Allah Ta'ala. Sesungguhnya dia itu menjauh dari Allah. Dan dia itu termasuk golongan setan.


1.Dalam bahasa kita disebut nafsu (Peny).
2.Dirawikan Al-Baihaqy, dari Ibnu 'Abbas. Pada sanadnya, terdapat Muhammad bin Abdurrahman bin Ghazwan, salah seorang pemalsu hadits.
900


Apabila tidak sempurna ketenangannya, akan tetapi jadi pendorong kepa­da nafsu syahwat dan penantangnya, maka dinamakan: nafsu lawwamah (jiwa yang mencela). Karena jiwa itu mencela tuannya ketika teledor pada menyembah Tuhannya. Tuhan berfirman:
وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
(Wa laa uqsimu bin-naf-sil-Iawwaa-mah)."Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat mencela (kejahatan)" S. Al-qiamah, ayat 2.


Kalau nafsu (jiwa) itu meninggalkan tantangan, tunduk dan patuh, menurut kehendak nafsu-syahwat dan panggilan setan, maka dinamakan: nafsu yang menurut kepada yang jahat (an-naf-sul-amma-rah bis-suu-i). Allah Ta' ala berfirman, menceritakan tentang Jusuf a.s. atau isteri seorang pembesar (Mesir yang membujuk Jusuf a.s.):-
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
(Wa maa ubarri-u nafsii, innan-nafsa la-am-maaratum bis-suu-i). Artinya: "Dan aku tidaklah membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh kepada yang buruk". S. yusuf,ayat 53.


Kadang-kadang boleh dikatakan bahwa yang dimaksud dengan suka menyuruh kepada yang buruk itu, ialah: nafsu dengan pengertian pertama. Ja­di, nafsu dengan pengertian pertama itu, sangat tercela. Dan dengan pe­ngertian kedua itu, terpuji. Karena dia adalah nafsu (diri) manusia. Arti­nya: zat dan hakikatnya, yang mengetahui Allah Ta'ala dan pengetahuan- pengetahuan lainnya.


Perkataan Keempat: Akal. Itu juga bersekutu dengan pengertian yang ber macam-macam, yang telah kami sebutkan pada "Kitab Ilmu". Dan yang menyangkut dengan maksud kami dari jumlah pengertiannya, ialah dua pengertian:-
Pertama: sesungguhnya, kadang-kadang ditujukan dan dimaksudkan de­ngan akal itu: pengetahuan tentang hakikat segala keadaan. Maka akal itu, ibarat dari sifat-sifat ilmu, yang tempatnya hati.
Pengertian Kedua: sesungguhnya, kadang-kadang ditujukan dan dimaksud­kan dengan akal itu: ialah yang memperoleh pengetahuan itu. Dan itu ada­lah: hati, Ya'ni: yang halus itu.Kita mengetahui, bahwa tiap-tiap orang yang berilmu, maka ia mempunyai wujud pada dirinya. Yaitu: pokok yang berdiri dengan sendirinya. Dan ilmu itu suatu sifat yang bertempat padanya. Dan sifat itu, bukan benda yang disifatkan


901


Kadang-kadang akal itu ditujukan dan dimaksudkan: sifat orang yang ber- ilmu. Dan kadang-kadang ditujukan dan dimaksudkan: tempat pengetahuan. Yakni: yang mengetahui. Dan itulah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi s.a.w.:-
أول ما خلق الله العقل


(Awwalumaa khala-qa'l-laahu'l-'aqlu).Artinya: "Yang pertama-tama dijadikan oleh Allah, ialah akal" (1). Sesungguhnya ilmu itu sifat ('aradl), yang tidak tergambar bahwa dia itu makhluk pertama. Tetapi, tak boleh tidak, bahwa adalah tempat itu, yang dijadikan sebelum ilmu atau bersama ilmu. Dan karena tidak mungkin di­tujukan perkataan kepada ilmu.



Pada hadits, Allah Ta'ala berfirman kepada akal: "Menghadaplah!". Lalu ia menghadap. Kemudian Allah berfirman kepada akal: "MembelakangLah, lalu ia membelakangsampai akhir hadits (2).


Jadi, sesungguhnya telah terbuka kepada kita, bahwa pengertian nama- nama tersebut itu ada. Yaitu: hati-jismani (hati yang berbentuk jisim), roh- jismani (berbentuk jisim), nafsu-syahwat dan ilmu.


Maka inilah empat pengertian yang ditujukan kepada empat perkataan. Dan pengertian yang kelima, yaitu: yang halus dari manusia yang menge­tahui dan yang merasa. Dan perkataan empat itu keseluruhannya, banyak kali datang pemakaiannya kepada yang halus itu..


Maka pengertian itu lima dan perkataannya empat. Tiap-tiap perkataan, ditujukan kepada dua pengertian. Dan kebanyakan ulama, telah meragu- kan kepada mereka, perbedaan kata-kata tersebut dan kebiasaan pemakaiannya. Maka anda akan melihat mereka, memperkatakan tentang gurisah-gurisan hati (al-khawaathir). Dan mereka mengatakan: ini gurisan akal, ini gurisan jiwa, ini gurisan hati dan ini gurisan nafsu (diri). Dan orang yang memperhatikan, tiada akan tahu perbedaan pengertian nama-nama itu. Dan untuk meriyingkap tutupnya dari yang demikian itu, kami telah dahulukan uraian nama-nama tersebut. Bilamana tersebut perkataan hati dalam Al-Qur-an dan Sunnah, maka yang dimaksudkan, ialah: pengertian yang dipahami dari manusia. Dan yang mengetahui hakikat segala sesuatu. Ka­dang-kadang secara tidak langsung (dengan jalan kinayah), disebutkan tentang hati itu, akan hati yang di dalam dada. Karena diantara yang ha­lus itu dan antara jisim hati, ada hubungan khusus. Dan yang halus itu, walaupun ada sangkutannya dengan seluruh tubuh dan dipakai untuk seluruh tubuh, akan tetapi ia bersangkutan dengan tubuh itu, dengan peranta raan hati


1.   Hadits ini sudah dipaparkan pada "Kitab Ilmu".
2.  Hadits ini sudah diterangkan dulu, pada "Bab Ilmu".
902


Maka sangkutannya yang pertama, ialah dengan hati. Dan seolah-olah hati itu, tempatnya yang halus tersebut, kerajaannya, alamnya dan binatang kenderaannya. Dan karena itulah, Sahl At-Tusturi menyerupakan hati dengan 'Arasy dan dada dengan Kursi. Ia mengatakan: hati itu ialah 'Arasy. Dan dada itu ialah Kursi. Dan tidak ada yang menyangka, bahwa dia itu berpendapat, bahwa itu 'Arasy Allah da KursiNya. Karena demikian itu mustahil. Tetapi ia bermaksud dengan demikian, bahwa hati itu kerajaanNya dan saluran pertama untuk mengatur dan memperlaku kannya. Maka keduanya (hati dan dada) dibandingkan kepada manusia, adalah seperti 'Arasy dan Kursi dibandingkan kepada Allah Ta'ala. Dan juga penyerupaan ini tidak lurus, kecuali dari beberapa segi. Dan juga uraian itu tidak layak dengan tujuan kita sekarang. Maka dari itu, hendaklah kita lampaui saja.



PENJELASAN: tentara hati. Allah Ta'ala berfirman :-


Artinya: "Tiadalah yang mengetahui tentara Tuhanmu, selain Ia sendiri". S. Al-Muddats-tsir, ayat 31.  Allah S.W.T. mempunyai tentara yang terkumpul banyak dalam hati, da­lam roh dan dalam alam-alam yang lain. Hanya Allah sendiri yang menge­tahui hakikatnya dan penguraian bilangannya. Dan kami sekarang mengisyaratkan kepada sebahagian tentara hati. Maka itulah yang menyangkut dengan maksud kami.


Hati itu mempunyai dua tentara: tentara yang dapat dilihat dengan mata kepala dan tentara yang tidak dapat dilihat, kecuali dengan mata hati. Hati itu berkedudukan raja. Dan tentara itu berkedudukan pelayan dan pembantu. Inilah arti tentara.


Adapun tentara hati yang dapat disaksikan dengan mata, ialah: tangan, kaki, mata, telinga, lidah dan anggota-anggota tubuh lainnya, yang zahir dan yang batin. Semuanya itu pelayan hati dan yang bekerja cuma-cuma untuk hati. Hatilah yang menggunakannya dan yang pulang pergi kepada- nya.


Semua anggota itu dijadikan secara naluri patuh kepada hati. Tiada sang- gup menyalahinya dan mendurhakainya. Apabila hati menyuruh mata dibuka, niscaya dia terbuka. Apabila hati menyuruh kaki bergerak, niscaya ia bergerak. Apabila hati menyuruh lidah berkata-kata dan ia yakin akan hukum yang akan diperkatakan, niscaya lidah itu berkata-kata. Dan begitulah dengan anggota-anggota badan lainnya.


903


Kepatuhan anggota-anggota tubuh dan pancaindra kepada hati, dapat di-serupakan dari segi kepatuhan para malaikat kapada Allah Ta'ala. Sesung­guhnya malaikat itu secara naluri patuh, .tiada sanggup menyalahiNya. Bahkan, mereka tiada mendurhakai Allah akan apa yang disuruh oleh Allah. Mereka berbuat, apa yang disuruh.


Hanya keduanya itu, berbeda pada satu hal. Yaitu: bahwa para malaikat a.s. itu, mengetahui dengan keta'atan dan kepatuhannya. Dan pelupuk mata itu mematuhi hati tentang terbuka dan tertutupnya, dengan jalan: terjadinya demikian (taskhir). Tiada berita baginya dari dirinya dan dari kepatuhannya kepada hati.


Sesungguhnya, hati itu memerlukan kepada tentara tersebut, sebagaimana perlunya kepada kenderaan dan perbekalan perjakpiannya, yang karena itulah, dia dijadikan. Yaitu: perjalanan kepada Allah S.W.T. dan dilam- paui tempat-tempat untuk menemuiNya. Maka karena itulah, hati itu di­jadikan. Allah Ta'ala berfirman
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
(Wa maa kha-laqtul- jinna wal-insa, illaa li-ya-buduu-ni). Artinya: "Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, melainkan untuk ber'ibadah (memperhambakan diri) kepadaKu". - S. Adz-Dzariyat, ayat 56.
Sesungguhnya kenderaan hati itu tubuh. Dan perbekalannya ilmu. Dan se­sungguhnya sebab-sebab yang menyampaikannya kepada perbekalan dan yang menetapkannya dari perbekalan itu ialah: amal salih. Dan tidak mungkin hamba itu sampai kepada Allah S.W.T. selama badannya tidak tenang. Dan ia tidak melewati (meninggalkan) dunia. Sesungguhnya tem­pat yang terdekat tak boleh tidak- dilewati, untuk sampai ketempat yang terjauh. Dunia adalah tempat bercocok tanam bagi akhirat. Dan salah sa­tu tempat petunjuk.Dinamakan dengan dunia, karena dia itu yang terdekat dari dua tempat tersebut (1).


Maka perlulah menyiapkan perbekalan dari dunia (alam) ini. Maka badan itu, kenderaannya, yang menyampaikannya kepada alam ini. Maka ia me­merlukan kepada persiapan badan dan memeliharakannya. Sesungguhnya badan itu dipelihara, dengan menarikkan kepadanya makanan dan lain-lain yang sesuai dengan dia. Dan menolak dari padanya, sebab-sebab kebinasaan, yang meniadakan badan itu. Maka ia memerlukan kepada dua tentara untuk menarik makanan itu.


Yaitu: tentara batin, ialah: nafsu- syahwat dan tentara zahir, ialah: tangan dan anggota-anggota badan yang menarik makanan. Maka dijadikan didalam hati, apa yang dihayatinya, dari keinginan-keinginan. Dan dijadikan anggota-anggota badan yang menjadi alat keinginan-keinginan itu. Maka diperlukan dua tentara untuk menolak bahaya yang membinasakan: tentara batin. Yaitu: marah yang menolak segala yang membinasakan dan menuntut balas dari musuh. Dan: tentara zahir, yaitu: tangan dan kaki, dimana dengan tangan dan kaki itu dapat bekerja menurut kehendak marah.


1. Dunya, artinya yang asli, ialah: terdekat.
904


Semua itu, dengan hal-hal yang diluar badan. Maka anggota-angota dari badan itu, adalah seperti aiat senjata dan lainnya.


Kemudian- orang yang memerlukan kepada makanan, selama ia tidak me­ngenal makanan itu, niscaya tidak bermanfa'at kepadanya, keinginan dan kesukaan kepada makanan itu. Maka ia memerlukan kepada dua tentara untuk mengenalnya: tentara batin. Yaitu: pancaindra pendengaran, penglihatan, penciuman, penyentuhan dan perasaan lidah. Dan: tentara zahir, yaitu: mata, telinga, hidung dan lain-lain. Penguraian segi keperluan dan segi hikmah padanya itu, panjang. Dan tidak sampai kepada banyak jilid. Dan telah kami isyaratkan kepada bagian yang sedikit daripadanya, pada "Kitab Syukur". Maka hendaklah dicukupkan dengan itu! Maka jumlah tentara hati itu, dihinggakan oleh tiga jenis: jenis pembangkit dan pendorong. Adakalanya kepada penarikan yang bermanfa'at, yang sesuai, seperti: nafsu syahwat. Dan adakalanya kepada penolakan yang mendatangkan melarat, yang tidak bermanfa'at, seperti: marah. Kadang- kadang dikatakan tentang penggerak itu: kemauan.


Jenis kedua, yaitu: penggerak anggota badan untuk menghasilkan mak- sud-maksud itu. Dan dikatakan tentang yang kedua ini: kekuasaan. Yaitu: tentara yang berkembang pada anggota-anggota badan yang lain. Lebih-lebih sendi-sendi dan anggota-anggota badan yang tumbuh pada sendi- sendi badan.


Jenis ketiga, yaitu: yang mengetahui dan yang ingin mengenal semua per- kara, seperti: mata-mata. Yaitu: kekuatan penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dengan lidah dan penyentuhan. Dan itu berkembang pa­da anggota-anggota badan tertentu. Dan disebutkan tentang ini: ilmu dan perasaan.


Dan bersama masing-masing tentara batin ini, ada tentara zahir. Yaitu: anggota-anggota badan yang tersusun dari: lemak, daging, urat, darah dan tulang, yang menyediakan perkakas untuk tentara itu. Maka sesungguhnya kekuatan menggenggam, ialah dengan anak-anak jari. Kekuatan melihat dengan mata. Dan begitulah kekuatan-kekuatan lainnya.. Kami tidak memperkatakan tentang tentara zahir, yakni: anggota-anggota badan. Karena dia termasuk 'alamul-mulki wasy-syahadah. Dan yang kami perkatakan sekarang, ialah: apa yang diperkuatkan dengan tentara-tentara yang tiada engkau melihatnya.Jenis yang ketiga ini, ialah yang mengetahui keseluruhan ini, yang terbagi kepada: yang menempati tempat-tempat zahiriah, yaitu: pancaindra yang lima. Yakni: pendengaran; penglihatan, penciuman, perasaan lidah dan penyentuhan. Dan kepada: yang menempati tempat-tempat batiniah. Yaitu: rongga-rongga otak. Dan itu juga lima.
905


Maka sesungguhnya manusia, sesudah melihat sesuatu itu, memejamkan kedua matanya. Maka ia memperoleh bentuknya dalam dirinya. Yaitu: khayal. Kemudian bentuk itu kekal padanya, disebabkan sesuatu yang menjagakannya. Yaitu: tentara penjaga. Kemudian, ia bertafakkur pada yang dijagakannya. Lalu disusunnya sebahagian yang demikian, kepada yang sebahagian. Kemudian ia mengingati apa yang telah dilupakannya dan ia kembali kepadanya. Kemudian, dikumpulkannya sejumlah penger­tian dari yang dirasakan, dalam khayalannya, dengan perasaan yang bersekutu diantara yang dirasakan dengan pancaindra itu. Dalam batin ada perasaan yang bersekutu, khayalan, pemikiran, ingatan dan hafalan. Jikalau tidak dijadikan oleh Allah, kekuatan hafalan, pikir an, ingatan dan khayalan, niscaya adalah otak itu kosong daripadanya, Sebagaimana kosongnya tangan dan kaki daripadanya. Maka kekuatan-keku atan itu juga tentara batiniah dan tempatnya juga batiniah. Inilah segala macam tentara hati!


Uraiannya sehingga dapat diketahui oleh paham orang-orang yang lemah dengan memberikan contoh-contoh itu akan panjang. Dan maksud Kitab yang seperti ini adalah untuk dimanfa'atkan oleh orang-orang Kitab yang seperti ini dan adalah untuk diman- fa'atkan oleh orang-orang yang kuat pemahamannya dan oleh ulama-ulama yang terkemuka. Akan tetapi kami berusaha sungguh-sungguh untuk memberi pengertian kepada orang-orang yang lemah, dengan mengemuka kan contoh contoh, supaya yang demikian itu, mendekatkan kepada pemahaman mereka.


PENJELASAN: Contoh-contoh hati serta tentara batiniahnya.
Ketahuilah, bahwa dua tentara: tentara marah dan tentara nafsu-syahwat, kadang-kadang keduanya tunduk kepada hati dengan sempurna. Lalu yang demikian itu dapat menolong hati kepada jalan yang akan ditempuhnya. Dan baguslah pengawanan keduanya dalam perjalanan yang dilaksanakan oleh hati.


Kadang-kadang keduanya (tentara marah dan nafsu-syahwat) itu mendurhakai hati dengan memberontak dan menantang. Sehingga keduanya itu memiliki hati dan memperbudakkannya. Pada yang demikianlah, kebinasaan dan terputusnya hati dari perjalanannya, yang menyampaikannya ke pada kebahagiaan abadi.


906


Dan hati mempunyai tentara Iain, yaitu: ilmu, hikmah kebijaksanaan dan pemikiran, sebagaimana akan datang uraiannya. Dan menjadi hak hati un­tuk meminta pertolongan pada tentara ini. Sesungguhnya tentara ini adalah tentara Allah Ta'ala (hizbu'llah) terhadap dua tentara yang tersebut diatas. Sesungguhnya dua tentara tadi, kadang-kadang berhubungan de­ngan tentara setan. Kalau hati itu tidak meminta pertolongan dan tentara marah dan nafsu-syahwat menguasai atas dirinya, niscaya hati itu pasti bi- nasa dan memperoleh kerugian yang nyata.


Begitulah keadaan kebanyakan makhluk manusia. Akal-pikirannya tunduk kepada nafsu-syahwatnya dalam mencari daya-upaya memenuhi nafsu- syahwat itu. Dan adalah seyogianya bahwa nafsu-syahwat itu tunduk kepa­da akal-pikirannya, mengenai sesuatu ' yang diperlukan oleh akal-pikiran. Kami akan mendekatkan yang demikian kepada pemahaman anda de­ngan tiga contoh:


Contoh Pertama: kami berkata: bahwa jiwa manusia dalam tubuhnya kami maksudkan jiwa halus yang tersebut dahulu, adalah seperti raja dalam kota dan kerajaannya. Sesungguhnya tubuh itu kerajaan jiwa (nafsu), alamnya, tempat ketetapannya dan kotanya. Dan anggota-anggota tubuh dan keku- atannya adalah seperti tukang-tukang dan pekerja-pekerja. Dan kekuatan 'aqliah yang berpikir baginya itu adalah, seperti: penunjuk yang menasehati dan menteri yang berakal pikiran. Nafsu-syahwatnya adalah seperti budak jahat, yang menghela makanan dan makanan simpanan (al-mirah) kekota. Kemarahan dan kepanasan hati karena kemarahan itu adalah seperti orang yang mempunyai polisi. Dan budak yang menghela makanan al-mi­rah itu pembohong, pengicuh, penipu yang keji, yang membentuk dirinya dengan bentuk penasehat. Dan dibawah nasehatnya itu kejahatan yang menakutkan dan racun yang membunuh. Sifat dan kebiasaannya itu bertentangan bagi menteri yang menasehati dalam semua pendapat dan pengaturannya. Sehingga tidak terlepas sesa'atpun daripada perlawanan dan penantangannya.


Sebagaimana raja dalam kerajaannya, apabila ia merasa cukup dalam pe- ngaturannya dengan menterinya dan ia bermusyawarah dengan menteri- nya itu dan menolak isyarat budak yang keji tadi, berdalilkan dengan isya- ratnya, bahwa yang benar adalah yang berlawanan dengan pendapat bu­dak itu, niscaya raja itu telah dituntun oleh kepala polisinya dan bertindak bijaksana bagi menterinya. Ia menjadikan menterinya tempat musyawa- rahnya, yang berkuasa dari pihaknya terhadap budak yang keji itu, pengi- kut-pengikutnya dan pembantu-pembantunya. Sehingga budak itu disiasat-i, tidak menyiasati, disuruh dan diatur, tidak menyuruh dan mengatur. Luruslah urusan negeri raja tersebut. Dan dengan sebab demikian, tera turlah keadilan.


Maka begitulah an-nafs (diri), manakala ia meminta tolong pada akal dan memperoleh tuntunan dengan penjagaan marah. Dan an-nafs itu menguasakan kekerasan marah atas keinginan (syahwat). Dan meminta tolong de­ngan yang satu kepada yang lain Sekali dengan menyedikitkan derajat marah dan meluapluapnya dengan menantang syahwat (keinginan) dan


907


menaikkannya setingkat ke setingkat. Dan sekali dengan mencegah dan memaksakan syahwat dengan berkuasanya marah kepanasan hati kepada- nya. Dan memandang keji kehendak-kehendak syahwat itu, Niscaya berlaku-adillah semua kekuatan diri (an-nafs) dan baguslah tingkah-Iakunya. Orang yang berpaling dari jalan ini, adalah seperti orang yang difirman- kan oleh Allah Ta'ala:-
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ
(A fara-aita mani't-takhadza ilaahahu hawaahu wa adlalla-hu'Ilaahu 'alaa ilmin).Artinya: "Adakah engkau lihat orang yang mengambil keinginan (nafsu- nya) menjadi tuhannya? Dan Allah membiarkannya sesat menurut penge- tahuan". -S. Al-Jatsiyah, ayat 23. Allah Ta'ala berfirman:-
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ
(Wattaba'a hawaahu fa ma-tsaluhu kamatsalil-kalbi-in tahmil 'alaihi yalhats- au tatruk-hu yalhats).Artinya: "Dan menurutkan kemauan hawa nafsunya. Perumpamaannya sebagai anjing: kalau engkau halau, diulurkannya lidahnya dan kalau eng­kau biarkan saja, diulurkannya juga lidahnya". S. Al-A'raf, ayat 176. Dan Allah 'Azza wa Jalla berfirman tentang orang yang mencegah nafsu­nya dari keinginan hawa-nafsu:-
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
 (Wa-ammaa man khaafa maqaama rabbihi wa nahan-nafsa 'anil-ha-waa fa in-nal-jan-nata hiyal-ma'-waa).Artinya: "Dan adapun orang yang takut dihadapan kebesaran Tuhannya dan menahan nafsunya (dirinya) dari keinginan yang rendah (hawa-nafsu). Sesungguhnya sorga tempat kediamannya". S. An-Nazi'at, ayat 40 - 41.


Dan akan datang cara perjuangan tehtara-tentara tersebut dan cara seba­hagian daripadanya menguasai akan sebahagian yang lain pada "Kitab Latihan Diri'insya Allah Ta'ala.


908


Contoh Kedua: ketahuilah bahwa tubuh itu seperti kota. Dan akal, yakni: yang mengetahui dari manusia adalah seperti raja, yang mengatur kota itu. Kekuatan manusia yang mengetahui, yang terdiri dari pancaindra zahiriah dan batiniah, adalah seperti tentaranya dan pembantu-pembantunya. Anggota badannya adalah seperti rakyatnya. Nafsu yang menyuruh kepada kejahatan (nafsu ammarah), ialah nafsu-syahwat. Dan amarah adalah seperti musuh yang menantangnya dalam kerajaannya. Dan yang berusaha mem­binasakan rakyatnya. Maka jadilah badannya seperti pasukan dan benteng. Dan nafsunya seperti orang yang menetap dalam benteng, yang menjaga pasukan. Kalau ia berjuang menghadapi musuhnya dapat menghancurkan dan memaksakan musuh itu menurut keinginannya, niscaya akibatnya terpuji, apabila ia kembali kehadlirat Tuhan, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta'ala:-
وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً
(Wal-mujaahiduuna fii sabii-lil-laahi bi-amwaalihim wa anfu-sihim, fadl- dlala'l-laahul-mujaahidiina bi-amwaalihim wa anfusihim 'alal-qaa-idii-na darajah).Artinya: " dan orang-orang yang berjuang dijalan Allah, dengan harta dan dirinya. Allah melebihkan tingkatan orang-orang yang berjuang degan harta dan dirinya dari orang-orang yang tinggal duduk". -S. An-Nisa', ayat 95.


Kalau ia menghilangkan bentengnya dan menyia-nyiakan rakyatnya, nisca­ya tercelalah akibatnya, Maka ia dituntut balas dari perbuatan tersebut disisi Allah Ta'ala. Dikatakan kepadanya pada hari kiamat: "Hai pemimpin jahat! Engkau makan daging dan minum susu. Engkau tidak mengembalikan benda yang hilang dan tidak menampalkan yang pecah. Pada hari ini, engkau dituntut balas (1), sebagaimana tersebut pada hadits. Kepada jihad (perjuangan) inilah, yang ditujukan oleh sabda Nabi s.a.w.:-
رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر
(Raja'naa minal-jihaadil-ash-ghari ilal-jihaadil-akbar).Artinya: "Kita kembali dari jihad (perjuangan) kecil kepada perjuangan besar" (2). Contoh Ketiga: Akal itu seperti pengendera kuda, yang pergi berburu.


1.   Apa yang tertera itu dan disebutkan terdapat pada hadits, maka menurut catatan Al- 'Iraqy pada bagian bawah halaman Ihya bahwa ia tidak menjumpai hadits tersebut sama-sekali.
2.     Dirawikan Al-Baihaqy dari Jabir. Dan dikatakannya: pada hadits ini ada isnad yang le mah (dla'if).
909


Nafsu syahwatnya adalah seperti. kudanya. Dan marahnya adalah seperti anjingnya. Manakala pengendera kuda itu cerdik, kudanya terlatih dan anjingnya terdidik, diberi ajaran, niscaya layaklah ia memperoleh kemenangan. Dan manakala ia sendiri tidak pandai bekerja, kudanya liar melawan dan anjingnya buas, lalu kudanya tidak bangun mematuhi perintahnya dan anjingnya tidak dilepaskan dengan mematuhi petunjuknya, maka layaklah ia mendapat kebinasaan. Lebih-lebih lagi daripada ia mencapai apa yang dicarinya.


Tidak pandainya bekerja pengendera kuda itu, adalah seperti bodohnya manusia. Kurang kebijaksanaannya dan tumpul pandangannya. Dan mela- wannya kuda itu adalah seperti kerasnya nafsu-syahwat, lebih-lebih syah­wat perut dan kemaluan. Dan buasnya anjing itu adalah seperti kerasnya dan berkuasanya kemarahan. Kita bermohon kepada Allah akan taufiq yang baik dengan kasih-sayangNya!


PENJELASAN: kekhususan hati insan.
Ketahuilah, bahwa sejumlah apa yang telah kami sebutkan itu, telah di-anugerahkan oleh Allah kepada semua hewan, selain dari anak Adam. Karena, hewanpun mempunyai nafsu-syahwat, kemarahan, pancaindra yang zahir dan yang batin. Sehingga seekor kambing yang melihat serigala dengan matanya, maka ia tahu dengan hatinya akan permusuhannya de­ngan serigala itu. Lalu larilah ia daripadanya.


Maka yang demikian itu, adalah pengetahuan batin (al-idrakul-bathin). Maka marilah kami sebutkan yang khusus hati manusia dengan itu. Dan karenanya, besarlah kehormatan manusia dan berhak untuk dekat dengan Allah Ta'ala. Yaitu: kembali kepada ilmu dan kemauan (iradah). Ilmu, ialah: mengetahui segala urusan dunia dan akhirat serta segala hakikat yang berhubungan dengan akal (haqaiq-'aqliyah). Ini semuanya adalah urusan diluar yang dirasakan dengan pancaindra. Dan hewan tidak bersekutu dengan manusia padanya. Bahkan segala pengetahuan yang meliputi keseluruhan, yang dlaruri, adalah hal-hal yang khusus bagi akal. Karena manusia menetapkan, bahwa tidak tergambar pada pikiran, orang seorang berada pada dua tempat pada satu keadaan. Dan ketetapan ini berlaku kepada semua orang.


Sebagai dimaklumi, bahwa tidak dapat diketahui dengan pancaindra, sela­in oleh sebahagian orang. Maka menetapkannya kepada semua orang, adalah melebihi dari apa yang dapat diketahui oleh pancaindra. Apabila ini telah dipahami pada ilmu zahir dlaruri, maka lebih terang lagi pada ilmu nadhari (1).


1.Ilmu-dlaruri, yang mudah diketahui, tanpa dalil. Dan ilmu-nadlari yang merupakan teori-teori, memerlukan kepada dalil.
910


Tentang kemauan, sesungguhnya apabila dapat diketahui dengan akal,akan akibatnya sesuatu dan jalan memperbaikinya, niscaya tergeraklah daripadanya keinginan untuk memperbaiki, mencari sebab-sebabnya dan berkemiauan untuk yang demikian.


Dan yang demikian itu, selain dari kemauan nafsu-syahwat dan kemauan hewan. Bahkan adalah berlawanan dengan nafsu-syahwat. Karena nafsu- syahwat (keinginan) itu lari dari berbetik dan berbekam, sedang akal menghendaki, meminta dan menyerahkan harta untuk yang demikian. Nafsu-syahwat itu condong kepada makanan-makanan enak pada waktu sakit. Dan orang yang berakal memperoleh pada dirinya menolaknya. Dan yang demikian itu bukanlah penolakan nafsu-syahwat. Jikalau dijadikan oleh Allah, akal yang mengetahui akibat segala hat dan tidak dijadikanNya pembangkit ini, yang menggerakkan semua anggota, menurut ketetapan akal, niscaya dengan sebenarnya ketetapan (hukum) akal itu lenyap (hilang).


hati insan itu terkhusus dengan ilmu dan kemauan, yang terlepas hewan yang lain daripadanya. Bahkan juga anak kecil, terlepas daripadanya pada permulaan lahirnya. Dan baru datang yang demikian itu., sesudah dewasa (baligh). Adapun nafsu-syahwat, kemarahan dan pancaindra zahiriah dan batiniah, maka sesungguhnya itu terdapat pada anak kecil. Kemudian pada memperoleh ilmu-pengetahuan ini, anak kecil itu mempunyai dua tingkat:


Tingkat pertama: bahwa hatinya anak kecil itu melengkapi kepada ilmu dlaruri pertama yang lain. Seperti: ilmu tentang mustahilnya segala hal yang mustahil dan jawaznya (1) segala yang jawaz yang zahiriah. Maka adalah ilmu nadhariah itu tidak berhasil pada tingkat ini, kecuali bahwa ia te­lah menjadi kemungkinan, yang dekat kemungkinannya dan dekat keber- hasilannya.


Adalah keadaan anak kecil itu, dengan dihubungkan kepada ilmu-penge­tahuan, seperti halnya seorang penulis, yang tidak mengenal dari hal pe- nulisan, selain tinta, pena dan huruf-huruf tunggal yang tidak bersusun. Ia sudah mendekati kepada penulisan. Dan belum lagi sampai kesana. Tingkat kedua: bahwa berhasil bagi anak kecil itu ilmu-pengetahuan yang diusahakan dengan pengalaman dan pemikiran. Maka ilmu-pengetahuan itu adalah seperti simpanan padanya. Kalau ia mau, niscaya ia kembali kepadanya. Dan halnya itu sama dengan halnya orang yang pandai menu- lis. Karena dikatakan kepadanya: penulis, Walaupun ia tidak langsung menulis, Disebabkan kemampuannya kepada penulisan itu. Inilah tujuan penghabisan derajat insaniyah. Akan tetapi pada derajat ini terdapat tingkat-tingkat yang tak terhingga jumlahnya, yang berlebih-kurang manusia padanya, disebabkan banyak dan sedikitnya pengetahuan


1. Jawaz, artinya: hal-hal yang boleh ada dan boleh tidak. Mustahil, artinya: yang tidak mungkin ada menurut akal. Dan lawannya: wajib, artinya: yang mesti adanya menurut akal. Tiga perkataan ini, adaiah hukum akal (Pent.).
911


memperolehnya. Karena sebahagian hati berhasil ilmu-pengetahuan itu, dengan ilham ketuhanan, diatas jalan mendatangkannya (mubada-ah) dan membukakannya (mukasyafah). Dan sebahagian mereka, memperolehnya dengan jalan belajar dan usaha. Kadang-kadang segera berhasil dan ka­dang-kadang Iambat berhasil.


Pada maqam (kedudukan) ini, berbeda-bedalah tingkat para ulama, hukama (para ahli hikmat atau filosuf), nabi-nabi dan wali-wali. Maka tingkat meningginya tidak terhingga padanya. Karena ilmu Allah S.W.T. tidak berkesudahan. Dan tingkat yang tertinggi, ialah tingkat nabi, yang terbuka baginya tiap-tiap hakikat atau yang terbanyak dari hakikat itu, tanpa usa­ha dan pemberatan diri. Akan tetapi dengan pembukaan ketuhanan dalam waktu yang sangat segera.


Dengan kebahagiaan ini, seorang hamba Allah mendekati Allah, dengan arti, hakikat dan sifat. Tidak "dengan tempat dan jarak-jauhnya. Tempat pendakian tingkat-tingkat ini, ialah tempat-tempat orang yang berjalan kepada Allah Ta'ala. Dan tak ada hingganya tempat-tempat itu. Sesungguhnya masing-masing orang yang berjalan itu, tahu akan tempatnya yang menyampaikannya dalam perjalanannya. Maka ia mengetahui tempat itu dan mengetahui tempat-tempat dibelakangnya.. Adapun yang dihadapannya, maka tidaklah sampai hakikat pengetahuannya. Akan teta­pi kadang-kadang ia membenarkan yang dihadapan itu, karena beriman kepada yang ghaib, sebagaimana kita beriman kepada kenabian dan nabi. Dan membenarkan adanya. Akan tetapi tiada yang mengetahui hakikat kenabian, selain nabi sendiri. Sebagaimana anak dalam kandungan (janin) tiada mengetahui keadaan anak kecil. Dan anak kecil tiada mengetahui keadaan anak yang akan dewasa (al-mumayyiz) dan pengetahuan dlaruri yang terbuka baginya. Anak yang akan dewasa tiada mengetahui keadaan Orang yang berakal dan pengetahuan nadhari yang diusahakannya. Maka seperti itu pulalah orang yang berakal ('aqil) tiada mengetahui segala macam kelebihan lemah-lembut dan rahmatnya Allah, yang dibuka oleh Allah kepada wali-wali dan nabi-nabiNya. Barang apapun rahmat yang dibuka oleh Allah kepada manusia, maka tiada yang menahannya. Rahmat itu di- berikan, disebabkan kemurahan dan kemuliaan Allah S.W.T., tiada kikir kepada seorangpun. Tetapi sesungguhnya jelas yang demikian dalam hati yang mencari pemberian rahmat Allah Ta'ala, sebagaimana disabdakan oleh Nabi s.a.w.:-
إن لربكم في أيام دهركم لنفحات ألا فتعرضوا لها
(Inna lirabbikum fii ayyaami dahrikum la- nafahaatin a laa fa ta 'arradluu lahaa).Artinya: "Sesungguhnya pada hari-hari masamu, Tuhanmu mempunyai


912


Artinya: "Sesungguhnya pada hari-hari masamu, Tuhanmu mempunyai pemberian-pemberian. Mengapa kamu tidak datang mengambilnya?" (1). Datang mengambil pemberian itu, ialah dengan membersihkan dan mensucikan hati dari kekejian dan kekotoran yang diperoleh dari pada budipekerti tercela, sebagaimana akan datang penjelasannya. Kepada kemu rahan inilah disyaratkan dengan sabda


 Nabi s.a.w.:-
ينزل الله كل ليلة إلى سماء الدنيافيقول هل من داع فأستجيب له
(Yanzilul-laa-hu kulla lai-latin ilaa sa-maa-id-dun-ya, fa yaquulu, hal min daa-'in fa-astajiibulah?).Artinya: "Tiap-tiap malam (rahmat) Allah turun ke langit dunia. Lalu Allah Ta'ala berfirman: "Adakah orang yang berdo'a, supaya Aku perkenankan do'anya?" (2).


Dan dengan sabda Nabi s.a.w. sebagai hikayah dari pada Allah 'Azza wajalla
لقد طال شوق الأبرار إلى لقائي وأنا إلى لقائهم أشد شوقا
(La-qad thaala syauqul-abraari ilaa Iiqaa-ii wa ana ilaa liqaa-ihim asyaddu syauqan).Artinya: "Telah lamalah rindunya orang-orang baik untuk bertemu de­ngan Aku. Dan Aku lebih rindu lagi untuk menemui mereka" (3). Dan dengan sabda Nabi s.a.w.:-
من تقرب إلي شبرا تقربت إليه ذراعا
(Man taqarraba ilayya syibran taqarrabtu ilaihi dzi-raa-'an).Artinya: "Barangsiapa mendekati Aku sejengkal, niscaya Aku mendekati nya sehasta". (4).


Semua itu isyarat, bahwa cahaya ilmu tidak terdinding (terhijab) dari hati, karena kikir dan larangan dari pihak Yang Memberi nikmat. Mahasuci Ia dari sifat kikir dan melarang. Akan tetapi cahaya ilmu itu terdinding kare­na kekejian, kekotoran dan kesibukan dari pihak hati itu sendiri. Sesung­guhnya hati itu seperti bejana (tempat air).


Selama masih penuh dengan air, maka tidak dimasuki udara. Maka hati yang disibukkan oleh selain Allah, niscaya tidak dimasuki oleh ma'rifah


1.  Dirawikan dari Abi Hurairah dan Abi Sa'id oleh Al-Bukhari dan Muslim.
2.    Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, dan Iain-Iain dari Abi Hurairah (Ittihaf jilid 7, hal. 221).
3.    Hadits ini, menurut keterangan Al-'Iraqy, ia tidak memperoleh asalnya. Tetapi menu­rut Shahibul-firdaus, hadits ini dari Abi'd-Darda'
4. Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah. Yaitu hadits qudsi, artinya: Nabi s.a.w. menyampaikan firman Allah. -
913


(mengenal) keagungan Allah Ta'ala. Kepada inilah diisyaratkan dengan sabda Nabi s.a.w.:-
لولا أن الشياطين يحومون على قلوب بني آدم لنظروا إلى ملكوت السماء
(Lau laa annasy-syayaathiina yahuumuuna lalaa quluubi banii Aadama la- nadharuu ilaa malakuutis-samaa-i).Artinya: "Jikalau tidaklah setan-setan itu mengelilingi hati anak Adam (manusia), niscaya mereka dapat memandang kealam malakut yang tinggi.


Dari keseluruhan ini, teranglah bahwa ke-khusus-an manusia itu: ilmu dan hikmah.Dan yang termulia, dari segala macam ilmu itu, ialah: ilmu menge- nai'Allah, sifat-sifatNya dan af'alNya (perbuatanNya). Maka dengan itu­lah kesempurnaan manusia. Dan pada kesempurnaannya itu kebahagiaan dan kepatutannya disisi Tuhan Yang Maha agung dan Mahasempurna. Maka tubuh manusia itu tersusun untuk jiwa dan jiwa itu tempat ilmu. Dan ilmu itu maksud manusia dan kekhususannya, yang karena ilmulah, manusia itu dijadikan.


Sebagaimana kuda bersekutu dengan keledai tentang kuatnya membawa beban dan khusus bagi kuda dengan kuatnya lari mengejar musuh dan berlarian serta bagusnya bentuk, maka adalah kuda itu dijadikan karena kekhususan tersebut. Kalau hal khusus itu kosong, niscaya turunlah kuda itu kelembah tingkatan keledai.


Begitu pulalah manusia! Ia bersekutu dengan keledai dan kuda pada bebe rapa hal. Dan ia berbeda dari keduanya dalam beberapa hal, yang menjadi kekhususannya. Ke-khusus-an itu setengah dari sifat-sifat malaikat yang dekat disisi Tuhan Semesta alam. Dan manusia dalam kedudukannya, adalah diantara hewan dan malaikat. Sesungguhnya manusia itu dari segi ia makan dan berketurunan, adalah tumbuh-tumbuhan. Dan dari segi ia merasa dan bergerak dengan kemauan sendiri (ikhtiar}, adalah hewan. Dan dari segi bentuk dan tegaknya, maka adalah seperti bentuk yang di- ukir pada dinding tembok. Dan kekhusus-annya, ialah: mengetahui haki­kat segala sesuatu. Maka barangsiapa menggunakan semua anggota tubuh dan kekuatannya dengan cara meminta tolong untuk ilmu dan amal, maka ia telah serupa dengan malaikat. Maka berhaklah ia dihubungkan dengan para malaikat. Dan layaklah dinamakan: malaikat dan rabbani (orang yang dekat dengan Tuhan), sebagaimana diterangkan oleh Allah tentang sifat- sifat Jusuf a.s. dengan firmanNya:- Artinya: "Ini bukan manusia, tetapi ini malaikat yang mulia". - S. Jusuf, ayat'31.


1. Dirawikan Ahmad dari Abi Hurairah.
914


Barangsiapa berbuat dengan kemauannya untuk menuruti kesenangan badaniah, ia makan seperti hewan makan, maka ia telah turun kelembah yang sejajar dengan hewan. Ia menjadi bebal seperti: sapi atau rakus se­perti: babi, atau menjilat seperti: anjing atau kucing, atau pendengki se­perti; unta, atau tekebur seperti: harimau atau penipu seperti: pelanduk atau mengumpulkan sifat-sifat tadi semuanya, seperti:setan durhaka.


Tiap-tiap anggota tubuh dan pancaindra manusia, dapat dan mungkin di-minta tolong untuk menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada Allah Ta'ala. Sebagaimana akan datang penjelasan sebahagian daripada­nya pada "Kitab Syukur". Barangsiapa menggunakan anggota tubuh dan "pancaindranya pada jalan sampai kepada Allah, maka ia memperoleh kemenangan. Dan barangsiapa berpaling daripadanya, maka merugi dan kecewa.


Keseluruhan kebahagiaan pada yang demikian, ialah bahwa menjadikan bertemu dengan Allah Ta'ala itu tujuannya. Negeri akhirat itu tempat ketetapannya. Dunia itu tempat tinggalnya. Tubuhnya itu kenderaannya. Dan anggota badannya itu pelayan-pelayannya. Maka tetaplah ia, yakni: yang mengetahui dari manusia itu, dalam hati yang berada ditengah-te- ngah kerajaannya, seperti: raja. Berlakulah kekuatan khayalan (imajinasi^ yang tersimpan pada depan otak, sebagai pengurus posnya. Karena semua berita yang diketahui dengan pancaindra, terkumpul padanya. Berlakulah kekuatan penjaga yang tempatnya diujung otak, sebagai penjaga gudang- nya. Berlakulah lidah sebagai juru-bahasanya. Berlakulah anggota badan yang bergerak, sebagai juru-tulis-juru-tulisnya. Dan berlakulah pancaindra yang lima sebagai mata-matanya. Maka ia mewakilkan kepada masing-masing pancaindra itu, menyampaikan berita-berita yang terjadi dari semua penjuru. la mewakilkan kepada mata, mengenai dunia warna. Kepada pendengaran, mengenai dunia suara. Kepada penciuman, mengenai dunia bau-bauan. Dan begitulah pula yang Iain-lain. Semuanya mempunyai beri­ta yang dipetiknya dari dunia-dunia itu. Dan disampaikannya kepada kekuatan khayalan, yang seolah-olah ia seperti: pengurus pos. Dan pengurus pos itu menyerahkannya kepada: penjaga gudang. Dialah yang menjaga. Oleh pengurus gudang itu, disampaikannya kepada raja. Lalu raja itu mengambil apa yang diperlukannya pada mengatur kerajaannya dan me- nyempurnakan perjalanannya yang menjadi tujuannya. Dan mencegah musuhnya yang membahayakan dan menolak perampok-perampok dijalanan.


915


Apabila manusia itu telah berbuat demikian, niscaya la memperoleh tau fiq, berbahagia dan bersyukur kepada nikmat Allah. Apabila ia kosong dari keseluruhannya ini atau dipergunakannya, akan tetapi untuk memelihara musuhnya, yaitu: nafsu-syahwat, kemarahan dan hal-hai lain yang se­gera keuntungannya atau pada pembangunan jalannya, tidak pembangunan tempat tinggalnya, karena dunia itu jalan yang dilaluinya, sedang tanah air dan tempat ketetapannya, ialah akhirat, niscaya orang tersebut mem­peroleh kehinaan, celaka, mengingkari nikmat Allah, menyia-nyiakan ten­tara Allah Ta'ala, menolong musuh-musuh Allah dan menghina barisan Allah. Maka berhaklah ia dikutuk dan dijauhkan dari rahmat Allah didunia dan diakhirat. Kita berlindung dengan Allah dari yang demikian. Dengan contoh yang kami kemukakan tadi, diisyaratkan oleh Ka'bul-Ahbar, dimana ia berkata: "Aku datang kepada 'A'isyah r.a. lalu aku ber­kata: "Manusia, dua matanya itu pemberi petunjuk. Kedua telinganya itu corong. Lidahnya itu juru-bahasa. Kedua tangannya itu sayap. Kedua kakinya itu pos. Dan hatinya itu raja. Apabila raja itu baik, niscaya baik- lah tentara-tenteranya". '


Lalu 'A'isyah r.a. menyahut: "Begitulah aku mendengar Rasulu'llah s.a.w. bersabda" (1).


Ali r.a. berkata tentang memberi contoh hati: "Sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai tempat-tempat air (bejana) dibumiNya. Yaitu: hati Ma­ka hati yang paling dikasihi oleh Allah Ta'ala, ialah: yang paling halus, yang paling bersih dan yang paling keras. Kemudian Ali r.a. menafsirkannya dengan mengatakan:


"Paling kerasnya hati itu mengenai Agama, Paling bersihnya mengenai keyakinan. Dan paling halusnya kepada saudara-saudara. Itulah yang di­isyaratkan dengan firman Allah Ta'ala:-
أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
(Asyid-daa-u 'alal-kuffaari, ruhamaa-ubainahum).Artinya: "           bersikap teguh dan kuat terhadap orang-orang yang tidak beriman, bersifat kasih-sayang antara sesama mereka". S. Al-Fath, ayat 29.


Firman Allah Ta'ala:-
مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ
(Matsalu nuurihika misykaatin fiihaa mishbaah)Artinya: "Perumpamaan cahaya Tuhan itu sebagai sebuah lobang, yang didalamnya pelita". S. An-Nur, ayat 35.


1. Hadits 'A'isyah ini, diriwayatkan oleh Abu Na'im dan Thabrani dari Abu Hurairah. Dan diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Dzar.
916


Ubai bin Ka'ab r.a. berkata: "Artinya seperti cahaya orang mu'min dan hatinya".


Dan firman Allah Ta'ala:-
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ
(Au ka-dhulu-maatin fii bahrin luj-jiy-yin)Artinya: "Atau (keadaan mereka) sebagai kegelapan dilaut yang dalam".S. An-Nur, ayat 40.


Itu adalah seperti hati orang munafiq.Zaid bin Aslam berkata tentang firman Allah Ta'ala:-
فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ
(fii lauhin mah fuudh).Artinya: "Dalam batu-tulis yang terpelihara baik". S. Al-Buruj, ayat 22. Yaitu: hati orang mu'min.

Sahl berkta: "Hati dan dada itu adalah seperti: 'Arasy dan Kursi. Itulah contoh-contoh hati itu!



PENJELASAN: kumpulan/sifat-sifat hati dan contoh-contohnya.

Ketahuilah, bahwa manusia itu tentang kejadian dan susunan badannya, tersertakan: empat campuran. Maka dari itu, berkumpullah pada manusia: empat sifat. Yaitu: sifat kebuasan, sifat kebinatangan, sifat kesetanan dan sifat ketuhanan. Bila manusia itu dikuasai oleh sifat kemarahan, maka ia melakukan perbuatan-perbuatan binatang buas, yaitu: permusuhan, kema­rahan dan serangan terhadap manusia lain dengan pukuian dan makian: Sekiranya manusia itu dikuasai oleh nafsu-syahwat, maka ia melakukan perbuatan-perbuatan hewan. Yaitu: kerakusan, kelobaan, kesangatan naf­su-syahwat dan lain-lain.


Sekiranya manusia itu ada pada dirinya urusan ketuhanan (amrun-rabba- niyyum), sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:-
قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي
(Qulir-ruuhu min amri rabbii).Artinya: "Jawablah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku". S. Al-Isra., ayat 85,


Maka manusia itu mendakwakan bagi dirinya sifat rububiyah (sifat ketu­hanan). Ia ingin kekuasaan, ketinggian, ke-khusus-an, ketangan-besian dalam semua urusan, kesendirian menjadi kepala, keterlepasan dari beleng gu perbudakan dan kerendahan. Ia ingin mengetahui semua ilmu. Bahkan mendakwakan dirinya mempunyai ilmu, ma'rifah dan menguasai hakikat segala urusan. Ia senang apabila dikatakan berilmu dan susah apabila disebutkan bodoh.


917


Mengetahui semua hakikat dan menguasai dengan paksaan terhadap se­mua makhluk itu, termasuk sifat ketuhanan. Dan pada manusia ada ke­inginan kepada yang demikian. Dan dari segi manusia itu mempunyai sifat khusus, dapat membedakan segala sesuatu, dibandingkan dengan hewan, disamping manusia dan hewan itu sama-sama mempunyai sifat marah dan nafsu-syahwat, yang menghasilkan sifat kesetanan, maka manusia itu men jadi jahat. Ia menggunakan sifat dapat membedakan segala sesuatu, untuk memikirkan cara-cara kejahatan. Dan ia sampai kepada maksud dengan tipuan, helah dan tipu-daya. Dan ia lahirkan kejahatan dalam bentuk tontonan kebajikan.


Inilah budi-pekerti setan-setan!


Pada semua manusia terdapat campuran pokok-pokok yang empat ini. Yakni: rabbaniyah, (sifat ketuhanan), kese­tanan, kebuasan dan kebinatangan. Semuanya terkumpul dalam hati.


Maka seolah-olah yang terkumpul pada kulit manusia itu, ialah: babi, anjing, setan dan ahli-fikir. Babi, yaitu: nafsu-syahwat. Sesungguhnya babi itu tidaklah tercela karena warnanya, bentuknya dan rupanya. Akan teta­pi, karena rakusnya, dahaganya dan lobanya. Dan anjing itu ialah: marah. Sesungguhnya, binatang buas yang menerkam dan anjing yang galak, ti­daklah dia itu anjing dan binatang buas, dipandang dari rupa, warna dan bentuk. Akan tetapi jiwa arti kebuasan itu, penerkaman, permusuhan dan kegalakan.


Dan dalam batin manusia itu, terdapat kebuasan binatang buas dan kemarahannya, kerakusan babi dan kelobaannya. Maka babi itu, de­ngan sifat kelobaan, mengajak kepada kekejian dan kemungkaran. Dan binatang buas itu, dengan sifat kemarahan, mengajak kepada kezaliman dan menyakitkan orang. Dan setan itu selalu menggerakkan nafsu-syahwat babi dan kemarahan binatang buas. Dan digerakkannya yang satu dengan yang lain. Dan baguslah bagi babi dan binatang buas itu apa yang menjadi sifat nalurinya.


Ahli-fikir (ahli hikmat) yang menjadi contoh bagi akal itu, disuruh untuk menolak godaan dan tipuan setan, dengan membuka tipuannya dengan pandangan hati yang tembus dan cahayanya yang cemerlang terang. Dan memecahkan kerakusan babi itu, dengan penguasaan anjing atas babi itu. Karena dengan kemarahan, dapat dipecahkan bergelagaknya nafsu-syah­wat. Dan ditolak kegalakan anjing dengan penguasaan babi atas anjing. Dan dijadikan anjing itu, terpaksa tunduk dibawah kebijaksanaan babi. Kalau diperbuat yang demikian dan dikuasainya, maka luruslah urusan dan lahirlah keadilan dalam kerajaan tubuh. Dan berjalanlah semua diatas jalan yang lurus. Dan jikalau lemah daripada memaksakannya, maka mereka itu yang memaksakannya dan mempergunakannya. Lalu senantia- salah memikirkan daya-upaya dan menghaluskan pemikiran, untuk menge nyangkan babi dan menyenangkan anjing. Maka selalulah ia menyembah anjing dan babi.


918


Inilah keadaan kebanyakan manusia, manakala kebanyakan cita-cita mere­ka itu perut, kemaluan dan berlomba-lomba dengan musuh . Yang heran, bahwa ia menantang kepada penyembah-penyembah berhala, akan pe- nyembahan mereka itu kepada batu. Jikalau terbuka tutup daripadanya, dibiikakan keadaannya yang sebenarnya dan diberi contoh kepadanya akan hakikat keadaannya itu, sebagaimana diberi contoh kepada orang- orang yang memperoleh muka-syafah (terbuka hijab), adakalanya dalam tidur atau pada waktu jaga, niscaya ia melihat akan dirinya, patuh diha- dapan babi. Sekali ia sujud kepada babi itu. Dan pada kali yang lain, ia ruku' kepadanya. Menunggu petunjuk dan perintahnya. Maka manakala babi itu bergerak untuk meminta sesuatu dari keinginan nya niscaya dengan cepat ia bangun untuk melayani dan mendatangkan keinginan babi itu. Atau ia melihat akan dirinya patuh dihadapan anjing galak, menyembah anjing itu. Patuh dan mendengar apa yang dikehendaki dan diminta oleh anjing tadi. Memutar pikiran dengan daya-upaya untuk sampai kepada mematuhinya.


Dengan demikian, ia berujsaha menyenangkan setannya. Sesuriggujhnya ia yang menggerakkan babi I dan membangunkan anjing. Ia yang memba- ngunkan anjing dan babi itu untuk melayani setan. Maka dari segi ini, ia menyembah setan, dengan menyembah anjing dan babi. Maka hendaklah semua hamba Allah itu memperhatikan geraknya, dan te ta pnya, diamnya dan bicaranya, tegaknya dan duduknya! Dan hendak­lah ia memandang dengan mata-hati! Maka ia tidak melihat - kalau ia menginsyafi akan dirinya - selain ia berusaha sepanjang hari, menyembah yang tersebut itu.


Inilah penganiayaan yang paling penghabisan! Karena pemilik dijadikan­nya, yang dimiliki. Pemimpin dijadikannya yang dipimpin. Tuan dijadi­kannya budak. Dan yang berkuasa dijadikannya yang dikuasai. Karena akallah yang berhak untuk menjadi tuan, yang dapat memaksa dan yang berkuasa. Dan telah diperbuatnya akal itu untuk melayani yang tiga itu (anjing, babi dan setan). Nlaka tak dapat dibantah, lantaran mematuhi yang tiga tadi, berkembanglah dalam hatinya, sifat-sifat yang bertindis-lapis. Sehingga ia menjadi setempel dan karat, yang membinasakan dan mematikan hati.


Adapun menta'ati babi nafsu-syahwat,, maka timbullah daripadanya sifat kurang malu, keji, boros, kikir, ria, rusak kehormatan, suka main-main, senda-gurau, loba, rakus, penjilat, dengki, busuk-hati, suka memaki dan lain-lain.


919


Adapun menta'ati anjing amarah, maka berkembanglah daripadanya, ke­pada hati, sifat-sifat: membuta-tuli, semberono, angkuh, ingin tinggi sebenang, kemarahan meluap-luap, tekebur, membanggakan diri, suka mele cehkan orang, memandang ringan terhadap orang, penghinaan terhadap orang, kamauan jahat, ingin berbuat kezaliman dan lain-lain. Adapun menta'ati setan, ialah: dengan mengikuti nafsu-syahwat dan kemarahan. Maka menghasilkan sifat mengieuh, menipu, mencari dalil, tipu-muslihat, berani babi, menipu, membuat contoh yang tidak-tidak, menokoh, merusak, perkataan kotor dan sebagainya. Jikalau keadaan itudibalik dan semuanya dipaksakan dibawah kebijaksa- naan sifat ketuhanan(sifat rabbaniyah), niscaya tetaplah dalam hatinya sifat- sifat ketuhanan. Yaitu: ilmu, hikmah, yakin, meliputi pengetahuannya tentang hakikat segala sesuatu, mengetahui segala urusan menurut yang sebenarnya, menguasai atas tiap sesuatu, dengan kekuatan ilmu, nur mata-hati dan berhak tampil diatas makhluk, karena kesempurnaan dan keagungan ilmu. Dan ia terlepas dari pada perbudakan hawa nafsu dan kemarahan. Dan berkembanglah sifat-sifat mulia, lantaran terkungkung- nya babi hawa-nafsu dan kembalinya kebatas normal. Sifat-sifat mulia itu, seperti: sifat menjaga diri, merasa cukup dengan yang ada, tenang, zahud, wara', taqwa, lapang dada, bagus sikap malu,ramah, bertolong-tolongan dan sebagainya.


Dan dengan mengekang kekuatan amarah, memaksakannya dan mengem- balikannya ke batas yang seharusnya, maka menghasilkan sifat: berani, dermawan, suka menolong, mengekang nafsu, sabar, penyantun, memikul kewajiban, pema'af, tetap pendirian, hati mulia, cerdik, berjiwa besar, dan lain-lain.


Maka hati adalah seperti cermin yang telah diliputi oleh hal-hal yan mem- bekas tadi. Bekas-bekas itu secara bersambung akan sampai kepada hati. Adapun bekas-bekas yang terpuji yang Sudah kami sebutkan dahulu, ma­ka akan menambah cemerlangnya cermin hati, bersinar, cemerlang, nur dan terang. Sehingga cemerlanglah jelasnya kebenaran. Dan terbukalah hakikat urusan yang dicari dalam Agama. Kepada contoh hati inilah, dii- syaratkan dengan sabda Nabi s.a.w.:-
إذا أراد الله بعبد خيرا جعل له واعظا من قلبه
(Idzaa araada'l-laahu bi-vabdin khairan, ja'ala lahu waa-'idhan min qab-Bih).Artinya: "Apabila dikehendaki oleh Allah kebajikan pada seorang hamba, niscaya dijadikanNya orang itu memperoleh pelajaran dari hatinya" (1). Dan dengan sabda Nabi s.a.w:-


1. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Manshur Ad-Dailamy, dari Ummu Salmah. Isnad ha­dits ini baik.
920


من كان له من قلبه واعظ كان عليه من الله حافظ
(Man kaana lahu min qalbihi waa 'idhun, kaana 'alaihi mina'llaa- hi haa-fidhun).Artinya: "Barangsiapa mempunyai juru-nasehat dari hatinya, niscaya ada penjaga daripada Allah kepadanya". (l).


Hati ini ialah yang menetap ingatannya kepada Allah. Allan Ta'ala berfir­man:
أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(A laa bi-dzikril-laahi, tath-ma-innul-guluub)Artinya: "Ketahuilah, bahwa dengan mengingati Allah, hati menjadi tenteram". S. Ar-Ra'd, ayat 28.



Adapun bekas-bekas yang tercela, adalah seperti: asap yang menggelap- kan, yang naik kepada kaca hati. Dan senantiasa bertambah tebal, dari se- kali kesekali. Sehingga hati itu hitam dan gelap. Dan secara keseluruhan, hati itu menjadi terdinding (terhijab) daripada Allah Ta'ala. Yaitu: tabiat. Dan itu karatan. Allah Ta'ala berfirman:-
كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
(Kallaa, balraana'alaa quluubihim maa kaanuu yaksibuun). Artinya: "Jangan berpikir begitu! Bahkan apa yang telah mereka kerjakan itu, menjadi karat pada hati mereka". S. Al-Muthaffifin, ayat 14. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:-
أَنْ لَوْ نَشَاءُ أَصَبْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لا يَسْمَعُونَ
(An law nasyaa-uashabnaa-hum bi dzunuubihim wa nathba'u 'alaa quluu- bi-him fahum laa yas-ma'uun).Artinya: "Bahwa jika Kami mau, niscaya mereka akan Kami binasakan, disebabkan dosa mereka. Dan Kami capkan hati mereka, sehingga mereka tidak mendengarkan". S. Al-A'raf, ayat 100.


Tidak mendengarnya itu diikatkan dengan mencapnya dengan segala dosa, adalah sebagaimana mendengar diikatkan dengan taqwa. Allah Ta'ala berfirman :-


Artinya: "Bertaqwalah kepada Allah dan dengarkanlah perintahNya". S. Al-Maidah, ayat 108. Firman Allah Ta'ala:-Artinya: "Bertaqwalah kepada Allah dan Allah mengajar kamu". S. Al- Baqarah, ayat 282.


1. Menurut keterangan Al-'Iraqi pada bagian bawah halaman Ihya', dia tidak mendapati hadits ini asalnya.
921


Manakala dosa itu telah bertindis-lapis, niscaya tercapkanlah diatas hati. Dan pada ketika itu, butalah hati daripada mengetahui kebenaran dan ke baikan Agama. Dan ia mempermudah urusan akhirat. Dan membesarkan urusan dunia. Dan jadilah cita-citanya terbatas kepada dunia. Maka apabi­la pendengarannya diketok dengan urusan akhirat dan bahaya-bahaya yang ada diakhirat, niscaya masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang satu lagi. Tidak menetap didalam hati dan tidak menggerakkannya kepada tobat dan memperoleh yang telah hilang. Merekalah orang-orang yang telah putus asa dari akhirat, sebagaimana putus asanya orang-orang kafir yang didalam kubur.
                                                                    


Inilah artinya kehitaman hati disebabkan dosa, sebagaimana dituturkan oleh Al-Qur-an dan Sunnah. Maimun bin Mahran berkata: "Apabila seorang hamba Allah berdosa dengan sesuatu dosa, maka menitiklah pada hatinya suatu titik hitam. Maka apabila ia mencabut dirinya dari dosa itu dan bertobat, maka hati itu berkilat kembali. Dan kalau ia kembali lagi, niscaya ditambahkan pada titik hitam itu, sehingga hatinya tinggi. Maka itulah karat namanya.


Nabi s.a.w. bersabda:-Artinya: "Hati orang mu'min itu bersih, padanya pelita yang bercahaya gemilang. Dan hati orang kafir itu hitam terbalik" (1). Maka menta'ati Allah s.w.t. dengan menyalahi hawa-nafsu itu melicinkan hati. Dan berbuat maksiat kepada Allah Ta'ala itu menghitamkan hati. Orang yang menghadapkan dirinya kepada perbuatan maksiat, niscaya hi tamlah hatinya


1. Hadits ini diriwayatkan Ahmad dan Ath-Thabrani dari Abi Sa'id Al-Khudry. Hadits ini adalah sebahagian dari hadits yang berikut ini.
922


Dan orang yang berbuat kebajikan sesudah kejahatan dan menghapuskan bekas kejahatan itu, niscaya hatinya tidak gelap. Akan te­tapi cahayanya berkurang, seperti kaca, yang bernafas padanya. Kemudian disapunya dan bernafas lagi, kemudian disapunya. Maka kaca itu tidak terlepas dari kekeruhan.


Nabi s.a.w. bersabda:-
القلوب أربعة قلب أجرد فيه سراج يزهر فذلك قلب المؤمن وقلب أسود منكوس فذلك قلب الكافر وقلب أغلف مربوط على غلافه فذلك قلب المنافق وقلب مصفح فيه إيمان ونفاق(Al-quluubu.arba'atun* qalbun ajradu fiihi siraajun yuzhiru, fa dzaalika qalbul-mu'mini, wa qalbun aswadu mankuusun, fadzaalika qalbul-kaafiri, wa qalbun aghlafu, marbuuthun calaa ghilaafihi, fa dzaalika qalbul-munaa- fiqr, wa qalbun mush-fahun, fiihi iimaanun wa nifaaq). Artinya: "Hati itu tempat macam: hati yang bersih, padanya pelita yang bersinar gemilang. Maka itulah hati orang mu'min. Hati hitam terbalik, maka itulah hati orang kafir. Hati terbungkus yang terikat bungkusannya. Itulah hati orang munafiq. Dan hati yang melintang, padanya keimanan dan kemunafikan"(l).


Maka keimanan didalam hati. itu, adalah seperti sayur-sayuran, yang dipanjangkan oleh .airyyang baik. Dan kemunafikan didalam hati, adalah seperti luka yang dipanjangkan oleh darah dan nanah. Maka yang manakah diantara dua hal tadi yang banyak pada hati, maka bagitulah jadinya hati itu". Dan pada suatu riwayat: berjalanlah hal itu dengan hati. Allah Ta'ala berfirman:-
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka diti pu oleh setan yang datang berkunjung, mereka ingat kembali dan ketika itu mereka menjadi orang-orang yang mempunyai pemandangan S. A I-A'raf, ayat 201.


Diterangkan, bahwa terangnya hati dan dapat memandang adalah berhasil dengan zikir (menyebut dan mengingati Allah). Dan ingatan itu tidak mungkin selain dari orang-orang yang taqwa. Maka taqwa itu pintu zikir. Dan zikir itu pintu kasyaf (terbuka hijab). Dan kasyaf itu pintu kemenangan besar. Yaitu: kemenangan bertemu dengan Allah Ta'ala.


1. Hadits ini termasuk dalam hadits yang diatas tadi. Dan dibawahnya sambungan hadits ini dan tidak kami cantumkan bahsa Arabnya, karena panjang. (Peny).
923


PENJELASAN: contohnya hati dihubungkan kepada ilmu-pengetahuan khususnya.


Ketahuilah, bahwa tempat ilmu itu, ialah: hati. Yakni: yang halus, yang mengatur segala anggota tubuh manusia. Yang halus inilah, yang dipatuhi dan yang dilayani oleh segala anggota tubuh. Yang halus itu, dengan dihu­bungkan kepada hakikat pengetahuan, adalah seperti: cermin, dengan di­hubungkan kepada bentuk segala yang berwarna. Maka sebagaimana yang berwarna itu mempunyai bentuk dan keadaan bentuk itu melekat pada cermin dan terdapat pada cermin, seperti demikian pula, masing-masing pengetahuan yang diketahui itu, mempunyai hakikat. Dan hakikat itu mempunyai bentuk yang tercap dalam cermin hati dan jelas didalamnya. Sebagaimana cermin itu lain dan bentuk segala sesuatu itu lain dan hasil bentuknya dalam cermin itu Iain pula, maka itu menjadi tiga hal. Maka demikian pulalah disini, terdapat tiga hal: hati, hakikat segala sesuatu dan hasil hakikat itu sendiri dalam hati dan beradanya didalam hati. Maka orang yang berilmu itu, adalah ibarat hati, dimana keadaan hakikat segala sesuatu bertempat didalamnya. Dan pengetahuan yang diketahui itu, adalah ibarat hakikat segala sesuatu. Dan pengetahuan itu sendiri ada­lah ibarat hasil bentuk didalam cermin.


Sebagaimana genggaman umpamanya-memerlukan adanya penggenggam, seperti: tangan dan yang digenggam, seperti: pedang dan hubungan diantara pedang dan tangan, dengan berhasilnya pedang itu didalam tangan dan dinamakan: genggaman. Maka begitu pulalah sampainya keadaan ilmu yang diketahui kepada hati, yang dinamakan: pengetahuan. Sesungguhnya hakikat* itu ada dan hati itu ada. Dan tidaklah ilmu itu sudah berhasil. Karena ilmu itu ibarat daripada sampainya hakikat kepada hati. Sebagaimana pedang itu ada dan tangan itu ada. Dan tidaklah nama genggaman dan pengambilan itu sudah berhasil. Karena tidak adanya pe­dang itu didalam tangan.


Ya, genggaman itu adalah ibarat daripada berhasilnya pedang itu sendiri dalam tangan. Dan ilmu yang diketahui itu sendiri, tidak berhasil didalam hati.


Orang yang mengetahui api, tidaklah api itu sendiri berada dalam hatinya. Akan tetapi yang ada, ialah batasnya dan hakikatnya yang sesuai dengan bentuknya. Maka mencontohkannya dengan cermin, adalah lebih utama. Karena diri manusia itu tidak ada dalam cermin. Yang ada, ialah: keadaan yang bersesuaian dengan manusia itu. Begitu pula adanya keadaan yailg bersesuaian dengan hakikat pengetahuan didalam hati, yang dinamakan: ilmu. Dan sebagaimana cermin, tidak menampak padanya bentuk sesuatu, disebabkan oleh lima hal:


924


Pertama: kurang bentuknya, seperti zat besi, sebelum dirobah, dibentuk dan dikilatkan.
Kedua: karena buruk, berkarat dan kotornya, walaupun bentuknya sempurna.
Ketiga: karena dipindahkan arah barang itu kearah yang lain, sebagaimana apabila bentuk itu dibelakang cermin.
Keempat: karena dinding (hijab) yang terletak diantara cermin dan bentuk barangnya:
Kelima: tidak diketahui arah, yang padanya bentuk barang yang dimak- sud. Sehingga sukar disebabkannya, untuk dihadapkan arah bentuk barang itu dengan arah cermin.


Maka seperti itu pula hati, adalah cermin yang disediakan untuk menam- pakkan padanya hakikat kebenaran dalam segala hal. Dan sesungguhnya hati itu kosong dari pengetahuan, dimana kekosongan itu terjadi, disebab kan, oleh sebab yang lima ini:-


Pertama: kekurangan pada hati itu sendiri, seperti: hati anak-anak. Maka tidak menampak padanya pengetahuan, karena kekurangannya.


Kedua: karena kekotoran perbuatan maksiat dan keji yang bertindis-Iapis diatas wajah hati, lantaran banyaknya hawa nafsu. Sesungguhnya yang de­mikian itu, mencegah bersih dan cemerlangnya hati. Lalu tercegahlah lahir kebenaran padanya, karena kegelapan dan ketindis-lapisannya. Dan kepadanyalah isyarat dengan sabda Nabi s.a.w.:-
من قارف ذنبا فارقه عقل لا يعود إليه أبدا
(Man qaa-rafa dzanban faaraqahu 'aqlum, laa ya'uudu ilaihi abadan). Artinya: "Barangsiapa mengerjakan dosa, niscaya ia diceraikan oleh akal, yang tidak akan kembali lagi kepadanya untuk selama-lamanya" (1). Artinya: terdapat kekotoran pada hatinya, yang tidak akan hilang bekasnya. Karena tujuannya, bahwa diikutkannya dosa itu dengan kebaikan, yang akan tersapu dosa.itu dengan kebaikan tersebut. Kalau ia mengerjakan kebaikan dan tidak didahului oleh kejahatan, nisca­ya - sudah pasti - bertambahlah kecemerlangan hati. Maka manakala datanglah kejahatan, niscaya hilanglah faedah kebaikan. Akan tetapi hati itu kembali kepada keadaannya, sebelumnya kejahatan dan tidak bertambah cahayanya.                                               


Inilah kerugian yang nyata dan kekurangan yang tidak dapat dielakkan. Maka tidaklah cermin yang kotor, kemudian disapu dengan alat yang mengkilatkan, seperti yang disapu dengan alat yang mengkilatkan karena bertambah cemerlangnya, tanpa ada kekotoran yang terdahulu.


1. Al-'Iraqi mengatakan, bahwa ia belum pernah melihat hadits ini.
925


Maka menghadapkan diri kepada menta'ati Allah dan berpaling dari ke- hendak hawa-nafsu, itulah yang mencemerlangkan dan yang membersih- kan hati. Karena itulah, Allah Ta'ala berfirman:-
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
(Wal-ladziina jaahaduu fiinaa la-nahdiyanna- hum subulanaa). Artinya: "Dan orang-orang yang berjuang dalam (urusan) Kami, niscaya akan kami tunjukkan kepada jalan Kami". A. Al-'Ankabut, ayat 69.


Nabi s.a.w. bersabda:-
من عمل بما علم ورثه الله علم ما لم يعلم


(Man’ ami-la bimaa 'alima, warra-sahu'l-laahu 'ilma maa lam ya'lam). Artinya: "Barangsiapa mengamalkan (melaksanakan) apa yang telah diketahuinya, niscaya diberi pusaka oleh Allah kepadanya akan pengetahuan, yang belum diketahuinya" (1).



Ketiga: hati itu dipalingkan dari arah hakikat yang dicari. Sesungguhnya hati orang yang ta'at dan salih, meskipun bersih, maka tidaklah jelas padanya kecemerlangan kebenaran. Karena ia tidak mencari kebenaran. Dan ia tidak berbetulan dengan cerminnya, akan arah yang dicarinya. Akan tetapi kadang-kadang, adalah kelengkapan cita-citanya, dengan penguraian amalan ta'at badaniah.


Atau dengan penyediaan sebab-sebab kehidupan. Dan pikirannya tidak ditujukan kepada memperhatikan hadlarat keTuhan-an dan hakikat ilahiyah yang tersembunyi. Maka tidaklah terbuka baginya, selain apa yang dipikirkan, dari yang halus-halus dari bahaya amalan dan yang tersembu­nyi dari kekurangan-kekurangan diri, kalau ia bertafakkur padanya. Atau tentang kepentingan-kepentingan kehidupan, jikalau ia bertafakkur pada yang demikian.


Apabila adalah pengikatan cita-cita dengan amal-perbuatan dan pengurai- an keta'atan itu mencegah dari pada tersingkapnya kecemerlangan kebe­naran, maka apakah persangkaan anda tentang orang yang menyerahkan cita-citanya kepada nafsu-syahwat duniawiah, kepada segala kesenangan dan yang berhubungan dengan itu? Bagaimanakah ia tidak tercegah dari pada terbukanya kehakikatan!


Keempat: hijab (dinding). Sesunggunya orang yang ta'at, yang memaksakan hawa-nafsunya, yang menjuruskan pikirannya pada sesuatu hakikat kebenaran, kadang-kadang tidak terbuka juga yang demikian baginya, Karena terdinding daripadanya, disebabkan aqidahnya yang telah lalu


1. Dirawikan Abu Nu'aim dari Anas.
926


Keempat: hijab (dinding). Sesunggunya orang yang ta'at, yang memaksakan hawa-nafsunya, yang menjuruskan pikirannya pada sesuatu hakikat kebenaran, kadang-kadang tidak terbuka juga yang demikian baginya, Karena terdinding daripadanya, disebabkan aqidahnya yang telah lalu sejak kecil, dengan jalan taqlid (ikut-ikutan) dan menerimanya dengan baik sangka.


Maka sesungguhnya yang demikian itu, menghambatkan diantara dia dan hakikat kebenaran. Dan mencegahkannya daripada terbuka pada hatinya, yang menyalahi daripada yang didapatinya dari taqlid yang nyata. Ini juga suatu hijab yang besar, yang meng-hijabkan kebanyakan orang- orang ahli ilmu Kalam (ilmu Tauhid) dan orang-orang yang ta'assub (fanatik) kepada mazhab-mazhab. Bahkan juga kebanyakan orang-orang salih, yang bertafakkur tentang alam malakut langit dan bumi. Karena mereka itu terhijab dengan aqidah-aqidah ke-taqlid-an, yang telah beku dalam diri mereka. Dan telah melekat dalam hati mereka. Dan menjadi hijab bagi mereka untuk memperoleh hakikat kebenaran.



Kelima: bodoh tentang arah yang akan diperoleh padanya yang dicari. Se­sungguhnya orang yang mencari ilmu itu, tidak mungkin memperoleh ilmu de­ngan kebodohan, kecuali dengan mengingati ilmu yang bersesuaian dengan yang dicarinya. Sehingga apabila ia mengingatinya dan menertibkannya dalam dirinya, dengan ketertiban yang khusus, yang diketahui oleh para ulama dengan jalan pemikiran, maka ketika itulah ia telah memperoleh arah yang dicari. Maka terang-benderanglah hakikat yang dicari untuk hatinya. Karena ilmu-pengetahuan yang dicari itu bukanlah fitrah (dipero­leh sejak lahir). Tidak dapat ditangkap, kecuali dengan jalan ilmu yang menghasilkan. Bahkan semua ilmu tidak berhasil, kecuali dari dua ilmu yang mendahului, yang tersusun dan bercampur dengan cara khusus. Maka berhasillah dari percampuran kedua ilmu itu, ilmu ketiga, sebagai­mana berhasilnya anak daripada percampuran laki-laki dan wanita. Kemudian, sebagaimana orang yang bermaksud menghasilkan kuda-bibit, tidak mungkin yang demikian dari keledai, unta dan manusia. Akan tetapi dari asal khusus dari kuda jantan dan betina. Dan yang demikian itu, apa­bila terjadi diantara keduanya, percampuran khusus. Maka seperti itu pula tiap-tiap ilmu, mempunyai dua asal khusus. Dan diantara keduanya mem­punyai jalan dalam cara percampurannya, yang menghasilkan dari percam­puran itu ilmu yang berfaedah dan yang dicari.


Maka kebodohan tentang asal-usul itu dan caranya percampuran, itulah pencegah daripada memperoleh ilmu.


Contohnya, apa yang telah kami sebutkan, dari kebodohan mengenai arah terletaknya bentuk barang. Bahkan contohnya, ialah, bahwa orang ingin melihat kuduknya - umpamanya - dengan cermin. Maka apabila ia mengangkat cermin setentang mukanya, niscaya tidak berbetulan dengan arah kuduk. Lalu tidak tampak kuduk itu dalam cermin. Kalau diangkatnya cermin itu dibelakang kuduk dan berbetulan dengan dia, niscaya ia te­lah berpaling dengan cermin dari matanya. Maka ia tidak melihat cermin dan tidak bentuk kuduknya dalam cermin. Maka ia memerlukan kepada cermin lain yang diletakkannya dibelakang kuduk. Dan ini pada hadapan-nya, kira-kira dapat dilihatnya. Dan ia menjaga kesesuaian diantara letak kedua cermin itu. Sehingga menampak bentuk kuduk dalam cermin yang setentang kuduk. Kemudian menampak bentuk cermin ini dalam cermin yang lain, yang berhadapan dengan mata. Kemudian mata dapat melihat bentuk kuduk.


927


Maka seperti itu pulalah, pada memetik segala macam ilmu, terdapat jalan-jalan yang menakjubkan. Padanya ada hal-hal yang diada-adakan dan diselewengkan, lebih menakjubkan daripada yang kami sebutkan tentang cermin, yang sukar diperoleh diatas bumi yang lapang ini, orang-orang yang memperoleh petunjuk kepada caranya daya-upaya tentang hal-hal yang diadaadakan itu.


Maka inilah sebab-sebab yang mencegah hati, daripada mengetahui haki­kat segala hal. Kalau tidak demikian, maka semua hati itu menurut fitrah-nya, pantas untuk mengetahui semua kehakikatan. Karena hati itu urusan ke-Tuhan-an yang mulia, yang membedakan dengan zat alam lainnya, de­ngan ke-khusus-an dan kemuliaan itu. Dan kepadanya diisyaratkan de­ngan firman Allah 'Azza wa Jalla:-
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ


(Innaa 'aradlnal-amaanata 'alas-samaawaati wal-ardli wal-jibaali, fa-abaina an yahmil-nahaa wa asyfaqna minhaa wa hamalahal-insaan). Artinya: "Sesungguhnya Kami telah memberikan amanah (tanggung jawab) kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulnya dan takut terhadap itu, sedang manusia mau memikulnya". — S. Al-Ahzab, ayat 72,


Sebagai isyarat bahwa manusia itu mempunyai kekhususan yang membedakannya dari langit, bumi dan gunung-gunung. yang dengan kekhususan itu, ia sanggup memikul amanah Allah Ta'ala. Dan amanah itu, ialah: marifah (mengenal Allah) dan tauhid. Dan hati tiap-tiap anak Adam (manusia) itu pada asalnya, bersedia memikul. ama­nah dan sanggup memikulnya. Akan tetapi sebab-sebab yang telah kami sebutkan dahulu, membawa manusia terlambat untuk bangun melaksanakannya dan sampai kepada pentahkikannya (pelaksanaannya yang sebenar-benarnya).
928


Karena itulah, Nabi s.a.w. bersabda:-
كل مولود يولد على الفطرة وإنما أبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه


(Kullu mauluu-din yuuladu 'alal-fithrati, wa innamaa abawaahu yuhawwi- daanihi wa yunash-shiraanihi wa yumajjisaanih).Artinya: "Semua anak itu dilahirkan diatas fitrah (dalam keadaan asli-suci). Ibu-bapanyalah yang mejahudikannya, menasranikannya dan memajusikannya" (1),



Dan sabda Nabi s.a.w.:-
لولا أن الشياطين يحومون على قلوب بني آدم لنظروا إلى ملكوت السماء


Lau laa annasy-syayaathiina ya-huumuuna 'alaa quluu-bi banii Aa-dama, la-nadharuu ilaa malakuu-tis-sa-maa').Artinya: "Jikalau tidaklah setan-setan itu mengelilingi hati anak Adam (manusia), niscaya mereka itu melihat kealam malakut langit" (2), sebagai isyarat kepada sebahagian sebab-sebab tersebut, yang menjadi hi­jab diantara hati dan alam malakut. Dan kepada itu pulalah diisyaratkan dengan yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar r.a. bahwa Ibnu 'Umar berka tata ,Orang bertanya kepada Rasulu'llah s.a.w.: "Wahai Rasulu'llah! Di- manakah Allah, di bumi atau dilangit?" Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Dalam hati hambaNya yang beriman!" (3).


Pada suatu hadits: "Allah Ta'ala berfirman: 'Tiada termuat Aku oleh ku-bumiKu dan langitKu dan termuat Aku oleh hati hambaKu yang beriman, yang lemah-Iembut, yang tenang-tenteram". (4).


Pada suatu hadits tersebut:-.
قيل يا رسول الله من خير الناس فقال كل مؤمن مخموم القلب فقيل وما مخموم القلب فقال هو التقي النقي الذي لا غش فيه ولا بغي ولا غدر ولا غل ولا حسد (Qiila, yaa Rasuula'llaah! Man khairun-naas? Fa qaala: "Kullu mu'minin makhmuumil-qalbi".Fa qiila: "Wa maamakhmuumul-qal-bi?" Fa qaala: "Huwa't - taqiyyun- naqiyyu-'lla-dzii laa ghisy-sya fiihi wa laa bagh-ya wa laa ghadra wa laa ghil- la walaa hasada). Artinya: "Orang bertanya kepada Nabi s.a.w.: "Wahai Rasulu'llah! Siapa kah manusia yang terbaik? Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Tiap-tiap orang mu'min, yang hatinya "makhmumمخموم ". Lalu orang itu bertanya pula: "Apa- kah hati yang makhmum itu? Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Yaitu: orang yang taqwa, hatinya bersih, tak ada padanya penipuan, kedurhakaan, pengkhianatan, kedengkian dan hasutan" (5).Hadits ini dirawikan Ibnu Majah dari. Abdullah bin Umar, dengan shahih isnad.


1.   Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
2.   Hadits ini sudah tersebut dahulu.
3.   Hadits ini-menurut Al-'Iraqy-tiada dijumpainya dengan kata-kata yang demikian.
4.   Hadits ini juga tidak pernah dijumpai, menurut keterangan Al-'Iraqy.
5.   Hadits ini dirawikan Ibnu Majah dari. Abdullah bin Umar, dengan shahih isnad.
929


Karena itulah, 'Umar r.a. berkata: رأى قلبي ربي "Hatiku melihat Tuhanku". Karena te­lah terangkat hijab dengan taqwa. Barangsiapa telah terangkat hijab diantaranya dan Allah, niscaya menjelaslah bentuk 'alamul-mulki (alam nyata) dan 'alamul-malakut (alam batin) dalam hatinya.


Maka ia melihat sorga. Lintang sebahagian daripadanya ialah langit dan bumi. Adapun jumlah- nya, maka lebih banyak dari keluasan langit dan bumi. Karena langit dan bumi itu ibarat dari 'alamul-mulki dan 'alamusy-syahadah (alam nyata dan alam yang dapat disaksikan). Alam ini meskipun luas tepinya. berjauhan sudut-sudutnya, tetapi pada umumnya berkesudahan. Adapun 'alamul-malakut, ialah rahasia gaib, tidak dapat dengan pandang- an mata. Khusus dapat diketahui dengan pandangan mata-hati. Dia itu ti ada berkesudahan.


Benar, yang tampak bagi hati daripadanya itu, suatu kadar yang berkesu­dahan. Akan tetapi pada dirinya dan dengan ditambahkan kepada ilmu Allah, maka ia tiada berkesudahan. Jumiah 'alamul-mulki dan 'alamul- malakut, apabila diambil sekaligus, dinamai: Hadlarah-Rububiah (Hadlarat-KeTuhanan). Karena Hadlarah-Rububiah itu meliputi semua yang ada. Karena pada wujud itu tiada sesuatu, selain Allah Ta'ala, perbuatan- Nya dan kerajaanNya. Dan hamba-hambaNya itu sebahagian dari perbu- atanNya. Apa yang menampak dari yang tersebut bagi hati, adalah sorga, Sorga itu sendiri pada suatu golongan. Yaitu: sebab berhaknya sorga pada ahli kebenaran. Dan luas kepunyaannya dalam sorga, adalah menurut luas ma'rifahnya dan menurut yang menampak baginya tentang Allah, sifat-si- fatNya dan afalNya (perbuatanNya)


Yang dimaksudkan dengan ta'at dan perbuatan anggota badan semuanya, ialah pembersihan hati, penyucian dan kece merlangannya. Sesungguhnya orang-orang yang menyucikannya memperoleh kemenangan. Yang dimaksudkan dengan penyuciannya, ialah berhasilnya cahaya iman dalam hati. Ya'ni: cemerlangnya nur-ma'rifah (caha pengenalan). Yaitu: yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta'ala:-
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ
(Fa man yuridil-laahu an yahdiahu, yasyrah shadra-hu lil-islaam). Artinya: "Maka barangsiapa dikehendaki oleh Allah memberi petunjuk kepadanya, niscaya dibukakanNya hatinya menganut agama Islam". - S. Al-An'am, ayat 125. Dan firman Allah Ta'ala:-
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ
(A fa man syara-ha'l-laahu shad-rahu lil-islaami, fa huwa *alaa nuu-rin min rabbih).Artinya: "Apakah orang yang dibukakan oleh Allah hatinya menerima' agama Islam, karena itu dia mendapat cahaya dari Tuhannya?". — S. Az- Zumar, ayat 22.


930


Benar, penampakan (at-tajalli) dan iman itu, mempunyai tiga tingkat:- Tingkat pertama: iman orang awam. Yaitu: semata-mata taqlid. Tingkat kedua: iman orang-orang ahli ilmu-kalam (ilmu tauhid. Yaitu: bercampur aduk dengan macam-macam dalil. Dan tingkatnya mendekati dengan tingkat iman orang awam.


Tingkat ketiga: iman orang-orang arifin (orang yang berma'rifah akan Allah). Yaitu: orang yang menyaksikan dengan nur-keyakinan. Akan kami terangkan kepada anda tingkat-tingkat itu dengan contoh. Ya­itu: bahwa pembenaran anda adanya si Zaid dirumahnya-umpamanya- mempunyai tiga tingkat:-


Pertama: bahwa diterangkan kepada anda, oleh orang, yang telah anda cobakan kebenarannya. Dan tidak anda kenal padanya kebohongan dan ticlak anda curigai kebenaran kata-katanya. Hati anda tetap kepadanya dan merasa tenang dengan pemberitaannya, dengan semata-mata mendengarnya. Inilah iman dengan semata-mata taqlid. Yaitu contoh imannya orang awam. Sesungguhnya tatkala mereka telah sampai kepada umur: dapat membedakan diantara baik dan buruk (masatamyiz), lalu mendengar dari bapak dan ibunya, akan wujudnya Allah Ta'ala, ilmuNya, iradahNya, qu- drahNya dan sifat-sifatNya yang lain. Mereka mendengar akan terutusnya rasul-rasul, benarnya rasul-rasul dan apa yang dibawa rasul-rasul itu. Se­bagaimana mereka mendengar, lalu mereka menerima apa yang didengarnya. Mereka tetap padanya, merasa tenang dan tidak terguris didalam ha­tinya, untuk menyalahi daripada yang dikatakan oleh mereka kepadanya. Karena baik sangkanya kepada bapa ibu dan guru-gurunya. Iman ini menjadi sebab kelepasan di akhirat. Dan orang ini termasuk ting­kat pertama dari gotongan kanan (ash-habul-jamin). Dan mereka tidak termasuk orang muqarrabin (orang yang berdekatan dengan Allah). Kare­na tidak ada padanya kasyaf (terbuka hijab), mata hati (bashirah) dan ter­buka dada dengan nur-iman. Karena kesalahan itu mungkin pada yang di- dengarnya dari orang seorang. Bahkan dari beberapa orang, tentang apa yang berhubungan dengan aqidah. Maka hati orang-orang Jahudi dan orang-orang Nasrani juga tenang, dengan apa yang didengarnya dari bapa dan ibunya. Tetapi mereka ber-aqidah apa yang menjadi aqidah ibu-bapa- nya yang salah. Karena telah dicampakkan kesalahan kepada mereka. Dan orang-orang Islam itu ber-aqidah yang benar. Bukan karena mereka melihat kepada kebenaran. Akan tetapi kalimah kebenaran itu telah di­campakkan kepada mereka.


931


Tingkat kedua: bahwa anda mendengar perkataan si Zaid dan suaranya dari dalam rumah, akan tetapi dibelakang dinding. Lalu anda mengambil alasan tentang adanya dirumah. Maka kepercayaan anda, pembenaran anda dan keyakinan anda tentang adanya dirumah itu, lebih kuat daripada pembenaran anda, dengan semata-mata mendengar saja. Sesungguhnya apabila orang mengatakan kepada anda, bahwa si Zaid itu dirumah. Kemudian anda mendengar suaranya, niscaya bertambahlah ke­yakinan anda. Karena suara itu, menunjukkan kepada bentuk dan rupa pada orang yang mendengar suaranya, dalam keadaan penyaksian bentuk. Lalu hati menetapkan, bahwa ini suara orang itu. Dan inilah kepercayaan yang bercampur dengan dalil (alasan). Dan kesalahan mungkin juga tertimpa kepadanya. Karena suara itu kadang-kadang menyerupai dengan su­ara orang lain. Kadang-kadang mungkin diusahakan demikian dengan ja­lan menirunya, Kecuali yang demikian, tiada terguris di hati yang mende­ngar. Karena ia tidak membuat di dalam hatinya, tempat untuk buruk sangka. Dan ia tidak menduga ada maksud dalam penipuan dan peniruan itu.


Tingkat ketiga: bahwa anda masuki rumah. Lalu anda melihat kepada orang itu dengan mata anda dan menyaksikannya. Inilah ma'rifah (penge- nalan) yang sebenarnya dan penyaksian dengan keyakinan. Dan itu me­nyerupai dengan ma'rifah orang-orang muqarrabin dan shiddinqin. Karena mereka itu beriman dari musyahadah (penyaksian). Lalu terlipatlah dalam keimanan mereka, keimanan orang awam dan orang-orang ahli ilmu-kalam. Mereka dapat membedakan dengan pembedaan yang nyata, yang mustahil kemungkinan salah.


Benar, mereka itu berlebih-kurang juga, disebabkan kadar pengetahuan- nya dan tingkat kasyafnya. Adapun tingkat pengetahuan, maka umpama- nya: ia melihat si Zaid dalam rumah dari jarak dekat dan pada lapangan rumah pada waktu cemerlangnya matahari. Maka sempurnalah pengetahuannya. Dan prang lain, mengetahuinya dalam rumah atau dari jarak jauh atau pada waktu petang. Lalu tergambarlah baginya dalam bentuk yang menyakinkan, bahwa itu betul si Zaid. Akan tetapi tidak tergambar pada dirinya yang halus-halus dan yang tersembunyi dari bentuk si Zaid. Contohnya ini menggambarkan tentang berlebih-kurangnya penyaksian (musyahadah) bagi hal-hal ke-Tuhanan.


Adapun kadar pengetahuan, bahwa ia melihat dalam rumah, si Zaid, si Umar, si Bakar dan lain-lain. Sedang orang lain hanya melihat si Zaid sa­ja. Maka pengetahuan yang demikian, sudah pasti bertambah dengan ba- nyaknya yang diketahui.


Inilah keadaan hati, dengan menyandarkan kepada ilmu-pengetahuan! Allah Ta'ala yang maha-tahu dengan yang sebenarnya.


932


PENJELASAN: keadaan hati dengan menyandarkan kepada bermacam- macam ilmu aqal, ilmu agama, dunia dan akhirat.


Ketahuilah, bahwa hati dengan nalurinya bersedia menerima hakikat sega­la pengetahuan, sebagaimana telah diterangkan dahulu. Tetapi pengetahuan yang bertempat didalam hati itu terbagi kepada: aqliyah (ke-akal-an) dan syar'iyah (keagamaan).


Bahagian 'aqliyah terbagi kepada dlaruriyah (yang diketahui secara mu- dah) dan muktasabah (dengan jalan diusahakan). Dan muktasabah itu ter­bagi kepada duniawiyah (keduniaan) dan ukhrawiyah (keakhiratan). Adapun 'aqliah, maka yang kami maksudkan dengan 'aqliyah itu, ialah: yang dikehendaki oleh insfink akal. Dan tidak diperoleh dengan taqlid dan mendengar. Dan, terbagi kepada dlaruriyah, yang tidak diketahui, dari mana datangnya dan bagaimana datangnya. Seperti pengetahuan manusia bahwa orang satu tidak ada pada dua tempat. Dan suatu benda, tidak ada dia itu baharu (hadits) dan lama (qadim), ada dan tidak ada sekali gus. Ini semu- anya pengetahuan yang diperoleh oleh manusia sendiri semenjak kecil, menjadi fitrah baginya. Ia tidak tahu, kapan ilmu itu ada padanya dan dari mana datangnya. Yakni: ia tidak tahu baginya sebab yang dekat. Kalau tidak demikian, sesungguhnya tidak tersembunyi kepadanya, bahwa Allan Ta'ala yang menjadikannya dan yang menunjukkannya jalan. Selain terbagi kepada dlaruriyah tadi, terbagi pula kepada pengetahuan yang diusahakan, Yaitu: yang diperoleh dengan belajar dan mencari dalil. Kedua bahagian tersebut, dinamakan: akal. 'Ali r.a. berkata:- "Saya melihat akal dua ini, akal tabi'i dan akal sam'i. (1).


Tidak bermanfa'at yang sam'i, apabila tidak ada yang tabi'i.
Sebagaimana tidak bermanfa'at matahari, dan cahaya mata itu dihalangi..
Yang pertama, ialah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi s.a.w. kepada Ali r.a.:-
لعلي ما خلق الله خلقا أكرم عليه من العقل


(Maa khalaga'l-laahu khalqan akrama 'alaihi minal-'aqli). Artinya: "Allah Ta'ala tidak menjadikan makhluk yang lebih mulia dari­pada akal". (2). Dan yang kedua, ialah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi s.a.w. kepada Ali r.a.:-


1.     Akal Tahi'i, yaitu: akal dari instink, naluri, tidak dengan diusahakan, sedang akal sam'i, diperoleh dengan diusahakan dan didengar.
2.  Hadits ini dirawikan At-Tirmizy dengan isnad dla'if.
933


إذا تقرب الناس إلى الله تعالى بأنواع البر فتقرب أنت بعقلك
(Idzaa taqarraban-naasu ila'l-laahi Ta'ala bi-anwa'il-birri, fa taqarrab an-ta bi-'aqlik).Artinya: "Apabila manusia mendekati (bertaqarrub) kepada Allah Ta'ala dengan bermacam-macam kebajikan, maka engkau dekatilah dengan akal- mu!' (1).


Karena tidak mungkin bertaqarrub dengan naluri fitrah dan tidak dengan ilmu-dlaruriyah. Akan tetapi dengan ilmu yang diusahakan. Tetapi seper­ti Ali r.a. adalah sanggup bertaqarrub dengan memakai akal pada meme tik ilmu-ilmu, yang membawanya dekat kepada Tuhan Serwa sekalian alam. Maka hati itu berlaku seperti mata. Dan naluri akal pada hati ber­laku seperti kekuatan melihat pada mata. Dan kekuatan penglihatan itu halus yang tak ada pada orang buta. Dan ada pada orang yang dapat me­lihat, walaupun ia memejamkan kedua matanya atau berada dalam malam gelap.


Dan ilmu yang diperoleh dalam hati itu, berlaku seperti kekuatan dapat melihat pada mata dan melihatnya segala bentuk benda. Terlambatnya il­mu dari tanggapan akal pada masa kanak-kanak, kepada waktu tamyiz (sudah dapat membedakan diantara segala sesuatu) atau dewasa, adalah menyerupai dengan terlambatnya penglihatan dari melihat sampai kepada waktu terbit matahari dan membanjir sinarnya kepada semua benda.yang dilihat. Qalam (pena), yang ditulis oleh Allah dengan qalam itu, segala il­mu di atas lembaran hati, berlaku seperti berlakunya bundaran matahari. Tidak terperolehnya ilmu dalam hati anak-anak sebelum tamyiz, karena papan hatinya belum tersedia untuk menerima ilmu itu sendiri. Dan pena yang merupakan suatu makhluk Allah Ta'ala, dijadikan sebab untuk ber­hasilnya ukiran ilmu dalam hati manusia. Allah Ta'aia berfirman:-
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
(Al-ladzii 'allama bil-qalami, 'allama'l-insaa-na ma lam ya'lam). Artinya: "Yang mengajarkan dengan pena (tulis-baca). Mengajarkan kepada manusia yang belum diketahuinya". - S. Al- Alaq, ayat 4-5.


Qalam Allah Ta'ala tidak serupa dengan qalam makhlukNya. Sebagaima­na tidak menyerupai sifatNya dengan sifat makhlukNya. Maka QalamNya tidaklah dari bambu dan kayu, sebagaimana Dia Ta'ala tidak dari jauhar (zat yang berbentuk) dan dari 'aradl (sifat yang berdiri pada jauhar). Dan keseimbangan antara pandangan hati batiniyah dan pandangan zahir itu benar dari segi-segi ini. Hanya sesungguhnya, tak bersesuaian diantara ke- duanya tentang kemuliaan. Karena pandangan hati batiniyah adalah jiwa itu sendiri, dimana dia itu halus dan yang mengetahui. Dia adalah seperti pengendera kuda. Dan badan itu seperti kuda. Kebutaan yang mengende-


 1. Hadits ini dirawikan Abu Na'im dari Ali r.a. dengan isnad dia'if.
934


rai kuda adalah lebih mendatangkan kemelaratan kepada pengendera itu daripada butanya kuda, bahkan tiada perbandingan bagi salah satu dari dua kemelaratan itu terhadap lainnya. Dan karena keseimbangan pan- dangan hati batiniyah bagi pandangan zahir, maka Allah Ta'ala menamakannya dengan namaNya. Allah Ta'ala berfirman :-
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
(Maa kadzaba'I-fu-aadu maa ra-aa).Artinya: "Hati tiada berdusta apa yang dilihatnya". — S. An-Najm, ayat II. Pengetahuan hati itu dinamai: penglihatan. Demikian pula firman Allah Ta'ala:-
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
(Wa ka-dzaalika nurii Ibraahiima malakuuta's-samaawaati wal-ardli). Artinya: "Dan begitulah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi". - S. Al-An'am, ayat 75.


Dan apa yang dimaksudkan dengan yang demikian itu, penglihatan zahiriyah, maka sesungguhnya yang demi­kian tidaklah dikhususkan bagi Ibrahim a.s. Sehingga dibentangkan dalam pembentangan keni'matan. Dan karena itulah, lawan pengetahuannya dinamai: buta. Allah Ta'ala berfirman:-
فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
(Fa innahaa laa ta'mal-abshaaru wa laakin ta'mal-quluubul-latii fish-shu- duur).Artinya: "Karena sebenarnya, bukan mata yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang didalam dada". — S. Al-Hajj, ayat 46. Dan Allah Ta'ala berfirman:-
وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا
(Wa man kaana fii haadzihi a'maa, fa huwa fil-aakhirati a'maawa-a-dlallu sabii-la).Artinya: "Barangsiapa buta didunia ini, niscaya di akhirat buta (juga) dan lebih sesat jalannya". - Al-Isra', ayat 72. Inilah penjelasan ilmu aqli.


935


Adapun ilmu keagamaan (ilmu dini), maka adalah diambil dengan jalan taqlid (mengikuti) nabi-nabi a.s. Dan itu diperoleh dengan mempelajari Kitab Allah Ta'ala, Sunnah Rasulu'llah s.a.'w. dan memahami maksud ke- duanya, sesudah didengar. Dengan demikian, sempurnalah sifat hati. Dan selamatlah hati itu dari segala penyakit dan bencana. Ilmu aqli itu tidak cukup untuk keselamatan hati, walaupun hati itu memerlukan kepadanya. Sebagaimana akal itu tidak cukup untuk tetapnya sebab-sebab kesehatan badan. Akan tetapi, memerlukan kepada pengeta­huan khasiat-khasiat obat dan ramuan-ramuan, dengan jalan belajar pada dokter-dokter. Karena akal saja tidak memperoleh petunjuk kepadanya. Akan tetapi, tidak mungkin memahaminya sesudah didengar, kecuali de­ngan akal. Maka tidak cukup dengan akal saja, tanpa mendengar dan ti­dak cukup mendengar saja, tanpa akal. Maka mengajak kepada semata- mata taqlid, serta menyingkirkan akal secara keseluruhan itu bodoh. Dan mencukupkan dengan semata-mata akal, tanpa nur Al-Qur-an dan Sunnah Rasul s.a.w. itu tertipu. Maka awaslah anda menjadi salah satu dari dua golongan tersebut! Dan hendaklah anda yang menghimpunkan diantara dua pokok itu! Sesungguhnya ilmu aqli adalah seperti makanan. Dan ilmu syari'at adalah seperti obat. Orang sakit itu melarat dengan makanan, manakala tidak ada obat. Maka begitu pula penyakit hati, tidak mungkin mengobatinya, kecuali dengan obat-obat yang diambil dari syari'at. Yaitu: tugas-tugas ibadah dan amalan-amalan yang disusun oleh nabi-nabi a.s. untuk perbaikan hati. Maka barangsiapa tiada mengobati hatinya yang sakit dengan pengobatan ibadah syari at dan mencukupkan saja dengan ilmu-akal, niscaya ia memperoleh melarat, sebagaimana mela- ratnya orang sakit dengan makanan.


Ada orang yang menyangka, bahwa ilmu-akal itu berlawanan dengan ilmu syari'at dan mengumpulkan diantara keduanya tidak mungkin. Ini adalah sangkaan yang terbit dari kebutaan pada mata hati! Kita berlindung de­ngan Allah dari padanya!


Akan tetapi, orang yang berkata itu sendiri, kadang-kadang berlawanan padanya, diantara sebahagian ilmu syari at dengan sebahagian yang lain. Lalu ia lemah daripada mengumpulkan diantara keduanya. Maka ia me­nyangka bahwa ilmu itu berlawanan pada Agama. Lalu ia heran, maka ia mencabut dari Agama, laksana mencabut rambut dari tepung. Sesungguhnya yang demikian itu, adalah lantaran kelemahannya pada diri­nya sendiri. Lalu terkhayallah kepadanya akan pertentangan pada Agarrja. Amat jauhlah yang demikian dari kebenaran! Contohnya, ialah seperti orang buta yang masuk kerumah suatu kaum. Lalu ia tersenggol dengan tempat-tempat air dirumah itu. Maka orang buta tersebut bertanya: "Mengapa tempat-tempat air ini dibiarkan dijalan? Mengapa tidak diletakkan kembali pada tempatnya?".


936


Orang-orang itu menjawab: "Tempat-tempat air itu adalah pada tempatnya.


Anda yang tidak mengetahui jalan, karena anda buta. Yang heran, anda tidak mengemukakan kesenggolan anda karena anda buta. Akan tetapi, anda kemukakan kepada keteledoran orang lain. Inilah perbandingannya diantara ilmu Agama dan ilmu-akal! Ilmu-akal itu terbagi kepada: duniawiyah dan ukhrawiyah. Duniawiyah, seperti: ilmu kedokteran, ilmu-hitung, ilmu-ukur, ilmu-binatang, pekerjaan tangan dan perusahaan-perusahaan lainnya. Ukhrawiyah, seperti: ilmu hal-ikhwal hati, bahaya-bahaya amal, ilmu mengenai Allah Ta'ala, menge­nai sifat dan afalNya, sebagaimana telah kami uraikan pada "Kitab Ilmu".


Kedua pengetahuan tersebut, tidak-menidakkan diantara satu dengan lain­nya. Yakni: orang yang menyerahkan perhatiannya kepada salah satu daripadanya, sehingga ia mendalami betul-betul yang satu itu, niscaya teledorlah penglihatan hatinya kepada yang lain, menurut kebanyakannya. Karena itulah, Ali r.a. membuat tiga contoh untuk dunia akhirat. Ali ber­kata: keduanya itu seperti: dua daun neraca, seperti Timur dart Barat dan seperti dua wanita yang dimadukan. Apabila disenangi yang seorang, nis­caya membawa kemarahan kepada yang Iain. Karena itulah, anda melihat, bahwa orang-orang yang pandai tentang urusan dunia, tentang ilmu kedokteran* ilmu hitung, ilmu hindasah dan filsafat, adalah bodoh tentang urusan akhirat. Orang-orang yang pandai tentang ilmu akhirat yang halus- halus, adalah bodoh tentang kebanyakan pengetahuan dunia. Karena ke­kuatan akal cukup pada galibnya untuk kedua hal tersebut bersama-sama. Lalu salah satu daripadanya mencegah sempurnanya yang kedua. Karena itulah, Nabi s.a.w. bersabda:-
إن أكثر أهل الجنة البله
(Inna aktsara ahlil-jannatil-bulhu).
Artinya: "Kebanyakan penduduk sorga itu orang-orang bodoh" (1). Artinya: bodoh tentang urusan duniawi. Al-Hasan dalam sebahagian pe ngajarannya berkata: "Kami telah mendapati beberapa kaum. Jikalau anda melihatnya, tentu anda mengatakan: mereka itu orang gila. Dan ji­kalau mereka itu mendapati anda, tentu mereka itu mengatakan: anda se­tan. Manakala anda mendengar hal yang ganjil dalam urusan Agama, yang diingkari oleh orang-orang pintar dalam ilmu-ilmu lain, maka jangan lah anda tertipu oleh keingkaran mereka menerimanya. Karena termasuk mustahil orang yang berjalan jalan ke timur memperoleh, apa yang di dapati pada jalan ke barat. Maka demikian pula berlakuna urusan dunia


1. Hadits ini dirawikan oleh Al-Bazzar dari Anas dan dianggap hadits iemah. Al-Qurthu- by mentashihkan hadits ini dan sebaliknya Ibnu Uda, yang memandang hadits ini, ha­dits munkar, yang harus ditolak.
937


dan akhirat. Karena itulah, Allah Ta'ala berfirman:-
إِنَّ الَّذِينَ لا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا
(Innal-ladziina laa yarjuuna liqaa-anaa wa radluu bil-hayaatid-dun-ya wath-ma-annuu bihaa).Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan menemui Kami, mereka rela dengan kehidupan yang dekat dan sudah merasa tenteram dengan itu: " — S. Junus, ayat 7.


Dan firman Allah Ta'ala:-
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ


(Ya'lamuuna dhaahiran minal-hayaatid-dun-ya wa hum 'anil-aakhirati hum ghaa-filuun).Artinya: "Mereka mengetahui (perkara) yang lahir dari kehidupan dunia ini dan terhadap hari kemudian itu, mereka tiada memperhatikan".- S. Ar-Rum, ayat 7.




Dan Allah Ta'ala berfirman:-
فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ
(Fa-a'ridl'an man tawallaa 'an dzikrinaa wa lam yurid illal-hayatad-dun-ya, dzaalika mablaghuhum minal-ilmi).Artinya: "Berpalinglah engkau dari orang yang tiada memperdulikan pengajaran Kami dan hanya menginginkan kehidupan dunia semata! Penge­tahuan mereka hanya sehingga itu". - S. An-Najm, ayat 29 - 30.



Maka mengumpulkan antara kesempurnaan penglihatan mata hati dalam segala kepentingan duniawi dan Agama, tidaklah begitu mudah, kecuali bagi orang yang telah dimantapkan oleh Allah Ta'ala untuk mengatur hambaNya dalam kehidupan didunia dan kembalinya di akhirat. Yaitu: nabi-nabi yang dikuatkan dengan roh suci, yang dibantu dengan kekuatan ke-Tuhan-an, yang meluas ke semua urusan dan tidak sempit. Adapun hati makhluk yang lain, maka sesungguhnya apabila berpegang dengan urusan duniawi, niscaya terlepas dari akhirat dan lengah daripada menyempurnakan urusan akhirat.


938


PENJELASAN: tentang perbedaan antara ilham dan belajar dan perbeda an antara cara shufi tentang tersingkapnya kebenaran dan cara orang-orang pemerHATI.


Ketahuilah, bahwa ilmu yang tidak dlaruriyah dan hanya berhasil didalam hati dalam beberapa hal, maka hal berhasilnya itu berbeda-beda. Sekali, ia menyerang kepada hati, seolah-olah dicanipakkan kedalam hati, tanpa diketahui. Sekali diusahakan dengan jalan mencari dalil dan belajar. Maka yang diperoleh, tidak dengan jalan usaha dan mencari dalil, dinamakan: i l h a m.

Dan yang berhasil dengan menggunakan dalil, dinamakan: i'tibar dan istibshar (memperoleh pengertian dan mengetahuinya dengan penglihatan mata hati).


Kemudian, yang jatuh kedalam hati, tanpa usaha, belajar dan kesungguhan dari seseorang hamba itu terbagi kepada: yang tiada diketahui oleh hamba, bagaimana ia memperolehnya dan dari mana diperolehnya dan kepada yang muncul bersamanya, diatas sebab yang da­pat diperolehnya ilmu itu. Yaitu: kesaksian malaikat yang mencampakkan kedalam hati. Yang pertama, dinamai: ilham dan pencampakan kedalam hati. Dan yang kedua, dinamai: wahyu dan tertentu bagi nabi-nabi.


Dan yang pertama tadi, tertentu bagi wali-wali dan orang-orang pilihan Allah (al-ashfiya'). Dan yang sebelumnya, yaitu: yang diusahakan dengan jalan mencari dalil, tertentu bagi alim-ulama.


Hakekat perkataan mengenal itu, ialah: bahwa hati bersedia untuk menampak didalamnya hakekat kebenaran tentang segala sesuatu. Hanya terdinding diantara hati dan hakekat kebenaran tadi, oleh lima sebab yang telah tersebut dahulu. Yaitu: seperti hijab yang terbentang, yang mendindingi diantara cermin hati dan luh-mahfudh, yang terukir padanya, semua ketetapan 'Allah Ta'ala hingga hari kiamat. Dan menjelaslah segala hake­kat ilmu dari cermin luh-mahfudh dalam cermin hati, yang menyerupai mencapnya bentuk dari cermin kedalam cermin yang menghadapinya. Dan hijab diantara dua cermin itu, sekali hilang dengan tangan dan lain kali hilang dengan hembusan angin yang menggerakkannya. Begitu pula, kadang-kadang berhembus angin yang halus dan terbukalah hijab dari mata hati. Lalu jelaslah sebahagian yang tertulis pada luh- mahfudh. Dan ada yang demikian itu sekali ketika tidur. Lalu mengeta­hui apa yang akan terjadi pada masa mendatang. Dan sempurnanya te­rangkat hijab itu dengan mati, yang padanya terbukalah tutup. Dan terbuka juga dalam waktu tidak tidur, sehingga terangkatlah hijab dengan kehalusan yang tersembunyi daripada Allah Ta'ala. Lalu cemer- langlah didalam hati dari belakang tutupan gaib, suatu dari keganjilan il- mu. Sekali seperti kilat yang menyambar dan,pada kali yang lain, berturut-turut hingga kesuatu batas dan berkekalan dalam keadaan yang sangat jarang terjadi. Ilham itu tidak berpisah dengan usaha tentang ilmu itu sendiri, tentang tempatnya dan sebabnya. Tetapi ia berpisah dari segi hilang- nya hijab. Yang demikian itu tidaklah dengan usaha seseorang. Wahyu ti­dak berpisah dengan ilham mengenai sesuatu dari yang tersebut itu, bah­kan dalam penyaksian malaikat yang memfaedahkan ilmu. Ilmu itu se­sungguhnya berhasil dalam hati kita, dengan perantaraaj^nalaikat. Dan kepada itulah diisyaratkan dengan firman Allah Ta'ala:-


939


وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ(Wa maa kaana libasyarin an yukallimahullaahu, illaa wah-yan au min wa- raa-i hijaa-bin auyursi-Ia ra-suulan fa yuu-hiya bi-idz-nihi, maa yasyaa'). Artinya: "Dan tiada seorang manusiapun, akan dapat berkata-kata dengan Allah, melainkan dengan wahyu atau dibalik tabir atau diutusNya utusan. Lalu dengan izinNya diwahyukanNya apa yang dikehendakiNya".S.Asy-Syura, ayat 51.


                                                                                                


Apabila ini anda telah ketahui, maka ketahuilah bahwa kecenderungan ahli tasawwuf itu kepada ilmu-ilmu keilhaman, tidak kepada ilmu-ilmu yang dipelajari. Maka karena itulah, mereka tidak bersungguh-sungguh mempelajari ilmu dan menghasilkan apa yang dikarang oleh para pengarang dan membahas tentang kata-kata orang dan dalil-dalil yang disebutkan. Tetapi mereka mengatakan: jalan yang ditempuh, ialah mendahulukan mujahadah (bersungguh-sungguh melawan nafsu dah mendekatkan diri kepada Tuhan), menyapu sifat-sifat tercela, memutuskan semua hubungan dengan dunia dan menghadapkan diri dengan penuh cita-cita ke­pada Allah Ta'ala.



Manakala telah berhasil yang demikian, niscaya adalah Allah yang memerintah hati hambaNya dan yang menanggungnya dengan penyinaran nur il­mu. Dan apabila Allah memerintah urusan hati, niscaya melimpahlah rahmatNya kepada hati, Cemerlanglah nur dalam hati, terbukalah dada, tersingkaplah rahasia alam-malakut, hilanglah dari wajah hati tabir kelalaian dengan kelemah-lembutan rahmat dan cemerlanglah pada hati hakekat urusan ketuhanan. Maka tidak ada atas hambaNya, selain bersiap de­ngan pembersihan semata, menghadirkan cita-cita serta kemauan yang be- nar, kehausan yang sempurna dan mengintip dengan menunggu terus-me- nerus akan rahmat yang dibuka oleh Allah Ta'ala kepadanya. Maka nabi- nabi dan wali-wali telah terbuka urusan bagi mereka dan melimpahlah nur kedalam dadanya. Tidak dengan belajar, mempelajari dan menulis buku- buku. Tetapi dengan zuhud didunia, melepaskan diri dari segala yang ber- hubungan dengan dunia, mengosongkan hati dari segala urusan duniawi dan menghadapkan diri dengan penuh cita-cita kepada Allah.Ta'ala. Maka Barangsiapa yang dianya bagi Allah, niscaya adalah Allah baginya. Mereka mendakwakan, bahwa jalan pada yang demikian itu, adalah per- tama-tama dengan memutuskan segala hubungan dengan dunia seluruhnya, mengosongkan hati daripadanya, memutuskan cita-cita dari keluarga, har­ta, anak dan tanah-air dan dari ilmu, kekuasaan dan kemegahan. Bahkan hatinya menjadi pada suatu keadaan, yang sama padanya adanya segala sesuatu dan tidak adanya. Kemudian ia berkhilwah sendiri pada suatu sudut (rumahnya atau masjid) serta menyingkatkan dengan mengerjakan


940


segala fardlu dan sunat rawatib. jaduduk dengan kekosongan hati, ter­kumpul cita-cita. Pikirannya tidak bercerai dengan pembacaan Al-Quran dan pemerhatian 'pada tafsir, kitab-kitab hadits dan lainnya. Bahkan ia bersungguh-sungguh, supaya tidak terguris dihatinya sesuatu, selain Allah Ta'ala. Maka senantiasalah sesudah ia duduk dalam khilwah, mengucap- kan dengan lidahnya: Allah - Allah terus menerus sertakehadliran hati. Sehingga ia berkesudahan kepada keadaan, dimana ia memnggalkan peng- gerakan iidah. Kemudian, ia bersabar atas yangdemikian, sehingga terhapus bekasnya dari lidah. Dan berbetulan hatinya rajin kepada berzikir. Lalu ia -membiasakan yang demikian, sehingga terhapuslah dari hatinya, benih kata-kata, hurufnya dan cara kalimatnya. Dan tinggallah arti azimat itu semata-mata dalam hatinya, yang hadlir didalam hati. Seoiah-olah yang harus dengan dia, yang tidak berpisah. Dan ia mempunyai usaha yang berkesudahan kepada batas tersebut. Dan berusaha untuk kekalnya keadaan itu, dengan menolak waswas hati. Dan tiada baginya usaha, pada menarikkan rahmat Allah Ta'ala. Akan tetapi dengan apa yang diperbuat- nya, ia datang bagi hembusan angin rahmat Allah Ta'ala. Lalu tiada ting- gal, selain menunggu rahmat yang dibuka oleh Allah. Sebagaimana dibukaNya kepada nabi-nabi dan wali-wali dengan jaian tersebut. Dan ketika itu, apabila telah benar kemauannya, bersih cita-citanya dan baik kerajin- annya, maka ia tidak akan ditarik oleh 'hawa-nafsunya. Dan tidak akan di- ganggu oleh bisikan hati dengan segala hal yang berhubungan dengan du­nia. Cemerlanglah segala kecemerlangan kebenaran dalam hatinya. Dan adalah pada permulaannya, seperti kilat yang menyambar, tiada tetap, kemudian kembali. Kadang-kadang terlambat. Dan kalau ia kembali, ka­dang-kadang tetap. Dan kadang-kadang ia menyambar. Kalau tetap, ka­dang-kadang lama tetapnya. Dan kadang-kadang tidak lama. Kadang-ka­dang lahir contoh-contohnya sambung-menyambung. Kadang-kadang ter- batas pada satu pengetahuan saja. Dan kedudukan wali-wali Allah Ta'ala tidak terhingga padanya, sebagaimana tidak terhingga berlebih kurang ke- jadian dan tingkah-laku mereka.


Jalan ini kembali kepada penyucian semata-mata dari pihak anda, pembersihan dan meninggalkan yang tidak baik. Kemudian, bersiap dan me­nunggu saja.


Adapun para pemerhati dan yang mempunyai pemikiran, mereka tidak mengingkari adanya jalan tersebut, kemungkinannya dan terbawanya kepada maksud ini dengan jarang terjadinya. Yang demikian itu, adalah kebanyakan hal-ikhwal para nabi dan wali. Tetapi mereka memandang sukarnya jalan tersebut, merasa lambat hasilnya, merasa jauh terkumpul syarat-syaratnya. Dan mereka mendakwakan, bahwa menyapu hubungan-hubungan duniawi sampai kebatas itu, sepersuatu hal yang dapat dima'afkan. Walaupun berhasil pada suatu hal, maka tetapnya lebih jauh daripadanya. Karena sekurang-kurangnya waswas dan gurisan hati itu, dapat mengacaukan hati. RasuLuIlah s.a.w. bersabda:-


941


قلب المؤمن أشد تقلبا من القدر في غليانها
(Qalbu-mu'mini asyaddu taqalluban minal-qidri fi ghalayaanihaa). Artinya: "Hati orang mu'min itu sangat berbalik-balik, dibandingkan dengan kuali yang sedang mengelagak panasnya". (1).


Dan Nabi s.a.w. bersabda:-
أخرجه أحمد والحاكم وقال عليه أفضل الصلاة والسلام قلب المؤمن بين أصبعين من أصابع الرحمن
(Qalbul-mu'mini baina ish-ba'aini min ashaa-bi'ir-rahmaan).Artinya: "Hati orang mu'min itu diantara dua anak jari dari anak-anak jari Tuhan Yang Mahapemurah". (2).


Pada waktu sedang mujahadah ini, kadang-kadang keadaan badan itu rusak dengan timbulnya penyakit, bercampur akal dengan waswas dan terasa badan sakit. Apabila tidak didahului oleh latihan jiwa dan pendidikannya dengan hakekat keilmuan, niscaya tumbuh pada hati khayalan-khayalan yang merusak, yang akan tenang ji^a kepadanya pada masa yang pan- jang, sampai ia hilang. Dan berlalulah umur sebelum memperoleh keme- nangan, pada yang demikian.


Banyaklah orang shufi yang menjalani jalan ini. Kemudian ia kekal dalam suatu khayalan selama duapuluh tahun. Jikalau ia sudah meneguhkan pengetahuannya dari sebelumnya, niscaya terbukalah sekarang juga segi ke- sangsian khayalan itu. Maka menyibukkan waktu dengan jalan belajar itu lebih terpercaya dan mendekati kepada maksud.


Mereka mendakwakan, bahwa yang'demikian itu menyerupai dengan apa, jikalau orang meninggalkan, belajar fiqh. Dan ia mendakwakan, bahwa Nabi s.a.w. tidak belajar yang demikian. Dan ia menjadi ahli fiqh dengan wahyu dan ilham, tanpa berulang-ulang dan berhubungan dengan penulis­an. Maka aku juga kadang-kadang sampai kepada yang demikian, dengan latihan dan kerajinan.


Siapa yang menyangka demikian, sesungguhnya ia telah menganiaya diri sendiri dan menyia-nyiakan umurnya. Bahkan dia adalah seperti orang yang meninggalkan jalan berusaha dan bertani. Karena mengharap mem­peroleh suatu gudang harta. Yang demikian itu mungkin saja. Tetapi jauh sekali akan terjadi. Maka begitu pulalah ini!


Mereka mengatakan, bahwa pertama-tama tak boleh tidak menghasilkan apa yang dihasilkan oleh para ulama dan memahami apa yang dikatakan mereka. Kemudian, tiada mengapa sesudah itu menunggu apa yang tidak terbuka bagi ulama-ulama Iain. Semoga terbuka sesudah itu baginya de­ngan mujahadah.


1.   Dirawikan Ahmad dan disahihkannya dari Al-Miqdad bin AI-Aswad.
2.   Dirawikan Muslim dari Abdullah bin Umar.
942


PENJELASAN: perbedaan diantara dua makam dengan contoh yang da­pat dirasakan.


Ketahuilah, bahwa keajaiban hati itu diluar daripada pengetahuan panca­indra. Karena hati juga diluar pengetahuan pancaindra. Apa yang tiada diketahui dengan pancaindra itu, lemahlah pemahaman untuk mengetahui­nya, selain dengan contoh yang dapat dirasakan. Kami akan mendekatkan yang demikian kepada pemahaman-pemahaman yang lemah itu dengan dua contoh:-


Salah satu daripada keduanya: bahwa jikalau kita umpamakan suatu kolam yang tergali dalam tanah, yang mungkin dibawa air kepadanya dari atas lengan sungai yang terbuka kepadanya. Dan mungkin bahwa digali dibawah kolam itu dan tanahnya diangkat, sehingga ia dekat dengan tem­pat air yang jernih.


Lalu terpancarlah air dari bawah kolam itu. Dan air tersebut lebih jernih dan terus-menerus. Dan kadang-kadang meliinpah-limpah dan lebih banyak.


Maka hati itu seumpama kolam. Dan ilmu itu seumpama air. Dan panca­indra yang lima itu seumpama sungai. Dan kadang-kadang mungkin diba­wa ilmu-ilmu itu kepada hati, dengan perantaraan sungai-sungai pancain­dra dan pengambilan ibarat dengan penyaksian-penyaksian. Sehingga hati itu penuh dengan ilmu. Dan mungkin bahwa sungai-sungai itu disumbat dengan khilwah, 'uzlah dan memincingkan mata. Dan berpegang kepada dalamnya hati dengan penyuciannya. Dan mengangkatkan lapisan-lapisan hijab daripadanya. Sehingga terpancar-pancarlah mata-air ilmu dari dalamnya.


Jikalau anda bertanya: bagaimana ilmu itu terpancar dari hati itu sendiri, sedang hati itu kosong daripada ilmu?


Ketahuilah kiranya, bahwa ini termasuk sehahagian daripada keajaiban rahasia hati. Dan tidak dibolehkan menyebutkannya dalam "Ilmu Mu'ama-lah". Akan tetapi kadar yang mungkin disebutkan, ialah bahwa: hakekat segala sesuatu itu digariskan pada Luh-Mahfudh. Bahkan dalam hati para malaikat muqarrabin. Maka sebagaimana seorang msiyur menggambar bentuk rumah pada kertas putih. Kemudian dikeluarkannya kepada "ada" yang bersesuaian dengan copy gambaran itu. Maka seperti itu pulalah Pencipta langit dan bumi, menulis copy alam dari permulaannya sampai kepada penghabisannya pada Luh-Mahfudh. Kemudian, dikeluarkanNya kepada "ada", sesuai dengan copy itu. Dan alam yang dah keluar kepa­da "ada" dengan bentuknya itu, membawa bentuk lain kepada pancaindra dan khayalan.


943


Sesungguhnya orang yang menoleh ke langit dan ke bumi, kemudian memicingkan matanya, niscaya akan melihat bentuk langit dan bumi dalam khayalannya. Sehingga seolah-olah ia menoleh kepadanya. Jikalau tidak ada lagi langit dan bumi dan orang itu tinggal sendirian, niscaya ia memper­oleh bentuk langit dan bumi dalam dirinya. Seakan-akan ia menyaksikan dan menoleh kepadanya.


Kemudian, dari khayalannya itu membawa bekas kepada hati. Lalu berhasillah didalam hati, hakekat segala sesuatu yang masuk kedalam pancaindra dan khayalan. Dan yang.berhasil didalam hati itu, sesuai dengan alam yang berhasil dalam khayalan. Dan yang ber­hasil . dalam khayalan itu, sesuai dengan alam yang ada pada dirinya, di- luar dari khayalan dan hati manusia.


Dan alam yang ada itu, sesuai de­ngan copy yang ada pada Luh-Mahfudh. Maka seolah-olah alam, mempu­nyai empat tingkat pada "ada". Yaitu: ada pada Luh-Mahfudh. Dan itu mendahului dari ada jasmaniyahnya. Dan diikuti oleh adanya yang hakiki. Dan adanya yang hakiki, diikuti oleh adanya yang khayalan, Yakni: ada bentuknya dalam khayalan. Dan adanya dalam khayalan, diikuti oleh ada­nya dalam pikiran. Yakni: ada bentuknya dalam hati. Sebahagian yang ada ini adalah rohaniah (kerohanian) dan sebahagian lagi jasmaniah (kejasmanian). Sebahagian dari kerohanian itu, lebih kuat dari sebahagian yang lain.


Dan kehalusan ini adalah dari hikmah-ketuhanan. Karena Tuhan menjadikan mata-hitam anda dengan bentuknya yang kecil, dimana tercetak bentuk alam, langit dan bumi yang demikian luas tepinya, didalam mata-hitam itu. Kemudian berjalan dari wujudnya dalam pancain­dra, oleh wujudnya kepada khayalan. Kemudian daripadanya, oleh wujud­nya dalam hati. Maka sesungguhnya anda selama-lamanya tiada mengeta­hui. selain apa yang sampai kepada anda. Maka jikalau tidak dijadikan bagi alam seluruhnya suatu contoh pada diri anda, niscaya tidak ada bagi anda berita dari sesuatu yangmenerangkan diri anda. Maka mahasucilah Tuhan yang mengatur segala keajaiban ini didalam hati dan mata. Kemu­dian, telah buta hati dan mata daripada mengetahuinya. Sehingga jadilah hati kebanyakan makhluk itu bodoh tentang dirinya dan keajaibannya. Sekarang, marilah kita kembali kepada tujuan yang dimaksud! Maka kami mengatakan: hati itu kadang-kadang tergambar, bahwa berhasil padanya hakekat alam dan bentuk alam. Sekali dari pancaindra dan pada kali yang lain, dari Luh-Mahfudh. Sebagaimana mata itu, tergambar berhasil pada­nya bentuk matahari. Sekali dari memandang kepada matahari itu dan pa­da lain kali dari memandang ke air yang berkebetulan dengan matahari. Dan terlihatlah bentuknya di dalam air itu.


Maka manakala terangkatlah tabir diantara seseorang dan Luh-Mahfudh, niscaya ia melihat pada Luh-Mahfudh itu segala sesuatu. Dan terpancarlah kepadanya ilmu daripada Luh-Mahfudh. Lalu ia tidak memerlukan lagi, memctik dari dalam pancaindra. Yang demikian itu adalah seperti terpan carnya air dari dalam bumi.


944


Dan manakala ia menghadapkan dirinya kepada khayalan yang datang da­ri yang dirasakan dengan pancaindra, niscaya adalah yang demikian itu, tabir baginya daripada membaca Luh-Mahfudh. Sebagaimana air apabila berkumpul dalam sungai, niscaya yang demikian itu mencegah daripada terpancarnya pada bumi. Dan sebagaimana orang yang melihat kepada air yang menampakkan bentuk matahari, dia tidak melihat kepada matahari itu sendiri. Jadi, hati itu mempunyai dua pintu: pintu yang terbuka ke alam malakut. Yaitu: Luh-Mahfudh dan alam malaikat. Dan: pintu yang terbuka fcepancaindra yang lima, yang berpegang dengan alamul-mulki wasy-syahadah. Dan alamaul-mulki wasy-syahadah juga memberitakan, semacam pemberitaan dari alam-malakut.


Adapun terbukanya pintu hati kepada memetik daripada pancaindra, maka tidaklah tersembunyi kepada anda. Mengenai terbukanya pintu hati yang ma$uk ke alam-malakut dan membaca Luh-Mahfudh, maka mempe- lajarinya dengan ilmu-yakin, ialah dengan memperhatikan tentang keaja­iban mimpi. Dan hati melihat dalam tidur, apa yang yang akan terjadi pada masa depan. Atau telah ada pada masa yang lalu, tanpa dipetik dari segi pancaindra.


Sesungguhnya pintu itu terbuka bagi orang yang menyendiri mengingati (berzikir) akan Allah Ta'ala.

Nabi s.a.w. bersabda"Telah dahulu orang- orang yang menyendiri. "
Lalu beliau ditanyakan: "Siapakah orang-orang yang menyendiri itu, wahai Rasulu'llah?".
Nabi s.a.w. menjawab"Orang- orang yang bersenang-senang mengingati Allah Ta'ala (berzikir). Zikir itu menghapuskan dosa mereka. Lalu mereka datang pada hari kiamat dalam keadaan ringan".
Kemudian, Nabi s.a.w. bersabda, menyifatkan mereka itu, sebagai pengkabaran daripada Allah Ta'ala: "Kemudian, aku hadapkan dengan mukaku kepada mereka. Adakah engkau melihat, siapakah yang Aku berhadapan dengan wajahKu? Seseorang mengetahui, barang apa yang Aku maksudkan memberikannya".


Kemudian, Allah Ta'ala berfirman: "Yang pertama-tama Aku berikan, ialah, bahwa Aku lemparkan nur kedalam hati mereka. Lalu mereka mengabarkan tentang Aku, seba­gaimana Aku mengabarkan tentang mereka". (1). Tempat masuknya kabar-kabar itu, ialah: pintu-batin. Jadi perbedaan antara ilmu wali-wali dan nabi-nabi, antara ilmu para ulama dan hukama itulah yang tersebut tadi. Yaitu: ilmu mereka datang dari dalam hati, dari pintu yang terbuka ke alam-malakut..Dan ilmu-hikmah itu datangnya dari pintu pancaindra, yang terbuka kealamul-mulk Dan keajaiban alam hati dan pulang-perginya diantara alam syahadah (alam yang dapat disaksikan) dan alam-gaib, tidak mjjngkin dibahas secara mendalam pada "Ilmu-Mu'amalah".Maka itulah contoh yang mengajarkan anda, perbedaan diantara tempat masuk dua alam itu.


1. Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
945


Contoh kedua: diperkenalkan kepada anda, perbedaan diantara dua amal. Yaitu: amal para ulama dan amal wali-wali. Para ulama itu? beramal da­lam mengusahakan ilmu itu sendiri dan menarikkannya kepada hati. Dan wali-wali sufi itu beramal pada mencemerlangkan hati, mensucikan, membersihkan dan mengkilatkannya saja.


Diceriterakan, bahwa ahli Cina dan ahli Rum, bangga-membanggakan diri dihadapan sebahagian raja-raja, dengan bagusnya perusahaan mengukir dan membuat gambar. Lalu raja menetapkan pendapatnya, untuk menyerahkan kepada mereka, suatu ruang. Supaya ahli Cina mengukir pada sua­tu sudut daripadanya dan ahli Rum pada sudut yang Iain. Dan diantara keduanya dibentangkan tabir, yang mencegah masing-masing pihak un­tuk melihat kepada pihak yang lain. Lalu diperbuatlah yang demikian. Maka ahM Rum mengumpulkan cat-cat yang ganjil. yang tiada terhingga jumlahnya. Sedang orang Cina masuk ketempat itu, tanpa membawa cat. Dan mereka lalu mencemerlangkan sudutnya dan melicinkannya. Tatkala ahli Rum itu telah selesai, lalu ahli Cina itu,, mendakwakan, bah­wa mereka telah selesai juga. Maka raja itu heran dari perkataan ahli Ci­na itu, bagaimana mereka sudah selesai mengukir; tanpa ada cat. Lalu orang bertanya kepada ahli Cina itu: "Bagaimana anda sudah selesai, tan­pa cat?". Lalu ahli Cina itu menjawab: "Apa tuan-tuan ini. Angkatlah ta­bir!" Lalu mereka mengangkatkannya. Tiba-tiba di sudut mereka, bersi- nar-cemerlanglah oleh keajaiban perbuatan orang-orang Rum, serta bertambahnya kecemerlangan dan kekilatan. Karena sudut mereka telah menjadi seperti cermin yang berkilat, karena banyaknya pelicinan. Lalu bertambahlah baik sudut orang Cina itu dengan bertambahnya pelicinan. Maka seperti itulah kesungguhan wali-wali mensucikan hati, mencemer­langkan, membersihkan dan menjernihkannya. Sehingga bersinar-cemerlanglah jalasnya kebenaran dengan sangat bercahaya, seperti perbuatan orang Cina tersebut diatas. Dan kesungguhan para hukama dan ulama de­ngan berusaha dan mengukirkan ilmu dan menghasilkan pengukirannya dalam hati, adalah seperti perbuatan orang Rum itu, Bagaimanapun urusan itu adanya, maka hati orang mu'min tidak mati. Dan ilmunya ketika mati, tidak terhapus. Dan kejernihannya tidak akan keruh. Kepada inilah diisyaratkan oleh Al-Hasan r.a. dengan katanva: "Tanah tidak akan memakan tempat iman Akan tetapi ia adalah jalan dan pendekatan diri kepada Allah Ta'ala. Adapun apa yang dihasilkannya dari ilmu itu dan apa yang dihasilkan, dari kebersihan dan kesedia- an, untuk menerima ilmu itu sendiri, maka tidak boleh tidak daripada­nya. Tiada kebahagiaan bagi seseorang, selain dengan ilmu dan ma'ri fah. Dan sebahagian kebahagiaan itu lebih mulia dari sebahagian yang lain. Sebagaimana orang tidak kaya, selain dengan harta. Maka orang yang mempunyai dirham itu, orang kaya. Orang yang mempunyai ge dung penuh dengan barang-barang itu orang kaya. Dan lebih-berkurang­nya tingkat kebahagiaan, adalah menurut lebih-berkurangnya ma'rifah dan iman. Sebagaimana lebih-berkurangnya tingkat orang-orang kaya, adalah menurut sedikit dan banyaknya harta.


946


Ma'rifah itu nur. Orang-orang mu'min tidak berlari menjumpai Allah Ta'ala selain dengan nur mereka. Allah Ta'ala berfirman:-
يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
(Yaswaa nuuruhum baina aidii-him wa bi-aimaanihim).Artinya: "Cahaya mereka berlari dihadapan dan dikanan mereka". S. Al-Hadid, ayat 12.


Diriwayatkan pada hadits: "Bahwa sebahagian mereka diberikan nur, se­perti bukit. Dan sebahagian mereka lebih kecil dari bukit. Sehingga yang penghabistan dari mereka, adalah seorang laki-laki yang diberikan nur atas ibu-jari kedua tapak kakinya. Lalu nur itu sekali bercahaya dan sekali padam. Maka apabila bercahaya, niscaya ia mendahulukan kedua tapak ka­kinya, lalu ia berjalan. Dari apabila padam, niscaya ia berdiri Dan lalu nya mereka diatas titian shiratul-mustaqim, adalah menurut kadar nur me­reka. Diantara mereka, ada yang lalu sekejap mata. Diantara mereka, ada yang lalu seperti kilat. Diantara mereka, ada yang lalu seperti awan. Di­antara mereka, ada yang lalu seperti jatuhnya bintang. Dan' diantara me­reka, ada yang lalu seperti kuda, apabila bersangatan larinya dilapangan luas. Dan orang yang diberikan nur diatas ibu-jari tapak-kakinya, merangkak-rangkak diatas muka, kedua tangan dan kedua kakinya..'Ia menarik tangannya dan menggantungkan tangan yang lain. Semua segi badannya kena api neraka. Maka senantiasalah ia seperti yang demikian, sampai ia terlepas". (1).


Dengan ini, jelaslah lebih-berkurangnya tingkat manusia tentang iman. Dan kalau ditimbang iman Abubakar r.a. dengan iman isi alam semesta, selain para nabi dan para rasul, niscaya lebih kuatlah iman Abubakar r.a. Ini juga menyerupai ucapan orang yang mengatakan: "Jikalau ditimbang sinar matahari dengan sinar lampu seluruhnya, niscaya lebih kuatlah sinar matahari".


Maka iman masing-masing "orang awam, sinarnya adalah seperti sinar lampu.. Sebahagian mereka, sinarnya seperti sinar lilin. Dan iman orang-orang shiddiqin, sinarnya itu seperti sinar bulan dan bintang-bintang. Dan iman nabi-nabi itu, seperti matahari. Dan sebagaimana pada sinar matahari, kelihatan bentuk ufuk, serta luas daerah-daerahnya dan tidak kelihatan pada sinar lampu, selain suatu sudut yang-sempit dari rumah, maka seperti demikianlah lebih-berkurangnya kelapangan dada dengan ilmu dan terbukanya keluasan maiakut bagi hati orang-orang 'arifin. Karena itulah tersebut pada hadits:-


1. Hadits ini dirawikan oleh Ath-Thabrani dari Ibnu Mas'ud. Dan dikatakan shahih, menurut syarat hadits Al-Bukhari dan Muslim.
947


أنه يقال يوم القيامة أخرجوا من النار من كان في قلبه مثقال ذرة من إيمان ونصف مثقال وربع مثقال وشعيرة وذرة


(Annahu Juqaalu jaumal-qiaamati: Akhrijuu minan-naari man kaana fii qalbihi, mits-qaalu dzarratin min.imaanin wa nish-fu mits-qaalin wa rub'u mits-yanalin wa sya'iiratun wa dzarrah).Artinya: "Sesungguhnya dikatakan pada hari kiamat: "Keluarkanlah dari neraka. orang-orang yang ada iman dalam hatinya seberat biji sawi. sete ngah berat itu. seperempat berat itu dan seberat biji syair dan biji jagung". (1).



Semua itu pemberi-tahuan tentang lebih-kurangnya tingkat iman. Dan iman dalam kadar-kadar tersebut, tidak mencegah masuk neraka. Dan da­lam pengertiannya, dapat dipahami, bahwa orang yang imannya melebihi berat tadi, tidak masuk neraka. Karena kalau masuk, niscaya disuruh mengeluarkannya p'ertama-pertama. Dan orang yang dalam hatinya iman se­berat biji sawi, tidak musta'hak kekal dalam neraka, walaupun ia masuk kedalamnya. Demikian pula sabda Nabi s.a.w.:-
ليس شيء خيرا من ألف مثله إلا الإنسان المؤمن
(Laisa syai-un khairan min alfin mits-fihi illal-insaanul-mu'min). Artinya: "Tiada suatupun yang lebih baik dari seribu yang seumpamanya, selain manusia mu'min". (2).


I'ni menunjukkan kepada keutamaan hati orang yang mengenal Allah Ta'ala dengan penuh keyakinan. Maka hatinya itu lebih baik dari seribu hati orang awam. Allah Ta'ala berfirman:-
وأنتم الأعلون إن كنتم مؤمنين تفضيلا للمؤمنين
(Wa antumul-a'launa in kuntum mu'miniin). Artinya: "Kamu adalah lebih tinggi, kalau' kamu benar-benar orang beriman". - S. Ali 'Imran, ayat 139. Ayat ini menunjukkan kelebihan orang mu'min dari orang muslim. Dan yang dimaksudkan dengan orang mu'min itu, ialah orang mu'min yang mengenal Allah, bukan orang yang taqlid (ikut-ikutan). Allah 'Azza wa Jalla berfirman:-


1.  Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa'id.
2.  Hadits ini dirawikan Ath-Thabrani dari Salman dan oleh Ahmad dari Ibnu Umar. ls- nadnya baik (hasan).
948


يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
(Yarfa'il-laahu'l-ladziina aamanuu minkum wal-la-dziina uutul-ilma dara- jaat). Artinya: "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan kepada derajat yang tinggi".-S.Al-Mujadalah, ayat II.


Maka yang dimaksudkan disini dengan orang-orang yang beriman. ialah orang-orang yang benar, tanpa ilmu. Dan dibedakan mereka, dari orang- orang yang diberi ilmu. Dan yang demikian itu menunjukkan bahwa nama "mu'min" tertuju kepada "muqallid" (orang yang taqlid), walaupun pembenarannya, tanpa bashirah (melihat dengan mata hati) dan kasyaf (terbu­ka hijab). Ibnu Abbas r.a. menafsirkan firman Allah Ta'ala:-
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
(Wal-la-dziina uutul 'ilma dara-jaat). Artinya: "Dan orang-orang yang diberi ilmu-pengetahuan kepada derajat yang tinggi" S. Al-Mujadalah, ayat 11, maka Ibnu Abbas mengatakan, bahwa Allah Ta'ala mengangkat orang yang berilmu diatas orang mu'min, tujuhratus darajat tingginya. Dan diantara tiap-tiap dua darajat itu, se­perti antara langit.dan bumi. 

Nabi s.a.w. bersabda:-
أكثر أهل الجنة البله وعليون لذوي الألباب
(Ak-tsaru ahlil-jannatilrbulhu wa 'illiyyuuna li dzawil-albaab). Artinya: "Kebanyakan isi sorga itu orang-orang bodoh. Dan sorga tinggi bagi orang-orang yang mempunyai akal". (1).


Nabi s.a.w. bersabda:-
فضل العالم على العابد كفضلي على أدنى رجل من أصحابي
(Fadl-lul'aalimi 'alal-'aabidi kefadl-lii 'alaa adnaa rajulin min ash-haabii). Artinya: "Kelebihan orang berilmu atas orang yang banyak ibadahnya, adalah seperti kelebihanku atas orang yang paling rendah dari sahabat-sa- habatku". (2).


1.
Hadits ini telah diterangkan dahulu dan tambahannya itu, Al-'Iraqy tidak pernah menjumpainya.
2.
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmizi*dari hadits Umamah dan dipandang hadits sha hih.
949*


Pada riwayat yang lain, berbunyi:-
كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب
(ka fadl-Iil-qamari lailatal-badri 'alaa saairil-kawaakib).Artinya: "seperti kelebihan bulan pada malam purnama atas bintang-bintang yang lain".


Dengan bukti-bukti ini, jelaslah bagi anda, lebih-kurangnya darajat isi sor­ga, menurut lebih-kurangnya hati dan ma'rifah mereka. Dan karena itu- lah, hari kiamat adalah hari tipu-menipu. Karena orang yang tidak mem­peroleh rahmat Allah adalah mengalami tipuan dan kerugian besar. Dan orang yang tidak memperoleh itu melihat diatas tingkatnya tingkat-tingkat yang tinggi.


Maka adalah pandangannya kepada tingkat-tingkat itu, seperti pandangan orang kaya yang mempunyai sepuluh dirham, kepada orang kaya yang mempunyai tanah dari Timur ke Barat. Masing-masing dari kedua Orang itu, adalah orang kaya. Tetapi alangkah besar perbedaan diantara kedua­nya! Alangkah besarnya kerugian orang yang merugi keuntungannya dari yang demikian itu! Akhiratlah yang mempunyai darajat tinggi dan keuta- maan besar!


PENJELASAN: saksi-saksi syara' atas sahnya jalan ahli tasqwwuf dalam mengusahakan ma'rifah, tidak dari belajar dan jalan yang biasa ditempuh.


Ketahuilah, bahwa barangsiapa tersingkap (inkisyaf) sesuatu baginya, walaupun hal yang sedikit, dengan jalan ilham dan jatuh kedalam hati, dima- na ia tidak mengetahuinya, maka ia telah menjadi orang arif (orang yang berma'rifah) dengan sahnya jalan. Dan orang yang tiada mengetahui diri­nya sekali-kali, maka seyogialah ia beriman dengan yang demikian. Se­sungguhnya darajat ma'rifah padanya itu mulia sekali. Untuk yang demiki­an, dibuktikan oleh saksi-saksi syara', percobaan-percobaan dan ceritera- ceritera.


Adapun saksi-saksi syara', yaitu firman Allah Ta'ala:-
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
(Wal-ladziina jaahaduu fiinaa la-nahdi anna-hum subu-lanaa). Artinya: "Dan orang-orang yang berjuang dalam (urusan) Kami, niscaya akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami". - S. Al-'Ankabut, 69. Maka tiap-tiap hikmah yang lahir dari hati, dengan kerajinan beribadah,
950


tanpa.belajar itu, adalah dengan jalan kasyaf dan ilham.


Nabi s.a.w. bersabda:-
من عمل بما علم ورثه الله علم ما لم يعلم ووفقه فيما يعمل حتى يستوجب الجنة ومن لم يعمل بما يعلم تاه فيما يعلم ولم يوفق فيما يعمل حتى يستوجب النار
(Man 'amila bimaa alima, warra-tsahu'llaahu 'ilma maa lam ja'lam wa waffaqahu fimaa ya'malu hattaa yastaujibal-jannah. Wa man lam ja'mal bimaa ya'lamu, taaha fiimaa ya'lamu wa lam juwaffaq fiimaa ya'malu hattaa yastaujiban-naar').Artinya: "Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya di pusakakan oleh Allah kepadanya, ilmu yang belum diketahuinya. Dan dianugerahi taufiq oleh Allah kepadanya pada yang diamalkannya. Sehingga ia harus memperoleh sorga. Dan barangsiapa tiada mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya ia binasa mengenai yang diketahuinya. Dan ia tiada memperoleh taufiq pada yang diamalkannya. Sehingga ia harus memper­oleh neraka". (1).


Allah Ta'ala berfirman:-
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
(Wa man yattaqil-laaha yaj'al lahu makhrajan wa yarzuquhu min haitsu laa yahtasib).Artinya: "Dan siapa yang taqwa (memenuhi kewajiban) kepada Allah, Dia mengadakan untuk orang itu jalan keluar (dari kesulitan dan sangka waham). Dan memberikan rezeki kepadanya dari (sumber) yang tiada pernah dipikirkannya". S. Ath-Thalaq, ayat 2 - 3. Allah mengajarkannya ilmu, tanpa belajar dan menganugerahinya kecerdikan, tanpa percobaan.


Allah Ta'ala berfirman:-
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا
(Yaa-ayyuhal-la-dziina aamanuu in tattaqu'l-laa-hayaj al lakum fur-qaa-naa).Artinya: "Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu takut kepada Allah, niscaya Ia akan memberikan kepada kamu pembedaan (antara yang be­nar dan yang salah)" — S. Al-Anfal,ayat 29.Ada yang mengatakan, ialah: nur yang membedakan antara yang benar dan yang batil dan yang mengeluarkannya dari hal-hal yang diragukan.


I. Hadits ini sudah diterangkan dahulu
Pada kitab ilmu
951


Karena itulah, Nabi s.a.w. membanyakkan dalam do'anya meminta: nur. Do'anya, jaitu:-
اللهم أعطني نورا وزدني نورا واجعل لي في قلبي نورا وفي قبري نورا وفي سمعي نورا وفي بصري نورا حتى قال في شعري وفي بشري وفي لحمي ودمي وعظامي
(Allaahumma a'thinii nuuran wa zidnii nuuran waj'al lii fii qalbii nuu-ran wa fii qabrii nuuran wa fii sam'ii nuuran wa fii basharii nuuran-hattaa qaa- la-fii sya'rii wa fii basyarii wa fii Iahmii wa damii wa 'idhaa-mii). Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Anugerahilah aku nur, tambahilah aku nur,jadikanlah dalam hatiku nur, dalam kuburku nur, pada pendengaranku nur sampai Nabi s.a.w. mengatakan - : pada rambutku,padakulitku,pa­da dagingku, darahku dan tulang-belulangku". (1). Orang bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang firman Allah Ta'ala:-


أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ
(A fa man syaraha'l-laahu shad-rahu lil-is-laami, fa huwa'alaa nuurin min rabbih).
Artinya: "Apakah orang yang dibukakan oleh Allah hatinya menerima Is­lam, karena itu dia mendapat cahaya dari Tuhannya?" S. Az-Zumar, ayat 22. "Apakah pembukaanitu?". Nabi s.a.w. menjawab: "Yaitu: perluasan. Sesungguhnya nur itu, apabila telah dicurahkan kedalam hati, niscaya meluaslah dada dan terbuka" (2). Nabi s.a.w. bersabda untuk Ibnu Abbas:-


اللهم فقهه في الدين وعلمه التأويل
(Allaahumma faqqihhu fiddiini wa 'allimhutta'wiil).Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Anugerahilah dia pemahaman dalam Agama dan ajarilah dia penta'wilan (penafsiran)" (3).


Ali r.a. berkata: إلينا إلا أن يؤتي الله تعالى عبدا فهما في كتابه وليس هذا بالتعلم "Tak ada pada kami sesuatu yang dirahasiakan oleh Nabi s.a.w. kepada kami, selain daripada didatangkan oleh Allah Ta'ala kepada hambaNya pemahaman tentang KitabNya. Dan yang demikian itu tiada dengan belajar" (4).


1.
Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas.
2.
Hadits ini dirawikan oleh AI-Hakim dari Ibnu Mas'ud.
3.
Hadits ini dirawikan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dan dishahihkannya.
4.
Hadits ini telah diterangkan pada "Adab Tilawatil-Qur'an" dahulu.
952


Ada orang yang mengatakan mengenai penafsiran firman Allah Ta'ala:-
يؤتي الحكمة من يشاء
(Yu'til-hikmata man yasyaa-u).Artinya:"Allah memberikan kebijaksanaan (hikmah) kepada siapa yang dikehendakiNya". - S. AI-Baqarah, ayat 269. Bahwa: yang dimaksud, ia­lah pemahaman Kitab Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman:-Artinya: "Dan Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukuman (yang lebih tepat) itu". - S. Al-Anbia, ayat 79. Allah Ta'ala meng-khusus-kan yang tersingkap itu, dengan narna: pengertian (pemahaman).


Abu Darda' berkata: "Orang mu'min ialah orang yang memandang de­ngan nur Allah, dibalik tutupan yang halus. Demi Allah, bahwa itu se­sungguhnya kebenaran, yang dicurahkan oleh Allah dalam hati mereka dan dilakukannya diatas lidah mereka".


Sebahagian orang-orang terdahulu (golongan. salaf) berkata: "Sangkaan orang mu'min itu pemberitaan yang gaib".


Nabi s.a.w. bersabda
أتقوا فراسة المؤمن فإنه ينظر بنور الله تعالى
(Ittaquu firaasatal-mu'mini fa-innahu jandhuru binuuril-lahi Ta'aalaa). Artinya: "Takutilah akan firasat orang mu'min. Maka sesungguhnya ia melihat dengan nur Allah Ta'ala" (1). Kepada itulah diisyaratkan oleh firman Allah Ta'ala:-


إن في ذلك لآيات للمتوسمين
(Inna fii-dzaalika la aayaatin lil-mutawassimiin).Artinya: "Sesungguhnya tentang hal-hal itu menjadi keterangan- bagi orang yang memperhatikan tanda-tanda". - S. Al-Hijr, ayat 75.


Firman Allah Ta'ala:-


1. Hadits ini dirawikan At-Tarmizi dari Abi Sa'id.
953


قَدْ بَيَّنَّا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
(Qad bayyannal-aayaati li-qaumin yuuqinuun )Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menjelaskan keterangan-keterangan kepada kaum yang yakin". - S. Al-Baqarah, ayat 118.


Al-Hasan meriwayatkan dari Rasulullah s.a.w., bahwa Rasulu'llah s.a.w.bersabda:-
العلم علمان فعلم باطن في القلب فذلك هو العلم النافع
(Al-'ilmu 'ilmaani, fa'ilmun baathinun fil-qalbi. Fadzaalika huwal-ilmun- naafi').
Artinya: "Ilmu itu dua macam.Ilmu batin ialah dalam hati.Itulah ilmu yang bermanfa'at" (1).


Ditanyakan kepada sebahagian ulama, tentang ilmu batin: "Apakah ilmu batin itu?". Lalu ia menjawab: "Yaitu: salah satu dari rahasia (sirr) Allah Ta'ala, yang dicurahkanNya dalam hati kekasih-kekasihNya, yang tidak diperlihatkanNya kepada malaikat dan kepada manusia".


Nabi s.a.w. bersabda:-
إن من أمتي محدثين ومعلمين ومكلمين وإن عمر منهم
(Inha min ummatiimuhaddatsiinawamu'allimiinawamukallimiina wa inna 'Umara minhum ).Artinya: "Sesungguhnya sebahagian dari umatku itu orang-orang yang di-sampaikan berita (muhaddats), guru dan ahli-ahli ilmu-kalam. Dan se­sungguhnya Umar itu sebahagian dari mereka" (2).


Ibnu Abbas r.a. membaca ayat:-
وما أرسلنا من قبلك من رسول ولا نبي ولا محدث
(Wa maa arsalnaa min qablika min rasuulin wa, laa nabiyyin wa laa mu- haddatsin)
Artinya: "Dan tiadalah Kami mengutuskan dari sebelum engkau, seorang rasul, Nabi dan muhaddats. Yakni: orang-orang shiddiqin (3).


1.  Hadits ini telah diterangkan dahulu, yaitu: hadits mursal.
2.  Hadits ini dirawikan oleh Al:Bukhari dari Abu Hurairah.
3.     Yang kami jumpai pada S.Al-Hajji, ayat 52, tak ada kata-kata "walaa muhaddatsin", yang tersebut pada salinan kami itu (Jelasnya: lihat Ayat 52, S. Al-Hajj tadi)
Yang ada dalam Al-Qur-an, kata-kata: muhdatsin" pada dua tempat: pada S. Al-Anbi- ya, ayat 2 dan pada S. Asy-syu'ara', ayat 5. Allah yang Maha mengetahui. (Peny.)
954


Muhaddats itu, ialah: yang diilhami. Dan yang diilhami itu, ialah: orang yang tersingkap (memperoleh kasyaf) dalam batin hatinya dari pihak da­lam. Tidak dari pihak yang dapat dirasakan dengan pancaindra yang diluar.


Al-Quran menegaskan, bahwa taqwa itu kunci hidayah dan kasyaf. Dan itu adalah ilmu, tanpa belajar. Allah Ta'ala berfirman:(Wa maa khalaqa'l-laahu fis-samaawaati wal- ardli la-aayaatin-li-qaumin yattaquun).^Artinya: "Dan apa yang diciptakan oleh Allah dilangit dan dibumi. adalah menjadi bukti kebenaran bagi kaum yang memelihara dirinya (dari kejahatan)". S. Junus, ayat 6.- Allah mengkhususkan bukti itu kepada mereka tadi.


Allah Ta'ata berfirman:-
هذا بيان للناس وهدى وموعظة للمتقين
(Haadzaa bayaanun lin-naasi wa hudan wa mau-'idhatun lil-muttaqiin). Artinya: "Qur-an inilah keterangan yang jelas untuk manusia, pimpinan kepada kebenaran dan pengajaran untuk orang-orang yang memelihara dirinya (dari kejahatan)". - S. Ali 'Imran, ayat 138. Abu Jazid dan lainnya mengatakan: "Bukanlah orang yang berilmu (orang alim) itu, orang yang menghafal dari kitab. Apabila ia lupa yang dihafalkannya, niscaya ia menjadi orang bodoh. Sesungguhnya orang yang beril­mu, ialah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya, pada sembarang waktu yang dikehendakinya, tanpa hafalan dan pelajaran". Inilah ilmu rabbany (ilmu yang langsung diterima dari Tuhan). Dan kepa­da inilah diisyaratkan dengan firman Allah Ta'ala:-
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
(Wa'allamnaa-hu min ladun-naa ilmaa).Artinya: "Dan telah Kami ajarkan pengetahuan daripada kami kepada­nya". - S. Al-Kahf, ayat' 65.- sedang semua ilmu itu adalah daripadaNya Akan tetapi sebahagian dari ilmu itu adalah dengan perantaraan pengajar­an makhlukNya. Maka ilmu yang demikian, tidak dinamai: Ilmu-Ladunni. Tetapi ilmu-ladunni, ialah yang terbuka dalam rahasia hati, tanpa sebab yang biasa dari luar.


Inilah saksi-saksi naqli, (yang diambil dari Agama). Jikalau semua yang datang dari ayat, hadits dan atsar dikumpulkan, niscaya tidak terhingga adanya.


955*


Adapun penyaksian yang demikian itu dengan pengalaman, maka yang demikian itu, juga tidak terhingga. Yang demikian itu telah tampak pada para shahabat, para tabi'in dan orang-orang sesudahnya. Abubakar Ash- Shiddiq r.a. berkata kepada 'Aisyah r.a. ketika akan meninggal dunia: "Bahwa keduanya itu dua saudara laki-laki engkau dan dua saudara perempuan engkau". Dan isteri Abubakar r.a. ketika itu sedang mengan- dung. Kemudian isterinya itu melahirkan anak perempuan. Jadi Abubakar r.a. telah mengetahui sebelum lahir, bahwa anaknya itu perempuan. Saidina Umar r.a. ketika sedang membaca khutbah, lalu mengatakan: "Hai Sariah! Bukit - bukit!!!". Karena tersingkap kepadanya (dalam kasyaf), bahwa musuh mendekati Sariah. Lalu ia memperingatkannya, kare­na ia mengetahui yang demikian. Kemudian sampainya suaranya itu kepa­da Sariah, termasuk dalam jumlah kiamat yang besar. (1). Dari Anas bin Malik r.a., yang berkata: "Aku masuk ke tempat Usman r.a. Dan dijalan tadi aku bertemu dengan seorang wanita. Lalu aku memandang kepadanya dengan ujung mata dan aku memperhatikan kecantikannya". Lalu Usman r.a. berkata, tatkala masuk itu: "Masuk ketempatku, salah seorang kamu dan bekas zina kelihatan pada kedua matanya. Tidakkah engkau ketahui, bahwa zina dua mata itu, ialah: memandang? Tobatlah dengan segera atau aku hukum engkau!". Lalu aku bertanya: "Adakah wahyu sesudah nabi?". Usman menjawab: "Tidak! Tetapi, mata hati, dalil dan firasat yang benar!".


Dari Abi Sa'id Al-Charraz, yang berkata: "Aku masuk Masjidil-haram, lalu aku melihat seorang miskin dengan dua potong pakaian pada badannya. Lalu aku berkata pada diriku: "Orang ini dan orang-orang yang se­perti ini, adalah orang-orang yang bergantung hidup pada orang lain". La­lu orang itu memanggil aku, seraya berkata: "Allah mengetahui apa yang pada diri kamu. Waspadalah!". Maka aku memohon ampun kepada Allah dalam hatiku. Lalu orang itu memanggil aku, seraya berkata: "Allah yang menerima tobat daripada hambaNya". Kemudian orang itu menghilang daripada aku dan aku tidak melihatnya lagi".


Zakaria bin Daud berkata: "Abul-Abbas bin Masruq masuk ketempat A- bil-Fadli Al-Hasyimi. Dan dia itu sedang sakit. Dan mempunyai keluarga. Dan tiada diketahui sumber kehidupan Abil-Fadli Al-Hasyimi itu". Abul-Abbas menerangkan: "Tatkala aku bangun berdiri, lalu aku berkata pada diriku: "Dari manakah orang ini makan?". Lalu Abil-Fadli berteriak kepadaku: "Hai Abul-Abbas! Tolaklah angan-angan yang keji itu! Sesung­guhnya Allah Ta'ala mempunyai sifat Iemah-lembut yang tersembunyi". Ahmad An-Naqib berkata: "Aku masuk ke tempat Asy-Syibli. Lalu ia


1. Menurut penjelasan dalam "Ittihaf-syarah ihya", jilid VII, halaman 260, diantara lain, bah­wa Umar r.a. sedang berpidato. Lalu tiba-tiba beliau mengucapkan kata-kata tersebut. Sa­riah itu, kepala pasukan pada suatu pertempuran. Ketika ia terdesak dan hampir kalah, maka Sariah itu mendengar suara itu. Maka ia dan pasukannya menyandarkan belakangnya ke bukit. Sehingga memperoleh kemenangan. (Peny.).
956


berkata: "Difitnah orang, hai Ahmad!".. Maka aku bertanya: "Apa kabar?'-'. Ia menjawab: "Sewaktu aku sedang duduk, lalu tergurislah dihatiku, bahwa engkau kikir". Lalu aku menjawab: "Aku tidak kikir. Lalu kembali terguris dalam hatiku. Dan Asy-Syibli berkata: "Tetapi engkau kikir". Maka aku menjawab: "Apa saja yang terbuka kepadaku hari ini disebabkan sesuatu, niscaya aku serahkan kepada orang miskin yang per­tama aku jumpai". Lalu ia berkata: "Belum habis lagi yang terguris itu, lalu datanglah kepadaku Shahibul-Mu'nis, seorang pelayan, dengan mem- bawa uang limapuluh dinar. Lalu Shahibul-Mu'nis berkata: "Pakailah uang ini pada kepentinganmu!". Ahmad An-Naqib meneruskan ceritera- nya: "Aku bangun, lalu aku-ambil uang itu dan aku keluar. Tiba-tiba bertemu dengan seorang miskin buta, dihadapan tukang cukur, yang sedang mencukur rambutnya. Lalu aku,datang kepadanya dan menyerahkan dinar itu kepadanya. Lalu orang itu berkata: "Serahkanlah uang itu kepada tu­kang cukur!". Lalu aku menerangkan, bahwa jumlahnya sekian". Orang buta itu berkata: "Bukankah kami telah mengatakan kepada engkau, bah­wa engkau itu kikir?". Ahmad An-Naqib meneruskan ceriteranya: "Lalu aku serahkan uang itu kepada tukang eukur". Tukang cukur itu lalu ber­kata: "Kami telah berjanji, tatkala orang miskin ini duduk dihadapan ka­mi, bahwa kami tidak akan mengambil ongkos". Ahmad An-Naqib berka­ta seterusnya: "Lalu aku lemparkan uang itu kedalam sungai Tigris, sera- ya aku berkata: "Tiada dimuliakan engkau oleh seseorang, melainkan orang itu dihinakan oleh Allah Ta'ala!".



Hamzah bin Abdullah Al-'Alwi berkata: "Aku masuk ke tempat Abil-Khair At-Tainani dan aku bertekad pada diriku, bahwa aku akan memberi salam kepadanya. Dan tidak akan memakan makanan dirumah- nya. Maka tatkala aku keluar dari rumahnya, tiba-tiba ia mengikuti aku, dengan membawa sebuah baki, yang didalamnya ada makanan, seraya berkata: "Hai orang muda! Makanlah! Telah keluarlah sa'at dari tekad- mu". Abul-Khair At-Taitanr ini terkenal benar dengan kiramatnya. Ibrahim Ar-Ruqy berkata: "Aku menuju ketempat Abul-Khair At-Taitani, untuk memberi salam kepadanya. Maka masuklah waktu sha- lat Magrib. Maka hampir selesai ia membaca Surat Al-Fatihah, lalu aku berkata dalam hatiku: "Telah hilang kainku yang tertinggal diluar". Sesu­dah memberi salam, lalu aku keluar ketempat bersuci. Lalu menuju kepa­daku seekor binatang buas. Maka aku kembali kepada Abul-Khair, seraya menerangkan, bahwa seekor binatang buas menuju kepadaku". Abul-Khair lalu keluar dan berteriak, seraya berkata: "Bukankah sudah aku mengatakan kepadamu: "Jangan engkau ganggu tamu-tamuku?". La­lu singa itu menyingkir dan aku bersuci. Sewaktu aku telah kembali, lalu Abdul-Khair berkata kepadaku: "Kamu sibuk membetulkan yang zahi­riah, lalu engkau takut kepada singa. Dan kami sibuk membetulkan yang batiniah, lalu singa itu takut kepada kami".           


957


Apa yang diceriterakan, mengenai firasat para syaikh dan perkabaran me­reka tentang itikad dan isi hati manusia, adalah tidak dapat dihinggakan jumlahnya. Bahkan apa yang diceriterakan daripada mereka, tentang me­lihat Nabi Khidir a.s. dan bertanya kepadanya, adalah mendengar suara dengan tiada" kelihatan yang empunya suara itu.


Dari bermacam-macam bentuk kiramat adalah diluar hinggaan. Dan ceritera tentang kiramat ini, tiada bermanfa'at bagi orang yang mengingkarinya, sebelum ia menyaksikan sendiri yang demikian. Dan orang yang mengingkari pokok, niscaya mengkingkari penguraiannya.


Dalil tegas yang tidak sanggup seorangpun membantahnya, adalah dua perkara:-


Pertama: keajaiban mimpi yang benar. Maka sesungguhnya tersingkaplah yang gaib dengan mimpi tersebut. Apabila boleh yang demikian dalam ti­dur, maka tidak mustahil pula waktu jaga. Tidur itu tidak berbeda dengan jaga, selain dari tenangnya pancaindra, tidak bekerja dengan hal-hal yang dipancaindrai. Berapa banyak orang yang jaga, tenggelam dalam lautan khayal, tidak mendengar dan melihat, karena sibuknya dengan diri sendi­ri.


Kedua: perkabaran dari Rasulu'llah s.a.w. tentang hal gaib dan hal-hal yang terjadi pada masa yang akan datang, sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur-an. Dan apabila boleh yang demikian pada Nabi s:a.w. ma­ka boleh pula pada selain Nabi s.a.w. Karena Nabi adalah ibarat orang yang tersingkap (kasyaf) baginya hakekat-hakekat segala hal. Dan ia be­kerja untuk memperbaiki makhluk. Maka tidak mustahil dalam wujud (alam) ini, ada orang yang tersingkap baginya hakekat-hakekat itu dan ia tidak bekerja untuk memperbaiki makhluk. Orang ini tidak dinamai nabi, tetapi dinamai: w a I L Maka orang yang beriman kepada nabi-nabi dan membenarkan mimpi yang benar, niscaya - tidak mustahil - ia harus mengakui, bahwa hati itu mempunyai dua pintu. Sebuah pintu keluar, yaitu: pancaindra dan sebuah pintu lagi kealam malakut dari dalam hati. Yaitu: ilham, inspirasi dan wahyu.


Maka apabila ia mengakui keduanya itu, niscaya ia tidak mungkin meng- hinggakan ilmu-pengetahuan pada belajar dan secara langsung sebab-se­bab yang dibiasakan. Akan tetapi haruslah mujahadah (bersungguh-sungguh) menjadi jalan kepadanya.


Maka inilah apa yang memberi-tahukan tentang hakekat yang kami sebut­kan dahulu, mengenai keajaiban pulang-perginya hati, diantara alamusy- syahadah dan alamul-malakut.


Adapun sebab terbukanya sesuatu hal dalam tidur, dengan contoh yang memerlukan kepada ta'bir (ta'bir mimpi) dan begitu pula para-malaikat merupakan diri bagi nabi-nabi dan wali-wali dengan bentuk yang berma­cam-macam, maka itu juga termasuk diantara rahasia keajaiban hati. Dan ini tidak layak selain dengan ilmu-mukasyafah. Maka kami ringkas saja


958*


menurut yang telah kami sebutkan itu. Sesungguhnya itu mencukupilah untuk menggerakkan mujahadah dan mencari kasyaf daripadanya. Setengah ulama kasyaf berkata: "Tampak kepadaku malaikat, lalu meminta kepadaku, supaya aku imlakan (ditekun) kepadanya, sesuatu dari ingatan- ku yang tersembunyi, dari musyahadahku tentang tauhid. Dan malaikat itu berkata: "Kami tidak menuliskan bagimu sesuatu amalan (pekerjaan yang kamu kerjakan). Dan kami ingin menaikkan bagimu amalan, dim ana de­ngan amalan itu kami mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala". Lalu aku bertanya: "Tidakkah kamu berdua (1) menuliskan yang fardlu-fardlu?". Kedua malaikat itu menjawab: "Ya!". Maka aku menyambung: "Mencu­kupilah yang demikian itu bagi kedua engkau".


Ini memberi isyarat, bahwa malaikat-malaikat yang menuliskan amalan manusia (malaikat kiramil-katibin), tidak mengetahui rahasia hati. Hanya mengetahwhamaan zahiriah saja.


Setengah ahli ma'rifat berkata: "Aku bertanya kepada sebahagian wali me­ngenai persoalan musyahadatul-yaqin (yang disaksikan dengan yakin), lalu ia menoleh kekiri, seraya bertanya: "Apakah yang akan kamu katakan, diberi rahmat kiranya engkau oleh Allah?". Kemudian ia menoleh kekanan, seraya bertanya: "Apakah yang akan kamu katakan, diberi rahmat kiranya engkau oleh Allah?". Kemudian ia menekur kedadanya, seraya bertanya: "Apakah yang akan kamu katakan, diberi rahmat engkau oleh Allah Ta'ala?". Kemudian, ia menjawab dengan jawaban yang sangat ganjil yang pernah aku dengar. Lalu aku tanyakan tentang tolehannya itu. Maka ia menjawab: "Tak ada padaku jawaban yang tersedia mengenai pertanyaan itu. Maka aku bertanya kepada yang empunya kiri. Ia menja­wab: "Aku tidak tahu". Lalu aku bertanya kepada yang empunya kanan. Dia itu lebih tahu dari yang empunya kiri. Ia menjawab: "Aku tidak ta­hu". (2).


Lalu aku melihat kepada hatiku dan aku bertanya kepadanya. Maka ia mengatakan kepadaku, apa yang aku jawabkan tadi kepadamu. Jadi, hati- Iah yang lebih tahu dari dua yang tersebut itu. Dan seakan-akan ini adalah pengertian sabda Nabi s.a.w.:-
أن في أمتي محدثين وإن عمر منهم
(Inna fii ummatii muhaddatsiina wa inna 'Umara minhum).
Artinya: "Sesungguhnya pada umatku ada orang-orang muhaddats (yang diilhami). Dan 'Umar r.a. adalah salah seorang dari mereka". (3).


1.     Yang dimaksudkan dengan "kamu berdua" itu, iatah: dua malaikat, dikiri dan dikahan kita (Peny.).
2.     Yang punya kiri, maksudnya: malaikat yang disebelah kiri kita. Dan yang punya kanan, ialah: malaikat yang disebelah kanan kita
3.  Hadits ini sudah diterangkan dahulu.
959



Pada atsar (ucapan Nabi s.a.w. atau shahabat), tersebut, bahwa Allah Ta'ala berfirman, yang maksudnya: "Barangmana hambaKu yang Aku melihat kepada hatinya, lalu kelihatan kepadaKu yang banyak padanya berpegang dengan zikirKu, niscaya Aku pimpin kebijaksanaannya, Aku adalah yang duduk, yang bercakap-cakap dan yang berjinak-jinakan de­ngan dia".


Abu Sulaiman Ad-Darani r.a. berkata: "Adalah hati itu laksana kubah yang diperbuat. Dikelilingnya pintu-pintu yang terkunci. Maka pintu manapun yang dibuka baginya, niscaya ia beramal padanya". Maka tampak lah terbukanya salah satu dari pintu hati kepihak alamul-malakut dan al-malail-a'la. Dan pintu itu terbuka dengan mujahadah, wara dan me ninggalkan nafsu-syahwat duniawi".


Karena itulah, Umar r.a. menulis surat kepada panghma-panglima tenta­ra: "Jagalah apa yang kamu dengar dari orang-orang yang ta'at. Sesung­guhnya menampak bagi mereka hal-hal yang benar!". Sebahagian ulama berkata: 'Tangan (kekuasaan) Allah diatas mulut para ahli-hikmat (hukama). Mereka tiada menuturkan sesuatu, selain dengan kebenaran yang disediakan oleh Allah untuk mereka". Hukama yang lain berkata: "Jikalau aku mau, niscaya aku mengatakan, bahwa Allah Ta'ala memperlihatkan kepada orang-orang khusyu' sebaha­gian rahasiaNya".


PENJELASAN: penguasaan setan atas hati, dengan waswas, pengertian waswas dan sebab kerasnya wawas itu.


Ketahuilah, bahwa hati sebagaimana telah kami sebutkan, adalah seperti kubah, yang diperbuat. Dan mempunyai pintu-pintu, yang ditegakkan kepada hati itu, hal ihwal, dari masing-masing pintu. Dan juga hati itu se­perti sasaran, yang ditegakkan kepadanya, panah dari segala pihak. Atau seperti cermin yang ditegakkan, singgah dicermin itu segala macam bentuk yang beraneka ragam. Lalu menampak padanya bentuk barang satu persatu. Dan tidak terlepas cermin itu dari bentuk-bentuk tersebut. Atau se­perti kolam yang tercurah kedalamnya air yang bermacam-macam dari sungai-sungai yang terbuka alirannya kekolam itu.


Sesungguhnya, tempat-tempat masuk bekas-bekas yang silih berganti ke­dalam hati itu, pada segala hal, adakalanya: dari zahiriah. Maka itu: pan­caindra yang lima. Adakalanya dari batiniah. Maka itu: khayal, nafsu syahwat,marah dan akhlak yang tersusun dari instinkt manusia. Maka sesung­guhnya manusia itu apabila mengetahui sesuatu dengan pancaindranya, la­lu berhasillah bekas daripadanya dalam hati. Begitu pula, apabila bergelora syahwatnya-umpamanya, disebabkan banyak makan dan kekuatan pada instinktnya, niscaya berhasillah bekas daripadanya didalam hati. Dan walaupun ia tercegah dari kepanca-indraan. Maka khayalan-khayalan yang


960


berhasil dalam jiwa itu tetap. Dan berpindahlah khayalan dari sesuatu ke­pada sesuatu yang lain. Dan menurut kepindahan khayal itu, berpindahlah hati dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Dan yang dimaksud, ialah bahwa hati itu selalu dalam perobahan dan pembekasan dari sebab-sebab tersebut.


Bekas yang terdapat dalam hati yang paling khusus, ialah: gurisan-gurisan didalam hati. Yang dimaksud dengan gurisan-gurisan itu, ialah: pemikiran- pemikiran yang terdapat dalam hati dan inga tan-ingatan. Ya'ni: pengetahu­an hati akan ilmu-ilmu. Adakalanya dengan jalan kontiniu dan adakalanya dengan jalan ingatan. Maka itu dinamai: gurisan-gurisan, d iman a ia tergu­ris sesudah hati itu melupakannya. Dan gurisan-gurisan itu adalah peng- gerak-penggerak kemauan. Sesungguhnya niat, cita-cita dan kemauan itu, berada tentunya sesudah terguris yang diniatkan dengan hati. Maka per- mulaan segala perbuatan, ialah: gurisan-gurisan. Kemudian gurisan itu, menggerakkan keinginan. Keinginan itu menggerakkan cita-cita. Cita-cita itu menggerakkan niat. Dan niat itu menggerakkan anggota badan. Dan gurisan-gurisan yang menggerakkan keinginan itu, terbagi kepada: yang mengajak kepada kejahatan. Ya'ni: yang akibatnya membawa kepada melarat. Dan yang mengajak kepada kebaikan. Ya'ni: kepada yang ber­manfa'at di negeri akhirat.


Keduanya itu adalah dua gurisan yang berlawanan. Keduanya memerlu­kan nama yang berlainan.


Maka gurisan yang terpuji, dinamai: ilham. Dan gurisan yang tercela, ya'­ni: yang mengajak kepada kejahatan, dinamai: waswas. Kemudian, anda mengetahui, bahwa gurisan-gurisan didalam hati itu, adalah: baharu (hadits). Kemudian tiap-tiap yang baharu, haruslah mempunyai: yang membaharukan (muhdits). Dan tatkala yang baharu itu bermacam-ma- cam, maka yang demikian itu menunjukkan atas bermacam-macam se- babnya. Ini diketahui dari sunnah Allah Ta'ala, pada penyusunan musabbab-musabbab diatas sebab-sebabnya. Manakala bercahayalah din- ding-dinding tembok rumah dengan cahaya api dan gelaplah atapnya dan menghitam dengan asap, maka tahulah anda, bahwa sebab kehitaman itu bukanlah sebab dari kesinaran. Begitu pula, kesinaran hati dan kegelap- anuya, mempunyai dua sebab yang berbeda. Maka sebab gurisan yang mengajak kepada kebajikan, dinamai: malaikat. Dan sebab gurisan yang 1 mengajak kepada kejahatan, dinamai: setan. Dan kehalusan yang menye- diakan hati untuk menerima ilham kebajikan, dinamai: taufiq. Dan yang menyediakan untuk menerima waswas setan, dinamai: kesesatan dan kehinaan. Maka pengertian-pengertian yang berbeda itu, memerlukan kepada nama-nama yang berbeda. Dan malaikat adalah makhluk yang dijadikan oleh Allah Ta'ala. Urusannya ialah melimpahkan kebajikan, memfaedah- kan ilmu, membuka kebenaran, berjanji dengan kebajikan dan menyuruh dengan yang baik. Allah Ta'ala menjadikannya yang demikian dan me-


961


nentukannya untuk yang demikian. Setan adalah makhluk yang urusannya berlawanan dengan yang demikian. Yaitu: janji dengan kejahatan, menyuruh perbuatan keji dan menakut-nakuti dengan kemiskinan, ketika orang bercita-cita kepada kebajikan.


Maka waswas adalah bertentangan dengan ilham. Setan bertentangan de­ngan malaikat. Dan taufiq bertentangan dengan kehinaan. Dan kepada inilah, diisyaratkan dengan firman Allah Ta'ala:-(Wa min kulli syai-in khalaqnaa zaujain).Artinya: "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan"- S. Adz-Dzariyat, ayat 49.


Sesungguhnya semua yang ada (maujud) itu bertentangan, bercampur-a- duk, selain Allah Ta'ala. Dialah yang tunggal, tiada bagiNya yang berten­tangan. Tetapi la Yang Maha Esa, Yang Benar, yang menjadikan segala yang berpasang-pasangan itu.


Hati itu tarik-menarik diantara setan dan malaikat. Nabi s.a.w. bersabda:-
في القلب لمتان لمة من الملك إيعاد بالخير وتصديق بالحق فمن وجد ذلك فليعلم أنه من الله سبحانه وليحمد الله ولمة من العدو إيعاد بالشر وتكذيب بالحق ونهي عن الخير فمن وجد ذلك فليستعذ بالله من الشيطان الرجيم ثم تلا قوله تعالى الشيطان يعدكم الفقر ويأمركم بالفحشاء (Fil-qalbi lammataani. Lammatun minal-malaki, ii 'aadun bil-khairi wa tash-diiqun bil-haqqi. Faman wajada dzaalika fal-ya'Iam annahu minallaahi s.ubhaanahu. Wal-yahmadillaaha. Wa lammatun minal-'aduwwi ii 'aadun bisy-syarri wa tak-dziibun bilhaqqi wa nahyun 'anil-khairi. Faman wajada dzaalika fal-jasta'idz billaahi minasy-syaithaanir-rajiin. Tsumma talaa qau- lahu Ta'aalaa: "Asy-syaithaanu ya'idukumul-faqra wa ya'murukum bil-fah- syaa-i).


Artinya: "Pada hati ada dua langkah. Yang satu dari malaikat: perjanjian dengan kebajikan dan pembenaran dengan yang benar. Barangsiapa mem­peroleh yang demikian, maka hendaklah ia tahu, bahwa itu adalah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan hendaklah ia memuji Allah! Dan yang satu langkah lagi dari musuh, perjanjian dengan kejahatan, pembohongan dengan yang benar dan larangan dari kebajikan. Barangsiapa memperoleh yang demikian,maka hendaklah iaberlindung dengan Allah dari setan yang terkutuk!". Kemudian Nabi s.a.w. membaca firman Allah Ta'ala, yang artinya: "Setan menjanjikan kemiskinan kepada kamu dan menyuruh mengerjakan pekerjaan keji". - S. Al-Baqarah, ayat 268. (1). Al-Hasan berkata: "Kedua langkah tadi adalah dua cita-cita yang berja­lan dalam hati. Suatu cita-cita daripada Allah Ta'ala dan suatu cita-cita


1. Hadits ini dirawikan At-Tirmidzi dari Ibnu Mas'ud dan termasuk hadits hasan.
962


lagi daripada musuh. Allah merahmati hambaNya yang tegak pada cita-citaNya. Maka apa yang daripada Allah Ta'ala, hendaklah diteruskan-nya. Dan apa yang daripada musuhNya, hendaklah dilawannya dengan mujahadah. Dan hati itu tarik-menarik diantara dua kekuasaan ini". Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Hati orang mu'min diantara dua anak jari dari anak-anak jari Tuhan Yang Mahapengasih".Allah Ta'ala mahasuci daripada mempunyai anak jari yang tersusun dari daging, tulang, darah dan urat yang terbagi dengan tulang-tulang anak jari. Tetapi roh anak jari itu lekas berbulak-balik dan sanggup menggerakkan dan merobah- kan. Anda tidak bermaksud anak jari anda itu sendiri, tetapi yang dimaksud­kan, ialah perbuatan anak jari itu berbalik-balik dan berbanyak gerak, sebagaimana anda melaksanakan segala perbuatan dengan anak jari an­da. Allah Ta'ala berbuat apa yang diperbuatNya, dengan menjadikan malaikat dan setan. Keduanya dijadikan dengan kekuasaanNya pada membalik-balikkan hati, sebagaimana anak-anak jari anda dijadikan bagi anda pada membalik-balikkan tubuh umpamanya.


Hati itu pada asal fitrahnya, pantas untuk menerima pengaruh malaikat dan pengaruh setan dalam keadaan yang sama. Tidak lebih kuat salah satu daripadanya terhadap yang lain. Hanya lebih kuat salah satu dari­pada kedua pihak itu, dengan mengikuti hawa-nafsu dan berkecimpung dalam nafus-syahwatnya atau berpaling daripadanya dan menyalahinya. Apabila manusia mengikuti kehendak marah dan hawa-nafsu, niscaya kekuasaan setan itu tampak dengan perantaraan hawa-nafsu. Dan hati menjadi tempat menetap dan tempat bermukim setan. Karena hawa-naf- su adalah rumput yang hijau dan tempat bersenang-senang setan. Jikalau bersungguh-sungguh melawan hawa-nafsu dan tidak memberi kekuasaan kepada hawa-nafsu untuk menguasai dirinya dan ia menyerupai dengan akhlak malaikat a.s., niscaya hatinya menjadi tempat ketetapan malaikat dan tempat singgahannya.


Manakala hati itu tidak terlepas dari nafsu-syahwat, marah, loba, rakus, panjang angan-angan dan sifat-sifat kemanusiaan lainnya, yang bercabang dari hawa-nafsu, maka tidak ragu lagi, bahwa hati itu tidak terle­pas daripada setan didalamnya, yang mundar-mandir dengan waswas. Karena itulah Nabi s.a.w. bersabda :-
ما منكم من أحد إلا وله شيطان قالوا وأنت يا رسول الله قال وأنا إلا أن الله أعانني عليه فأسلم فلا يأمر إلا بخير
(Maa minkum min ahadin illaa wa lahu syaithaanun. Qaaluu: wa anta yaa Rasuulallaah? Qaala: wa ana illaa annallaaha a'aananii 'alaihi fa aslama. Falaa ya'muru illaa bikhairin').Artinya: "Masing-masing kamu mempunyai setannya. Lalu para shahabat bertanya: "Dan engkau wahai Rasulullah?". Nabi s.a.w. menjawab: "Juga


963


saya. Hanya saya ini ditolong oleh Allah Ta'ala terhadap setan itu. Lalu ia Islam, maka ia tidak menyuruh, kecuali yang kebajikan". (1). Sesungguhnya adalah demikian, karena setan itu tidak berbuat sesuatu, kecuali dengan perantaraan hawa-nafsu. Maka siapa yang ditolong oleh Allah Ta'ala terhadap hawa-nafsunya, sehingga hawa-nafsu itu tidak ber- kembang, selain menurut yang lay.ak dan kepada batas yang layak, maka hawa nafsunya itu tidak mengajak kepada kejahatan. Setan yang menggu- nakan hawa-nafsu yang demikian, tidak menyuruh, selain yang kebajikan. Manakala mengingati duniawi sudah berkeras pada hati sepanjang kehendak hawa-nafsu, niscaya setan memperoleh jalan. Lalu ia mendatangkan bisikan dalam hati manusia. Manakala hati telah berpaling kepada mengi­ngati Allah Ta'ala, niscaya setan itu pergi dan sempitlah jalannya. Lalu malaikat menghadap kehati itu dan membawa ilham. Jatuh-menjatuhkan diantara tentara malaikat dan tentara setan dalam pe- perangan hati itu berjalan terus-menerus. Sehingga terbukalah hati kepada salah satu daripada keduanya. Lalu yang satu itu bertempat dan menetap didalam hati. Dan singgahnya yang kedua lagi kedalam hati, adalah secara perebutan.


Kebanyakan hati yang telah dikalahkan oleh tentara setan dan dimiliki- nya, lalu hati itu penuhlah dengan waswas yang mengajak kepada mengutamakan duniawi dan membuang akhirat. Dan permulaan kekuasaan ten­tara setan itu, ialah menuruti segala keinginan dan hawa-nafsu. Dan tidak mungkin mengalahkannya sesudah itu, selain dengan mengosongkan hati dari makanan setan. Yaitu: hawa-nafsu dan segala keinginan syahwat. Dan pembangunannya, ialah dengan mengingati Allah Ta'ala yang membawa pengaruh malaikat kedalam hati.


Jabir bin 'Ubaidah AI- 'Adawi berkata: "Aku mengadu kepada Al-'Ula' bin Ziyad, bahwa aku tiada memperoleh waswas dalam dadaku. Lalu beliau menjawab: "Contoh yang demikian adalah seperti rumah yang dimasuki pencuri. Kalau ada sesuatu dalam rumah itu, lalu diambilnya. Kalau tidak ada, maka pencuri itu terus pergi dan meninggalkan rumah itu". Ya'ni: bahwa hati yang kosong dari hawa-nafsu, tidak akan dimasuki se­tan.Karena itulah Allah Ta'ala berfirman:-(Inna'i-baadii lai-sa laka 'alaihim sulthaa-nun).Artinya: "Sesungguhnya hamba-hambaKu, engkau tiada mempunyai ke­kuasaan atas mereka". - S. Al-Isra ayat 65.


Maka tiap-tiap orang yang mengikuti hawa-nafsu itu, adalah budak hawa-


1. Dirawikan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
964*


nafsu, bukan hamba Allah. Karena itulah, Allah Ta'ala menguasakan se­tan atas orang tersebut. Allah Ta'ala berfirman:-


(A fa ra-aita mani't-takhadza ilaahahu hawaah).Artinya: "Adakah engkau Iihat orang yang mengambil keinginan (nafsu- nya) menjadi tuhannya?". - S. Al-Jatsiyah, ayat 23.


Itu adalah isyarat, bahwa sebahagian dari hawa-nafsu itu, menjadi tuhan dan penyembahannya. Maka dia itu budak hawa-nafsu, bukan hamba Allah. Karena itulah, 'Amru bin 'Ash (1) berkata kepada Nabi s.a.w.:- "Wahai Rasulu'llah! Setan itu menghalangi aku dari shalatku dan qiraah- ku (pembacaan Al-Qur-an)". Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Itu adalah setan yang dinamai: Khanzab Apabila engkau merasakannya, maka berlin- dunglah daripadanya dengan Allah Ta'ala! Dan ludahilah kekiri engkau ti­ga kali!" 'Amru bin 'Ash meneruskan ceriteranya: "Lalu aku lakukan yang demikian. Maka Allah Ta'ala menghilangkan setan itu "daripadaku" (2)-


Tersebut pada hadits:-
إن للوضوء شيطانا يقال له الولهان فاستعيذوا بالله منه
(Inna lil-wadluu-i syathaanan, yuqaalu lahul-walhaanu. Fasta'iidzu billaa-hi minhu').Artinya: "Wudlu' itu mempunyai setan, yang dinamai: Walhan. Maka ber- lindunglah dengan Allah Ta'ala daripadanya!" (3).


Waswas setan itu tidak terhapus dari hati, selain dengan mengingati yang lain daripada yang mewaswaskan itu. Karena apabila terguris dalam hati, ingatan sesuatu, niscaya hilanglah yang telah ada didalam hati sebelum- nya. Akan tetapi semua itu, selain Allah Ta'ala dan yang berhubungan de­ngan Allah Ta'ala, maka boleh pula bahwa hati itu adalah tempat lalu- lintasnya setan. Dan mengingati Allah adalah yang mendatangkan ke- amanan keliling hati. Dan yang memberi-tahukan bahwa hati itu bukanlah tejnpat lalu lintasnya setan.


Mengobati sesuatu itu adalah dengan lawannya. Dan lawan semua bisikan setan itu, ialah mengingati Allah Ta'ala dengan berlindung padaNya. Dan melepaskan diri dengan daya dan tenaga. Dan itulah artinya perkataan ki ta:-


1.  Menurut Kitab "Ithaf" syarah Ihya', yang betul, Usman bin Abil-'Ash", yaitu "Abu Abdillah Ats-Tsaqafi Ath-Thaiff', bukan 'Amru bin 'Ash- (Pe,ny.).
2.  Hadits ini dirawikan Muslim dari 'Amru bin 'Ash.
3.  Hadits ini dirawikan At. Tirmizi. dari Ubai bin Ka'ab. Katanya: hadits gharib.
965*


قولك أعوذ بالله من الشيطان الرجيم ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم


 (A'uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim. Wa laa haula wa laa quwwata iUaa billaahil-'aliyyil-'adhiim).Artinya: "Aku Berlindung dengan Allah Ta'ala dari setan yang terkutuk. Tiada day a dan upaya, selain dengan Allah Yang Mahatinggi dan Maha- besar".


Dan tiada yang menyanggupi demikian, selain orang-orang taqwa, yang dimenangi oleh ingatan kepada Allah Ta'ala pada mereka. Dan setan itu berkeliiing pada mereka, pada waktu-waktu lengah dengan jalan mencari kesempatan. Allah Ta'ala berfirman:-
أن الذين اتقوا إذا مسهم طائف من الشيطان تذكروا فإذا هم مبصرون
(Innal-la-dziina't-ta-qau idzaa massa-hum thaa-ifun minasy-syai-thaani ta- dzakkaruu fa-idzaa hum mub-syiruun).Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka ditipu setan yang datang berkunjung, mereka ingat kembali dan ketika itu mereka menjadi orang-orang yang mempunyai pemandangan". - S. Al- A'raf, ayat 201.


Mujahid berkata tentang pengertian firman Allah Ta'ala:-
من شر الوسواس الخناس
(Min syarril-waswaasil-khannaas).
Artinya: "Dari bahaya bisikan . (setan) yang mengendap". - S. An-Nas, ayat 4, yaitu: setan itu mengembang pada hati. Apabila orang mengingati Allah Ta'ala, maka setan itu mengendap dan kuncup. Apabila lupa kepada Allah Ta'ala, niscaya setan itu berkembang pada hatinya. Perlawanan an­tara mengingati Allah Ta'ala dan bisikan setan, adalah seperti perlawanan antara cahaya dan gelap dan antara malam dan siang. Dan karena berla- wanan keduanya itu, Allah Ta'ala berfirman:-
استحوذ عليهم الشيطان فأنساهم ذكر الله
(Istah-wa-dza 'alai-himusy-syaithaa-nu fa ansaa-hum dzikra'l-laah). Artinya: "Setan telah menguasai mereka dan melupakan mengingati Allah". - S. Al-Mujadalah, ayat 19. Anas berkata: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda:-


966*


(Innasy-syaithaana waadli'uu khurthuumahu 'alaa qalbi'bni Aadaroa. Fa in huwa dzakaral-laaha Ta'aalaa khanasa wa in nasial-laaha Ta'aala '1-ta- qama qalbahu).


Artinya: "Setan itu meletakkan belalainya pada hati anak Adam (manu­sia). Apabila manusia itu mengingati Allah Ta'ala, niscaya setan itu me- ngendap. Dan jikalau ia melupakan Allah Ta'ala, niscaya setan itu akan menelan hatinya". (1).


Ibnu Wadl-dlah berkata pada suatu hadits yang disebutkannya:-


(Idzaa balaghar-rajulu arba'iina sariatan wa lam yatub, masahasy-syaithaa- nu. wajhahu biyadihi wa qaala:biabii wajhu man laa yuflihu). Artinya: "Apabila sampai seseorang empat puluh tahun dan tidak berto- bat, niscaya setan menyapu mukanya dengan tangannya. Dan setan itu berkata: "Demi bapaku! Muka orang yang tiada memperoleh kemenang- an". (2).


Sebagaimana nafsu-syahwat itu bercampur dengan daging dan darah ma­nusia, maka kekuasaan setan juga berjalan dalam daging dan darahnya. Dan mengelitmgi hati dari segala pinggirnya. Karena itulah Nabi s.a.w.bersabda:-


(Innasy-syaithaana yajri minabni Aadama majrad-dami. Fadlayyiquu ma- jaariahu bil-juu'i).Artinya: "Sesungguhnya setan itu berjalan pada manusia pada tempat jalannya darah. Maka sempitkanlah tempat jalannya itu dengan lapar!" - Of).


Yang demikian itu, adalah karena lapar menghancurkan nafsu-syahwat. Dan tempat jalannya setan, ialah nafsu-syahwat. Dan karena berkeliling- nya nafsu-syahwat bagi hati dari segala pinggirnya. Allah Ta'ala berfir­man, menerangkan tentang Iblis:-


1.  Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, hadits dla'if.
2. Menurut Al-Iraqi, bahwa ia tidak peraah menjumpai hadits ini.
3.   Hadits ini dirawikan Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim serta Abu Daud dan Ibnu Ma- jah.
967*


(La aq'udanna lahum shiraa thaka'l-mustaqiima tsumma la-aa tiyanriahum min baini aidiihim wa rnin khal-fihim wa 'an aimaa-nihim wa 'an sya- maa-ili-him).


Artinya: "Aku akan duduk mengganggu mereka dari jalan yang lurus. Ke­mudian itu, aku datang kepada mereka dari hadapan dan dari belakang- nya, dari kanan dan dari kirinya". - S. Al-A'raf, ayat 16 - 17. Nabi s.a.w. bersabda:-



(Innasy-syaithaana qa'ada libni Aadama bi-thuruqin. Fa qa'ada lahu bi- thariiqil-Islaami. Fa qaala: A tuslimu wa tatruku diinaka wa diina aabaa- ika? Fa'ashaahu wa aslama. Tsumma ga'ada lahu bithariiqil-hijrati. Fa qaala a tuhaajiru, a tada'u ardlaka wa samaa-aka. Fa 'ashaahu wa hajara. Tsumma ga'ada lahu bitariiqil-jihaadi. Fa qaala a tujaahidu wa huwa tala- fun-nafsi wal-maali. Fa tuqaatilu fa tuqtalu fa tunkahu nisaa-uka wa juqsa- mu maaluka. Fa 'ashaahu wa jaahada).


Artinya: "Sesungguhnya setan itu duduk mengganggu manusia dengan be- berapa jalan. Ia duduk melakukan gangguan itu dengan jalan Islam. Setan itu berkata kepada manusia: "Apakah kamu masuk Islam, meninggalkan agamamu dan agama nenek-moyangmu?". Tetapi manusia itu menantang setan dan memeluk Agama Islam.. Kemudian, setan itu duduk menggang­gu manusia dengan jalan hijrah. Setan itu berkata: "Apakah kamu akan hijrah, meninggalkan bumimu dan langitmu?". Tetapi manusia itu menan­tang setan dan berhijrah. Kemudian, setan itu duduk mengganggu manu­sia dengan jalan jihad. Setan itu berkata: "Apakah kamu akan berjihad, sedang jihad itu menghilangkan nyawa dan harta? Kamu akan berperang, lalu kamu terbunuh. Maka istrimu akan dikawini oleh orang lain dan har- tamu akan dibagi-bagikan". Tetapi manusia itu menantang setan dan ber­jihad". Dan Rasulu'llah s.a.w. bersabda:


(Fa man fa'ala dzaalika fa maata kaana haqqan 'ala'llaahi an yudkhilahul- jannah).


Artinya: "Barangsiapa berbuat demikian, lalu meninggal dunia, niscaya


968*


berhak bagi Allah memasukkannya kedalam sorga" (1). Rasulu'llah s.a.w. menyebutkan arti bisikan. Yaitu: gurisan-gurisan dida­lam hati yang terguris bagi seorang pejuang (mujahid), bahwa ia akan ter- bunuh dan isterinya akan dikawini oleh orang lain dan gurisan-gurisan yang lain, yang mengelakkannya daripada jihad.


Gurisan-gurisan tersebut itu dapat dimaklumi. Jadi, bisikan itu dapat di- maklumi dengan penyaksian. Dan semua gurisan itu mempunyai sebab. Dan menghendaki kepada nama yang dikenalinya. Maka nama sebabnya, ialah: setan. Dan tidak akan tergambar, bahwa manusia itu dapat terlepas dari setan. Hanya manusia itu berbeda diantara seorang dengan lainnya, tentang kedurhakaannya dan penurutannya kepada setan. Karena itulah, Nabi s.a.w. bersabda:-


(Maa min ahadin, illaa wa lahu syaithaanun).


Artinya: "Masing-masing orang itu mempunyai setannya" (2).


Maka dengan penelitian yang semacam ini, jelaslah arti: bisikan, ilham,


malaikat, setan, taufiq dan penghinaan.


Kemudian,sesudah ini terdapatlah pandangan bagi orang yang memperha- tikan tentang setan itu, bahwa setan itu tubuh halus atau bukan tubuh, Ji­kalau dia itu tubuh, maka bagaimanakah masuk kedalam tubuh manusia, barang yang ibertubuh.


Mengenai ini sekarang, tidak diperlukan pada ilmu-mu'amalah. Akan teta­pi orang yang membahas tentang ini adalah seperti orang, yang masuk ular kedalam bajunya. Ia memerlukan untuk menghilangkan ular itu dan menolak kemelaratannya. Lalu ia sibuk membahas tentang warna, bentuk, panjang dan lebarnya ular itu. Yang demikian adalah kebodohan sejati. Maka berdesak-desaknya gurisan-gurisan yang menggerakkan kepada kejahatan, telah diketahui. Dan yang demikian menunjukkan dengan pas- ti, terjadinya dengan sesuatu sebab. Dan telah diketahui, bahwa yang me­ngajak kepada kejahatan yang ditakuti pada masa mendatang itu musuh. Dan musuh itu telah diketahui dengan pasti. Maka seyogialah bekerja de­ngan sungguh-sungguh melawannya. Allah S.W.T. telah memperkenalkan musuhNya pada banyak tempat dalam Kitab-SuciNya, untuk diimani dan dipeliharakan diri daripadanya. Allah Ta'ala berfirman:-



1. Hadits Ini dirawikan An-Nasa-i dari Sabrah bin Abi Fakih dan sahih isnadnya.
2. Hadits ini telah diterangkan dahulu.
969*


(Innasy-syaithaana lakum 'aduwwun fat-takhidzuu 'aduuwwan, innamaa, yad'uu hizbahu li-yakuunuu min ash-haabis-sa-iir).


Artinya: "Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab itu, perlakukanlah dia sebagai musuh! Dia hanya memanggil kawan separtainya, supaya men­jadi isi neraka yang menyala". — S. Fathir, ayat 6. Allah Ta'ala berfirman:-


( T- -JZojjr')


(A lam a'had ilaikum yaa banii Aadama an laa ta'budusy-syaithaana, in- nahu lakum aduwwun mubiin)


Artinya: "Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kamu, hai anak- anak Adam, bahwa janganlah kamu memuja setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang terang bagi kamu". — S. Ya Sin, ayat 60. Maka seyogialah bagi hamba Allah, bekerja menolak musuh daripada diri­nya: Tidak menanyakan tentang asal usul musuh itu, bangsanya dan tempat tinggalnya. Benar, seyogialah ia menanyakan tentang senjatanya, supa­ya ia dapat menolaknya dari dirinya. Dan senjata setan itu, ialah hawa- nafsu dan segala keinginan. Dan yang demikian itu mencukupi bagi orang yang berilmu. Adapun mengenali zat setan, sifatnya dan hakekatnya, kita berlindung dengan Allah daripadanya dan hakekat malaikat maka yang demikian itu, bidang orang-orang arifin, yang mendalami ilmu-mukasya- fah. Tidak diperlukan mengetahuinya pada ilmu-mu'amalah. Benar, seyogialah diketahui, bahwa gurisan-gurisan itu terbagi kepada: yang diketahui dengan pasti, bahwa gurisan itu mengajak kepada kejahat­an. Maka tidak tersembunyi lagi, bahwa gurisan itu adalah: bisikan setan. Dan kepada: yang diketahui, bahwa gurisan itu mengajak kepada kebajik­an. Maka tidak diragukan, tentang gurisan itu, adalah: ilham. Dan ke­pada: yang diragukan, maka tidak diketahui, apakah dari langkah malaikat atau dari langkah setan. Sesungguhnya diantara tipuan setan itu, ialah: mendatangkan kejahatan pada tempat kebajikan. Dan amat sulit membe- dakannya. Dan kebanyakan hamba Allah mendapat kebinasaan. Dan setan itu sesungguhnya tidak sanggup mengajak kepada kejahatan yang tegas. Lalu ia membentuk kejahatan dengan bentuk kebajikan. Umpamanya: se­tan itu mengatakan kepada ulama, dengan jalan pengajaran: "Apakah an­da tidak melihat kepada orang banyak, bahwa mereka itu mati dari kebo­dohan dan binasa dari kelalaian? Mereka itu mendekati kepada api-nera- ka. Adapun anda mempunyai belas-kasihan kepada hamba-hamba Allah. Anda lepaskan mereka dari tempat kebinasaan dengan nasehat dan penga­jaran anda. Allah Ta'ala telah memberi ni'mat kepada anda dengan hati yang melihat, lidah yang lancar dan cara berbicara yang dapat diterima o- rang. Maka bagaimanakah anda mengingkari ni'mat Allah Ta'ala dan ber-


970*


buat yang memarahiNya? Dan anda berdiam diri daripada mengembang- kan ilmu dan mengajak manusia kepada jalan yang lurus?". Senantiasalah setan itu menetapkan yang demikian pada diri ulama dan menariknya dengan daya-upaya yang lemah-lembut. Sehingga ulama itu bekerja mengajari manusia. Kemudian, sesudah itu, diajaknya ulama tadi, sampai menghiasi diri untuk manusia dan berbuat-buat dengan kata-kata yang dibagus-baguskan dan kebajikan yang diperlihat-lihatkan. Seraya setan itu berkata kepada ulama tersebut: "Jikalau anda tidak berbuat demikian, niscaya hilanglah pengaruh perkataan anda dari hati mereka. Dan mereka tidak mendapat petunjuk kepada kebenaran".


Senantiasalah setan itu menetapkan yang demikian pada uiama tersebut. Dan waktu ia sedang memuji ulama itu, lalu ia menguatkan hal-hal yang bercampur dengan ria, diterima orang banyak, enaknya kemegahan dan memperoleh kemuliaan dengan banyak pengikut dan pengetahuan, serta memandang kepada orang banyak dengan pandangan hina. Lalu ulama yang patut dikasihani tadi, terjerumus dengan nasehat itu kepada kebina- saan. Maka ia berbicara, dengan menyangka bahwa maksudnya kebajikan, sedang sebenarnya maksudnya mencari kemegahan dan untuk disambut oleh orang banyak. Maka binasalah ia dengan sebabnya. Dan ia menyang­ka, bahwa ia mendapat tempat disisi Allah Ta'ala. Padahal ia termasuk diantara mereka yang dikatakan oleh Rasulu'llah s.a.w.:-


(Inna'llaaha la-yuayyidu haadzad-diina bi-qaumin laa khalaaqa lahum). Artinya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menguatkan Agama ini dengan orang-orang (kaum) yang tidak berbudi-pekerti mulia (berakhlak)". (1). Dan sabda Nabi s.a.w. :-


(Inna'llaaha la-yuayyidu haadzad-diina bir-rajulil-faajir).


Artinya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menguatkan Agama ini dengan laki-


laki zaiim". (2).


Karena itulah, diriwayatkan bahwa Iblis-dikutuki oleh Allah dia kiranya - datang kepada Nabi Isa a.s., seraya berkata kepadanya: "Katakanlah "Laa ilaaha illa'llaah!". Lalu Nabi Isa a.s. menjawab: "Itu adalah perka­taan benar dan aku tiada akan mengatakannya dengan perkataanmu". Ka­rena mempunyai juga penipuan-penipuan dibawah yang kebajikan. Dan


1.   Hadits ini dirawikan An-Nasa-i dari Anas, dengan isnad yang baik.
2.  Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Musiim dari Abi Hurairah r.a.
971*


penipuan setan itu dari yang sejenis ini, tidaklah berkesudahan. Dengan penipuan itu, maka binasalah para ulama, orang-orang abid (banyak iba- dah), orang zuhud, orang fakir, orang kaya dan segala jenis manusia, dari­pada orang-orang yang tiada menyukai kejahatan yang terang. Dan tiada menyukai dirinya terjerumus dalam perbuatan maksiat yang terbuka. Dan akan kami sebutkan sejumlah tipuan setan dalam "Kitab Penipuan" pada akhir rubu ini. Mudah-mudahan jika waktu mengizinkan, kami akan me- nyusun suatu kitab khusus, yang akan kami namakan: Penipuan Iblis". Se- karang sesungguhnya telah berkembang penipuannya dalam negeri dan pada hamba-hamba Allah. Lebih-lebih pada mazhab-mazhab dan aqidah- aqidah. Sehingga kebajikan itu tidak tinggal lagi, selain gambarannya. Se­mua itu karena mengikuti penipuan setan dan tipu-dayanya. Maka haklah diatas hamba Allah, berhenti pada tiap-tiap kesusahan yang terguris kepadanya. Supaya diketahuinya, bahwa kesusahan itu dari lang­kah malaikat atau langkah setan. Dan bahwa ia mendalamkan perhatian dengan pandangan mata- nati, tidak dengan hawa-nafsu nalurinya. Dan ia tidak memandang kepadanya selain dengan nur taqwa, mata hati dan ba- nyaknya pengetahuan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:-


(Innal-ladziina't-taqau, idzaa massahum thaa-ifun minasy-syaithaani ta- dzakkaruu, fa idzaa hum mubshiruun).Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka diti- pu setan yang datang berkunjung, mereka ingat kembali (kembali kepada nur ilmu) dan ketika itu mereka menjadi orang-orang yang mempunyai pemandangan". - S. AI-A'raf, ayat 201. Artinya: terbuka bagi mereka kesulitan.


Adapun orang yang tidak menyukai dirinya dengan taqwa, maka tabiat (instink)nya cenderung kepada mengikuti penipuan setan, dengan menu- ruti hawa-nafsu. Maka banyaklah kesalahannya dan segeralah kebinasaan- nya, sedang ia sendiri tidak merasakan yang demikian. Orang-orang yang seperti itu, Allah S.W.T., berfirman:-


(Wa badaa lahum minal-laahi maalam yakuunuu yahtasibuun). Artinya: "Dan ketika itu jelas bagi mereka, bahwa apa-apa yang dahulu- nya mereka tiada kira itu, memang dari Allah". — S. Az-Zumar, ayat 47. Ada yang mengatakan, itu adalah: amalan-amalan, yang disangka mereka itu baik sedang sebenarnya adalah jahat. Yang paling rumit, dari berbagai


972*


macam ilmu mu'amalah, ialah: mengetahui tipuan nafsu dan tipu-daya se­tan. Yang demikian itu, adalah fardlu 'ain atas tiap-tiap hamba Allah, Dan kebanyakan orang sudah manyia-nyiakannya. Mereka sibuk dengan pengetahuan yang menarik bisikan setan kepada mereka dan setan telah menguasai mereka. Dan melupakan mereka akan permusuhan dan jalan menjaga diri daripada setan. Dan tiada terlepas dari kebanyakan bisikan itu, selain dengan menutup pintu-pintu gurisan didalam hati. Dan pintu- pintunya, ialah: pancaindera yang lima. Pintu-pintunya itu dari dalam naf­su-syahwat dan h,ubungan duniawi. Berkhilwah dalam sebuah rumah yang gelap itu menutupkan pintu pancaindra. Melepaskan - diri dari keluarga dan harta itu menyedikitkan tempat masuk bisikan dari dalam. Dan bersama itu, yang masih ada, ialah: tempat masuk batiniahnya dalam khayal­an yang berjalan pada hati. Dan yang demikian, tidak dapat ditolak, sela­in dengan menyibukkan hati mengingati Allah Ta'ala. Kemudian, setan itu senantiasa menarik hati, bertengkar dengan hati dengan perantaraan nafsu dan melalaikan hati daripada mengingati Allah Ta'ala. Maka haruslah ber- mujahadah melawannya. Dan inilah mujahadah, yang tiada akhirnya, selain dengan mati. Karena seorangpun tiada terlepas dari tipu-daya setan, selama ia hidup.


Benar, kadang-kadang seseorang itu kuat, dimana ia tidak mengikuti se­tan, menolak kejahatan setan daripada dirinya dengan jihad. Akan tetapi, sekali-kali tidak dapat melepaskan jihad dan mempertahankan diri, selama darah masih mengalir dalam tubuhnya. Karena selama masih hidup, maka pintu-pintu s^tan itu terbuka kepada hatinya, tiada terkunci. Yaitu: naf­su-syahwat, "marah, dengki, loba, rakus dan lainnya, sebagaimana akan datang uraiannya.


Selama pintu itu terbuka dan musuh tidak lengah, maka tiada pertahanan, selain dengan penjagaan dan mujahadah. Seorang laki-laki bertanya kepa­da Al-Hasan: "Hai Abu Sa'id! Adakah setan itu tidur? Lalu Al-Hasan ter- senyum dan menjawab: "Jikalau ia tidur, niscaya kita dapat beristirahat". Jadi, tiada terlepas bagi orang mu'min daripada setan. Benar, orang mu'min itu mempunyai jalan menolak setan dan melemahkan kekuatan- nya. Nabi s.a.w. bersabda:-


(Innalmu'mina yundlii syaithaanahu kamaa yundlii ahadukum ba'iirahu fii safarihi).


Artinya: "Sesungguhnya orang mu'min itu menguruskan setannya, sebagai mana seseorang kamu menguruskan untanya dalam perjalanan". (1). Ibnu Mas'ud berkata: "Setan orang mu'min itu kurus". Qais bin Al-Haj-


1. Hadits ini dirawikan Ahmad dari Abi Hurairah.
973*


jaj berkata: "Setanku berkata kepadaku: "Aku masuk padamu dan aku adalah seperti unta gemuk. Dan sekarang aku seperti burung pipit". Lalu aku bertanya: "Mengapa demikian?". Setan.itu menjawab: "Engkau cairkan aku dengan dzikir (mengingati) Allah Ta'ala". Orang yang taqwa, tidak sukar baginya menutup pintu setan dan menjaga- nya dengan penjagaan. Ya'ni: pintu-pintu yang tampak dan jalan-jalan yang terang, yang membawa kepada kemaksiatan zahiriah. Sesungguhnya mereka jatuh pada jalan-jalannya yang tersembunyi. Mereka tiada mem­peroleh petunjuk kepada jalan-jalan itu, lalu dapat menjaganya, sebagai­mana telah kami isyaratkan kepadanya tentang tertipunya ulama dan juru- juru nasehat.


Yang sukar, ialah, bahwa: pintu-pintu yang terbuka bagi setan kepada hati itu banyak, sedang pintu malaikat itu sebuah saja. Dan pintu yang sebuah itu menyerupai dengan pintu-pintu yang banyak tadi. Maka hamba Allah pada pintu-pintu itu, seperti orang musafir yang tinggal pada suatu desa, yang banyak jalannya, sukar tempat yang dijalani, dalam malam yang ge- lap-gulita. Hampir ia tiada mengetahui jalannya, selain dengan mata yang dapat melihat dan terbitnya matahari yang cemerlang. Mata yang dapat melihat disini, ialah hati yang bersih dengan taqwa. Dan matahari yang cemerlang, ialah ilmu yang banyak, yang terambil dari Kitab Allah Ta'ala dan Sunnah RasulNya s.a.w., dari apa yang menunjukkan kepada jalan- jalan yang sulit. Jikalau tidak, maka jalan-jalan itu amat banyak dan su­kar.


Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: "Rasulu'llah s.a.w. telah menggariskan bagi kami pada suatu hari, suatu garis, .seraya bersabda: "Inilah jalan Allah!". Kemudian, beliau menggariskan beberapa garis, disebelah kanan dan disebelah kiri garis tadi. Kemudian, beliau bersabda: "Inilah jalan- jalan dan pada tiap-tiap jalan ini ada setan, yang mengajak kepadanya". Lalu beliau membaca ayat ini, untuk menerangkan garis-garis'itu:-


(Wa anna haadzaa shiraathii mustaqiiman fat-tabi'uuhu wa laa tat-tabi'us- subul).


Artinya: "Sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus, maka turutlah! Dan ja- nganlah kamu turutkan jalan-jalan (untuk garis-garis itu).- S. Al-An'am, ayat 153. (1).


Rasulu'llah s.a.w. menerangkan tentang banyaknya jalan-jalan setan. Kami telah menyebutkan suatu contoh jalan yang sulit itu dari jalan-jalan setan tadi. Setan itu dengan jalan tersebut, menipu para ulama dan orang- orang 'abid (yang banyak beribadah), yang memiliki nafsu-syahwat, yang


1. Hadits ini dirawikan An-Nasa-i dari Ibnu Mas'ud dan shahih isnad.
974*


mencegah diri dari perbuatan-perbuatan ma'siat yang nyata. Maka hen­daklah sekarang kami menyebutkan suatu contoh dari jalan setan yang; te- rang itu, yang tidak tersembunyi. Kecuali, bahwa anak Adam itu terpaksa menempuhnya. Dan yang demikian itu, apa yang diriwayatkan daripada Nabi s.a.w., bahwa beliau bersabda: "Ada seorang biarawari pada Bani Israil (kaum Yahudi). Maka setan menuju kepada seorang wanita cantik, lalu dicekeknya. Dan setan itu membisikkan dalam hati keluarga wanita tadi, bahwa obatnya ada pada biarawan itu. Lalu merekapun membawa wanita tersebut kepada biarawan tadi. Biarawan itu segan menerimariya. Tetapi mereka itu senantiasa mendesaknya, sehingga diterimanya. Maka tatkala wanita itu pada biarawan tersebut untuk diobatinya, lalu datanglah setan kepadanya. Setan itu mengajaknya untuk mendekati wanita tadi. Dan selalulah yang demikian, sehingga biarawan itu bersetubuh dengan wanita itu. Lalu kemudian, wanita itu mengandung. Setan tadi membisik­kan kepada biarawan itu, seraya berkata: "Sekarang, engkau telah berbu­at keji. Keluarganya akan datang kepada engkau.



Bunuhlah wanita itu! Kalau mereka bertanya kepada engkau, jawablah, bahwa wanita itu mati sendiri". Biarawan itupun lalu membunuh wanita tersebut dan menguburkannya. Kemudian, setan itu datang kepada kelu­arga wanita itu, membisikkannya dan menyampaikan kedalam hati mere­ka, bahwa biarawan itu telah membuat wanita itu mengandung. Kemudian membunuhnya dan menguburkannya. Maka datanglah keluarga wanita tersebut kepada biarawan itu, menanyakan tentang wanita tadi. Biarawan itu menjawab,( bahwa wanita itu telah mati. 'Lalu keluarganya mengambil biarawan itu untuk dibunuhnya. Maka setan datang kepada biarawan tadi, seraya berkata: "Saya yang mencekek wanita itu dan saya yang membisik­kan dalam hati keluarganya. Dari itu, patuhilah aku supaya engkau lepas dan aku lepaskan engkau dari tangan mereka". Biarawan itu bertanya: "Dengan apa?". Setan itu menjawab: "Sujudlah kepadaku dua sujud!". Lalu biarawan tadi sujud kepada setan itu dua sujud. Maka berkatalah se­tan kepadanya: "Aku berlepas tangan dari engkau". Orang itulah yang di­katakan oleh Allah Ta'ala:-



(Ka-matsalisy-syaithaani, idz qaala lil-insaani'k-fur. Fa lammaa kafara, qaala: innii barii-un minka).Artinya: "Seumpama setan, ketika berkata kepada manusia: "Sangkallah Tuhan!". Setelah orang itu menyangkal Tuhan, lalu ia (setan) itu berkata: "Aku berlepas tangan terhadap engkau". - S. Al-Hasyr, ayat 16. (1).


1. Hadits ini dirawikan oleh Ibnu Abid-Dun-ya dan oleh Al-Hakim dari Ali bin Abi Talib dan katanya: shahih isnad.
975*



Lihatlah sekarang kepada tipu-daya setan itu dan dipaksanya biarawan kepada dosa besar tersebut. Semua itu karena patuhnya kepada setan me­nerima wanita itu untuk diobati. Dan itu adalah urusan yang mudah. Ka­dang-kadang teman setan itu menyangka bahwa pekerjaan yang dilaku- kannya itu kebajikan dan baik. Lalu baiklah yang demikian itu dalam ha­tinya, dengan tersembunyinya hawa-nafsu. Maka ia tampil kepada perbu- atan tersebut, seperti orang yang gemar pada kebajikan. Lalu pekerjaan itu keluar kemudian dari pilihannya. Dan dia ditarik oleh sebahagian pe­kerjaan kepada sebahagian yang lain, dimana ia tidak mendapat jalan ke­luar. Maka kita berlindung dengan Allah daripada menyia-nyiakan permu laan segala urusan. Dan kepada inilah diisyaratkan oleh sabda Nabi s.a.w.:-



(Man haama haulal-himaa yuusyiku an yaqa'a fiihi).Artinya: "Barangsiapa berputar-putar dikeliling yang dilarang, besar kemungkinan ia akan jatuh kedalamnya". (2).


PENJELASAN: penguraian tempat-tempat masuknya setan kedalam hati.


Ketahuilah, bahwa contohnya hati itu seperti benteng. Dan setan itu mu­suh, yang bermaksud masuk kedalam benteng. Lalu ia memilikinya dan menguasainya. Dan tidak sanggup menjaga benteng dari musuh, selain de­ngan men jaga pintu-pintu benteng, tempat-tempat masuk dan tempat-tem­pat lobangnya. Dan tidak sanggup menjaga pintu-pintunya, oleh orang yang tiada mengetahui pintu-pintu itu.


Maka menjaga hati dari bisikan setan itu wajib. Yaitu: fardlu 'ain atas tiap-tiap orang mukallaf (sudah baligh dan berakal). Dan sesuatu yang menyampaikan kepada wajib, juga menjadi wajib. Dan tidak sampai da­pat menolak setan, selain dengan mengetahui tempat-tempat masuknya. Lalu mengetahui tempat-tempat masuknya itu menjadi wajib. Tempat- tempat masuk setan dan pintu-pintunya,; ialah: sifat-sifat hamba. Dan itu banyak. Tetapi, kami akan menunjukkan kepada pintu-pintu yang besar, yang berlaku seperti jalan-jalan yang tidak sempit dari banyaknya tentara setan.


Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah: 'marah dan nafsu-syahwat. Marah, ialah binasanya akal. Apabila lemah tentara akal, niscaya tentara setan menyerang. Manakala manusia itu marah, niscaya setan bermain dengan dia, seperti anak-nak bermain dengan bola. Diriwayatkan, bahwa Musa a.s, dijumpai oleh Iblis. Lalu Iblis itu berkata kepadanya: "Hai Mu-


2. Hadits ini dirawikan oleh AlBukhari dan Muslim dari AnNu'man bin Basyir.
976*


sa! Engkau yang dipilih oleh Allah menjadi rasulNya dan berkata-kata de­ngan engkau. Dan aku adalah salah satu dari pada makhlukNya, yang telah berdosa. Aku mau bertobat. Maka bersyafa'atlah engkau kepadaku pada Tuhanku, kiranya Ia menerima tobatku!". Musa menjawab: "boleh!" Tatkala Musa a.s. naik diatas bukit dan berkata-kata dengan Tuhan 'Azza wa Jalla dan mau turun, lalu Tuhan berfirman kepadanya: "Tunaikanlah amanah!". Maka Musa a.s. menjawab: "Wahai Tuhanku! HambaMu Iblis ingin bertobat". Lalu Allah Ta'ala mewahyukan kepada Musa: "Wahai Musa! Engkau telah menunaikan hajat engkau. Suruhlah Iblis itu bersujud kepada kuburan Adam, sehingga diterima tobatnya". Kemudian, Musa menemui Iblis dan berkata kepadanya: "Aku telah tunaikan hajatmu. Kamu disuruh bersujud kepada kuburan Adam, se­hingga diterima tobatmu". Lalu Iblis itu marah dan menyombong, seraya berkata: "Aku tidak sujud kepadanya waktu dia masih hidup. Apakah aku akan sujud kepadanya, setelah ia mati?". Kemudian, Iblis itu berkata ke­pada Musa a.s.: "Hai Musa! Engkau mempunyai hak atasku, disebabkan engkau memberi syafa'at bagiku kepada Tuhan engkau. Ingatlah akan aku pada tiga hal, yang tidak akan aku binasakan engkau padanya: ingatlah aku ketika engkau marah. Sesungguhnya rohku dalam hati engkau. Mataku pada mata engkau. Aku lalu. pada engkau pada tempat lalunya darah. Ingatlah aku apabila engkau telah marah. Sesungguhnya apabila manusia sudah marah, niscaya aku hembuskan dalam hidungnya. Lalu ia tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Ingatlah aku ketika engkau berada digaris perang. Maka sesungguhnya, aku akan mendatangi manusia, ketika ber­ada digaris perang. Lalu aku ingatkan dia akan istrinya, anaknya dan keluar­ganya. Sehingga ia berpaling dari garis perang. Jagalah diri dari duduk-duduk dengan wanita yang bukan mahram. Aku adalah utusannya kepada engkau dan utusan engkau kepadanya. Maka selalu aku demikian, sehing­ga aku membuat fitnah diantara engkau dengan dia dan aku membuat fit- nah diantara dia dengan engkau".



Setan itu menunjukkan dengan yang demikian, kepada nafsu-syahwat, ma­rah dan rakus. Melarikan diri dari garis perang (perjuangan), adalah rakus kepada dunia. Enggannya setan daripada sujud kepada Adam a.s. yang su­dah wafat adalah: dengki. Dan dengki itu tempat masuknya yang terbesar. Telah disebu(kan, bahwa sebahagian wali-wali berkata kepada Iblis: "Perlihatkanlah kepadaku, bagaimana engkau mengalahkan anak Adam (ma­nusia).


Iblis menjawab: "Aku ambil dia ketika marah dan ketika datang hawa nafsunya".


Menurut ceritera, Iblis itu datang pada seorang biarawan Bani Israil. Lalu biarawan itu bertanya kepadanya: "Budi-pekerti yang mana dari manusia, yang lebih menolong kamu?". Iblis itu menjawab: "Cepat marah. Apabila manusia, yang lebih menolong kamu?". Iblis itu menjawab: "Cepat ma rah. Apabila manusia itu lekas marah, niscaya kami balik-balikkan dia, se­perti anak-anak membalik-balikkan bola".


977


Ada yang mengatakan, bahwa setan itu berkata: "Bagaimana aku dikalah- kan oleh manusia? Apabila ia suka, aku datang. Sehingga aku berada da­lam hatinya. Apabila ia marah, aku terbang. Sehingga aku berada pada kepalanya".


Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah: dengki dan rakus. Manakala manusia itu rakus terhadap tiap-tiap sesuatu, niscaya kerakusan itu membutakan dan menulikannya, karena Nabi s.a.w. bersabda:-



(Hubbaka lisy-syai-i yu'mii wa jushimm).Artinya: "Kesukaanmu kepada sesuatu, membutakan dan menulikan kamu". (1).


Sinar mata hati itulah yang memperkenalkan tempat-tempat masuknya setan. Apabila manusia itu ditutup oleh dengki dan rakus, niscaya ia tidak dapat melihat. Maka ketika itu, setan mendapat kesempatan. Lalu baguslah pa­da orang yang rakus, semua yang dapat menyampaikannya kepada nafsu- syahwatnya, meskipun barang itu mungkar dan keji. Diriwayatkan, bahwa Nabi Nuh a.s. tatkala memasuki kapalnya, lalu membawa masing-masing berpasangan, jantan dan betina, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala. Lalu ia melihat dalam kapal itu se­orang tua yang tidak dikenalya. Nuh a.s. bertanya: "Apakah yang menyebabkan engkau masuk kemari?". Orang tua itu menjawab: "Aku masuk, untuk mendatangkan bencana kedalam hati teman-temanmu. Lalu hati mereka bersama aku dan badannya bersama kamu". Lalu Nuh a.s. berkata: "Keluar dari kapal ini, hai musuh Allah! Engkau sesungguhnya terkutuk". Lalu Iblis itu berkata: "Lima perkara yang membinasakan manusia dan akan aku ceriterakan kepada engkau tiga perkara daripadanya. Dan yang dua perkara tidak akan aku ceriterakan". Lalu Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada Nuh a.s., bahwa: "Engkau tidak memerlukan yang tiga perkara itu. Dan hendaklah diterangkannya kepada engkau yang dua per­kara lagi". Lalu Nuh a.s. bertanya kepada Iblis tersebut: "Mana yang dua perkara itu?". Iblis menjawab: "Keduanya yang tidak membohongi aku Keduanya yang tidak menyalahi aku. Dengan keduanya itu, manusia binasa: rakus dan dengki. Dengan sebab dengki, aku terkutuk dan aku men­jadi setan terkutuk. Adapun rakus, maka telah dibolehkan bagi Adam sorga seluruhnya, selain sepohon kayu. Maka aku memperoleh hajatku dari padanya disebabkan kelobaannya'


1. Hadits ini dirawikan Abu Daud dari Abid-Darda', dengan isnad dla'if.
978


Di antara pintu-pintu setan yang besar, ialah: kenyang dari makanan, wa- laupun makanan itu halal dan bersih. Karena kenyang menguatkan nafsu- syahwat. Dan nafsu-syahwat itu senjata setan. Diriwayatkan, bahwa Iblis datang kepada Nabi Yahya bin Zakaria a.s. Beliau melihat pada Iblis itu, perkakas tempat menggantungkan daging dari segala sesuatu. Lalu beliau bertanya kepada Ibblis itu: "Apakah perkakas-perkakas penggantung ini?". Iblis menjawab: "Inilah nafsu-syahwat yang aku jadikan bepcana kepada anak Adam". Lalu Nabi Yahya a.s. bertanya: "Adakah bagiku pa­danya sesuatu?". Iblis itu menjawab: "Kadang-kadangengkau kenyang, la­lu kami beratkan engkau daripada shalat dan dzikir". Nabi Yahya a.s. bertanya lagi: "Adakah yang Iain dari itu?". Iblis menjawab: "Tidak!" Maka Nabi Yahya a.s. berkata: "Menjadi kewajibanku bagi Allah, bahwa aku tiada akan memenuhkan perutku selama-lamanya dengan makanan". Lalu Iblis menyambung: "Menjadi kewajibanku bagi Allah, bahwa aku ti­ada akan memberi nasehat selama-lamanya kepada orang Islam". Dikatakan mengenai banyaknya makan, ada enam perkara yang tercela:- Pertama: menghilangkan takut kepada Allah dari hatinya. Kedua: menghilangkan belas kasihan dari hatinya kepada orang lain. Ka­rena ia menyangka, semua orang itu kenyang. Ketiga: banyak makan itu memberatkan dari berbakti (tha'at). Keempat: apabila ia mendengar perkataan hikmat, ia tidak memperoleh ke- halusan jiwanya.


Kelima: apabila i'a berkata-kata dengan pengajaran dan hikmat, tidak berkesan pada hati mania.


Keenam: bahwa banyak makan itu mendatangkan penyakit. Diantara pintu-pintu setan, ialah menyukai penghiasan dengan perabot ru­mah, kain dan rumah. Setan apabila melihat yang demikian mengerasi pa­da hati manusia, niscaya ia bertelur didalam hati dan menetas. Lalu se­nantiasalah setan mengajak manusia itu untuk membangun rumah, menghiasi loteng dan dindingnya, meluaskan bangunan-bangunannya. Dan me­ngajak untuk menghiaskan diri dengan kain dan binatang kenderaan dan menggunakannya sepanjang umurnya.


Apabila setan telah dapat menjatuhkan manusia pada yang demikian, ma­ka setan itu tidak perlu lagi kembali kepada manusia tadi untuk kedua kalinya. Karena^sebahagian yang demikian itu menghela kepada sebahagi­an yang lain. Lalu senantiasalah manusia itu melaksanakannya dari sesua­tu kepada sesuatu yang lain, sampai ajalnya tiba. Maka iapun mati. Se­dang ia pada jalan setan dan mengikuti hawa-nafsu. Dan dari yang demi­kian itu, ditakuti akan buruk akibatnya dengan kekufuran. Kita berlin- dung dengan Allah daripadanya!




Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah sifat loba pada manusia. Ka­rena apabila loba itu telah mengerasi pada hati, niscaya senantiasalah se­tan itu berusaha pada manusia tadi, supaya menyukai membuat-buat dan menghiasi terhadap orang yang ia mengharapkan sesuatu padanya, dengan bermacam-macam ria dan kepalsuan. Sehingga yang dilobakan itu seolah- olah menjadi sembahannya. Maka senantiasa ia berpikir berdaya-upaya supaya orang.itu menyukai dan mencintainya. Dan ia masuki semua tempat masuk untuk sampai kepada yang demikian. Sekurang-kurang, tingkah-lakunya, memuji orang itu dan berminyak-minyak air dengan dia de­ngan meninggalkan amar-ma'ruf dan nahi-mungkar.


Shafwan bin Salim meriwayatkan, bahwa Iblis datang kepada Abdullah bin Handhalah, seraya berkata kepadanya: "Hai anak Handhalah! Hafalkanlah daripadaku sesuatu yang akan aku ajarkan kepadamu!". Ibnu Han­dhalah menjawab: "Aku tiada memerlukan sesuatu itu". Setan itu berka­ta: "Perhatikanlah! Jikalau itu baik, engkau ambit dan jikalau buruk, engkau tolak. Hai anak Handhalah! Jangan engkau meminta suatu permintaan kegemaran pada seseorang, selain pada Allah! Perhatikanlah, bagaimana engkau apabila marah! Sesungguhnya aku yang memiliki engkau, apabila engkau marah".


Diantara pintu-pintunya yang besar, ialah terburu-buru dan meninggalkan ketetapan tentang semua urusan.


Nabi s.a.w. bersabda:-
العجلة من الشيطان والتأني من الله تعالى
(Al-'ajalatu minasy-syaithaani wat-ta-annii mina'l-laahi Ta'aalaa). Artinya: "Terburu-buru itu dari setan dan pelan-pelan itu dari Allah Ta'ala". (1).


Allah Ta'ala berfirman:-
خلق الإنسان من عجل
(Khuliqal-insaanu min 'ajal).Artinya: "Manusia itu diciptakan bersifat tergesa-gesa". S. Al-Anbia, ayat 37.


Allah Ta'ala berfirman:-
وكان الإنسان عجولا
(Wa kaanal- insaanu 'ajuulaa).Artinya: "Dan manusia itu adalah tergesa-gesa". - S. Al-Isra', ayat 11.


1. Hadits ini dirawikan At-Tirmidzi dari Sahl bin Sa'ad. Katanya, hadits ini baik (hasan).
980


Allah Ta'ala berfirman kepada NabiNya s.a.w.:-
ولا تعجل بالقرآن من قبل أن يقضي إليك وحيه
(Wa laa ta'jal bil-qur-aani min qabli an yuq-dlaa ilaika wahyuh). Artinya: "Dan janganlah engkau tergesa-gesa tentang Al-Qur-an itu, sebelum selesai diwahyukan kepada engkau!". S. Thaha, ayat 114. Demikianlah, karena semua perbuatan itu seyogialah adanya sesudah memperhatikan dengan penglihatan yang mendalam dan mengetahuinya. Perhatian yang mendalam itu memerlukan kepada pemerhatian dan pelan- pelan. Sikap tergesa-gesa menghalangi daripada yang demikian.Dan ketika tergesa-gesa, setan itu melakukan kejahatannya kepada manusia, dimana manusia itu tiada mengetahuinya. Diriwayatkan, bahwa ketika Isa putera Maryam a.s. dilahirkan, datanglah setan-setan kepada Iblis. Mereka mengatakan: "Patung-patung berhala telah terjungkir balik kepalanya". Iblis menjawab: "Ini adalah suatu kejadian, yang telah terjadi. Kamu harus tetap pada tempatmu". Lalu Iblis itu terbang, sehingga sampai kedua ufuk bumi. Ia tiada memperoleh apa-apa. Kemudian, ia mendapati Isa a.s. te­lah lahir dan para malaikat mengelilinginya. Lalu Iblis itu kembali kepada setan-setan tadi, seraya berkata: "Bahwa seorang nabi telah lahir kemarin. Tidak ada seorangpun wanita yang mengandung dan melahirkan, melainkan aku hadlir kepadanya, kecuali ini. Maka putuslah kiranya harapanmu, bahwa patung-patung berhala itu akan disembah orang sesudah malam ini. Akan tetapi, datangilah anak Adam dari pihak tergesa-gesa dan memandang enteng terhadap sesuatu pekerjaan!"


Diantara pintu-pintunya yang besar, ialah: dirham, dinar dan bermacam- macam harta lainnya, dari harta benda, binatang ternak dan tanah ladang. Sesungguhnya semua yang melebihi dari sekedar makanan penting dan yang diperlukan, adalah tempat ketetapan setan. Orang yang mempunyai makanan yang perlu, maka hatinya kosong dari kesusahan hidup. Kalau ia memperoleh seratus dinar umpamanya dengan suatu jalan, niscaya terge- raklah dari hatinya sepuluh nafsu-syahwat. Masing-masing nafsu-syahwat itu memerlukan kepada seratus dinar lain. Sehingga tiada mencukupilah apa yang diperolehnya. Akan tetapi ia memerlukan kepada sembilan ratus lain. Sebelum ada yang seratus itu, ia merasa cukup. Lalu sekarang, sete- lah diperolehnya seratus tadi, maka ia menyangka bahwa ia telah kaya. Dan ia memerlukan kepada sembilan ratus tadi, untuk membeli rumah yang akan ditempatinya. Dan untuk membeli seorang budak perempuan. Untuk membe li perabot rumah. Dan membeli pakaian yang megah. Ma­sing-masing dari yang tersebut itu memerlukan yang lain lagi, yang layak dengan dia. Dan yang demikian itu tiada berkesudahan. Akhirnya jatuh- lah ia kedalam jurang, yang berkesudahan neraka jahannam yang dalam Tiada penghabisannya selain dari itu.


981


Tsabit Al-Bannani berkata: "Tatkala Rasulu'llah s.a.w. diutus, lalu Iblis berkata kepada setan-setannya: "Telah terjadi suatu kejadian, maka lihatlah apa kejadian itu!" Maka setan-setan itu berjalan kesana-kemari, sehingga mereka payah. Kemudian, mereka datang dan berkata: "Kami tidak tahu. Lalu Iblis itu berkata: "Aku akan sampaikan kepada kamu berita itu". Iblis itupun pergi, kemudian datang dan berkata: "Allah telah mengutus Muhammad s.a.w.". Lalu Iblis itu mengutus setan-setannya ke­pada shahabat-shahabat Nabi s.a.w. Mereka itu kembali dengan kecewa dan mengatakan: "Tiada kami temui suatu kaum pun seperti mereka. Kami memperoleh mereka dengan bisikan, kemudian mereka berdiri ke­pada shalat. Maka terhapuslah yang demikian". Lalu Iblis berkata: "Pelan-pelanlah dengan mereka! Mudah-mudahan Allah membuka dunia ke­pada mereka, lalu kita memperolah hajat kita dari mereka". (1).


Diriwayatkan, bahwa Isa a.s. pada suatu hari berbantal dengan batu. Lalu lewatlah Iblis, seraya berkata: "Hai Isa! Engkau suka pada dunia?". Maka Isa a.s. mengambil batu itu, melemparkan Iblis tadi dari bawah kepalanya, seraya berkata: "Ini untukmu bersama dunia!"



Pada hakekatnya, orang yang memiliki sebuah batu, dimana ia berbantal dengan batu itu ketika tidur, sesungguhnya ia telah  memiliki dari dunia, apa yang mungkin menjadi senjata setan terhadap dirinya. Karena orang yang bangun malam umpamanya untuk shalat, manakala sebuah batu itu dekat kepadanya, yang mungkin dibantalinya, maka senantiasalah batu .itu mengajaknya kepada tidur dan kepada membatalinya. Jikalau tidaklah de­mikian, niscaya tidaklah terguris yang demikian itu pada hatinya. Dan tidaklah tergerak keinginannya kepada tidur.


Ini mengenai batu! Maka betapa pula dengan orang yang mempunyai ban- tal empuk, tikar licin dan tempat istirahat yang baik. Maka kapankah ia rajin beribadah kepada Allah Ta'ala?



Diantara pintu-pintunya yang besar, ialah: kikir dan takut miskin. Yang demikian itu mencegah daripada membelanjakan harta dan bersedekah. Dan mengajak kepada menyimpan, gudang dan azab yang pedih. Dan itu- lah yang dijanjikan bagi orang-orang yang membanyak-banyakkan harta, sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Quran Mulia. Khaitsamah bin Abdurrahman berkata: "Setan itu berkata: "Aku tidak dapat dikalahkan oleh anak Adam. Maka tidak dapat ia mengalahkan aku pada tiga hai, yaitu: aku suruh dia mengambil harta yang bukan haknya, membelanjakannya pada bukan haknya dan melarangkannya pada hak­nya".



Sufyan Ats-Tsuri berkata: "Setan itu tiada mempunyai senjata, seperti: sifat takut miskin. Apabila manusia menerima yang demikian dari setan, niscaya ia berbuat yang batil, mencegah yang hak, berkata-kata dengan hawa-nafsu dan menyangka Tuhannya dengan sangkaan buruk".


1. Hadits ini dirawikan Ibnu Abid-Dunya dan termasuk hadits mursal
982


Diantara bahaya kikir, ialah: rakus kepada mengharuskan diri tinggal di- pasar-pasar, untuk mengumpulkan harta. Pasar-pasar itu adalah tempat berkumpulnya setan-setan. Abu Umamah berkata, bahwa Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Bahwa Iblis itu, tatkala turun kebumi, lalu berdo'a: "Wahai Tuhanku! Engkau turunkan aku kebumi dan Engkau jadikan aku terkutuk, maka buatlah bagiku sebuah rumah!".



Allah Ta'ala menjawab: "Rumahmu kamar mandi!"
Iblis itu meneruskan do'anya: "Buatlah bagi­ku sebuah tempat duduk!".
Allah Ta'ala menjawab: "Tempat dudukmu pasar-pasar dan tempat-tempat berkumpul dijalan-jalan raya".
Iblis itu meneruskan do'anya: "Buatlah bagiku suatu makanan!".
Allah menjawab: "Makananmu yang tidak disebutkan nama Allah (tidak dibacakan: Bismillah) padanya".
Iblis itu meneruskan do'anya: "Buatlah bagiku suatu minuman!".
Allah Ta'ala menjawab: "Minumanmu semua yang memabukkan".
Iblis itu meneruskan do'anya: "Adakanlah bagiku seorang muadzdzin!".
Allah Ta'ala menjawab: "Muadz-dzinmu, yaitu: suling-suling".
Iblis itu meneruskan do'anya: "Buatlah bagiku Qur-an!".
Allah Ta'ala menjawab: "Qur-anmu yaitu: sya'ir".
Iblis itu meneruskan do'anya: "Bu­atlah bagiku sebuah kitab!".
Allah Ta'ala menjawab: "Kitabmu, ialah: tatto (lukisan dan garisan-garisan pada badan)".
Iblis itu meneruskan do'a­nya: "Buatlah bagiku hadits!".
Allah Ta'ala menjawab: "Haditsmu, yaitu : dusta".
Iblis itu meneruskan do'anya: "Buatlah bagiku tempat memancing!".
Allah Ta'ala menjawab: "Yaitu: wanita". (1).


Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah: fanatik mazhab, hawa-nafsu, dengki kepada musuh, memandang kepada musuh dengan pandangan ren- dah dan hina. Yang demikian itu, termasuk yang membinasakan hamba dan orang-orang fasik sekalian. Sesungguhnya mencaci orang dan asyik menyebut kekurangan mereka adalah sifat yang terjadi pada tabiat manu­sia, diantara sifat-sifat binatang buas. Apabila setan mendatangkan khayalan kepada manusia, bahwa yang demikian itu adalah benar dan bersesuaian dengan nalurinya, niscaya bersangatanlah manisnya pada hati ma­nusia. Lalu ia melakukannya dengan seluruh kemauannya. Dan ia dengan yang demikian itu merasa senang dan gembira. Ia menyangka, bahwa ia berbuat dalam bidang agama, pada hal ia berbuat mengikuti setan. Anda melihat, seseorang dari mereka, fanatik kepada Abubakar Siddik r.a., sedang ia memakan yang hacam. Lidahnya terlepas dengan kata yang sia-sia dan dusta dan berbuat dengan segala macam kerusakan. Jikalau Abubakar melihatnya, niscaya dia musuhnya yang pertama. Karena pengikut Abuba­kar, ialah orang yang mengambil jalannya, berjalan menurut jalannya dan menjaga apa yang diantara janggut dan kumisnya (mulutnya). Dan adalah diantara perjalanan hidup Abubakar r.a. meletakkan batu pada mulutnya, untuk mencegah lidahnya daripada berkata-kata yang tidak berfaedah. Maka bagaimana bagi orang yang berkata dengan yang sia-sia ini, mend'akwakan dirinya mengikuti dan mencintai Abubakar r.a., sedang ia tidak bertingkah-laku dengan tingkah-laku Abubakar?


1. Hadits ini dirawikan Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas, dengan isnad yang lemah pula.
983


Kita melihat seorang yang Iain yang berkata dengan sia-sia, bahwa ia fana- tik kepada Ali r.a., sedang diantara zuhudnya Ali dan tingkahlakunya, bahwa beliau waktu menjadi khalifah, membeli pakaiannya de­ngan harganya tiga dirham dan memotong ujung kedua lengan bajunya sampai kepergelangan tangannya. Dan kita melihat orang fasik itu mema- kai kain sutera dan menghiaskan diri dengan harta, yang diusahakannya dari yang haram. Ia berbuat mencintai Ali r.a. dan mendakwakannya, se­dang sebenarnya ia adalah musuh Ali yang pertama pada hari kiamat. Alajigkah samanya dengan orang yang mengambil seorang anak yang amat dikasihi oleh orang tuanya, yang menjadi hiasan matanya dan buah hatinya. Lalu dipukulinya anak itu, dicubitnya, dicabuti rambutnya dan di- potongnya dengan gunting kain. Dalam pada itu, ia mendakwakan, bahwa ia mencintai bapaknya dan mematuhmya. Maka bagaimanakah keadaan- nya orang itu pada siayah anak tadi?



Sebagaimana diketahui, bahwa Abubakar r.a., Umar r.a., Usman r.a., Ali r.a. dan para shahabat lainnya, lebih mencintai Agama dan Syara' daripada keluarga dan anak. Bahkan dari diri mereka itu sendiri. Orang-orang yang melemparkan dirinya kedalam perbuatan maksiat sepanjang Agama, adalah orang-orang yang mengoyak-ngoyakkan syara' dan memotong-motongnya dengan gunting-gunting nafsu-syahwat. Dan mereka memperoleh kasih-sayang. musuh Allah dan musuh para walinya, yaitu: Iblis. Maka an- da akan melihat, bagaimana keadaan mereka pada hari kiamat disisi para shahabat dan disisi para wali Allah Ta'ala. Bahkan, jikalau terbukalah tu- tup dan mereka itu mengetahui apa yang disukai oleh para shahabat pada ummat Rasulu'llah s.a.w., niscaya mereka itu malu membawa kepada lidahnya akan menyebutkan para shahabat, sedang perbuatan mereka itu demikian kejinya.



Kemudian, setan itu mengkhayalkan kepada mereka, bahwa orang yang mati dengan mencintai Abubakar dan Umar, maka api neraka tidak akan mengelilingi kelilingnya. Dan kepada orang lain, setan itu mengkhayalkan, bahwa apabila ia mati dengan mencintai Ali, niscaya ia tidak akan mengalami ketakutan. Ini Rasulu'llah s.a.w. bersabda kepada Fatimah r.a. dan Fatimah itu sepotong daging daripadanya (1)
إعملي فإني لا أغني عنك من الله شيئا
(I'malii fa-innii laa ughnii 'anki mina'l-laahi syai-an).Artinya: "Beramallah, hai Fatimah! Sesungguhnya aku tidak memerlukan sesuatu daripada engkau dari Allah". (2).


1. Tentang Fatimah sepotong daging Nabi, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim,
2. Ini juga dirawikan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
984


Inilah contoh yang kami kemukakan dari jumlah hawa-nafsu. Dan begitu pulalah hukumnya orang-orang yang fanatik kepada Asy-Syafi'i, Abuhanifah, Malik, Ahmad dan imam-imam yang lain. Semua orang yang mendakwakan berpegang dengan mazhab seseorang imam, sedang ia tidak menjalankan yang dijalankan oleh imam tersebut, maka imam itu adalah musuhnya pada hari kiamat. Karena imam itu berkata kepadanya: "Mazhabku adalah kerja, tidak bicara dengan lidah. Bicara dengan lidah adalah untuk bekerja, tidak untuk yang sia-sia. Maka sebagaimana hal- mu?. Kamu menyalahi aku dalam pekerjaan dan perjalanan hidup, yang menjadi mazhabku dan jalanku yang aku tempuh selalu dan aku berjalan padanya kepada Allah Ta'ala. Kemudian, kamu da'wakan mazhabku itu yang bohong".


Inilah tempat masuk yang besar diantara tempat-tempat masuknya setan, yang telah membinasakan kebanyakan orang alim. Dan telah diserahkan sekolah-sekolah kepada golongan-golongan yang sedikit takutnya kepada Allah dan lemah mata-hatinya pada Agama, kuat keinginannya kepada dunia dan bersangatan kerakusannya mengikuti hawa-nafsu. Mereka tidak tetap mengikuti hawa-nafsu dan menegakkan kemegahan, selain dengan kefanatikan. Lalu mereka tahan yang demikian dalam dadanya dan tidak memberi-tahukan kepada mereka, tempat-tempat godaan setan. Bahkan mereka itu menggantikan setan, pada pelaksanaan godaannya. Maka terus meneruslah manusia diatas yang demikian. Dan mereka lupa akan induk- induk agamanya. Maka merekapun binasa dan membinasakan. Kiranya Allah Ta'ala menerima tobat kita dan tobat mereka.


Al-Hasan berkata: "Sampai kepada kami berita, bahwa Iblis berkata: "Aku hiaskan perbuatan maksiat pada ummat Muhammad. Lalu mereka potong punggungku dengan istighfar (membaca istighfar, memohon ampunan Tuhan). Lalu aku hiaskan dosa kepada mereka, dimana mereka tiada memohon ampunan Allah Ta'ala daripadanya. Yaitu: hawa-nafsu". Benarlah yang terkutuk itu. Karena ummat itu tiada mengetahui, bahwa yang demikian adalah sebahagian dari sebab-sebab yang menarik kepada maksiat. Maka bagaimana mereka meminta ampun daripadanya". Diantara tipu-daya setan yang besar, ialah: setan itu menyibukkan manu­sia dari urusan dirinya, dengan perselisihan-perselisihan yang terjadi dian­tara sesama manusia, tentang mazhab-mazhab dan permusuhan-permusuhan.



Abdullah bin Mas'ud berkata: "Suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah Ta'ala. Lalu datanglah setan kepada mereka, untuk membangunkannya dari duduknya dan untuk mencerai-beraikan diantara mereka. Rupanya setan itu tidak sanggup. Lalu ia mendatangi rombongan lain, yang sedang asyik berbicara dengan-perbicaraan dunia. Lalu setan itu mendatangkan kerusakan diantara mereka. Lalu mereka itu bangun berbunuh-bunuhan. Sebenarnya setan itu tidak bermaksud demikian terhadap mere­ka tadi. Maka bangunlah mereka yang berdzikir kepada Allah Ta'ala,


985


berusaha melerai mereka yang bunuh-bunuhan itu. Lalu bercerai-berailah kaum yang berdzikir tadi dari majelis dzikirnya. Dan inilah yang dimaksudkan oleh setan itu dari mereka".



Diantara pintu-pintu setan itu, ialah: membawa orang awam yang tiada berkecimpung dalam bidang ilmu dan tidak mendalaminya, kepada berfikir tentang zat Allah Ta'ala, sifat-sifatNya dan mengenai hal-hal yang ti­ada sampai batas pemikiran mereka kepadanya. Sehingga meragukan mereka tentang pokok Agama. Atau mengkhayalkan kepada mereka ten­tang Allah Ta'ala dengan khayalan-khayalan (imajinasi-imajinasi), yang mahasucilah kiranya Alia Ta'ala daripadanya. Yang membuatnya dengan demikian, menjadi kafir atau orang bid'ah. Sedang dia dengan demikian, merasa senang gembira, bersuka-ria, dengan apa yang terjadi dalam dadanya. la menyangka yang demikian itu suatu ma'rifah (pengenalan kepada Allah) dan bashirah (penglihatan dengan mata hati).



Dan yang demikian itu terbuka baginya dengan kecerdikan dan kelebihan akalnya. Manusia yang paling bodoh, ialah orang paling kuat kepercayaannya kepada akalnya sendiri. Orang yang paling berketetapan akal, ialah orang yang sangat curiga kepada dirinya sendiri dan yang lebih banyak bertanya kepada orang yang berpengetahuan (para alim-ulama). Aisyah r.a. berkata: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda:-
إن الشيطان يأتي أحدكم فيقول من خلقك فيقول الله تبارك وتعالى فيقول فمن خلق الله فإذا وجد أحدكم ذلك فليقل آمنت بالله ورسوله فإن ذلك يذهب عنه
(Innasy-syaithaana ya'tii ahadakum, fa yaquulu: man khalaqaka? Fa ya- quulu: Allaahu tabaaraka wa ta 'alaa. Fa yaquulu: fa man khalaqa'llaaha? Fa idzaa wajada ahadukum dzaalika, fal-YaquI: aamantu bi'llahi wa rasuu- lihi. Fa inna dzaalika yadz-habu 'anhu).Artinya: "Sesungguhnya setan itu datang kepada salah seorang kamu. Lalu ia bertanya: "Siapakah yang menjadikan kamu?". Maka salah se­orang kamu itu menjawab: "Allah yang mahasuci dan mahatinggi". Lalu setan itu bertanya lagi: "Siapakah yang menjadikan Allah?". Apabila sa­lah seorang kamu menjumpai yang demikian, maka hendaklah ia menja­wab: "Aku beriman kepada Allah dan RasulNya. Maka dengan demiki­an, setan itu pergi daripadanya". (1).


1. Hadits ini dirawikan Ahmad, Al-Bazzar dan Abu Yu'Ia dari 'Aisyah dan AJ-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
986


Nabi s.a.w. tiada menyuruh membahas tentang pengobatan bisikan setan ini. Karena, ini adalah bisikan yang dijumpai oleh kebanyakan manusia, tidak dijumpai oleh para ulama. Hak orang kebanya kan ialah: beriman dan Islam. Dan berbuat ibadah dan segala keperluan hidup. Dan menyerahkan ilmu untuk para alim-ulama. Orang awam, jikalau berzina dan mencuri, niscaya adalah lebih baik baginya daripada memperkatakan tentang ilmu (1). Karena orang yang memperkatakan tentang Allah dan Agama- Nya, tanpa pengetahuan yang kokoh, bisa jatuh dalam kekufuran, dima- na ia tiada mengetahuinya, Seperti orang yang berlayar diiaut yang da­lam, sedang ia tiada tahu berenang. Dan tipuan setan me-ngenai yang berhubungan dengan aqidah dan mazhab itu, tiada terhingga. Dan se- sungguhnya kami kemukakan, dengan apa yang telah kami kemukakan dahulu dengan contoh.


Diantara pintu-pintu setan, ialah: jahat sangka kepada kaum muslimin. Allah Ta'ala berfirman:-
يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم
(Ya-ayyuhal-ladziina aamau'j-tanibuu katsiiran minadh-dhanni, inna ba'dla'dh dhanni itsmun).Artinya: "Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa!". S. Al-Hujurat, ayat 12.


Barangsiapa menghukum jahat orang lain, dengan purba-sangka, niscaya setan membawanya untuk, panjang lidahnya dengan mengupat orang. Lalu ia binasa, Atau teledor melaksanakan kewajibannya. Atau memandang rendah untuk memuliakan orang itu. Dan melihat kepadanya de­ngan pandangan kehinaan. Dan melihat dirinya sendiri lebih baik dari orang tersebut. Dan'semuanya itu termasuk membinasakan. Dan karena itulah, Syara' melarang melakukan tuduhan-tuduhan kepada orang. Nabi s.a.w. bersabda:-
اتقوا مواضع التهم
(Ittaquu mawaadli'at-tuhami).Artinya: "Takutlah akan tempat-tempat yang bisa menimbulkan tuduhan". (2)


Sehingga Rasulujllah s.a.w. menjaga diri daripada yang demikian. Diriwayatkan dari Ali bin Husain, bahwa Shafiyyah binti Huyay bin Akh-thab, menerangkan' kepadanya: "Bahwa Nabi s.a.w. beri'tikaf da­lam masjid". Shafiyyah meneruskan ceriteranya: "Lalu aku datang kepa­da Rasulu'llah s.a.w. Aku bercakap-cakap dengan beliau. Tatakala telah sore hari, lalu aku pergi. Maka Rasulu'llah s.a.w. pun bangun berdiri,


1. Maksudnya, te'ntunya ilmu yang membawa kepada kekufuran. Lalu dapat dibandingkan antara kekufuran itu dengan zina dan mencuri (Peny.).
2. Menurut Al-'Iraqi, beliau belum pernab mendapati hadits ini.
987


berjalan bersama aku. Lalu lewat disitu dua orang anshar dan memberi salam kepada Rasulu'llah s.a.w. Kemudian keduanya pergi. Lalu Rasu­lu'llah s.a.w. memanggil keduanya, seraya bersabda: "Dia ini Shafiyyah binti Huyay". Maka keduanya menjawab: "Wahai Rasulu'llah! Kami ti­ada menyangka apa-apa pada engkau, selain yang baik". Lalu Rasulu'­llah s.a.w. bersabda: "Se'sungguhnya setan itu berjalan pada anak Adam, pada tempat jalannya darah dari tubuhnya. Aku takut, setan itu masuk pada engkau berdua". (1).


Perhatikanlah, bagaimana Rasulu'llah s.a.w. berusaha terhadap Agama kedua orang anshar tadi, lalu menjaganya. Dan bagaimana beliau beru- saha terhadap ummatnya, lalu mengajarkaii mereka jalan menjaga dari tuduhan. Sehingga orang alim, wara', yang terkenal dalam semua tingkah-lakunya dengan Agama, tidak akan begitu bermudah-mudah, lalu mengatakan: "Orang seperti aku ini, tidak disangka orang apa-apa, se­lain yang baik saja", karena menyombong dengan dirinya. Orang yang paling wara', paling taqwa dan paling alim, tidak akan dipandang oleh semua manusia kedapanya dengan semacam pandangan. Tetapi sebahagian mereka memandangnya dengan pandangan suka dan sebahagian yang lain, memandangnya dengan pandangan marah. Karena itulah, se­orang penyair (2) bermadah, sebagai berikut:-


"Wa 'ainu'rridlaa 'an kulli 'aibin kaliilatun, wa laakin 'ainu'ssukhthi tubdi'l-masaawia". Artinya:-"Apabila kita senang kepada orang, segala kekurangannya tidak tampak. Tetapi, bila marah kepada orang, segala keburukanya akan tampak". Maka haruslah menjaga diri dari jahat sangka dan dari menuduh orang- orang jahat. Karena orang-orang jahat itu tidak menyangka semua orang lain, melainkan jahat pula. Maka manakala anda melihat seseorang, yang berjahat sangka kepada orang lain, yang mencari segala kekurang­annya, maka ketahuilah, bahwa orang itu busuk batinnya. Dan demikian itu, kebusu kannya, yang tersaring dia daripadanya. Dan ia melihat orang lain, menurut dirinya sendiri. Sesungguhnya orang mu'min meminta kema'afan, sedang orang munafik, mencari kekurangan. Orang mu'min itu sejahtera dadanya terhadap hak semua makhluk Tuhan. Inilah sebahagian tempat-tempat masuknya setan kedalam hati manusia. Jikalau aku bermaksud menyelidiki semuanya, niscaya aku tidak sang- gup. Dan dengan sekadar ini, dapatlah memberi-tahukan kepada yang lain. Maka tidak ada pada manusia suatu sifat yang tercela, malainkan sifat itu menjadi senjata setan dan salah satu tempat masuknya.


1. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Mustim dari Shafijjah tersebut.
2. Penyair ini, ialah Imam Asy-Syafi'i r.a.
988


Jikalau anda bertanya: "Apakah obatnya untuk menolak setan itu?. Ada- kah memadai pada yang demikian, dengan mengingati Allah (berdzikir) dan manusia mengucapkan: "Laa haula wa laa quwwata illaa bi'Uaah" (Tiada daya dan upaya, selain dengan Allah)?"



Ketahuilah; bahwa obat hati pada yang demikian itu, ialah: menyumbat tempat-tempat masuknya setan, dengan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela itu. Dan itu termasuk hal-hal yang panjang uraiannya. Dan maksud kami dalam Rubu ini dari Kitab Ihya' ini, ialah: menerangkan obat sifat-sifat yang membinasakan. Dan masing-masing sifat itu memer­lukan kepada kitab tersendiri, menurut uraian yang akan datang. Benar, apabila pokok-pokok sifat tersebut dipotong dari hati, niscaya setan mempunyai tempat singgahan dan bahaya yang lain pada hati, Dan dia tidak mempunyai tempat ketelapan, Dan ia dicegah dari singgahan itu, oleh mengingati Allah Ta'ala (berdzikir). Karena hakekat dzikir itu ti­dak dapat menetap pada hati kecuali sesudah hati itu dibangun dengan taqwa. Dan disucikannya dari sifat-sifat tercela. Kalau tidak demikian, maka adalah dzikir itu merupakan kata diri saja. Tiada berkuasa kepada hati. Lalu tidak dapat menolak kekuasaan setan. Karena itulah, Allah Ta'ala beffirman:-
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
(Innal-ladziina't-taqau, idzaa massahum thaa-ifun minasy-syaithaani, ta- dzakkaruu, fa idzaa hum mub-shiruun).Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka ditipu oleh setan yang datang berkunjung, mereka ingat kembali dap ketika itu mereka menjadi orang-orang yang mempunyai pemandangan".- S. Al-A'raf, ayat 201.



Allah Ta'ala mengkhususkan yang demikian kepada orang yang ber­taqwa. Karena setan itu adalah seperti anjing lapar, yang mendekati engkau. Kalau tidak ada dimnka engkau roti atau daging, maka anjing itu terkejut dengan perkataanmu kepadanya: "Pergi!". Maka semata- mata suara, dapat me(nolaknya untuk pergi.


Jikalau ada daging dihadapan engkau dan anjing itu lapar, niscaya ia menyerang kepada daging. Dan ia tidak dapat ditolak untuk pergi de­ngan semata-mata perkataan.
Maka hati yang kosong dari makanan setan itu, ia terkejut dengan sema­ta-mata dzikir. Adapun nafsu-syahwat apabila telah bersangatan pada hati, niscaya ia menolak hakekat dzikir kepada pinggir-pinggir hati. Lalu dzikir itu tidak menetap didalam hati. Akan tetapi setan yang menetap didalam hati.Adapun hati orang-orang muttaqin, yang terlepas dari hawa-nafsu dan
989


sifat-sifat tercela, maka ia diketuk oleh setan. Tidak untuk nafsu-syahwat, akan tetapi supaya hati itu kosong, disebabkan lalai daripada dzi­kir. Maka apabila ia kembali kepada dzikir, niscaya setan itu mengendap. Dalilnya yang demikian itu, ialah firman Allah Ta'ala:-
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
(Fa's-ta'idz billaahi miriasy-syaithaanir-rajiim).Artinya: "Maka bermohonlah perlindungan kepada Allah, dari setan yang terkutuk!". - S. An-Nahl, ayat 98. Hadits-hadits dan ayat-ayat yang lain, yang menerangkan tentang dzikir.



Abu Hurairah berkata: "Telah bertemu setan orang mu'min dengan se­tan orang kafir. Setan orang kafir itu berminyak rambutnya, gemuk dan berpakaian, sedang setan orang mu'min itu kurus, tidak teratur rambutnya, berdebu dan telanjang. Lalu setan orang kafir bertanya kepada setan orang mu'min: "Mengapa kamu kurus?" Setan orang mu'min itu menjawab: Allah (membaca Bismi'llah), maka senantiasalah aku lapar. Apabila ia minum, ia menyebut nama Allah, maka senantiasalah aku haus. Apabila ia berpakaian, ia menyebut nama Allah, maka senantiasalah aku dalam keadaan telanjang. Apabila ia memakai minyak rambut, ia menyebut na­ma Allah, maka senantiasalah rambutku tidak teratur". Lalu setan orang kafir itu berkata: "Tetapi aku bersama seorang laki-laki yang tiada ber- buat suatupun dari yang demikian. Aku bersekutu dengan dia pada makanannya, minumannya dan pakaiannya".
اللهم إنك سلطت علينا عدوا بصيرا بعيوبنا يرانا هو وقبيله من حيث لا نراهم اللهم فآيسه منا كما آيسته من رحمتك وقنطه منا كما قنطته من عفوك وباعد بيننا وبينه كما باعدت بينه وبين رحمتك إنك على كل شيء قدير



Muhammad bin Wasi' berdo'a tiap-tiap hari sesudah shalat Shubuh, yaitu


(Allaahu'mma innaka sallath-ta 'alaiinaa 'aduwwan bashiiran bi'uyuubinaa y.araanaa huwa wa qabiiluhu min haitsu laa naraahum. Al- laahu'mma fa-aayis-hu minnaa kamaa aayastahu min rahmatika wa qannith-hu minnaa ka maa qannath-tahu min 'afwika wa baa'id bainanaa wa bainahu kamaa ba'ad-ta bainahu wa bainarahmatika, innaka 'alaa kulli syai-in qadiir).Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Sesungguhnya Engkau menguasakan diatas diri kami, seorang musuh yang dapat melihat kekurangan-kekurangan kami, baik oleh dia sendiri atau golongannya, sedang kami tidak dapat melihat mereka. Wahai Allah Tuhanku! Jadikanlah dia berputus- asa daripada menipu kami, sebagaimana Engkau menjadikannya berputus-asa tus-asa daripada rahmat Engkau!

990


Jadikanlah ia berputus-asa daripada menipu kami, sebagaimana Engkau menjadikannya berputus-asa daripa­da kema'afan Engkau! Jauhkanlah diantara kami dan dia, sebagaimana Engkau jauhkan, diantara dia dan rahmat Engkau! Sesungguhnya Eng­kau Maha-kuasa atas segala sesuatu".


Yang meriwayatkan peristiwa ini menerangkan: "Lalu pada suatu hari, Iblis itu berdiri dihadapan Muhammad bin Wiasi' pada jalan ke masjid, seraya berkata: "Hai Ibnu Wasi'! Adakah engkau mengenal aku?". Ibnu Wasi' menjawab: "Siapa engkau?". Iblis itu menjawab: "Aku Iblis". La­lu Ibnu Wasi' bertanya: "Apa maksud engkau?" Iblis itu menjawab: "Aku ingin, supaya engkau tiada mengajarkan seorangpun, do'a meminta perlindungan diri (al-isti'adzah) tadi. Dan aku tidak akan datang-da- tang kepada engkau".



Ibnu Wasi' menjawab: "Demi Allah! Aku tidak akan melarang al-isti'a­dzah itu kepada siapa saja yang mengingininya, Buatlah apa yang engkau mau!".



Dari Abdurrahman bin Abi Laila, yang mengatakan: "Adalah setan itu datang kepada Nabi s.a.w. dan ditangannya api yang bernyala-nyala. Lalu ia berdiri dihadapan Nabi s.a.w. dan Nabi s.a.w. sedang shalat. Maka Nabi s.a.w. membaca ayat AI-Qur-an dan berlindung dari setan yang terkutuk (membaca A'uudzu bi'llaahi minasy-syaithaanirrajiim). Tetapi setan itu tidak pergi. Maka-datanglah malaikat Jibril a.s. kepada Nabi s.a.w., seraya mengatakan kepada Nabi a.s.:
قل أعوذ بكلمات الله التامات التي لا يجاوزهن بر ولا فاجر من شر ما يلج في الأرض وما يخرج منها وما ينزل من السماء وما يعرج فيها ومن فتن الليل والنهار ومن طوارق الليل والنهار إلا طارقا يطرق بخير يا رحمن

(Qul A'uudzu bi-kalimaati'l-taahi'ttaammaati'llatii laa jujaawizuhunna baarrun wa laa faajirun, min syarri maa yaliju fil-ardli wa maa yakhruju minhaa, wa maa janzilu minassamaa-i wa maa ya'ruju fiihaa, wa min fi- tanil-laili wan-nahaari wa min thawaariqil-laili wan-nahaari, illaa thaari- qanyath-ruqu bi-khairin, yaa Rahmaan!").
Artinya: "Aku berlindung dengan kalam Allah yang sempurna, yang ti­dak dilampaui oleh orang baik dan orang zalim, dari kejahatan sesuatu yang masuk dalam bumi dan yang keluar daripadanya, dari sesuatu yang turun dari langit dan yang naik padanya, dari segala fitnah malam dan siang, dari segala yang datang pada malam dan siang, kecuali yang da­tang dimana datangnya itu dengan kebajikan, wahai Tuhan Yang Maha- pemurah!"Lalu Nabi s.a.w. membaca yang tersebut itu. Maka padamlah apinya


991


dan setan itu jatuh tersungkur". (1).


AI-Hasan berkata: "Diceriterakan orang kepadaku, bahwa malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi s.a.w., seraya berkata: "Bahwa jin ifrit akan memperdayakan engkau. Apabila engkau pergi ketempat tidur, maka bacalah: ayat Al-Kursiyyi. (2).



Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya setan telah datang kepadaku, lalu ia bertengkar dengan aku. Kemudian, ia bertengkar lagi dengan aku. Lalu aku pegang lehernya. Demi Allah yang mengutuskan aku dengan kebenaran! Aku. tidak melepaskannya, sehingga aku dapati kedinginan air lidahnya pada tanganku. Jikalau tidaklah do'a saudaraku Sulaiman a.s., niscaya jadilah aku tercampak dalam masjid". (3).



Nabi s.a.w. bersabda:-
ما سلك عمر فجا إلا سلك الشيطان فجا غير الذي سلكه عمر


(Maa salaka 'Umaru fajjan illaa salakasy-syaithaanu fajjan, ghairal-ladzii salakahu Umaru).Artinya: "Umar tiada menjalani sesuatu jalan, melainkan setan menjalani sesuatu jalan yang tiada dijalani oleh 'Umar". (4). Fahamilah ini! Karena hati itu disucikan dari tempat gembalaan dan kekuatan setan. Yaitu: nafsu-syahwat.



Manakala anda mengharap, bahwa tertolaknya setan dari anda dengan dzikir semata-mata, sebagaimana tertolaknya dari Umar r.a., maka yang demikian itu mustahil. Anda adalah seperti orang yang mengharap meminum obat sebelum mengosongkan perut dari makanan. Dan perut besar (maiddah) itu sibuk dengan makanan-makanan berat. Dan orang itu mengharap bahwa obat tersebut bermanfa'at kepadanya, sebagaimana bermanfa'atnya obat yang diminum sesudah perut kosong dan pengosongan perut besar. Dzikir itu obat dan taqwa itu pengosongan perut Yaitu: pengosongannya hati dari segala nafsu-syahwat. Maka apabila dzikir bertempat pada hati yang kosong dari selain dzikir, niscaya tertolaklah setan, sebagaimana tertolaknya penyakit dengan bertempatnya obat dalam perut yang ko­song daripada makanan.


Allah Ta'ala berfirman:-
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ
(Inna fii dzaalika la-dzikraa li-man kaana lahu qalb).


1. Hadits ini, diriwayatkan Ibnu Abid-Dun-ya. Hadits ini mursal.
2. Hadits ini, diriwayatkan Ibnu Abid-Dun-ya. Hadits ini mursal.
3. Hadits ini, diriwayatkan Ibnu Abid-Dun-ya dari Asy-Sya'bi, hadits mursal. Dan diriwa­yatkan Al-Bukhari dari Abi Hurairah, dengan sedikit perobahan.
4. Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Sa'id bin Abi Waqqash.
992


Artinya: "Sesungguhnya hal yang demikian itu menjadi pengajaran bagi siapa yang mempunyai hati (pengertian). — S. Qaf, ayat 37. Allah Ta'ala berfirman:-
كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَنْ تَوَلاهُ فَأَنَّهُ يُضِلُّهُ وَيَهْدِيهِ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ
(Kutiba 'alaihi annahu man tawallaahu fa-annahu yudlil-luhu wa yahdii- hi ilaa'adzaa-bis-sa'iir).Artinya: "Telah ditetapkan, bahwa siapa, yang mengikut setan itu, su- dah tentu akan disesatkannya dan akan dipimpinnya menuju siksaan api yang menyala". — S. Al-Hajj, ayat 4.


Siapa yang menolong setan dengan perbuatannya, maka dia adalah pe- ngikut setan, walaupun ia menyebut Allah dengan lidahnya. Dan walau- pun anda mengatakan, bahwa telah datang hadits secara mutlak, yang menerangkan, bahwa dzikir (menyebut Allah) itu menolak setan. Anda tidak memahami, bahwa kebanyakan hal yang bersifat umum bagi Agama itu dikhususkan dengan syarat-syarat yang dinukilkan oleh ulama-ulama Agama. Maka lihatlah kepada diri anda. Tidaklah kabar itu seperti dilihat sendiri. Dan perhatikanlah, bahwa kesudahan dzikir anda dan ibadah anda itu, ialah: shalat,maka. awasilah hati anda, apabila anda berada dalam shalat! Bagaimana hati itu ditarik oleh setan kepasar-pasar, mengadakan perhitungan dengan orang-orang yang berjual-beli dan bersoal-jawab dengan orang-orang yang menantang? Bagaimana setan itu membawa anda dalam tembah-lembah dunia dan tempat-tempat yang membinasakan? Sehingga anda tidak teringat apa yang telah anda lupa- kan dari segala tetek-bengek dunia, selain dalam shalat anda. Dan setan itu tidak berdesak-desak pada hati anda, selain apabila anda mengerja- kan shalat.


Maka shalat itu adalah batu penguji hati. Pada shalat, lahirlah segala ke- baikan dan keburukan hati. Shalat itu tidak diterima dari hati yang penuh dengan segala hawa-nafsu dunia. Tidak dapat dibantah, bahwa setan itu tidak terusir dari anda, bahkan kadang-kadang bertambah bisikannya pada anda. Sebagaimana obat sebelum kosongnya perut kadang-kadang me- nambahkan kemelaratan kepada anda.


Jikalau anda bermaksud terlepas dari setan, maka dahulukanlah keko- songan perut dengan taqwa! Kemudian, iringilah dengan obat dzikir, yang akan melarikan setan daripada anda, sebagaimana setan itu lari daripada 'Umar .ra. Karena itulah Wahab bin Munahbih berkata: "Bertaqwalah kepada Allah! Janganlah anda memaki setan secara terang-terangan, sedang anda temannya secara rahasia. Artinya: anda patuh ke­padanya".


Sebahagian mereka berkata: "Alangkah mengherankan, orang yang


993


mendurhakai orang yang berbuat baik, sesudah diketahuinya akan keba- ikan orang.itu. Dan menta'ati akan orang yang terkutuk, sesudah diketa­huinya akan kedurhakaannya". Dan sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:-
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
(Ud'uunii astajib la-kum').
Artinya: "Mendo'alah kepadaKu, nanti Kuperkenankan (permintaan) kamu itu". - S. Al-Mu'min, ayat 60. Anda mendo'a kepadaNya dan la tidak memperkenankan untuk anda. Maka seperti itu pulalah, anda mengingati Allah (berdzikir)dan setan tidak lari dari anda, karena ketiadaan syarat-syarat dzikir dan do'a.


Orang bertanya kepada Ibrahim bin Adham: "Bagaimana kami ini berdo'a, maka tidak diperkenankan do'a kami itu? Pada hai Allah Ta'ala berfirman: "Mendo'alah kepadaKu, nanti Kuperkenankan (permintaan) kamu itu?".


Ibrahim bin Adham itu menjawab: "Karena hatimu itu mati". Orang tersebut bertanya lagi: "Apakah yang mematikan hati itu?". Ibrahim bin Adham menjawab: "Delapan perkara: engkau mengetahui akan hak Allah, lalu engkau tidak bangun menegakkan hakNya, engkau membaca Al-Qur-an dan engkau tidak mengerjakan menurut batas-batas yang ditentukan oleh Al-Qur-an, engkau berkata: kami mencintai Rasu­lu'llah s.a.w, dan engkau tidak melaksanakan menurut sunnahnya, eng­kau mengatakan: kami takut kepada mati dan kamu tidak mengadakan persiapan untuk mati. Allah Ta'ala berfrrman:-
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
(Innasy-syaithaana lakum 'aduwwun fat-takhi dzuu-hu 'aduwwaa). Artinya: "Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab itu, perlakukan- lah dia sebagai musuh!". - S. Fathir, ayat 6. Lalu kamu sepakat dengan setan itu pada perbuatan maksiat. Engkau mengatakan: kami takut kepa­da api neraka dan engkau membawa susah badanmu kedalam api neraka. Engkau mengatakan: kami mencintai sorga dan engkau tidak berbuat untuk sorga. Dan apabila kamu bahgun dari tempat tidurmu, kamu lemparkan kekurangan-kekuranganmu kebelakang punggungmu. Dan kamu bentangkan kekurangan orang lain dihadapanmu. Kamu telah memarahkan Tuhanmu, maka bagaimanakah Ia memperkenankan do'amu?"


Kalau anda bertanya: "Yang mengajak kepada maksiat yang bermacam-
994


macam itu, apakah setan itu satu atau setan-setan yang bermacam-macam?".


Ketahuilah, bahwa tidak perlu bagi anda mengetahui yang demikian pa­da ilmu'muamalat. Bekerjalah menolak musuh dan jangan anda berta­nya tentang sifatnya! Makanlah sayur-sayuran dari mana saja datangnya dan janganlah anda tanyakan tentang tempat tumbuhnya sayuran itu! Akan tetapi yang terang dengan cahaya penglihatan pada penyaksian- penyaksian hadits, ialah: mereka itu adalah tentara yang berbaris. Ma- sing-masing macam dari maksiat itu, mempunyai setan yang tertentu dan yang mengajak kepadanya.


Adapun jalan penglihatan, untuk menyebutkannya adalah panjang. Dan mencukupilah untuk anda, sekedar yang telah kami sebutkan itu. Yaitu:. bahwa perbedaan yang menyebabkannya, menunjukkan kepada perbedaan sebab-sebab, sebagaimana yang telah kami sebutkan tentang cahaya api dan hitam asap.


Adapun hadits, maka Mujahid telah mengatakan: "Iblis itu mempunyai lima anak. Masing-masing dari anak itu dijadikan sesuatu yang menjadi urusannya. Kelima anak itu ialah: Tsabur, A'war. Mabsuth, Dasim dan Zalambur.


Tsabur, yaitu: yang punya segala bencana, yang menyuruh dengan kebinasaan, merobekkan baju, manampar pipi dan dakwaan jahiliah. Ada­pun A'war, yaitu: yang punya zina, yang menyuruh dan menghiaskan kezinaan." Adapun Mabsuth, yaitu: yang punya kebohongan. Dan Dasim, ialah: yang masuk bersama orang laki-Iaki kepada keluarganya, yang menuduh mereka, dengan kekurangan pada laki-laki itu dan yang membuat laki-laki itu marah kepada keluarganya. Dan Zalambur, yaitu: yang punya pasar. Lalu dengan sebab Zalambur, mereka itu senantisa mendapat kezaliman.


Setan shalat, dinamai: Khanzab (1). Dan setan wudlu', dinamai: Walhan (2). Mengenai yang demikian, telah tersebut pada banyak hadits. Sebagimana setan pada mereka itu banyak, maka bagitu pulalah malaikatpun banyak. Dan telah kami sebutkan pada "Kitab Syukur" tentang rahasia banyaknya malaikat dan masing-masing mereka mempunyai tugas khusus yang tersendiri. Abu Amamah Al-Bahili berkata: "Rasulu'­llah s.a.w. ber'sabda:-


1. Hadits ini dirawikan Muslim dari Usman bin Abil-'Ash.
2. Hadits ini dirawikan At-Tirmidzi dari Ubai bin Ka'ab.
995


وكل بالمؤمن مائة وستون ملكا يذبون عنه ما لم يقدر عليه من ذلك للبصر سبعة أملاك يذبون عنه كما يذب الذباب عن قصعة العسل في اليوم الصائف وما لو بدا لكم لرأيتموه على كل سهل وجبل كل باسط يده فاغر فاه ولو وكل العبد إلى نفسه طرفة عين لاختطفته الشياطين


(Wukkilla bil-miTmini miatun wa sittuuna malakan, yadzubbuuna 'anhu maa lam yaqdir 'alaihi min dzaalika, lil-bashari sab'atu amlaakin, ya­dzubbuuna 'anhu, kama yudzabbu'dz-dzubaabu 'an qish'atil-'asali filyau- mish-shaa-ifi. Wa maa lau badaa lakum lara-aitumuuhu 'alaa kulli sahlin wa jabalin. Kullun baasithun yadahu, faaghirun faahu. Wa lau wukkilal- 'abdu ilaa nafsihi tharfata 'ainin lakhtathafathu'sy-syayaathinu). Artinya: "Diwakilkan dengan orang mu'min seratus enampuluh malai- kat, yang mempertahankannya, apabila ia tidak sanggup mempertahan- kan dirinya dari yang demikian. Bagi penglihatan (mata) mempunyai tujuh malaikat, yang mempertahankannya, sebagaimana lalat ditolak-jauh dari piring madu pada hari panas. Jikalau tampaklah bagi kamu malaikat itu, niscaya kamu melihatnya, pada tiap-tiap lembah dan bukit. Masing- masing mereka menghamparkan tangannya dan membuka mulutnya. Dan jikalau diwakilkan hamba mu'min itu kepada dirinya sendiri seke- jap mata niscaya ia disambar oleh setan-setan". (1). Ayyub bin Yunus bin Yazid berkata: "Ada berita yang sampai kepada kami, bahwa lahir anak-anak jin bersama anak-anak manusia. Kemudian mereka itu jadi bersama anak-anak manusia".


Jabir bin Abdullah meriwayatkan, bahwa Nabi Adam a.s. tatkala turun ke bumi, berdo'a: "Wahai Tuhanku! Iblis ini yang Engkau jadikan permusuhan diantaraku dan dia. Jikalau Engkau tidak menolong aku, nisca­ya aku tiada sanggup menghadapinya".


Allah berfirman: "Apabila engkau melahirkan anak, maka diwakilkan seorang malaikat kepadanya"


Nabi Adam a.s., berdo'a: "Wahai Tuhanku, tambahkalah kepadaku!". Allah berfirman: "Aku balas satu kejahatan dengan satu. Dan satu per­buatan kebaikan, Aku balas sepuluh, sampai sebanyak yang Aku kehendaki".
Nabi Adam a.s. berdo'a lagi: "Wahai Tuhanku, tambahlah kepadaku!". Allah berfirman: "Pintu tobat itu terbuka, selama masih ada nyawa da­lam badan".


Dan Iblis berdo'a: "Wahai Tuhanku! HambaMu itu yang Engkau muliakan terhadap aku, jikalau tidak Engkau menolong aku terhadapnya, niscaya aku tidak sanggup menghadapinya".


1. Hadits ini dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan isnad dla'if.
996


Allah berfirman: "Apabila dilahirkan untuk Adam seorang anak, maka untukmu dilahirkan seorang anak pula".
Iblis berdo'a: "Wahai Tuhanku, tambahkanlah untukku!".
Allah berfirman: "Engkau berjalan pada mereka pada tempat jalan darahnya dan engkau mengambil dada mereka menjadi rumahmu".
Iblis mendo'a lagi: "Tambahlah, wahai Tuhanku!".
Allah berfirman:-
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا
(Wa-ajlib 'alaihim bi-khailika wa rajilika wa syaarikkum fil-amwaali wal- aulaadi, wa idhum wa maa ya'iduhu musy-syai-thaanu illaa ghuruuraa). Artinya: "Dan kerahkanlah mereka dengan pasukan engkau yang berkuda dan jalan kaki dan berserikatlah dengan mereka tentang harta dan anak-anak dan janjikanlah (apa-apa) kepada mereka. Dan apa yang dijanjikan oleh setan itu kepada mereka, tiada lain dari tipuan belaka". - S. Al-Isra', ayat 64.


Dari Abid-Darda' r.a. yang mengatakan: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda:-
خلق الله الجن ثلاثة أصناف صنف حيات وعقارب وخشاش الأرض وصنف كالريح في الهواء وصنف عليهم الثواب والعقاب وخلق الله تعالى الإنس ثلاثة أصناف صنف كالبهائم كما قال تعالى لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم آذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل وصنف أجسامهم أجسام بني آدم وأرواحهم أرواح الشياطين وصنف في ظل الله تعالى يوم القيامة يوم لا ضل إلا ظله
(Khalaqa'l-laahu'l-jinna tsalaatsata ash-naafin: shanfun hayyaatun wa 'a- qaaribu wa khasyaasyul-ardli Wa shanfun kar-riihi fil-hawaa-i. Wa shan­fun 'alaihimu'ts-tsawaabu wal-'iqaabu. Wa khalaqa'l-laahu Ta'aala'l-insa tsalaa-tsata ash-naafin: shanfun kal-bahaa-imi, kamaa qaala Ta'aalaa: .... lahum quluubun laa yafqahuuna bihaa wa lahum a'yunun laa yubshiruuna bihaa wa lahum aa-dzaanun laa yasma'uuna bihaa. Ulaa-ika kal-an'aami, bal hum adlallu-wa shanfun ajsaamuhum ajsaamu bani Aadama wa arwaa- huhum arwaahusy-syayaathini. Wa shanfun fiidhilli'l-laahi Ta'aalaa yaumal- qiaamati, yauma laa dhilla illaa dhilluhu ).Artinya: "Allah Ta'ala menjadikan jin tiga macam: semacam seperti ular, kala dan binatang-binatang kecil dibumi. Semacam seperti angin di-
997حديث أبي الدرداء خلق الله الجن ثلاثة أصناف صنف حيات وعقارب الحديث أخرجه ابن أبي الدنيا في مكايد الشيطان وابن حبان في الضعفاء في ترجمة يزيد بن سنان وضعفه والحاكم نحوه مختصرا في الجن فقط ثلاثة أصناف من حديث أبي ثعلبة الخشني وقال صحيح الإسناد


udara. Dan semacatn lagi, pada mereka pahala dan siksa. Allah Ta'ala menjadikan manusia tiga macam: semacam seperti hewan, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "mereka mempunyai hati (tetapi) tidak memahamkan dengan hatinya, mempunyai mata, (tetapi) tidak melihat de­ngan matanya dan mempunyai telinga, (tetapi) tidak mendengarkan de­ngan telinganya. Orang-orang itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat" — (S. Al-A'raf, ayat 179). Semacam lagi, tubuhnya tubuh manu­sia dan nyawanya nyawa setan. Dan semacam lagi dalam naungan Allah Ta'ala pada hari kiamat, hari yang tak ada naungan padanya, selain naungan Allah". (1).


Wahib bin Al-Ward berkata: "Sampai kepada kami ceritera, bahwa Iblis merupakan diri seperti manusia, dihadapan Nabi Yahya bin Zakaria a.s. Iblis itu berkata: "Aku bermaksud menasehati engkau". Nabi Yahya a.s. menjawab: "Aku tiada memerlukan akan nasehatmu. Akan tetapi terangkanlah kepadaku tentang anak Adam!". Lalu Iblis itu menjawab: "Mereka pada kami tiga macam. Semacam dari mereka itu, adalah ma­cam yang sangat sulit kepada kami. Kami hadapi salah seorang dari mereka, sehingga kami fitnahkan dia dan kami berketetapan padanya. Lalu ia berlindung dengan pembacaan istighfar dan tobat. Maka rusaklah semua yang telah kami peroleh daripadanya. Kemudian, kami kembali lagi kepadanya, lalu iapun kembali kepada istighfar dan tobat. Kami tiada berputus-asa daripadanya dan kami tiada memperoleh hajat kami daripadanya. Kami hanya payah saja menghadapinya. Yang sema­cam lagi, mereka itu dalam tangan kami, seperti bola dalam tangan anak-anakmu. Kami balik-balikkan mereka menurut kehendak kami. Mereka menjaga dari kami, diri mereka. Adapun macam ketiga, mereka adalah seperti engkau, yang terpelihara dari kesalahan. Kami tidak sanggup berbuat sesuatu terhadap mereka".



Kalau anda bertanya, bagaimana setan itu membuat dirinya menyerupai dengan sebahagian manusia dan tidak dengan sebahagian yang lain? Apabila dilihat bentuknya, maka apakah itu bentuknya yang sebenarnya atau contoh yang memberi bentuk setan dengan demikian? Jikalau setan itu menurut bentuknya yang sebenarnya, maka bagaimana ia dapat terli- hat dengan bentuk yang bermacam-macam? Dan bagaimana ia dapat terlihat pada satu waktu didua tempat dan dengan dua bentuk? Sehingga ia dapat dilihat oleh dua orang dengan dua bentuk yang berlainan. Ketahuilah kiranya, bahwa malaikat dan setan, masing-masing mempu­nyai dua bentuk. Yaitu: hakekat bentuk keduanya. Dan hakekat bentuk keduanya itu tidak dapat diketahui dengan menyaksikan, kecuali dengan nur kenabian. Nabi s.a.w. tiada melihat malaikat Jibril a.s. dalam ben­tuknya, kecuali dua kali (2).


1.  Hadits ini dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya. Hadits ini dla'if.
2. Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.
998


Yang demikian, ialah: bahwa Nabi s.a.w. meminta kepada Jibril a.s. supaya memperlihatkan dirinya kepada Nabi s.a.w. menurut bentuknya. Lalu Jibril a.s. menjanjikannya di BaqV Dan tampaklah Jibril a.s. kepa­da Nabi s.a.w. di Hara'. Maka tertutuplah ufuk dari Timur (masyriq) sampai ke Barat (maghrib). Dan sekali lagi, Nabi s.a.w. melihat Jibril a.s. menurut bentuknya pada malam mi'raj disisi Sadratul-muntaha. Biasanya Nabi s.a.w. melihat Jibril a.s. itu dalam bentuk manusia (1). Nabi s.a.w. melihat Jibril a.s. menurut bentuk Dahiyah Al-Kalabi (2). Dahiyah adalah seorang laki-laki yang cantik mukanya. Yang kebanyakan, malaikat Jibril a.s. itu membuka kepada ahli-mukasyafah dari orang-orang yang mempunyai hati, dengan contoh bentuknya. Lalu setan menampakkan contoh bentuknya bagi ahli mukasyafah itu waktu jaga (tidak tidur).


Maka ia melihat setan tersebut dengan matanya dan mendengar perkataannya dengan telinganya. Lalu yang demikian itu berkedudukan pada kedudukan hakekat bentuknya, sebagaimana tersingkap dalam tidur bagi kebanyakan orang-orang saleh. Yang tersingkap pada waktu jaga, yaitu: yang telah sampai kepada tingkat, yang tidak dapat dicegah dari muka­syafah yang ada dalam tidur, oleh kesibukan pancaindera dengan dunia. Lalu ia melihat dalam jaga itu, apa yang dilihat oleh orang lain dalam ti­dur. Sebagaimana diriwayatkan dari Umar bin Abdul aziz r.a., bahwa seorang laki-laki, meminta kepada Tuhannya, supaya Tuhan memperli­hatkan kepadanya tempat setan dalam hati manusia. Lalu ia melihat da­lam tidurnya (bermimpi) tubuh seorang laki-laki yang menyerupai batu yang bersih berkilat. Kelihatan dalamnya dari luarnya. Dan ia melihat setan itu dalam bentuk katak, yang duduk atas lembung kiri orang itu, diantara lembungnya dan telinganya. Katak itu mempunyai belalai halus, yang dimasukkannya dari lembung kiri orang itu kedalam hatinya, dima na dibisikkan kepadanya hal-hal yang tidak baik. Apabila orang itu me ngingati Allah Ta'ala (berdzikir), niscaya setan itu mengendap. Hal yang seperti ini, kadang-kadang disaksikan dengan mata pada waktu jaga. Sebahagian golongan kasyaf melihat setan itu, dalam bentuk anjing bertelungkup atas bangkai. mengajak manusia kepada bangkai itu. Dan bangkai itu adalah contoh dunia. Ini berlaku sebagai penyaksian bentuk setan itu yang hakiki. Sesungguhnya hati itu-tak boleh tidak-akan lahir hakekatnya, dari wajahnya yang berhadapan dengan alam malakut. Dan ketika itu cemerlanglah bekasnya, atas wajahnya yang berhadapan dengan alamul-mulki wasy-syahadah (alam yang tampak, dapat disaksi­kan). Karena salah satu daripada keduanya bersambung dengan yang satu lagi. Dan telah kami terangkan, bahwa hati itu mempunyai dua wa­jah: wajah kealam gaib, yaitu: tempat masuknya ilham dan wahyu. Dan wajah kealam syahadah. Maka yang lahir daripadanya pada wajah yang


1. Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.
2. Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dao Muslim dari Usamah bin Zaid.
999


mengiringi pihak alam syahadah, adalah merupakan bentuk khayalan. Karena seluruh alam syahadah itu khayalan. Hanya khayalan itu sekali berhasil dari pandangan dengan panjaindera kepada zahiriah alam sya­hadah. Maka bolehlah bentuk itu tidak bersesuaian dengan maksud. Se­hingga terlihat orang yang cantik bentuknya, pada hal dia itu kotor ba- tinnya dan keji rahasianya. Karena alam syahadah itu alam yang banyak penyelewengan.



Adapun bentuk yang berhasil dalam khayalan, dari cemerlangnya alam malakut diatas batin rahasia hati, adalah merupakan peniruan sifat dan penyesuaian bagi sifat. Karena bentuk pada alam malakut itu, mengikuti sifat dan penyesuaian bagi sifat. Maka tak dapat dibantah, bahwa mak­sud yag keji akan terlihat dengan bentuk yang keji. Maka setan itu akan terlihat dalam bentuk anjing, katak, babi dan lain-lain. Dan malaikat akan terlihat dalam bentuk yang cantik. Maka bentuk itu adalah judul maksud dan yang menerangkan maksud itu dengan sebenarnya. Karena itulah, beruk dan babi dalam tidur (mimpi) menunjukkan kepada manusia keji. Kambing menunjukkan kepada manusia yang sejahtera isi dadanya.


Begitulah semua pintu mimpi dan penta'birannya (pengertian mimpi). Dan inilah rahasia-rahasia ajaib, Yaitu: diantara rahasia-rahasia keajaiban hati. Dan tidak layak menyebutkannya dengan Ilmu-Mu'amalah. Dan yang dimaksudkan, ialah: anda membenarkan, bahwa setan itu tersingkap, bagi orang-orang yang mempunyai hati (arbabil-qulub). Begitu pula malaikat, sekali dengan jalan percontohan dan peniruan, sebagaimana ada yang demikian itu dalam tidur. Dan sekali dengan jalan hakekat yang sebenarnya. Dan yang kebanyakan, ialah:. percontohan dengan bentuk yang memberi arti. Yaitu: contoh arti, tidak arti itu sendiri. Ha­nya yang demikian itu, dapat disaksikan dengan penyaksian yang hakiki dengan mata. Dan ahli kasyaf saja yang dapat menyaksikannya, tidak o- rang kelilingnya, seperti orang yang tidur.




تصنيف
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله

Tiada ulasan:

Catat Ulasan