بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ،
ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له
ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد
أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل
عمران – الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Kapitalisme dan Sosialisme adalah mabda' yang lahir akibat kezaliman
manusia. Mabda' ini lahir setelah terjadinya penindasan Gereja pada abad
pertengahan. Dorongan yang lahir waktu itu menolak intervensi agama
sama sekali atau menerima dengan syarat. Dari sinilah, sejarah
Kapitalisme dan Sosialisme sebagai mabda' kemudian bermuara dan
berkembang. Dari segi sumber ajaran, masing-masing mabda' tersebut
bersumber dari akal. Akalah yang menentukan segalanya, baik yang
berkaitan dengan akidah maupun sistemnya. Semuanya ditentukan oleh akal
manusia.
Dari segi akidah, Kapitalisme dibangun berdasarkan ide pemisahan
antara agama dengan kehidupan (fahsl ad-dîn ‘an al-hayât) atau
yang
populer dengan istilah Sekularisme. Kapitalisme masih mengakui
eksistensi agama, tetapi agama tidak dibolehkan mengatur urusan
kehidupan manusia. Agama hanya diberi otoritas untuk mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan dalam masalah ritual dan spiritual, sedangkan dalam
masalah kehidupan, manusialah yang berhak mengatur sendiri urusannya.
Sebab ini merupakan urusan manusia dengan manusia, bukan manusia dengan
Tuhan. Karena akidahnya seperti ini,maka pandangan hidupnya menjadi
pragmatis, yang melakukan dan meninggalkan sesuatu berdasarkan asas
manfaat (pertimbangan untung dan rugi). Artinya, jika ada keuntungan
akan dilakukan, tetapi kalau menyebabkan kerugian akan ditinggalkan.
Inilah asas manfaat yang menjadi pandangan orang Kapitalis.Agar
pandangan tersebut bisa direalisasikan, orang Kapitalis menetapkan
Liberalisme (kebebasan) sebagai metodenya.Dengan kedua standar di atas,
kesalahan Kapitalisme dapat dijelaskan, antara lain:
Pertama, dari segi kesesuaiannya dengan fitrah manusia, dapat
dijelaskan, bahwa manusia mempunyai fitrah beragama yang dengan fitrah
tersebut dia memerlukan Zat Yang Maha Agung dan itulah Tuhan. Kebutuhan
manusia pada Tuhan sesungguhnya tidak terbatas pada waktu ibadah, sebab
di luar ibadah pun manusia tetap manusia, yang mempunyai kelemahan,
kekurangan dan karena itu memerlukan Zat Yang Maha Agung. Kebutuhan
manusia kepada Zat Yang Maha Agung ini merupakan fitrah. Meskipun ketika
keperluan ini tidak dipenuhi tidak akan menyebabkan kematian. Namun
harus difahami, bahwa kelemahan dan kekurangan manusia mengharuskan
adanya kebutuhan manusia pada Zat Yang Maha. Hal ini memustahilkan
fitrah manusia terpuaskan oleh sesamanya. Karena itu, jika konsepsi
mabda' ini mengajarkan pemisahan agama dari kehidupan, artinya akidah
tersebut bertentangan dengan fitrah manusia yang lemah, yang seakan-akan
manusia mempunyai fitrah Maha Kuasa, termasuk kekuasaan mengatur
kehidupannya. Belum lagi akal yang menghasilkan mabda' ini cenderung
berubah, mempunyai
keterbatasan dan tidak konsisten. Jika sumber mabda' tersebut seperti
ini, berarti produk mabda'-nya juga sama, yakni sama-sama kacau, lemah
dam terbatas.
Contoh terbaik adalah ketidakkonsistenan konsep ekonomi Kapitalis.
Dalam Kapitalisme tidak pernah ada keadilan, tetapi karena mabda' ini
diambang kehancuran akibat serangan Sosialisme, maka dirumuskanlah ide
keadilan sosial, agar bisa memberantas ketimpangan sosial yang
ditimbulkannya.
Kasus lain adalah perubahan konsep ekonomi klasik Adam Smith dan David
Richardo. Konsep ini ini kemudian banyak ditinggalkan seiring dengan
perubahan zaman. Setelah
itu berdirilah mazhab baru, seperti Marxis, Keynesian, Neo-Keynesian,
dan NeoKlasik. Ini sudah cukup untuk membuktikan kelemahan mabda'
tersebut dari segi ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.
Kedua, kesalahan mabda' tersebut dilihat dari segi asas karena tidak
dibangun berdasarkan akal, dapat difahami, bahwa Kapitalisme adalah
mabda' yang dibangun berdasarkan prinsip kompromi (al-hall alwasath)
antara tokoh gereja dengan filsuf. Bukan karena partimbangan logis
menurut akal. Artinya, mereka menetapkan langkah kompromi untuk
mendamaikan konflik yang terjadi antara pihak gereja dengan kaum
intelektual. Maka, dalam berbagai aspek mabda’ ini telah mengkompromikan
antara yang haq dengan yang batil, antara Islam dengan kekufuran, dan
antara petunjuk dengan kesesatan. Karena itu, Kapitalisme yang dibangun
berdasarkan ide pemisahan antara agama dengan kehidupan itu bukan karena
partimbangan rasional, melainkan karena usaha untuk mendamaikan konflik
yang terjadi. Sedangkan Sosialisme dan Komunisme, dari segi akidahnya
dibangun berdasarkan materi. Dalam pandangan Sosialisme, alam, manusia
dan kehidupan berasal dari
materi. Semua yang ada merupakan ujud materi. Perubahan dari satu bentuk
benda kepada bentuk benda lain juga merupakan proses perubahan materi
(materialism dialectic). Semua yang ada hanya mencerminkan ujud materi.
Inilah yang disebut Materialisme. Akidah Sosialisme dan Komunisme
mengatakan, bahwa materi merupakan asal segala wujud dan tidak ada yang
lain. Mereka menolak adanya Allah sebagai Sang Pencipta. Dengan begitu
jelas mereka menolak agama. Sebaliknya mereka menciptakan “agama” baru
dengan menyembah dan mengagungagungkan benda. Mereka mengatakan, bahwa
agama adalah candu yang akan merusak masyarakat.
Inilah yang menjadi kenyakinan Marxisme, Leninisme, Titoisme dan
sebagainya. Karena akidahnya menolak agama, sistem kehidupannya kemudian
dibangun berasaskan akal
yang hampa dari ajaran agama. Dalam pandangan akal mereka, materi
berubah dari satu bentuk kepada bentuk lain adalah ujud perubahan
materi, yang biasanya dikenal dengan sebutan dialetika
materialisme.Sedangkan cara untuk mewujudkan perubahan tersebut adalah
dengan
menciptakan pertentangan antara satu materi dengan materi yang lain;
atau menciptakan konflik antara satu pihak dengan pihak lain.
Dari uraian di atas, kesalahan Sosialisme dapat difahami, antara lain:
Pertama, berdasarkan standarketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia,
yang dapat disimpulkan, bahwa fitrah manusia memerlukan agama dan lemah
itu telah dinafikan oleh Sosialisme. Alasannya karena agama telah
dianggap sebagai candu bagi masyarakat. Dengan begitu, naluri beragama
manusia telah dibunuh dan dikubur hidup-hidup. Ini jelas bertentangan
dengan fitrah manusia.
Kedua, dilihat dari segi akidah Sosialisme yang tidak dibangun
berdasarkan akal, sebaliknya berdasarkan materi. Ini artinya, bahwa
materi dalam pandangan Sosialisme adalah azali. Tentu ini sangat
bertentangan dengan akal, karena zat yang azali seharusnya tidak
memerlukan kepada yang lain dan tidak terbatas. Sebaliknya materi jelas
memerlukan kepada yang lain dan terbatas. Sebagai contoh, materi
dianggap sebagai sumber kehidupan, sedangkan materi itu sendiri tidak
dapat melahirkan dirinya sendiri.Disamping itu, materi mempunyai
kelemahan dan keterbatasan. Matahari, misalnya, ketika terbit dari timur
ke barat dan terus-menerus secara konsisten, tentu memerlukan garis
orbit yang sekaligus merupakan sistem bagi terbit dan tenggelamnya
matahari. Pertanyaannya adalah benarkah matahari mengikuti garis
orbitnya tanpa ada yang mengatur? Tentu mustahil. Maka, benarkah
matahari yang memerlukan garis orbit itu disebut tidak memerlukan apapun
atau memerlukan siapapun? Tentu tidak masuk akal. Ini adalah salah satu
contoh. Dengan demikian, Sosialisme telah gagal menjelaskan, bahwa
materi bersifat azali.
Demikian halnya konsep dialektika materialisme Hegel yang kemudian
dikembangkan oleh Karl Marx yang menyatakan, bahwa perubahan bentuk
secara material dari satu
bentuk kepada bentuk lain adalah dialektika materialisme dari satu
kesatuan eksistensi yang di dalamnya terdapat tesis, antitesis dan
sintesis. Mereka, misalnya, mengatakan bahwa kulit yang mengelupas dan
proses terbentuknya kulit baru merupakan ujud dialektika materialisme.
Sebab, di dalam struktur sel yang menyusun kulit terdapat protoplasma
dan sitoplasma yang saling bertarung, sehingga terbentuk kulit baru
setelah kulit yang lama mengelupas karena matinya sel yang ada di
dalamnya. Mereka, berkesimpulan, bahwa setiap perubahan hakikatnya
terjadi secara alami mengikuti kesatuan eksistensi. Tentu saja
kesimpulan ini terlalu menyederhanakan masalah, yang sekaligus
menunjukkan bahwa kesimpulan berfikir ini tidak dibangun dengan kerangka
argumentasi yang rasional.
Kasus kulit mati dan berubah menjadi kulit baru di atas tidak bisa
disederhanakan karena adanya protoplasma dan sitoplasma dalam struktur
sel saja, sebab ada faktor-faktor lain yang juga ikut mempengaruhi,
seperti kondisi cuaca, kekurangan zat tertentu dalam
tubuh manusia atau pengaruh keadaan di luar diri manusia, yang semuanya
itu justru menunjukkan bahwa perubahan material tersebut mustahil
terjadi secara automatis karena adanya tesis, antitesis, dan sintesis
dalam satu eksistensi material. Disamping itu, hakikatnya ini merupakan
kemaujudan dan kemusnahan satu materi, dimana setiap materi akan
mengalami kemaujudan dan kehancuran. Jadi ini sebenarnya bukan merupakan
ujud kontradiksi yang terjadi dalam diri manusia.
Contoh yang lain adalah proses kloning hewan yang mencampurkan antara
sel sperma jantan dengan sel telur betina sehingga menghasilkan
keturunan baru merupakan ujud dialektika materialisme. Ketika ada dua
hal yang saling berlawanan dalam satu kesatuan eksistensi, yaitu sel
sperma dan sel telur. Namun, uniknya sel sperma dan sel telur tersebut
agar bisa menjadi janin, harus mempunyai kromosom yang berjumlah 23
dengan 23 sehingga sama dengan 46 kromosom. Jika jumlah kromosomnya
kurang, maka tidak akan dapat dibuai menjadi zygot. Ini membuktikan,
bahwa adanya sel sperma dan sel telur saja belum cukup, tetapi harus ada
jumlah tertentu. Jumlah tertentu ini merupakan sunnatullah yang tidak
dapat dilalui oleh siapapun. Setelah disatukan dalam jumlah yang pas,
masih ada sunnatullah yang lain, yaitu harus dimasukkan dalam rahim
hewan dan bukan tabung ataupun yang lain. Ini juga tidak dapat
dihindarkan oleh manusia.
Jadi ini bukan merupakan proses dialetika materialisme, sebaliknya
justru membuktikan eksistensi Zat Yang Ada di balik penciptaan tersebut.
Zat yang menentukan keunikan proses dan keistimewaan masing-masing
materi. Dengan demikian jelas, bahwa akidah Sosialisme ini tidak dibangun berdasarkan akal, tetapi dibangun berdasarkan materi.
Ciri dan sifat-sifat material itulah yang mempengaruhi pandangan akidah
tersebut.
Islam sebagai Agama dan Mabda'/Ideologi
Dalam konteks Islam sebagai agama dan mabda' dewasa ini memang tidak
diemban lagi oleh sebuah negara, sehingga kesan Islam yang utuh dan
komprehensif memang tidak kelihatan. Tetapi, kenyataan ini tidak
membuktikan bahwa Islam tidak absah dan layak untuk menjadi agama dan
mabda' alternatif. Sebab, harus dipisahkan antara realitas Islam saat
ini dengan muatan ajarannya. Jika realitas Islam saat ini dipergunakan
untuk menentukan kebenaran atau kesalahan muatan ajarannya, tentu
merupakan tindakan yang menyesatkan. Lebih-lebih ketiadaan Islam dalam
realitas kehidupan masyarakat dan negara saat ini bukan karena kelemahan
Islam, tetapi karena usaha orang-orang kafir yang sengaja menghancurkan
Islam dengan berbagai gerakan destruktif dalam Khilafah Islam waktu
itu. Karena itulah, maka untuk menentukan sah dan tidaknya, tidak dapat
dilihat dengan standar ini, tapi harus dikembalikan kepada kedua standar
di atas.
Untuk itu harus difahami, bahwa asas akidah Islam adalah keimanan
kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab,Rasul, Hari Kiamat serta Qadha’ dan
Qadar. Dengan asas akidah Islam seperti ini, Islam sebagai agama dan
mabda' telah mengakui adanya Pencipta alam, manusia dan kehidupan. Sang
Pencipta itu juga diakui sebagai Zat Yang Maha segalanya. Karena Dia
tidak dapat disamakan dengan apapun dalam kehidupan mereka. Islam juga
mengakui kelemahan dan keterbatasan manusia yang merupakan fitrahnya.
Karena itu, manusia tidak dapat memisahkan diri dengan Allah SWT dalam
keadaan apapun. Inilah yang melahirkan kesedaran mengenai perlunya
aturan kehidupan dari Allah dan bukan dari yang lain, baik dalam bidang
ibadah, ekonomi, politik, sosial, pendidikan, pemerintahan, sanksi hukum
dan sebagainya.
Di sinilah penghargaan Islam kepada fitrah manusia. Fitrah manusia
tersebut tidak dibunuh atau dibiarkan memenuhi keperluannya sendiri,
namun diatur dengan baik sehingga seluruh keperluannya dapat dipenuhi
dengan baik dan sistematis. Ini membuktikan, bahwa baik dalam konteks
spiritual maupun politik, Islam tidak bertentangan dengan fitrah
manusia. Sedangkan dari segi Islam dibangun berdasarkan akal dan bukan
materi, ataupun jalan kompromi dapat dilihat dalam konsep tawhîd, yaitu konsep yang mengajarkan, bahwa
Allah adalah Zat Yang Maha Esa dari segi ulûhiyyah maupun rubûbiyyah.
Konsep tawhîd ulûhiyyah adalah konsep pengesaan Allah sebagai
satu-satunya Zat Yang disembah (wahdâniyyah al-ibâdah). Inilah makna
ilâh yaitu al-ma’bûd (Zat yang disembah). Sedangkan tawhîd rubûbiyyah,
mengajarkan pengesaan Allah sebagai satu-satunya Zat Yang Maha Pencipta
dan Mengatur (wahdâniyah al-khalq wa at-tadbîr) seluruh makhluk yang
ada.Konsep tauhid ini berangkat dari konsep pengesaan Zat Allah, bahwa tidak ada Zat lain yang berhakdisebut sebagai Tuhan.
Dengan demikian, rasionalitas konsep ketuhanan ini dapat dibuktikan:
Pertama, dari aspek monoteis, ketika Islam mengajarkan bahwa Allah
adalah Zat yang Maha Esa, yang secara logis jika ada tuhan lai selain
Allah, dunia ini pasti akan hancur. Dengan begitu, konsep Monoteisme,
bahwa Allah adalah Zat yang Maha Esa adalah konsep yang rasional dan
tidak bertentangan dengan realitas. Kedua, dari segi Zat, bahwa Tuhan
harus azali sedangkan Zat Yang Azali itu harus tidak memerlukan (ghayr
almuhtâj) pada yang lain dan tidak mempunyai keterbatasan (ghayr
almahdûd). Secara nyata semua yang nampak pada alam, manusia dan
kehidupan ini tidak ada satupun yang mempunyai ciri seperti itu,
sehingga tidak satupun yang ada di dunia ini berhak untuk dijadikan
sebagai Tuhan, baik manusia, alam atau kehidupan. Karena tidak ada yang
lain, dan Dialah satu-satunya Zat tadi, maka Dialah yang berhak
dipertuhankan.
Konsepsi tawhîd ini juga menyatakan bahwa tidak ada yang berhak untuk
menciptakan maupun mengaturmanusia, alam dan kehidupan ini kecuali
Allah SWT. Inilah konsep tawhîd yang diajarkan Islam. Karenaitu, Allah
bukan hanya diesakan ketika sedang melakukan ibadah, tetapi juga
diesakan dalam interaksi sosial, ekonomi, politik, pemerintahan dan
sebagainya.
Dengan demikian, Islam anti Sekularisme apalagi Atheisme. Karena itu,
pandangan hidup seorangmuslim harus dibentuk dengan dasar akidah ini,
yaitu akidah yang
memandang segala sesuatu yang menyangkut perbuatan dan benda yang
digunakan untuk melakukan perbuatan berdasarkan standar halalharam, atau
berdasarkan perintah dan larangan Allah. Aadapun cara untuk mewujudkan
pandangan halalharam tersebut adalah dengan terikat dengan hukum Allah
SWT. Wassalam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan