AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Khamis, 2 Oktober 2014

Pandangan Islam Terhadap Kapitalisme dalam Al Quran

 

بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية:
102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Pandangan Islam Terhadap Kapitalisme dalam Al Quran

Kapitalisme berasal dari kata Capit dalam Bahasa Latin yang berarti kepala. Kata ‘kepala’ menandakan kekuasaan. Demikian dinyatakan Dr. Saiful Basri dalam kajian iSource yang diselenggarakan Salam UI di Aula Utama MUI Jum’at 15 Maret 2013. Kajian kali ini membahas tafsir QS. Al-Qalam:17-33.
Kapitalisme adalah suatu paham dimana orang yang memiliki modal paling banyak maka dialah yang berkuasa dan orang yang tidak memiliki modal harus bekerja keras untuk si pemilik modal dengan bayaran yang semena-mena karena dia tidak memiliki kekuasaan apapun. Paham kapitalisme ini secara jelas dicela dalam Islam dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan suatu deskripsi yang sangat brilian mengenai kapitalisme ini, secara jelas tergambar dalam QS. Al-Qalam:17-33.
Dr. Saiful Basri menjelaskan tafsir ayat-ayat tersebut sebagai berikut:
Dalam ayat ke 17, Allah berfirman, “Sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh memetik hasilnya di pagi hari.”
Para pemilik kebun ini merasa yakin bahwa mereka akan panen besok. Mereka terlalu percaya diri dan menganggap bahwa panennya kebun mereka dapat mereka atur secara presisi.
“Dan mereka tidak mengucapkan: insya Allah.”
Mereka lupa bahwa kebun mereka milik Allah sebab mereka menganggap kebun mereka adalah hasil dari usaha mereka sendiri dan tidak ada campur tangan Allah di dalamnya.
“Lalu kebun itu diliputi malapetaka  (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur.”
Tanpa mereka sadari ketika mereka tidur dengan keyakinan akan panen dan ketidaksabaran hari esok, Allah mengirimkan macam-macam bencana yang merusak tanaman mereka.
“<aka jadilah kebun itu hitam seperti malam.”
Kebun itu terbakar habis tanpa sisa menjadi abu yang hitam pekat.
“Lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari.  “Pergilah di waktu pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.” Maka pergilah mereka saling berbisik, “Pada hari ini janganlah ada sesorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.”
Mereka semua saling berkumpul dan merencanakan untuk pergi ke kebun mereka diam-diam sebab mereka tidak ingin ada orang miskin yang tahu bahwa mereka akan panen sebab mereka tidak suka jika orang miskin datang dan meminta sedekah dari kebun mereka.
“Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi orang miskin padahal mereka mampu (menolongnya).”
Mereka bersikeras tidak akan membagi hasil kebun mereka kepada orang miskin dan membutuhkan padahal mereka sangat mampu untuk itu. Inilah contoh orang yang sangat kikir.
“Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, “Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat. Bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).”
Mereka pun tertunduk lesu, saat itulah timbul penyesalan luar biasa dalam diri mereka. Padahal mereka sudah merencanakan apa saja yang akan mereka lakukan jika mendapat keuntungan dari panen. Mereka membuat tipu daya terhadap orang miskin, maka Allah membuat tipu daya yang lebih dahsyat lagi bagi mereka.
“Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?”
Bertasbih adalah kunci untuk mencegah hal-hal buruk terjadi.
“Mereka mengucakan, “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata, “Aduhai celakalah kita, sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.” Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan kebun yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.”
Akhir dari kisah ini menyiratkan hikmah luar biasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak membuat perumpamaan di dalam Al-Quran agar Al-Quran semakin ‘hidup’ dan hikmah serta pelajran di dalamnya dapat ditangkap dengan baik. Kisah ini juga ditutup dengan motivasi bahwa kesalahan itu pasti, tetapi yang menjadi masalah ialah ketika kita terus-menerus berada  dalam kesalahan. Maka bangkitlah dari kesalahan, bertaubat, tebus dengan prestasi. Adapun orang yang sombong, ia tak mengakui kesalahan, selalu saja mengelak kesalahannya.
Dijelaskan oleh Ustadz Saiful Basri bahwa Indonesia adalah surganya para kapitalis. Penguasa hanya bermodal kertas (uang) dan ditukar dengan komoditi berkualitas yang dimiliki Indonesia.  Uang sendiri adalah simbol kapitalisme dimana kertas yang sejatinya tidak berharga dapat digunakan untuk membeli segala kemewahan dunia. Kapitalisme semakin merajalela karena sudah tak ada lagi jiwa bertarung dalam generasi Indonesia sperti Bani Abassiyah yang perlahan hancur karena jiwa bertarung semakin tak ada dalam generasinya. Bertarung disini maksudnya adalah bertarung melawan kapitalisme.
Ustadz DR Saiful basri tidak hanya memberikan tafsir ayat-ayat tersebut, namun beliau juga memberikan tips melawan kapitalisme tersebut:
Cara Melawan Kapitalisme
  • Lawan kapitalisme dengan mencintai produk Indonesia. Sebisa mungkin awas terhadap penggunaan barang-barang luar negeri karena kita tidak tahu kemana uang yang kita belanjakan untuk barang itu digunakan untuk apa. Contohnya sebagian keuntungan barang-barang produk Amerika dan Eropa disalurkan untuk membantu Zionis.
  • Lawan kapitalisme dengan berzakat fitrah dan mal. Zakat mengecilkan gap antara orang kaya dan orang miskin, sehingga tidak ada orang yang merasakan kekurangan.
  • Lawan kapitalisme dengan berinfak di jalan Allah (sedekah). Sedekah harus didasarkan pada kerelaan hati dalam mengeluarkannya. Berapapun nominal sedekah itu tetap harus dilandasi keikhlasan. Jangan sampai kita menjadi seperti para pemilik kebun yang sanagt berat mengeluarkan sedekah padahal mereka sangat mampu untuk itu.
  • Lawan kapitalisme dengan meminjamkan Allah dengan pinjaman yang baik, maksud pinjaman yang baik kepada Allah adalah dengan merelakan harta kita untuk menegakkan agama Allah, kelak Allah akan menggantinya dengan ganti yang jauh lebih baik dan pahala berkali lipat.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan