بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
Nama
lengkap Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin
Ka’ab bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Sedangkan nama ibu beliau
adalah Ummul Khair Salma binti Shakhr bin Akir, yang meninggal dunia
sebagai seorang muslimah.1)
Ali
bin Abi Thalib bersumpah dengan nama Allah bahwa Allah-lah yang telah
menurunkan dari langit nama Ash-Shiddiq untuk Abu Bakar.2)
Diriwayatkan dari Anas radhiyallohu ‘anhu, dia berkata: “Abu Bakar adalah orang yang suka memakai daun pacar dan daun katam untuk mewarnai rambutnya.”3)
Dari
Qais bin Abi Hazim dia berkata, “Aku bersama-sama dengan ayahku
berkunjung kerumah Abu Bakar. Dia adalah seorang yang berperawakan
kurus, tidak terlalu banyak daging dipipinya, dan berambut putih.”4))
Hassan
bin Tsabit, Ibnu Abbas, Asma’ binti Abi Bakar, dan Ibrahim An-Nakha’i
berkata, ” Orang yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Abu
Bakar.”5)
Yusuf
bin Ya’kub bin Al Majasyun berkata, “Aku masih sempat menjumpai
kehidupan ayahku dan beberapa orang syaikhku. Mereka itu adalah Muhammad
bin Al Munkadir, Rabi’ah bin Abi Abdirrahman, Shalih bin Kaisan, Sa’ad
bin Ibrahim, dan Utsman bin Muhammad al Akhnasi. Mereka semua tidak
meragukan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang pertamakali
memeluk agama Islam.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallohu ‘Anhuma bahwa dia berkata, “Orang yang pertama kali mengerjakan Shalat adalah Abu Bakar radiyallohu ‘anhu.”6)
Diriwayatkan
dari Ibrahim, dia berkata, “Orang yang pertama kali mengerjakan shalat
(dari kalangan umat Muhammad) adalah Abu Bakar.”
Diantara
putra-putri Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Abdullah dan Asma’ yang
mendapatkan julukan Dzatun-Nithaqain. Ibu dari kedua anak ini adalah
Qutailah. Anak Abu Bakar yang lainnya adalah Abdurrahman dan Aisyah,
keduanya berasal dari ibu yang bernama Ummu Ruman. Kemudian anak beliau
yang lain lagi adalah Muhammad. Ibu anak ini bernama Asma’ bin Umais.
Anak
Abu Bakar lainnya adalah Ummu Kultsum. Ibu dari putrinya yang satu ini
adalah Habibah binti Kharijah bin Zaid. Ceritanya, ketika Abu Bakar
Ash-Shiddiq hijrah ke Madinah, beliau singgah di rumah Kharijah. Lalu
beliau menikah dengan putrinya yang bernama Habibah tersebut.
Mengenai
Abdullah, dia sempat ikut serta pada perang Tha’if. Sedangkan Asma’,
dia dinikahi oleh Az Zubair dan sempat melahirkan beberapa putra. Namun
kemudian Az Zubair menceraikannya. Dia terus hidup bersama putranya yang
bernama Abdullah sampuai akhirnya putranya tersebut terbunuh. Asma’
sendiri meninggal dalam usia 100 tahun.
Adapun
Abdurrahman, dia sempat ikut perang Badar bersama-sama orang musyrik.
Namun kemudian dia memeluk agama Islam. Berbeda lagi dengan Muhammad,
dia termasuk ahli ibadah dari kalangan orang-orang Quraisy. Hanya saja
dia memberikan pertolongan kepada Utsman pada hari kekhalifahannya
dikudeta. Diapun telah di angkat oleh Ali bin Abi Thalib sebagai
penguasa di Mesir. Hanya saja akhirnya dia di bunuh oleh orang-orang
Mu’awiyah di negeri tersebut. Sedangkan Ummi Kultsum, dia dinikahi oleh
Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan
dari Asma’ binti abu bakar, dia berkata: Ada orang minta tolong datang
kepada Abu Bakar. lalu dikatakan kepada Abu bakar, “Tolonglah sahabatmu
itu! (Maksudnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).” Maka, Abu Bakar keluar dari sisi kami. Sesungguhnya ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memiliki empat buah rambut yang dijalin. Maka, Abu Bakar masuk ke dalam
Masjidil Haram sambil berkata, “Celaka kalian semua…Apakah kalian
membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah, padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu.” (Qs. Ghaafir (40):28)
Maka orang-orang kafir Quraisy meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan menghampiri Abu Bakar. Namun, setelah itu Abu Bakar kembali kepada
kita tanpa memegang sedikit pun jalinan rambut milik Rasulullah. Yang
dia lakukan hanyalah membawa Rasulullah sambil berkata, “Maha Tinggi
Engkau, wahai Dzat Yang Maha Agung lagi Maha Mulia.”7)
Abu
Ya’la juga meriwayatkan dengan kualitas sanad yang hasan dengan redaksi
yang cukup panjang. Riwayat itu berasal dari Asma’ binti Abu Bakar
bahwa orang-orang telah berkata kepadanya, “Perlakuan sadis apa yang
pernah kamu lihat dilakukan orang-orang musyrik terhadap diri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Lalu
disebutkan riwayat yang mirip dengan redaksi Abu Ishaq di atas sebagai
berikut: Lalu ada orang yang meminta tolong datang menghampiri Abu
Bakar. Orang itu berkata, “Tolonglah sahabatmu!” Asma’ berkata, “Lalu
Abu Bakar beranjak meninggalkan kita. Sedangkan Rasulullah sendiri waktu
itu memiliki empat jalinan rambut. Abu Bakar pun berkata, “Celakalah
kalian semua. Apakah kalian akan membunuhnya?’ Abu Bakar sama sekali
tidak menyentuh keempat jalinan rambut Rasulullah sampai akhirnya dia
membawanya pulang.”
Kisah
tentang Abu Bakar ini memiliki beberapa penguat yang lain. Di antaranya
yang berasal dari Al Bazzar dari riwayat Muhammad bin Ali, dari ayahnya
bahwa dia telah berkhutbah sebagai berikut, “Siapakah orang yang paling
berani?” Orang-orang menjawab, “Kamu.” Ali-yang tidak lain ayah
Muhammad-berkata, “Kalau aku, maka tidak pernah berduel dengan seorang
pun kecuali aku yang akan jadi pemenangnya. Akan tetapi orang yang
paling pemberani adalah Abu Bakar. Aku pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah dianiaya oleh orang-orang kafir Quraisy. Beberapa orang telah
menyakiti dan menzhalimi beliau. Orang-orang Quraisy berkata kepada
Rasulullah, “Apakah kamu akan menggantikan beberapa Tuhan yang ada hanya
menjadi satu Tuhan saja?’ Demi Allah, tidak ada seorang pun di antara
kita yang menerima ajakan beliau (untuk memeluk Islam) kecuali hanya Abu
Bakar. Tetapi, tetap saja ada orang yang berusaha menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka Abu Bakar berkata, “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki yang berkata, ‘Tuhanku adalah Allah?’”
Kemudian
Ali menangis sambil berkata, “Aku bersumpah dengan nama Allah di
hadapan kalian, apakah orang mukmin pada masa Fir’aun lebih utama di
bandingkan dengan Abu Bakar?” Maka semua orang terdiam. Ali kembali
berkata, “Demi Allah, itulah waktu paling baik yang dimiliki oleh Abu
Bakar. Orang mukmin pada masa Fir’aun adalah orang yang menyembunyikan
keimanannya. Sedangkan lelaki ini (Abu Bakar) adalah orang yang
mengumumkan keimanannya.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata: Pada waktu malam di dalam gua, Abu Bakar berkata, “Wahai
Rasulullah, biarkanlah aku yang masuk terlebih dahulu sebelum Anda. Jika
memang ada seekor ular atau hewan penyengat yang lain, maka dia akan
menyengatku terlebih dahulu sebelum menyengat Anda. Rasulullah bersabda,
“Kalau begitu masuklah!” Maka, Abu Bakar masuk sambil menutup
setiap lubang yang dilihatnya. Dia menutup lubang-lubang itu dengan
sobekan pakaiannya. Abu Bakar terus melakukan hal itu sampai dia
menyobek seluruh bajunya.
Anas
berkata, “Namun ternyata masih ada satu lubang yang tersisa. Maka, Abu
Bakar menyumbat lubang itu dengan tumitnya. Barulah setelah itu Abu
Bakar mempersilahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk masuk. Pada keesokan harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ‘Dimana bajumu wahai Abu Bakar?’ Abu Bakar memberituhukan apa yang telah dia perbuat semalam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya sembari berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah Abu Bakar berada di derajatku pada hari kiamat nanti’. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla memberikan wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengabulkan permohonanmu itu’.”
Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk bershadaqah. Kebetulan pada waktu itu aku
memiliki harta untuk di shadaqahkan. Maka aku pun berkata, “Pada hari
ini aku akan berusaha manandingi amal Abu Bakar.” Aku menshadaqahkan
separuh harta milikku. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Apakah kamu tidak menyisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Masih ada separuhnya lagi’. Ternyata Abu Bakar menshadaqahkan seluruh harta miliknya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ‘Apakah kamu tidak menyisakan harta untuk keluargamu?’
Abu Bakar menjawab, ‘Aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya bagi mereka
semua’. Maka aku berkata, ‘Aku selamanya tidak akan pernah bisa
menyaingimu dalam suatu apa pun’.”8)
Dari Qais radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
telah memerdekakan Bilal dengan cara membelinya (dari tuannya). Ketika
itu Bilal sedang disiksa dengan cara ditindih batu. Abu Bakar membelinya
dengan emas sebanyak 5 uqiyah. Maka orang-orang berkata kepada Abu Bakar, “Seandainya kamu tidak menyepakati harga itu dan hanya menawar seharga satu uqiyah emas, pasti kami akan menjual Bilal kepadamu.” Abu Bakar balik menjawab, “Seandainya kalian menjualnya seharga 100 uqiyah, pasti aku pun akan memerdekakannya.”9)
Para
ulama ahli sejarah menyebutkan bahwa Abu Bakar ikut perang Badar
bersama-sama dengan Rasulullah dan juga ikut pada peperangan yang lain.
Dia tidak pernah absen dalam setiap peperangan. Pada waktu perang Uhud,
tepatnya ketika orang-orang Islam sudah mulai terdesak, Abu Bakar masih
setia di barisan peperangan. Abu Bakar juga telah dipercaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memegang panji kebesaran umat Islam pada waktu perang Tabuk.
Ketika
Abu Bakar memeluk agama Islam, dia memiliki uang sebasar 40.000 Dirham.
Uang itulah yang dia gunakan untuk memerdekakan para hamba sahaya yang
disiksa tuannya karena memeluk agama Allah. Uang itu juga digunakan
untuk memperkuat perjuangan kaum muslimin. Beliaulah orang yang pertama
kali mengkodifikasikan kitab suci Al Qur’an. Abu Bakar senantiasa
menjauhkan dirinya dari segala jenis minuman keras, baik pada masa
jahiliyah maupun masa Islam. Beliau juga orang yang pertama kali muntah
karena menjauhkan dirinya dari sesuatu yang bersifat syubhat. 10)
Di antara keutamaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
yang lainnnya adalah, ia orang pertama yang diangkat sebagai khalifah
dan ayahandanya masih hidup. Ia juga khalifah yang pertama kali digaji
oleh rakyatnya. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
dia berkata, “Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, dia pun
berkata, ‘Kaumku telah mengetahui bahwa mata pencaharianku masih mampu
mencukupi kebutuhan keluargaku. Namun aku disibukkan menangani urusan
kaum muslimin. Oleh karena itu, keluarga Abu Bakar akan makan dari harta
(gaji) ini dan Abu Bakar sendiri akan menangani urusan kaum muslimin’.”
Ibnu
Sa’ad meriwayatkan dari Atha’ bin As Sa’id, dia berkata, “Ketika Abu
Bakar telah dibai’at untuk menjadi khalifah, maka pada suatu pagi beliau
pergi dengan membawa kain dagangannya menuju pasar. Umar berkata, ‘Kamu
hendak pergi kemana?’ Abu Bakar menjawab, “Mau ke pasar’. Umar berkata,
‘Apa yang akan kamu kerjakan sedangkan kamu ditugaskan untuk menangani
urusan kaum muslimin?’ Abu Bakar menjawab, ‘Lalu dari mana aku akan
menafkahi keluargaku?’ Umar berkata, ‘Pergilah kamu (bersamaku) agar Abu Ubaidah mengalokasikan uang gaji untukmu’. Maka Abu Bakar dan Umar
menjumpai Abu Ubaidah sehingga Abu Ubaidah pun berkata, ‘Aku menetapkan
gaji untukmu berupa bahan makanan yang standar bagi seorang laki-laki
dari kalangan Muhajirin, yakni bukan makanan orang paling kaya dan juga
bukan makanan orang yang paling miskin, serta pakaian pada musim dingin
dan panas. Jika pakaian itu telah usang, maka kembalikanlah pakaian itu
dan kamu bisa mengambil pakaian yang lain lagi’. Umar
dan Abu Ubaidah juga memberi jatah Abu Bakar berupa setengah daging
kambing dalam seharinya dan keperluan lainnya yang dipakai di kepala dan
badan.”
Ibnu
Sa’ad meriwayatkan dari Maimun, dia berkata, “Ketika Abu Bakar diangkat
sebagai khalifah, maka orang-orang memberikan uang sebanyak 2000
kepadanya. Abu Bakar berkata, ‘Tambahlah untukku, karena sesungguhnya
aku memiliki banyak keluarga dan kamu telah membuatku tidak bisa lagi
berdagang’. Maka orang-orang menambahkan lagi sebanyak 500.”
Ath-Thabrani meriwatkan di dalam kitab musnad-nya
dari Al Hassan bin Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Ketika Abu Bakar
hendak meninggal dunia, dia berkata, ‘Wahai Aisyah, coba periksa unta
perahan yang air susunya biasa kita konsumsi, wadah dari kulit unta yang
biasa kita pergunakan untuk wadah air, dan kain beludru yang kita
manfaatkan ketika kita masih dipercaya untuk mengurusi kaum muslimin.
Jika aku nanti meninggal dunia, maka kembalikan benda itu semua kepada Umar!’
Ketika Abu Bakar meninggal dunia maka Aisyah mengembalikan semua barang
itu kepada Umar. Maka Umar pun berkata, ‘Semoga Allah melimpahkan
rahmat kepadamu, wahai Abu Bakar! Kamu sungguh-sungguh memberikan contoh
yang sangat sulit bagi generasi setelahmu’.”
Ibnu Abi Ad-Dunya meriwayatkan dari Abu Bakar bin Hafsh, dia berkata, “Ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengalami sakaratul maut, dia berkata kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha,
‘Wahai putriku, sesungguhnya kita telah mengurusi kaum muslimin dan
kita tidak makan satu Dinar atau satu Dirham pun (harta Mereka). Akan
tetapi, kita mengkonsumsi makanan kasar mereka di dalam perut kita ini,
kita mengenakan pakaian kasar milik mereka di tubuh kita ini, dan kita
juga tidak mendapatkan harta rampasan perang kaum muslimin sedikit pun
kecuali hanya seorang hamba sahaya dari Abisinia, unta perahan, dan
pakaian beludru yang telah usang ini. Oleh karena itu, jika aku mati
nanti, maka kembalikanlah semua ini kepada Umar!’”
Di antara keutamaan lainnya yang dimiliki Abu Bakar adalah, ia orang yang pertama kali memiliki ide membuat Baitul Mal
(badan untuk menyimpan harta). Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Sahal bin
Abu Khaitsamah dan beberapa perawi yang lain bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memiliki Baitul Mal yang berada di daerah Sunh. Namun Baitul Mal
tersebut tidak dijaga oleh seorang pun. Maka ada orang yang berkata
kepada beliau, “Tidakkah Anda menyuruh seseorang untuk menjaganya?” Abu
Bakar menjawab, “Tempat itu sudah dikunci.”
Abu
Bakar telah menshadaqahkan seluruh harta yang ada dalam rumah itu
sampai habis. Ketika pindah ke Madinah, Abu Bakar juga mengalihkan Baitul Mal tersebut. Dia menjadikan rumahnya sebagai Baitul Mal.
Maka, dia pun menghimpun sejumlah harta kemudiaan dibagi-bagikan kepada
orang-orang fakir. Dia membagikan harta itu secara adil. Abu Bakar juga
telah membeli unta, kuda, dan senjata untuk disumbangkan sebagai
peralatan perang di jalan Allah. Beliau telah membeli sejumlah kain
sutra untuk dibagi-bagikan kepada penduduk Madinah.
Ketika beliau meninggal dunia dan jenazahnya telah dikebumikan, maka Umar memanggil beberapa orang kepercayaannya. Dia mengajak mereka untuk masuk ke dalam Baitul Mal milik Abu Bakar. Di antara orang yang diajak masuk ke dalam tempat itu adalah Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Ternyata mereka tidak menjumpai sesuatu pun di dalam tempat itu, sekali pun hanya sekeping dinar maupun dirham.
Menurutku berdasarkan keterangan ini, maka pendapat Ibnu Al Askari di dalam kitab Al Awaa’il menjadi tersanggah. Dia telah mengatakan bahwa orang yang pertama kali memiliki ide membuat Baitul Mal adalah Umar bin Khaththab. Bahkan, dia juga mengatakan bahwa di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun di masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu belum pernah ada Baitul Mal.
Aku
telah memaparkan masalah ini di dalam kitab karanganku. Namun aku juga
menjumpai Ibnu Al Askari meralat pendapatnya itu di dalam kitab
karangannya yang lain sebagai berikut, “Sesungguhnya orang yang pertama
kali mencetuskan ide Baitul Mal adalah Abu Ubaidah bin Al Jarrah pada masa kekhilafahan Abu Bakar.”
Di
antara keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq yang lainnya adalah sebagaimana
yang telah dikatakan oleh Al Hakim sebagai berikut, “Julukan yang
pertama kali muncul dalam Islam adalah julukan yang diberikan kepada Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu. Beliau dijuluki dengan sebutan ‘Atiq (orang yang terbebas dari api neraka).”
Muhammad
bin Ishaq menyebutkan bahwa dari 10 0rang yang pertama kali masuk
Islam, ada 5 orang yang menyatakan keislamannya di hadapan Abu Bakar
Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Mereka itu adalah Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhum.11)).
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan orang-orang sebagai berikut, “Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan pilihan kepada seorang hamba
untuk (hidup di alam) dunia atau berada di sisi-Nya. (Maksudnya adalah
meninggal dunia). Ternyata hamba itu lebih memilih untuk tinggal di
sisi-Nya.” Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menangis. Tentu saja kami merasa heran dengan tangisan Abu Bakar yang disebabkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mengabarkan tentang seorang hamba yang telah disuruh memilih oleh
Allah. Ternyata, hamba yang disuruh untuk memilih dua hal itu adalah
Rasulullah sendiri. Abu Bakar memang orang yang paling memahami maksud
sabda Rasulullah tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling tulus menjalin persahabatan denganku
dan yang paling dermawan mendermakan hartanya untuk (perjuangan)ku
adalah Abu Bakar. Seandainya aku mengangkat seorang Khalil (kekasih)
selain Tuhanku ‘Azza wa Jalla, pasti aku telah mengangkat Abu Bakar
(sebagai Khalil). Akan tetapi persaudaraan dan saling mencintai dalam
ikatan Islam (jauh lebih baik). Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu
kecuali telah ditutup, kecuali hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih
terbuka).” (Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan pintu Abu Bakar saja yang terbuka adalah restu Rasulullah agar
dia menjadi khalifah setelah beliau–penerj.) (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab Shahihain)12)
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku duduk di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba Abu Bakar datang sambil memegang ujung pakaiannya sehingga kedua lututnya sampai terlihat. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun sahabat kalian (yang sedang datang kemari ini), maka dia telah bertengkar (dengan seseorang).” Lalu Abu Bakar mengucapkan salam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terjadi diskusi antara diriku dengan Ibnu Khaththab (Umar)!
Memang aku terburu-buru marah kepadanya, namun aku menyesali kejadian
tersebut sehingga aku meminta maaf kepadanya. Akan tetapi, dia enggan
memaafkan kesalahanku. Oleh karena itu, aku pergi menghadapmu.”
Rasulullah bersabda, “Allah akan mengampunimu, wahai Abu Bakar.” Rasulullah mengucapkan kalimat ini sebanyak tiga kali.
Ternyata Umar
menyesali perbuatannya sehingga dia berkunjung ke rumah Abu Bakar. Dia
pun berkata, “Abu bakar telah berbuat salah (kepadaku).” Namun
orang-orang berkata, “Tidak.” Akhirnya Umar datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengucapkan salam kepada beliau. Namun raut wajah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat berubah karena marah. Hal itu semakin membuat Abu Bakar merasa kasihan kepada Umar.
Akhirnya Abu Bakar berlutut (di hadapan Rasulullah) sambil berkata,
“Wahai Rasulullah, demi Allah, aku malah merasa semakin berbuat zhalim
(kepada Umar)!” Abu Bakar mengucapkan kalimat itu sebanyak dua kali.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata,
‘Kamu adalah pendusta’. Berbeda dengan Abu Bakar yang membenarkan
(ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan harta bendanya. Apakah
kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) sahabatku?”
Rasulullah mengucapkan kalimat itu sebanyak dua kali. Sejak itulah Abu
Bakar tidak pernah disakiti (oleh seorang pun dari kaum Muslimin. (HR. Bukhari)
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Kami pergi berperang bersama-sama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada waktu perang Hunain. Ketika kami telah berjumpa dengan pihak
musuh, maka kaum muslimin mulai terdesak. Aku melihat ada seorang
laki-laki dari kaum musyrik akan menghabisi nyawa seorang laki-laki dari
kalangan kaum muslimin. Aku langsung berputar untuk mendatanginya dari
arah belakang. Aku mengayunkan pedangku ke tengkuk lelaki musyrik
tersebut. Ternyata, dia malah berbalik ke hadapanku sambil merangkulku
dengan sangat kuat. Aku mencium aroma kematian dari tubuhnya. Sampai
Akhirnya dia meninggal dunia dan melepaskan rangkulannya dari tubuhku.
Aku akhirnya menghampiri Umar bin Khaththab sembari berkata, ‘Bagaimana kondisi orang-orang?’ Umar menjawab, “Berada dalam pertolongan Allah.”
Setelah itu, orang-orang pulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk sambil bersabda, “Barangsiapa
berhasil membunuh seseorang, hendaklah dia mendatangkan bukti sehingga
dia bisa memiliki harta orang yang dia bunuh.” Aku pun berdiri sambil berkata, “Siapa yang mau menjadi saksi untukku?” Kemudian aku duduk dan Rasulullah kembali bersada, “Barangsiapa
yang berhasil membunuh seseorang, hendaklah dia mendatangkan bukti
sehingga dia bisa memiliki harta orang yang dia bunuh.” Aku pun
kembali berdiri sambil berkata, “Siapa yang mau menjadi saksi untukku?”
aku kembali duduk (karena masih tidak ada orang yang mau menjadi saksi
untukku).
Rasulullah
menyabdakan kalimat serupa untuk yang ketiga kalinya. Maka ada seorang
laki-laki berkata, “Dia berkata jujur, wahai Rasulullah! Harta rampasan
perang orang itu berada padaku. Maka, relakanlah harta miliknya itu agar
menjadi milikku. “Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Tidak, demi Allah!
Tidak ada salah seorang dari singa Allah yang ikut berperang di jalan
Allah dan Rasul-Nya lalu dia memberikan harta rampasan perangnya
kepadamu. “Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Abu Bakar berkata benar. Berikanlah harta rampasan perang itu kepadanya!”
Akhirnya aku menjual baju perang (milik orang musyrik tersebut)
kemudian uang hasil penjualannya aku belikan sebuah kebun buah di daerah
kabilah Bani Salamah. Itulah harta pertama yang aku miliki dalam Islam.
13) Hadits ini mengandung keterangan bahwa Abu Bakar telah mengeluarkan fatwa di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini merupakan salah satu keutamaan yang dimiliki Abu Bakar.
Dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata: Pernah terjadi peperangan di Bani Amru bin Auf. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendengar peristiwa tersebut. Beliau mengunjungi mereka setelah waktu
zhuhur. Tujuan beliau datang adalah untuk mendamaikan mereka. Rasulullah
bersabda, “Wahai Bilal jika waktu shalat (Ashar) telah tiba dan aku
juga belum datang, maka perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat
bagi orang-orang.” Ketika waktu shalat (Ashar) telah tiba, seperti
biasa Bilal mengumandangkan iqamah shalat. Lalu dia memerintahkan Abu
Bakar (untuk mengimami shalat). Maka Abu Bakar menjadi imam shalat bagi
mereka. Ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang setelah Abu Bakar memulai shalatnya.
Ketika orang-orang melihat Rasulullah datang, mereka menepuk tangan (untuk memberi tanda kepada Abu Bakar). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang dengan membelah barisan shalat orang-orang sampai akhirnya
berdiri di belakang Abu Bakar. (Perawi berkata, “jika telah memulai
shalatnya maka Abu Bakar tidak akan lagi menoleh). Ketika Abu Bakar
mendengar suara tepukan tangan yang tiada kunjung berhenti, maka dia pun
akhirnya menoleh. Dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah berada di belakangnya. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangannya, “Teruskanlah!” Maka Abu Bakar tetap berdiri di tempatnya sambil membaca tahmid kepada Allah karena hal itu. Setelah itu Abu Bakar berjalan mundur secara perlahan-lahan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami orang-orang mengerjakan shalat.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menunaikan shalat, beliau bersabda, “Wahai Abu Bakar apa yang menghalangimu (untuk meneruskan shalat) ketika aku memberimu isyarat terus?” Abu Bakar menjawab, “Tidak pantas Ibnu Abi Quhafah mengimami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka Rasulullah bersabda kepada orang-orang, “Jika
terjadi sesuatu di tengah shalat kalian, maka hendaklah orang-orang
lelaki membaca tasbih dan orang-orang perempuan menepuk tangan.” (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab Shahihain)14)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Ketika sakit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah semakin parah, Bilal (seperti biasanya) mengumandangkan adzan shalat. Maka beliau bersabda, “Perintahkanlah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi orang-orang!”
Aisyah
berkata, “Maka aku pun berkata, ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya Abu
Bakar adalah seorang lelaki yang mudah menangis. Sesungguhnya ketika dia
berdiri untuk menggantikanmu, maka orang-orang tidak akan bisa
mendengar suaranya (dengan jelas). Seandainya saja Anda memerintahkan Umar‘. Rasulullah bersabda,‘Perintahlah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi orang-orang!’”
Aisah
berkata, “Maka aku berkata kepada Hafshah, “coba berbicaralah kepada
Rasulullah, ‘Abu Bakar adalah orang yang mudah sekali menangis.
Sesungguhnya ketika dia berdiri menggantikan posisimu, maka orang-orang
tidak akan bisa mendengar suaranya. Andai saja Anda memerintahkan Umar‘. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Sungguh
kalian ini seperti para perempuan Yusuf (dalam hal suka membantah).
Perintahkanlah Abu Bakar agar menjadi imam shalat bagi orang-orang!’”
Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata, “Maka, mereka memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam
shalat. Ketika Abu Bakar mulai menunaikan ibadah shalat, ternyata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kalau sakitnya
sedikit berkurang. Beliau berdiri dengan dibantu oleh dua orang
laki-laki yang menuntun beliau, sedangkan kedua kaki Rasulullah sendiri
pada waktu itu berjalan tertatih-tatih. Sampai akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
masuk ke dalam masjid. Ketika Abu Bakar mendengar gerak perlahan
Rasulullah, maka dia langsung bergerak mundur. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya isyarat, ‘Tetaplah berdiri seperti semula!’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
terus berjalan sehingga duduk di samping kiri Abu Bakar, sedangkan Abu
Bakar tetap dalam posisi berdiri. Abu Bakar mengikuti shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar.” (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab Shahihain)15)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Sama sekali tidak ada harta yang memberi manfaat bagiku,
sebagaimana manfaat harta milik Abu Bakar.” Lalu Abu Bakar menangis
sambil berkata, “Bukankah memang diri dan hartaku hanya milikmu, wahai
Rasulullah?” (HR. Ahmad)16)
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, dia berkata: Ada seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu beliau memerintahnya untuk kembali datang menjumpai beliau. Namun
wanita itu berkata, “Bagaimana jika aku kembali nanti aku tidak
menjumpai Anda?” Sepertinya maksud wanita itu adalah, bagaimana kalau
beliau telah wafat. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu tidak menjumpai aku, maka datanglah kamu kepada Abu Bakar!” (HR.Bukhari)17)
Dari
Abu Raja’ Al Atharidi, dia berkata: Aku memasuki kota Madinah. Lalu Aku
melihat orang-orang sedang berkumpul. Aku juga melihat seorang
laki-laki sedang mengecup kepala seorang laki-laki yang lain. Dia juga
berkata, “Aku adalah tebusan untukmu. Seandainya bukan karena Anda,
pasti kami semua telah binasa.” Maka aku berkata, “Siapakah orang yang
mengecup dan siapakah orang yang dikecup keningnya itu?” Orang-orang pun
menjawab, “Itu adalah Umar yang telah mengecup kening Abu Bakar ketika telah memerangi ahlur-riddah
(orang-orang yang murtad). Sebab, mereka itu adalah orang-orang yang
enggan membayar zakat sampai akhirnya mereka dipaksa untuk membayarnya.”
Dari
Muhammad bin Al Hanafiyah, daia berkata: Aku pernah bertanya kepada
ayahku, “siapakah manusia yang paling baik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ali bin Abi Thalib menjawab, “Abu Bakar.” Aku bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Ali menjawab, “kemudian Umar.” Sebenarnya aku khawatir kalau ayahku akan menyebutkan nama Utsman.
Maka aku berkata, “Kemudian Anda.” Namun dia malah berkata, “Ayahmu ini
hanyalah salah seorang lelaki dari kalangan kaum muslimin.” (HR.Bukhari)18)
Dari Abu Sarihah, dia berkata: Aku pernah mendengar Ali radhiytallahu ‘anhuberkata
di atas mimbar, “Ingatlah, sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang
sangat pandai memelihara hati (dari hal-hal yang buruk).”19)
Dari Za’id bin Arqam radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata: Abu Bakar Ash Shiddiq memiliki seorang hamba sahaya yang
berkhianat kepadanya. Pada suatu malam, hamba sahaya itu datang dengan
membawa makanan. Maka, Abu Bakar menelan sesuap dari makanan yang dibawa
hamba sahaya tersebut. Setelah itu hamba sahaya itu berkata, “Mengapa
kamu setiap malam bertanya kepadaku dan pada malam hari ini tidak
melontarkan sebuah pertanyaan?” Abu Bakar menjawab, “Hal itu disebabkan
karena aku merasa sangat lapar. Dari manakah kamu mendapatkan makanan
ini?” Hamba sahaya itu berkata, “Aku pernah melewati sekelompok orang
jahiliyyah, maka aku membacakan mantera kepada mereka sehingga mereka
menjanjikan aku (untuk memberi sesuatu). Pada hari inilah, ketika aku
melewati mereka lagi, ternyata mereka memiliki sebuah acara pernikahan.
Akhirnya, mereka memberiku makanan.” Abu Bakar berkata, “Celaka kamu
ini, hampir saja kamu membuatku binasa (karena makanan yang tidak halal
tersebut)!”
Maka,
Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam kerongkongannya dan dia pun
mulai akan muntah. Namun sesuap makanan itu tidak juga mau keluar dari
kerongkongannya. Maka dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya makanan itu
tidak akan keluar kecuali dengan bantuan air.” Abu Bakar minta
diambilkan air dalam sebuah wadah. Dia pun meminum air tersebut sampai
akhirnya berhasil memuntahkan makanan itu. Dikatakan lagi kepada Abu
Bakar, “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu. Apakah semua ini
gara-gara sesuap makanan itu?” Abu Bakar berkata, “Seandainya makanan
itu tidak keluar kecuali dengan jiwaku, maka aku pasti akan
mengeluarkannya juga. Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap jasad yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka lebih berhak baginya.’ Oleh karena itu, aku merasa khawatir kalau ada sesuatu yang haram tumbuh di dalam jasadku dari sesuap makanan itu.” (Bukhari meriwayatkan ujung hadits ini dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Dari
Hisyam, dari Muhammad, dia berkata, “Orang dari kalangan umat ini yang
paling memiliki kecemburuan besar terhadap agama setelah Nabinya adalah
Abu Bakar Ash-Shiddiq.”
Dari Muhammad bin Sirin, dia berkata, “Tidak ada seorang pun yang takut terhadap (larangan) yang dia telah ketahui setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi Abu Bakar.”20)
Dari
Qais, dia berkata: Aku telah melihat Abu Bakar memegang ujung lidahnya
sembari berkata, “Inilah yang menggiringku ke tempat sumber air (kelak
di hari kiamat).”
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
dia berkata: Umar bin Khaththab telah berkata, “Diantara berita yang
beredar di tengah-tengah kami pada hari wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ali
dan Az-Zubair berada di rumah Fathimah, sedangkan para sahabat kalangan
Anshar sedang berada di Saqifah Bani Sa’idah. Berbeda dengan para
sahabat kalangan Muhajirin yang pada waktu itu berkumpul di sekitar Abu
Bakar. Maka aku (Umar) berkata kepadanya, ‘Wahai Abu Bakar, mari beranjak bersama kami menuju saudara-saudara kita dari kalangan Anshar!’
Akhirnya
kami semua bertolak sampai akhirnya bertemu dengan dua orang lelaki
shalih. Keduanya memberitahu kami tentang apa yang sedang dikerjakan
orang-orang. Keduanya berkata, ‘Wahai orang-orang Muhajirin, kalian
semua hendak pergi kemana?’ Aku menjawab, ‘Kami hendak mengunjungi
saudara-saudara kami dari kalangan Anshar’. Namun keduanya malah
berkata, ‘Kalian tidak usah mengunjungi mereka, kerjakan saja urusan
kalian!’ Maka aku berkata, ‘Demi Allah, kami tetap akan mengunjungi
mereka.’
Kami
terus bertolak sampai akhirnya tiba di tengah-tengah mereka, tepatnya
di Saqifah Bani Sa’idah. Ternyata mereka semua telah berkumpul. Di
hadapan mereka ada seorang laki-laki berselimut. Maka aku pun bertanya,
‘Siapakah ini?’ Orang-orang menjawab, ‘Sa’ad bin Ubadah’. Aku kembali
berkata, ‘Ada apa dengannya?’ Mereka kembali menjawab, ‘Dia tengah
menderita sakit’.
Ketika kami duduk, tiba-tiba orator kaum Anshar berdiri sambil melafazhkan kalimat pujian kepada Allah ‘Azza wa Jalla
sebagai dzat yang memang layak untuk menerima segala bentuk pujian. Dia
juga berkata, ‘Amma ba’du, kita semua adalah para penolong Allah
sekaligus juga sebagai pasukan berkuda agama Islam. Sedangkan kalian
-wahai sekalian orang-orang Muhajirin- hanyalah sekelompok orang dari
kita. Sesungguhnya ada sekelompok orang dari kalian yang diam-diam
hendak menyingkirkan kami dan menjauhkan kami dari sebuah urusan yang
besar’.”
Umar
berkata, “Ketika orang itu telah diam, maka aku hendak berbicara.
Sungguh aku telah mempersiapkan sebuah kalimat yang menurutku sangat
bagus untuk diutarakan. Aku hendak mengutarakannya juga di hadapan Abu
Bakar, sebab aku juga pernah tidak sependapat dengannya dalam beberapa
hal. Namun, bagaimanapun juga, Abu Bakar adalah orang yang lebih sabar
dan lebih berwibawa dibandingkan aku. Ternyata Abu Bakar berkata
kepadaku, ‘Bersikaplah agak pelan!’ Tentu saja aku tidak suka kalau
marah kepadanya. Demi Allah, ternyata Abu Bakar tidak meninggalkan
beberapa konsep kalimat yang aku persiapkan. Semua ide yang ada dalam
benakku telah dia lontarkan di hadapan orang-orang dengan redaksi yang
sangat santun. Dia terus mengucapkan hal itu sampai akhir perkataannya.
Dalam
hal ini Abu Bakar berkata, ‘Amma ba’du, adapun hal-hal positif yang
telah kalian utarakan, memang sudah terbukti kalian lakukan. Namun tidak
ada orang Arab yang mengetahui permasalahan (kekhilafahan) ini kecuali
memang berada di tangan salah seorang penghuni kampung dari kalangan
suku Quraisy ini. Mereka itu adalah orang-orang yang memiliki nasab dan
tempat tinggal yang paling baik. Aku ridha kalau salah seorang dari
kedua orang ini menjadi pemimmpin kalian. Terserah, mana diantara
keduanya yang akan kalian pilih’.”
Umar
berkata, “Ternyata Abu Bakar mengandeng tanganku dan tangan Abu Ubaidah
bin Al Jarrah. Sesungguhnya semua perkataan Abu Bakar yang telah di
lontarkan tidak ada yang aku benci kecuali hanya yang terakhir ini. Demi
Allah, hal itu sama dengan aku disuruh maju kemudian tengkukku
dipenggal. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan aku kepada sebuah dosa,
kecuali dia masih lebih aku sukai daripada harus memimpin sebuah kaum
sedangkan di tengah-tengah mereka nasih ada Abu Bakar, kecuali apabila
dia memang membujukku untuk menerima jabatan tersebut ketika dia sudah
hendak meninggal dunia.
Tiba-tiba
ada seseorang dari kalangan Anshar berkata, ‘Aku adalah orang yang bisa
dipercaya pendapatnya lagi berpengalaman. Aku juga tokoh yang cukup
dihormati. (Lebih baik) di antara kita ada seorang pemimpin dan di
antara kalian juga ada seorang pemimpin’. Maka, suara gaduh pun
terdengar sampai aku khawatir kalau persatuan orang-orang muslimin
pecah. Ketika itulah aku berkata, ‘Julurkanlah tanganmu, wahai Abu
Bakar! Karena aku akan membaiatmu sebagai khalifah’. Maka, Abu Bakar
dibaiat oleh orang-orang Muhajirin yang kemudian diikuti oleh
orang-orang Anshar.” (HR. Imam Ahmad) 21)
Lalu
Abu Bakar datang kemudian menyingkap kain yang menutup wajah
Rasulullah. Abu Bakar mengecup kening beliau kemudian berkata, “Aku
bersumpah, kamu tetap wangi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Demi
Dzat Yang Menguasai jiwaku, Allah selamanya tidak akan menimpakan dua
kematian kepadamu!” Kemudian Abu Bakar keluar sambil berkata kepada
Umar, “Wahai orang yang mengucapkan sumpah, tenanglah!” Ketika Abu Bakar
telah berbicara, maka Umar pun duduk. Abu Bakar memuji Allah dan menyanjung-Nya. Dia berkata, “Ingatlah, barangsiapa menyembah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka, sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Baragsiapa menyembah
Allah, Maka, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Hidup lagi tidak
akan pernah mati.”
Abu Bakar membaca ayat Al Qur’an, “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (Az-Zumar(39):30) Begitu pula dengan firman Allah Ta’ala, “Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik
ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia
tidak akan mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah
akan memeberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al ‘Imran(3):144)
Umar
berkata, “Maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap
mencucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshar berkumpul di sekitar Sa’ad
bin Ubadah yang berada di Saqafah Bani Sa’idah.” Mereka berkata, “Di
antara kita ada seorang pemimpin dan di antara kalian juga ada seorang
pemimpin.” Maka Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah menghampiri mereka. Umar mulai berbicara. Namun Abu Bakar menyuruhnya untuk diam. Dalam hal ini Umar
berkata, “Demi Allah, aku telah mempersiapkan ungkapan yang menurutku
sangat bagus untuk dilontarkan pada waktu itu. Aku khawatir kalau ideku
itu tidak disampaikan oleh Abu Bakar. Namun, ternyata Abu Bakar
berbicara dan tampil sebagai orang yang paling komprehensif dan
substansi pembicaraannya.
Ketika
itu Abu Bakar berkata, “Kami adalah para amir dan kalian adalah anggota
dewan kabinet.” Abu Bakar balik berkata, “Tidak, akan tetapi amir
adalah dari kalangan kami dan kalian adalah anggota dewan kabinet.”
Namun Habbab bin Al Mundzir berkata, “Tidak, demi Allah, kita tidak akan
melakukan hal itu. Di antara kami ada seorang amir dan di antara kalian
juga ada seorang amir.” Umar berkata kepada (Abu Bakar), “Bahkan, kami
akan membai’atmu. Kamu adalah sayyid kami dan orang terbaik di antara
kami. Kamu juga orang yang paling dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di antara kami semua.” Maka, Umar
memegang tangan Abu Bakar untuk membai’atnya yang kemudian diikuti oleh
orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata, “Kalian telah membunuh
(hak khalifah) Sa’ad bin Ubadah.” Maka Umar berkata, “Allah yang telah membunuhnya.”
Dari Humaid bin Hilal, dia berkata: Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, maka para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tetapkanlah gaji yang mencukupi untuk khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu sebagian yang lain berkata, “Ya, berilah dia dua helai kain
beludru. Apabila kedua kain itu telah usang, maka hendaklah dia
mengembalikannya dan mengambil lagi kain yang lain. Berikanlah juga
fasilitas kendaraan jika dia bepergian dan sejumlah uang belanja untuk
keluarganya, sebagaimana yang dia berikan sebelum diangkat sebagai
khalifah.” Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku rela dengan hal itu.” 22)
Umair
bin Ishaq berkata, “Abu Bakar pernah keluar memanggul beban di atas
pundaknya. Maka ada seorang lelaki berkata kepadanya, ‘Biarkanlah aku
yang membawa barang itu untukmu!’ Abu Bakar berkata, ‘Jangan
memperdulikan aku, dan jangan pula memperdaya diriku! Sebab, Ibnu Khaththab telah mencukupi kebutuhan keluargaku’.”
Menurut
para ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing
untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibaiat menjadi khalifah, ada
seorang wanita desa berkata, “Sekarang Abu Bakar tidak akan lagi
memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar
sehingga dia berkata, “Tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa
memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan
yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah
kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memeraskan susu
kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, dia memerintahkan Umar
untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun
berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umrah,
beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. Dia memasuki kota Makkah
sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Pada waktu itu, Abu
Quhafah -ayah beliau- sedang duduk di depan pintu rumahnya. Dia ditemani
oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya.
Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah, “Ini putramu (telah datang)!”
Maka,
Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya
untuk bersimpuh. Dia turun dari untanya ketika unta itu belum sempat
bersimpuh dengan sempurna sambil berkata, “Wahai ayahku, janganlah Anda
berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya.
Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan
kedatangan putranya tersebut.
Setelah
itu, datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid,
Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan Al Harits bin Hisyam. Mereka
semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar, “Assalaamu’alaika, wahai khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!”
Mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata,
“Wahai Atiq (julukan untuk Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang
(yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan
mereka!” Abu Bakar berkata, “Wahai ayahku, tidak ada daya dan kekuatan
kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang
sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk
menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar
berkata, “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan
zhalim?” Ternyata tidak ada seorang pun yang datang kepada Abu Bakar
untuk melaporkan sebuah kezhaliman. Semua orang malah menyanjung
pemimpin mereka tersebut.
Dari Hisyam bin Urwah, 23)
dari ayahnya, dia berkata: Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah,
dia berkhutbah di hadapan khalayak. Dia mengucapkan kalimat pujian dan
sanjungan kepada Allah sebagai Dzat yang memang layak untuk menerimanya.
Setelah itu dia berkata, “Amma ba’du, wahai sekalian manusia,
aku telah (dipilih) untuk menangani urusan kalian semua. Namun bukan
berarti aku adalah orang yang paling baik di antara kalian. Akan tetapi
Allah telah menurunkan Al Qur’an dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah memberikan beberapa ajaran Sunnah. Dialah yang mengajarkan hal
itu kepada kita. Ketahuilah, sesungguhnya kepandaian yang paling tinggi
tingkatannya adalah dengan bertakwa, dan kedunguan yang paling tinggi
tingkatannya adalah dengan melakukan hal-hal yang aniaya! Sesungguhnya
orang yang paling kuat di antara kalian adalah orang yang lemah di
mataku, sehingga aku akan mengambil haknya untuk (kebahagian hidup)nya.
Sebaliknya, orang yang paling lemah di antara kalian adalah orang yang
kuat di mataku, sehingga aku akan memberikan hak untuknya. Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang yang diikuti dan
bukan orang yang akan membuat bid’ah. Jika aku memang berbuat baik, maka
tolonglah aku! Jika aku menyimpang, maka luruskanlah aku!”
Dari Abdullah bin ‘Akim, dia berkata: Abu Bakar telah berkhutbah di hadapan kita semua sebagai berikut, ‘amma ba’du,
sesungguhnya aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan
menuji-Nya sebagai Dzat yang memang layak mendapatkan pujian. Hendaklah
kalian memadukan antara perasaan harap dan cemas. Hendaklah kalian juga
memohon kepada Allah dengan sangat serius. Sesungguhnya Allah telah
memuji Zakaria dan keluarganya melalui firman-Nya, ‘Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap
dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami’. (QS.Al Anbiyaa’(21):90)
Ketahuilah
wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya Allah telah menggadaikan jiwa
kalian dengan hak-Nya. Dia akan menagih hal itu dengan janji kalian.
Ternyata di antara kalian ada yang lebih memilih untuk membeli sesuatu
yang sedikit lagi fana dengan sesuatu yang banyak lagi kekal. Ini adalah
kitab Allah yang ada di tengah-tengah kalian. Keajaibannya tidak akan
pernahpadam. Oleh karena itu, percayailah firman-Nya, berikanlah nasehat
dengan kandungan kitab itu, serta carilah pelita penerang dengannya
pada hari kiamat nanti! Sesungguhnya kalian diciptakan hanya untuk
beribadah kepada Allah. Dia telah mewakilkan kalian pada malaikat yang
bertugas mencatat amal perbuatan. Mereka akan mengetahui semua tindak
tanduk kalian.
Dari Ibnu Hisyam,bahwa Abu Bakar dan Al Harits bin Kaladah pernah memakan makanan yang bernama harirah,
yang dihadiahkan kepada Abu Bakar. Lalu Al Harits berkata kepada Abu
Bakar, “Angkatlah (tanganmu), wahai khalifah Rasulullah! Demi Allah,
sesungguhnya dalam makanan itu terdapat racun. Aku dan dirimu akan mati
pada hari yang sama.” Lalu Abu Bakar mengangkat tangannya (untuk
menyudahi makannya). Ternyata, keduanya sama-sama jatuh sakit sampai
akhirnya meninggal dunia (pada hari yang sama pula), tepatnya di
penghujung tahun.” 24)
Dari Abdurrahman bin Abdillah bin Sabith, dia berkata: Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq mengalami sakaratul maut,maka
dia memanggil Umar. Lalu Abu Bakar berkata, “Bertakwalah kamu kepada
Allah, wahai Umar! Ketahuilah, sesungguhnya Allah memiliki sebuah amalan
yang dikerjakan pada siang hari sehingga tidak akan diterima apabila
dikerjakan pada malam hari. Begitu juga sebaliknya, Allah memiliki
amalan yang dikerjakan pada malam hari sehingga tidak akan diterima
apabila dikerjakan pada siang hari. Allah tidak akan menerima amalan
sunah sampai kefardhuan-Nya ditunaikan terlebih dahulu. Bobot neraca
seseorang akan berat pada hari kiamat hanya dengan cara mengikuti
hal-hal yang benar ketika di dunia. Sesuatu yang benar akan menjadi
berat apabila diletakkan di atas neraca timbangan amal. Namun bobot
neraca akan ringan apabila ditumpuki kabatilan.
Sesungguhnya Allah Ta’ala
mengingat para penghuni surga melalui amal baik mereka dan upaya mereka
menjauhi keburukan. Jika aku mengingat para ahli surga, maka aku sangat
khawatir kalau tidak termasuk dalam golongan mereka. Sesungguhnya Allah
juga akan mengingat penduduk neraka melalui amal perbuatan buruk
mereka. Jika aku telah mengingat para penghuni neraka, maka sesungguhnya
aku berharap tidak termasuk golongan mereka. Hendaklah seorang
senantiasa merasa harap cemas. Janganlah dia hanya berangan-angan
mengenai Allah (tanpa beramal apapun). Hendakalah dia juga tidak putus
asa terhadap rahmat Allah. Jika kamu memelihara wasiatku ini, maka tidak
ada sebuah perkara gaib yang paling kamu sukai melebihi kematian.
Sebab, dia pasti akan mendatangimu. Jika kamu sampai menyia-nyiakan
wasiatku, maka tidak ada perkara gaib yang paling kamu benci melebihi
kematian, dan kamu tidak akan bisa mengelak darinya.” 25)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
dia berkata: Ketika Abu Bakar jatuh sakit yang akhirnya menyebabkannya
meninggal dunia, maka dia berkata, “Periksalah harta milikku, apa yang
masih lebih semenjak aku menjabat sebagai khalifah! Kalau memang ada
hartaku yang lebih, maka kirimkanlah kepada khalifah yang akan menjabat
setelah aku!” Maka kami memeriksa harta miliknya. Ternyata kami
menemukan seorang hamba yang biasa mengasuh anaknya dan seekor hewan
tunggangan yang dipergunakan untuk menyiram kebunnya. Maka kami
menyerahkan kedua harta itu kepada Umar.
Aisyah
berkata, “Aku diberi kabar oleh kakekku bahwa Umar menangis (ketika
menerima harta tersebut). Lalu Umar berkata, ‘Semoga Allah melimpahkan
rahmat kepada Abu Bakar. Dia telah memberikan contoh yang sangat sulit
bagi para penggantinya’.”
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Ketika sedang mengalami sakaratul maut, Abu Bakar duduk sambil mengucapkan kalimat syahadat. Kemudian dia berkata, “amma ba’du,
wahai putriku, sesungguhnya orang yang paling aku sukai kekayaannya
sepeninggalku adalah dirimu. Sesungguhnya orang yag paling mulia
kefakirannya sepeninggalku adalah dirimu. Aku telah meninggalkan untukmu
buah kurma sebanyak dua puluh wasaq. Demi Allah, aku ingin
kamu mengumpulkannya! Sesungguhnya harta itu juga menjadi milik dua
saudara laki-laki dan dua orang saudara perempuanmu.”
Aisyah
berkata, “Aku berkata, ‘Ini memang dua saudara laki-lakiku. Lalu,
siapakah saudara perempuanku (selain Asma’)?’ Abu Bakar menjawab, ‘Anak
yang ada di dalam kandungan Kharijah, karena aku menduganya akan
terlahir sebagai anak perempuan’.”
Di
dalam sebuah riwayat disebutkan dengan menggunakan redaksi, “Telah
terlintas dalam hatiku bahwa anak itu akan terlahir sebagai anak
perempuan.” Lalu terbukti lahirlah anak perempuan, yakni Ummu Kultsum. 26) Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
dia berkata: Ketika sakit Abu Bakar semakin parah, maka dia berkata,
“Ini hari apa?” Kami menjawab, “Hari Senin.” Abu Bakar berkata lagi,
“Sesungguhnya aku berharap aku meninggal dunia maksimal pada malam ini.”
Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata, “Di atas tubuh Abu Bakar ada pakaian yang terdapat bekas
parfum dari bahan misik. Maka Abu Bakar berkata, ‘Jika aku meninggal
dunia nanti, basuhlah pakaianku ini kemudian gabung dengan dua kain baru
yang lain. Kafanilah tubuhku dengan ketiga kain tersebut!’ Maka kami
berkata, ‘Apakah tidak lebih baik kita menyediakan tiga lembar kain yang
baru semua?’ Abu Bakar menjawab, ‘Tidak, karena pakaian yang lama akan
terkena nanah yang mengalir di badan (kalau jenazahku sudah dimakamkan
nanti)’. Ternyata Abu Bakar meninggal pada mala Selasa.” (HR. Bukhari) 27)
Menurut para ulama ahli sejarah, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
meninggal dunia pada malam Selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan
isya pada tanggal 8 Jumadil Awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal
dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh
Asma’ binti Umais, istri beliau. Maka, Asma’ memandikan jenazahnya
kemudian dikebumikan di samping makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umar
menshalati jenazahnya di antara makam Nabi dan mimbar. Sedangkan yang
turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama
Abdurrahman, Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah. 28)
_____________________________________
1)
Dari Urwah bin Az-Zubair,dia berkata, “Nama Abu Bakar Ash-Shiddiq
adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka’ab A. Riwayat yang berasal
dari Aisyah bahwa dia pernah ditanya,”Mengapa Abu Bakar diberi nama Atiq
(orang yang dibebaskan)?” Dia menjawab, “Karena Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam
telah melihatnya, “Lalu beliau (bersabda,”Haadza ‘atiiqullaahi
minan-nar (artinya: ini adalah orang yang dibebaskan Allah dari
Neraka).”
B. Nama Atiq adalah nama yang diberikan oleh ibu beliau. Pendapat ini dikemukakan oleh Musa bin Thalhah
C. Atiq (artinya:sesuatu yang sangat menakjubkan). Dinamakan seperti itu karena wajah beliau sangat tampan. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Laitsi bin Sa’ad. Ibnu Qutaibah berkata, Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam memberi julukan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq dengannama Atiq dilatarbelakangi ketampanan wajahnya. Bahkan Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam juga memberinya gelar Ash-Shiddiq. Rasulullah sendiri pernah bersabda,‘ sepeninggalku nanti akan ada 12 kekhilafahan. Abu Bakar Ash-Shiddiq akan memerintah dalam waktu yang tidak begitu lama.’ ((Hadits ini berkualitas hasan dan diriwayatkan oleh Abul Qasim Al baghawi. Hadits ini juga telah dianggap hasan oleh Al Hafizh As-Suyuthi. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabrani(I/12,142) dalam kitab Al Ausath. Al Haitsami berkata, “Di dalam rangkaian sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Mathlab bin Syu’aib.” Ibnu Adi berkata, “Aku tidak pernah melihatnya meriwayatkan hadits mungkar kecuali hanya pada hadits ini.” Sedang-kan perawi yang lainnya termasuk orang-orang yang tsiqah. Lihat kitab Al Majma’(V/178), juga kitab Al Kamil karya Ibnu Adi (IV/1542)
B. Nama Atiq adalah nama yang diberikan oleh ibu beliau. Pendapat ini dikemukakan oleh Musa bin Thalhah
C. Atiq (artinya:sesuatu yang sangat menakjubkan). Dinamakan seperti itu karena wajah beliau sangat tampan. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Laitsi bin Sa’ad. Ibnu Qutaibah berkata, Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam memberi julukan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq dengannama Atiq dilatarbelakangi ketampanan wajahnya. Bahkan Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam juga memberinya gelar Ash-Shiddiq. Rasulullah sendiri pernah bersabda,‘ sepeninggalku nanti akan ada 12 kekhilafahan. Abu Bakar Ash-Shiddiq akan memerintah dalam waktu yang tidak begitu lama.’ ((Hadits ini berkualitas hasan dan diriwayatkan oleh Abul Qasim Al baghawi. Hadits ini juga telah dianggap hasan oleh Al Hafizh As-Suyuthi. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabrani(I/12,142) dalam kitab Al Ausath. Al Haitsami berkata, “Di dalam rangkaian sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Mathlab bin Syu’aib.” Ibnu Adi berkata, “Aku tidak pernah melihatnya meriwayatkan hadits mungkar kecuali hanya pada hadits ini.” Sedang-kan perawi yang lainnya termasuk orang-orang yang tsiqah. Lihat kitab Al Majma’(V/178), juga kitab Al Kamil karya Ibnu Adi (IV/1542)
2)
Keterangan ini berasal dari hakim bin Sa’ad, dia berkata, “Aku telah
mendengar Ali bersumpah dengan nama Allah bahwa Dia menurunkan dari
langit nama Ash-Shiddiq untuk Abu Bakar.” Al Haitsami berkata, “Hadits
ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan para perawi yang tsiqah.” Lihat kitab Al Majma’(IX/41).
3) Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata, “Aku bertanya kepada Anas mengenai daun pacar yang dikenakan Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam. Maka dia berkata, “sesungguhnya Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam
tidak memiliki uban dikepalanya kecuali hanya sedikit. Berbeda dengan
Abu Bakar dan Umar yang memiliki banyak uban sehingga keduanya mewarnai
rambutnya dengan daun pacar atau daun katam. Setelah Fathu makkah, Abu
Bakar pernah datang dengan ayahnya, yakni Abu Quhafah, untuk menghadap
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam. Dia mempersilakan ayahnya untuk duduk dihadapan beliau. Maka, Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam bersabda kepada Abu bakar, ‘Andai
kamu mempersilakan orangtuamu untuk duduk dirumahnya, pasti aku akan
datang kepadanya sebagai bentuk penghormatanku kepada Abu Bakar’.
Akhirnya Abu Quhafah memeluk agama Islam, sedangkan rambut kepala dang
jenggotnya sudah putih semua seperti bunga tsaghamah yang berwarna
putih. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam bersabda,‘Ubahlah warna rambut itu dan hindarilah pewarna hitam!’
Al Haitsami berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Ya’la dan
Al Bazzar. Ujung hadits ini juga disebutkan dalam kitab As-shahih. Sedangkan para perawi Ahmad merupakan orang-orang yang telah meriwayatkan hadits shahih.” Lihat kitab Al Majma’(V/159-160).
4)
Diriwayatkan dari Muawiyah, dia berkata, “Aku bersama ayahku berkunjung
kerumah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lalu aku melihat Asma’ berdiri dihadapan
beliau, sedangkan rambut Abu Bakar sudah putih semua. Aku benar-benar
melihat Abu Bakar sebagai seorang yang telah beruban dan berperawakan
kurus. Dia menaikanku dan ayahku keatas dua ekor kuda. Kemudian kami
pamit kepadanya, dan diapun mempersilakan kami untuk pergi.” Al Haitsami
berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan para perawi
yang biasa meriwayatkan didalam kitab Ash-Shahih.”Lihat Al majma’(IX/4shallallahu ‘alaihi wa sallam2
5)
Al Hafizh berkata, “Jumhur ulama sepakat bahwa Abu Bakar adalah orang
yang pertama kali memeluk agama Islam dari kalangan laki-laki dewasa.”
Lihat Fathul Bari (VII/207) Ibnu Asakir meriwayatkan hadits ini dengan sanad
yang baik dari Muhammad bin Sa’ad bin Abi Waqash, bahwa dia berkata
kepada ayahnya,”Apakah Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan orang yang
pertama kali masuk Islam diantara kalian?” Sa’ad menjawab, “Tidak, akan
tetapi ada sekitar lima orang yang memeluk Islam lebih dahulu
dibandingkan dia. Hanya saja dia memang orang yang kualitas Islamnya
paling bagus diantara kita.” Ibnu Katsir berkata, “Yang jelas, anggota
keluarga Rasulullah adalah orang-orang yang memeluk Islam lebih awal
dibandingkan orang lain. Mereka itu adalah istri beliau Khadijah, hamba
sahaya beliau yang bernama Zaid, istri Zaid yang bernama Ummu Aiman,
kemudian Ali dan Waraqah.
6) Menurutku, hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Khaitasamah dengan kualitas sanad yang shahih dari Zaid bin Arqam, dia berkata, “Orang yang pertamakali mengerjakan shalat bersama Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sa sallam
adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.” Ath-Thabrani juga menyebutkan riwayat
yang telah disebutkan oleh penulis diatas. Hanya saja kualitas hadits
tersebut tergolong sangat dha’if. Di dalam rangkaian sanad-nya terdapat Al Haitsam binAdi. Dia adalah perawi yang matruk, shallallahu ‘alaihi wa sallamsebagaimana disebutkan oleh Al Haitsami dalam kitab Al Majma’(IX/43).
7)
Menurutku (muhaqiq), kisah ini sebetulnya berasal dari Imam Bukhari
yang disebutkan di dalam kitab Shahihnya (3856). Sedangkan redaksi
cerita yang disebutkan oleh Imam Ibnu Jauzi diatas bersumber dari
riwayat Abu Ya’la dengan kualitas sanad yang hasan. Hal ini sebagaimana di katakan oleh Al Hafizh di dalam kitab Al Fath (VII/207). Al Hafizh telah memberitakan komentar tentang kisah ini di dalam kitab Fathul Bari sebagai berikut: Abu Ya’la dan Al Bazzar meriwayatkan dengan kualitas sanad yang shahih dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Orang-orang Quraisy sempat memukul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sekali sehingga beliau sampai tidak sadarkan diri.” Lalu Abu Bakar
berdiri sembari menyeru, “Sungguh celaka kalian semua. Apakah kalian
akan membunuh seoraung laki-laki yang telah mengatakan ‘Tuhanku adalah
Allah’?” Lalu orang-orang meninggalkan Rasulullah dan ganti menghampiri
Abu Bakar. Riwayat ini tergolong riwayat marasilush-shahabah (riwayat mursal yang dikemukakan oleh sahabat).
8) Hadits ini berkualitas shahih
dan diriwayatkan oleh Abu Daud (1678) dari riwayat Ahmad bin Shalih dan
Utsman bin Abi Syaibah. Tirmidzi juga menyebutkan hadits ini di dalam
kitab Al Manaqib (3675) dari Harun bin Abdillah. Ketiga perawi
hadits ini mendapatkan riwayat hadits ini dari Abu Nu’aim Al Fadhl bin
Dakin, dari Hisyam bin Sa’ad. Sedangkan Tirmidzi sendiri telah berkata,
“Hadits ini berkualitas hasan shahih.”
9)
Diriwayatkan dari Urwah, dia berkata, “Abu Bakar telah memerdekakan
tujuh orang yang disiksa karena telah beriman kepada Allah. Di antaranya
adalah Bilal dan Amir bin Fuhairah.” Al Haitsami berkata, “Hadits ini
diriwayatkan oleh Ath-Thabrani. Sedangkan para perawi hadits ini sampai
dengan mata rantai. Urwah adalah orang-orang yang meriwayatkan di dalam
kitab Ash-Shahih.” Lihat kitab Al Majma’ (IX/50). Menurutku, hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
10) Imam As-Suyuthi berkata di dalam kitab Al Awwaliyat:
Di antara keutamaan yang dimiliki Abu Bakar adalah ia orang yang
pertama kali memeluk agama Islam, orang yang pertama kali
mengkodifikasikan Al Qur’an, orang yang pertama kali menamakan lembaran
Al Qur’an dengan istilah mushaf dengan disertai dalil atas hal
tersebut, dan sebagai orang yang pertama kali disebut dengan khalifah.
Ahmad meriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Mulaikah, dia berkata, “Abu
Bakar pernah ditanya, ‘Wahai khalifatullah (wakil Allah)!’ Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku adalah khalifatun-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (wakil Nabi), dan aku ridha terhadap beliau’.”
12) Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari (466, 3654) dan Muslim (Fadha’ilush-Shahabah/2) pada bab “Min Fadha’ili Abi Bakrinish-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu (keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq)”.
14) Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari (684) dan Muslim (Ash-Shalah/shalat, 102) pada bab “Taqdimul Jama’ah Man Yushalli Bihim Idza Ta’akhkhar al Imamu wa lam Yakhaafu Mafsadatan bit-Taqdim”.
15) Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari (713) dan Muslim (Ash-Shalah/95) pada bab “Istikhlaful
Imaami Innamaa ‘Uridha Lahu ‘Udzrun min Maradhin wa Safarin wa
Ghairihimaa Man Yushallii bin-Naas wa Anna Man Shallaa Khalfa Imaamin
Jaalisin Li’aj-zihi ‘Anil Qiyaam Lazimahul Qiyaami Idzaa Qadara ‘Alaihi
wa Naskhul Qu’uudi Khalfal Qaa’id fi Haqqi Man Qadara ‘Alal Qiyaam”.
16) Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (II/253), Tirmidzi (3661), Ibnu Majah (94), Ibnu Hibban (2161), Ath-Thahawi di dalam Musykilul Atsar (II/230-231), Ibnu Abi Ashim dalam kitab As-Sunnah (II/577), dan Ath-Thahawi dalam kitab Syarhu Ma’a-nil Atsar (IV/158). Hadits ini juga dianggap shahih oleh Syaikh Al Albani. Lihat kitab Musykila-tul Faqr (13).
20)
Menurutku, hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, dari Ibnu Sirin.
Dia berkata, “Tidak ada seseorang yang lebih tahu tentang sesuatu yang
tidak dia ketahui (status kehalalannya) melebihi Abu Bakar. Tidak ada
seorang pun setelah Abu Bakar yang lebih takut terhadap sesuatu yang
tidak dia ketahui (status kehalalannya) melebihi Umar.
Sesungguhnya apabila terjadi suatu permasalahan yang menimpa Abu Bakar,
lalu dia tidak menjumpai dalilnya di dalam Al Qur’an maupun Sunnah,
maka dia akan berkata,’Aku akan berijtihad melalui rasioku. Jika memang
hasilnya benar, maka hal itu berasal dari Allah. Namun jika ternyata
salah, maka hal itu berasal dari pribadiku, dan aku pun memohon ampun
kepada Allah’.”
21)
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad. Kisah dalam hadits ini sebenarnya
telah disebutkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Ash-Shahih (3667) dari
riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha -istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal dunia sedangkan Abu Bakar berada di daerah Sunh. (Menurut Ismail, Sunh adalah kawasan dataran tinggi) Lalu Umar berdiri sambil berkata, “Demi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggal dunia.” Umar
juga berkata, “Demi Allah, yang terlintas dalam benakku pada waktu itu
bahwa Rasulullah diutus oleh Allah untuk memotong tangan dan kaki
orang-orang (kafir sampai habis).”
22)
Menurutku, Ibnu Asakir meriwayatkan keterangan ini dari Aniah. Dia
berkata, “Abu Bakar berada di tengah-tengah kita selama setahun sebelum
diangkat sebagai khalifah, dan setahun setelah beliau menjabat sebagai
khalifah. Ketika itu kaunm perempuan desa itu datang dengan membawa
kambing mereka kepada Abu Bakar, sebab Abu Bakar menerima jasa
memerahkan susu kambing.”
23)
Menurutku, ucapan Abu Bakar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’ad dan
Al Khathib pada riwayat milik Malik yang berasal dari Urwah. Malik
berkata, “Tidak ada seorang pun yang diangkat jadi imam, kecuali dia
harus memenuhi persyaratan ini. Maksudnya, persyaratan yang telah
disebutkan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu di dalam pidato pengukuhannya.”
24) kualitas sanad hadits ini shahih. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Hakim (III/64) dari Ibnu syihab, juga dengan kualitas sanad yang shahih. Bahkan, Al Hafizh As-Suyuthi juga mengakui keshahihannya. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Sa’ad di dalam kitab Thabaqatnya dengan kualitas sanad yang shahih.
25) Menurutku, Abdurrahman bin Abdillah bin Sabith adalah seorang perawi yang tsiqah. Dia menilai hadits tersebut mursal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al Hafizh di dalam kitab At-Tahdzib (III/364).
28) Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar berdiskusi mengenai hari kelahiran keduanya di sampingku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata lebih tua dibanding Abu Bakar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
meninggal dunia dalam usia 63 tahun. Abu Bakar masih hidup dua tahun
setengah sepeninggal Rasulullah.” Al Haitsami berkata, “di dalam kitab shahihnya disebutkan bahwa beliau meninggal pada usia 63 tahun.” Keterangan seperti ini juga disebutkan oleh Ath-Thabari dengan sanad yang berkualitas hasan. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia dalam usia 65 tahun, sedangkan Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan usia Rasulullah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan