AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Rabu, 23 April 2014

'Hamba Sahaya', Dalam Al-Quran?

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102

Rahasia di Balik Musibah

بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102

Tidaklah Allah swt. menciptakan peristiwa, atau kejadian sesuatu yang sia-sia. Manusia dianjurkan untuk merenung dan mengambil pelajaran dari berbagai macam peristiwa yang terjadi. Islam sangat mendorong umatnya untuk menggunakan potensi yang Allah swt. berikan kepadanya; penglihatan, pendengaran, hati, panca indra yang lain agar difungsikan untuk merenung hikmah dibalik peristiwa.

قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (11)

11. Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” QS. Al-An’am:11

Ayat yang senada seperti di atas sangatlah banyak dalam Al-Qur’an. Dengan redaksi yang beragam, tapi kesimpulannya adalah satu, menggunakan pemberian Allah untuk merenung dan mengambil pelajaran yang sangat berharga dari berbagai peristiwa bencana yang terjadi silih berganti ini. Ada beberapa rahasia dibalik musibah dan bencana yang selama ini terjadi bahwa:

Pertama, Allah Penentu Kehidupan, Dzat yang Maha Perkasa.

Bahwa dibalik kehidupan ini ada yang punya, ada yang mengatur. Dialah Allah Rabbul Izzah, Tuhan yang memiliki kemuliaan dan keperkasaan. Di Genggaman-Nya lah semua kehidupan ini dikendalikan. Allah hanya butuh berkata “Kun Fayakun, terjadi! maka terjadilah”. Allah memiliki nama-nama, di antaranya; Al-Khaliq –Pencipta-, Al-Muhaimin –Yang Mengatur-, Al-Muhyi –Yang Menghidupkan-, Al-Mumit –Yang Mematikan-, Adh-Dhaar –Yang Memberi Madharat-, An-Nafi’ –Yang memberi Manfaat-, dst.

Manusia tidak bisa mengatur-atur. Manusia tidak mungkin bilang “hai merapi, berhenti meletus… dst”, sebagaimana yang kita dengar dari pusat ahli vulkanologi dan mitigasi bencana. Allah swt. punya kehendak-Nya sendiri, bahkan Kehendak itu sudah ditulis semenjak zaman azali. Allah swt. berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22)

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Al-Hadid/57:22

Perhatikan potongan akhir ayat akhir di atas “Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”

حدثنا عاصم ، قال : سمعت الحسن ، يقول في مرضه الذي مات فيه : « إن الله عز وجل قدر أجلا ، وقدر مصيبة ، وقدر معافاة ، وقدر طاعة ، وقدر معصية ، فمن كذب بالقدر فقد كذب بالقرآن ، ومن كذب بالقرآن ، فقد كذب بالحق »

Al-Hasan ketika menjelang mautnya berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mentaqdirkan ajal, dan mentaqdirkan musibah, mentaqdirkan kesehatan, mentaqdirkan ketaatan, mentaqdirkan kemaksiatan. Maka barangsiapa yang mengingkari taqdir, ia berarti mengingkari Al-Qur’an. Barangsiapa mengingkari Al-Qur’an, sungguh ia berarti mengingkari kebenaran.”

Kedua, Musibah Akibat Perbuatan Manusia

Musibah yang menimpa umat manusia adalah karena perbuatan mereka sendiri yang melanggar peraturan Allah, merusak ekosistem kehidupan, banyak melakukan kemaksiatan dan dosa, tidak menjalankan perintah dan syariat-Nya.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31)

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. ” Syuro/42:30-31

Bukan karena ada unsur mistik, karena ini, karena itu, seperti karena bulan tertentu, karena hari tertentu dll. yang justeru merusak aqidah umat. Bencana karena ulah manusia, dan itu atas kuasa Allah swt.

Ketiga, Pahala Tergantung Besarnya Musibah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، أَنَّهُ قَالَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاءِ ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Allah mengujinya. Maka barangsiapa ridha dengan ujian Allah, baginya ridha –dari Allah-, sebaliknya, siapa yang murka, maka baginya murka –dari Allah-.” HR. At-Tirmidzi

Karena itu, tidak perlu putus asa, jangan sampai menggadaikan aqidah dengan

Keempat, Musibah Dalam Rangka Tamhis (Seleksi)

Kehidupan ini bukan statis, tapi berputar. Ada yang baik ada yang buruk, ada yang berhasil ada yang juga gagal. Itu semua adalah dalam rangka untuk menseleksi secara alamiah kualitas manusia, dan sebagai batu ujian; apakah ia lulus dengan predikat baik, lulus dengan catatan, atau malah gagal dalam menjalani usjian tersebut.

وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ (11)

“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” Al-Ankabut/29:11

Ketika menjelaskan ayat ini, Mujahid berkomentar: “Manusia itu ada yang iman hanya di lisannya saja, maka ketika dia mendapatkan ujian, berupa kehilangan harta atau jiwa, sebagian manusia dilanda fitnah –goncang yang hebat-“ (Tafsir Al-Baghawi, Juz 6, Bab 11, Hal. 235)

Kelima, Istirja’ atau Mengembalikan Semua kepada Allah

Pertam kali menghadapi musibah, hendaknya iman yang berbicara, bukan hawa nafsu yang protes. Karena seseorang ditentukan oleh sikap pertama kalinya terhadap kejadian. Rasulullah saw. mengingatkan “Sesungguhnya sabar itu ketika merespon kejadian pertam kali.” Selanjutnya berdoa kepada Allah swt. agar diberikan pahala atas musibah itu dan memperoleh ganti yang jauh lebih baik.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أصاب أحدكم مصيبة فليقل إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم عندك احتسب مصيبتي فأجرني عليها وأبدلني بها خيرا منها

Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah satu di antara kalian mendapatkan musibah, maka ucapkanlah; “Sesungguhnya kami milik Allah dan kami kembali kepada-Nya, “Allahumma ‘indaka ahtasibu mushibatii, fa ajirnii ‘alaihaa waabdilnii bihaa khairan minhaa. Ya Allah kepada-Mu saya ikhlaskan musibah yang menimpaku, maka berilah pahala kepadaku atas musibah ini, dan berilah saya ganti yang jauh lebih baik darinya.” Imam Muslim

Keenam, Musibah Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat

Inilah indahnya kehidupan bagi orang yang beriman. Ujian, bencana dan bala akan menggugurkan dosa-dosa dan sekaligus mengangkat derajatnya. Tidak sia-sia, tegantung ia meresponnya. Dari Aisyah ra. ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:

عن عائشة قالت سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول « مَا مِنْ مُؤْمِنٍ تَشُوكُهُ شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطِيئَةً وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً » رواه مسلم

“Tiada seorang mukmin yang tertusuk suatu duri atau bahkan yang jauh lebih sakit, kecuali Allah pasti akan menghapus kesalahan dan mengangkat derajat.” Imam Muslim

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « عجبًا لأمرِ الْمُؤْمِن ، إِنَّ أمرهُ كُلَّهُ خيرٌ ، ولَيْسَ ذلِكَ لأحَد إلاَّ للمُؤْمنِ ، إن أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَر ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وإنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فكَانَ خَيرًا لَهُ »

Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur. Jika sedangkan memperoleh keburukan, ia bersabar, kedua-duanya baik baginya, itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin.” Sahih Ibnu Hibban

Ketujuh, Musibah sebagai Peringatan

Kejadian bencana bisa dimaknai 3 hal; Pertama sebagai siksa, jika itu menimpa orang-orang yang tidak beriman. Kedua sebagai peringatan, jika menimpa orang-orang yang beriman tapi melakukan banyak dosa. Dan ketiga, sebagai sarana mengangkat derajat, yaitu bagi orang yang beriman, hamba-hamba Allah swt.

Allah swt. berfirman:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ اللَّهُ سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَى قُلُوبِكُمْ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِهِ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآَيَاتِ ثُمَّ هُمْ يَصْدِفُونَ (46) öقُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ بَغْتَةً أَوْ جَهْرَةً هَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الظَّالِمُونَ (47) وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آَمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (48)ÇÍÑÈ وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (49)

46. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah yang Kuasa mengembalikannya kepadamu?” perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga).

47. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, Maka Adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?”

48. dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.

49. dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” QS. Al-An’am: 46-49

Ketujuh, Musibah Menyempurnakan Iman

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ مُسْتَكْمِلِ الإِيمَانِ مَنْ لَمْ يَعُدَّ الْبَلاءَ نِعْمَةً، وَالرَّخاءَ مُصِيبَةً، قَالُوا: كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:لأَنَّ الْبَلاءَ لا يَتْبَعُهُ إِلا الرَّخَاءُ، وَكَذَلِكَ الرَّخَاءُ لا تَتْبَعُهُ إِلا الْمُصِيبَة وليس بمؤمن مستكمل الإيمان من لم يسكن في صلاته” قالوا: ولم يا رسول الله؟ قال: “لأن المصلي يناجي ربه فإذا كان في غير صلاة إنما يناجي ابن آدم”.

رواه الطبراني.

Rasulullah saw. bersabda: “Tiada dianggap mukmin yang sempurna imannya orang yang tidak menganggap suatu bala’ sebagai sebuah kenikmatan, dan suatu kemudahan sebagai musibah. Para sahabat bertanya: Bagaimana itu ya Rasulullah? Rasul menjawab; “Karena tiak menyertai balak itu kecuali adanya kemudahan. Demikian juga dengan kemudian itu akan disertai dengan musibah.” Ath-Tabrani.

Allah swt. berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)

5.Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” QS. Al-Insyirah:5-8.

Dibalik bencana ada hikmah, ada pelajaran, ada kebaikan. Mari kita renungkan, kita temukan rahasia di balik bencana yang selama ini terjadi. Allahu a’lam
 

 

 

 

 

 

 

 

OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

 

Kedudukan 'Hamba Sahaya', Bagaimana Dalam Al-Quran?

 ADA yang bertanya, "Dalam tafsir surat Al Mu’minuun (Ayat 1- 11) disebutkan tentang keberuntungan menjaga kemaluan kecuali terhadap isteri-isterimu dan hamba-hambamu. Apa maksud kata “hamba (budak)”, apakah kita boleh tidak menjaga kemaluan terhadap hamba, dan apakah pengertian 'hamba' dalam tafsir Al-Quran ini. Jazakumullah khairan katsiran. Wassalammu’alaikum wr.wb.

Klik..6 Wanita Hamba Seks, Ditahankurung, Perkosa..
Jawapan : 

Satu: 
Ayat mengenai hamba sahaya pada surah Al Mu’minuun tepatnya terdapat pada ayat 5-6, terjemahannya adalah..
  • ”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya (kehormatannya), kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”          (http://quran.al-islam.com/Targama/)
Sebelum Islam diturunkan, perbudakan atau perhambaan sangat merajalela dan tidak ada batasan yang melarangnya. Ertinya siapa saja dapat dijadikan hamba dengan cara apapun, seperti dirampas, diculik dan sebagainya. Namun ketika Islam datang perhambaan sangat dibatasi. Iaitu hanya tawanan perang yang boleh dijadikan hamba. Sebab hal ini sudah menjadi konvensi internasional, dimana orang Islam pun ditawan oleh musuh akan dijadikan hamba. 

Namun demikian, Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memerdekakan hamba-hamba itu. Diantaranya dijadikan sebagai tebusan untuk membayar kafarat dalam beberapa pelanggaran syariat, seperti kafarat sumpah, membunuh dengan tidak sengaja dan sebagainya. Dalam Islam hamba perempuan dihalalkan untuk digauli sebagaimana layaknya seorang isteri, namun hamba tersebut hanya boleh digauli oleh tuannya saja. 

Ertinya hamba yang dimiliki oleh seorang bapa tidak boleh diguali oleh anaknya atau siapapun juga. Bahkan apabila dia telah melahirkan anak maka disebut 'ummul walad' dimana tuannya tidak boleh menjualnya kepada yang lain, tetapi dia perlu terus memelihara atau memerdekakannya. Diantara dalilnya adalah ayat di atas dan beberapa ayat berikut ini: 
  • “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali hamba-hamba yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (iaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An-Nisa’: 24) . 

Dua:
Sebagai tambahan kepada jawapan di atas.. 
  • Maksudnya adalah hamba belian yang didapat dalam peperangan dengan kaum kafir, bukan hamba belian yang didapati diluar peperangan. Dalam peperangan dengan kaum kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan. Kebiasaan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. Namun Imam boleh melarang kebiasaan ini. (sumber : Al Qur’an Dan Terjemahnya, Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta,Penerbit PT.Kumudasmoro Grafindo Semarang, Edisi Revisi tahun 1994).
  • Maksudnya adalah hamba sahaya yang berasal dari tawanan perang. (sumber : Al Quran Terjemah Indonesia,Tim DISBINTALAD,PT.Sari Agung Jakarta,Cetakan ke : 8, Th.1995)
  • Maksudnya adalah perempuan yang dapat kamu miliki sebagai tawanan dari medan perang. Iaitu perang untuk mempertahankan agama, bukan perang untuk merebut kekayaan dunia dan keuntungan raja-raja, maka perempuan itu boleh kamu tawan dan kamu kahwini. Boleh pula kamu lepas dan dikembalikan ke tanah airnya. Adapaun hamba perempuan yang ada sekarang bukanlah hamba yang sebenarnya. (sumber : Tafsir Quran karim, Prof.Dr.H.Mahmud Yunus,PT.Hidakarya Agung Jakarta,Cetakan ke : 29,Tahun 1991).

Klik... Rakyat M'sia 30 Tahun Jadi Hamba Di Britain. Mang...
Merdekakan Hamba

  • “Bila seseorang memiliki hamba yang masih mahram, maka dia merdeka”. – (Ahmad dan Empat, dari Samurah bin Jundub)
Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: 
  •  “Barang siapa memerdekakan bagiannya dalam diri seorang hamba, kemudian ia masih mempunyai kekayaan yang mencapai harga hamba itu, maka hamba itu ditaksir menurut harga sepatutnya, lalu ia membayar kepada masing-masing kawan bersama yang lain bagian mereka, sehingga merdekalah hamba itu. Jika tidak, maka ia hanya memerdekakan bagiannya saja . (Sahih Muslim, hadits no : 2758)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra, dari Nabi saw. beliau bersabda: 
  •  “Mengenai seorang hamba yang dimiliki dua orang tuan, lalu salah seorang dari keduanya memerdekakan hamba tersebut. Beliau bersabda: Dia menanggung (pembayaran hak kawan sekutunya bila ia seorang yang kaya)”. (Sahih Muslim, hadits no : 2759)
  • Hadis riwayat Aisyah ra, dari Ibnu Umar, dari Aisyah, bahawa ia ingin membeli seorang hamba perempuan untuk dimerdekakan. Pemilik hamba itu berkata: Kami akan menjualnya kepadamu, dengan syarat hak loyalitasnya untuk kami. Lalu Aisyah ra. menceritakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan beliau bersabda: “Syarat itu tidak dapat menghalangimu, kerana hak loyalitas itu hanya untuk yang memerdekakan” . (Sahih Muslim, hadits no : 2761)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra, dari Nabi saw. beliau bersabda:
  •  “Barang siapa memerdekakan seorang hamba mukmin, maka Allah akan membebaskan setiap anggota tubuhnya dari neraka dengan setiap anggota tubuh hamba itu. (Sahih Muslim, hadits no : 2775)
http://hadith.al-islam.com/

  • “Dan tetaplah memberi peringatan, kerana sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. 51 : 55)

  • “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. 47 : 7)

  • “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. 3 : 104)
 Boleh disetubuhi dengan syarat yg sangat banyak, tidak semudah menyetubuhinya begitu saja,
tapi diantaranya dengan mahar tertentu, perjanjian tertentu, dan bila hamil maka ia harus dijaga, dan anaknya kelak hukumnya adalah bebas, dan anak itu mendapat hak waris, dan tidak boleh menyetubuhi budak yg mempunyai suami, tak pula boleh disetubuhi oleh orang lain bila sudah disetubuhi oleh tuannya, tak pula boleh disetubuhi oleh anak tuannya walau tuannya telah wafat, tak pula diperbolehkan menyetubuhi hamba sahaya yg non muslim walaupun ahlulkitab, dan bila ia telah menyetubuhinya maka haram ia menyetubuhi putri hamba sahaya itu dan ibu dari hamba sahaya itu, dan bila ia telah menyetubuhinya lalu mempunyai keturunan maka jika tuannya wafat maka budak wanita itu dan keturunannya bebas, dan masih banyak lagi syarat permasalahan Wath?ul amah (menyetubuhi hamba sahaya wanita) yg tak mungkin saya sebutkan karena sangat pelik.


 Setelah kebangkitan Nabi saw para budak itu adalah hasil tawanan perang dan juga para budak dari musyrikin yg diperjualbelikan oleh orang kafir, seperti Bilal ra, ia seorang musyrik lalu beriman semasa ia masih menjadi budak, lalu ia dibeli oleh Abubakar shiddiq ra lalu dibebaskan.
Dan semakin meluasnya muslimin maka perbudakan terhapus, karena para budak msuyrikin terus dibebaskan dengan masuknya mereka kepada Islam, budak budak yg membela muslimin disuatu wilayah kafir yg dikuasai muslimin mereka dibebaskan, dan tuan tuan mereka yg memerangi muslimin justru dijadikan budak, dan tak lama kemudian dibebaskan,
Orang orang kafir terus mengatakan bahwa muslimin ini agama sadis dengan perbudakannya, namun buktinya hingga masa kini sudah tidak ada lagi budak, menunjukkan bahwa para budak itu terus dibebaskan dan dibebaskan dan hingga kini sudah tak ada lagi budak muslimin dimuka bumi, padahal anak dan keturunan budak tetap menjadi budak tuannya jika tak dibebaskan, namun sesudah beberapa abad kemudian maka semakin terhapus dan terhapus. 


 Membebaskan budak dalam keadaan kafir tidak dilarang syariah, banyak para sahabat membebaskannya, mereka malah diberi harta dan dijadikan teman, dan mempertahankan budak yg muslim pun tidak dilarang syariah,
karena terus terang saja, permasalahan ini tidak semudah yg kita ketahui mengenai perbudakan, Islam mengajari perbudakan adalah untuk mendakwahi mereka, mendakwahi musuh musuh islam, menjadikan mereka serumah, makan sepiring dan tidur seatap, mereka dimuliakan, diajari, dijadikan keluarga, namun tentunya mereka tetap terikat dg kemestian untuk taat kepada tuannya, seakan anak yg mesti taat pada ayahnya, dan Rasul saw pun banyak mempunyai budak, jumlah budak lelaki beliau saw adalah 43 orang, budak wanitanya 11 orang, beliau saw membimbing mereka, menafkahi mereka, hidup bersama mereka seperti anak anaknya, ah.. alangkah indahnya menjadi budak sang Nabi saw, karena selalu dapat dekat dg beliau saw, mereka dijadikan budak lalu dibebaskan dan dibebaskan, hingga mereka menjadi da?I, menjadi pahlawan perang dll.

bahkan kejadian dimasa Imam Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, beliau mempunyai budak yg tanpa sengaja menumpahkan air mendidih kewajah putra Imam Ali Zainal Abidin, maka wafatlah putra tercintanya yg masih bocah itu, apakah ia marah?, memukul?, mencambuk?, tidak.. beliau berkata : ?engkau kubebaskan..?, demikian perbudakan itu dalam islam,

Allah Maha Adil dengan memilih generasi zaman dahulu itu untuk diamanati hukum perbudakan, dan kini perbudakan sudah sirna, coba kalau saat ini masih ada perbudakan??, pastilah diselewengkan dengan kekejian dan kebiadaban oleh oknum oknum muslimin yg sudah kehilangan akhlak, mereka sudah berani memperbudak orang yg bebas, memperbudak pembantu, memperbudak karyawan, memperbudak kaum intelijen, dan kesemuanya terjadi dimuka bumi, di Negara arab dan Negara barat perbudakan terus terjadi, namun sungguh bahwa perbudakan ini bukanlah perbudakan yg sesuai dg syariah islam, ini perbudakan dengan hukum nafsu dan kebiadaban, jauh berbeda dengan perbudakan di zaman Nabi saw.


   Wallahu 'aklam. (IH)

 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan