AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Khamis, 10 April 2014

Hari Jumaat ~ Waktu Mustajab Berdoa


بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102

Rahasia di Balik Musibah

بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102

Tidaklah Allah swt. menciptakan peristiwa, atau kejadian sesuatu yang sia-sia. Manusia dianjurkan untuk merenung dan mengambil pelajaran dari berbagai macam peristiwa yang terjadi. Islam sangat mendorong umatnya untuk menggunakan potensi yang Allah swt. berikan kepadanya; penglihatan, pendengaran, hati, panca indra yang lain agar difungsikan untuk merenung hikmah dibalik peristiwa.

قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (11)

11. Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” QS. Al-An’am:11

Ayat yang senada seperti di atas sangatlah banyak dalam Al-Qur’an. Dengan redaksi yang beragam, tapi kesimpulannya adalah satu, menggunakan pemberian Allah untuk merenung dan mengambil pelajaran yang sangat berharga dari berbagai peristiwa bencana yang terjadi silih berganti ini. Ada beberapa rahasia dibalik musibah dan bencana yang selama ini terjadi bahwa:

Pertama, Allah Penentu Kehidupan, Dzat yang Maha Perkasa.

Bahwa dibalik kehidupan ini ada yang punya, ada yang mengatur. Dialah Allah Rabbul Izzah, Tuhan yang memiliki kemuliaan dan keperkasaan. Di Genggaman-Nya lah semua kehidupan ini dikendalikan. Allah hanya butuh berkata “Kun Fayakun, terjadi! maka terjadilah”. Allah memiliki nama-nama, di antaranya; Al-Khaliq –Pencipta-, Al-Muhaimin –Yang Mengatur-, Al-Muhyi –Yang Menghidupkan-, Al-Mumit –Yang Mematikan-, Adh-Dhaar –Yang Memberi Madharat-, An-Nafi’ –Yang memberi Manfaat-, dst.

Manusia tidak bisa mengatur-atur. Manusia tidak mungkin bilang “hai merapi, berhenti meletus… dst”, sebagaimana yang kita dengar dari pusat ahli vulkanologi dan mitigasi bencana. Allah swt. punya kehendak-Nya sendiri, bahkan Kehendak itu sudah ditulis semenjak zaman azali. Allah swt. berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22)

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Al-Hadid/57:22

Perhatikan potongan akhir ayat akhir di atas “Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”

حدثنا عاصم ، قال : سمعت الحسن ، يقول في مرضه الذي مات فيه : « إن الله عز وجل قدر أجلا ، وقدر مصيبة ، وقدر معافاة ، وقدر طاعة ، وقدر معصية ، فمن كذب بالقدر فقد كذب بالقرآن ، ومن كذب بالقرآن ، فقد كذب بالحق »

Al-Hasan ketika menjelang mautnya berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mentaqdirkan ajal, dan mentaqdirkan musibah, mentaqdirkan kesehatan, mentaqdirkan ketaatan, mentaqdirkan kemaksiatan. Maka barangsiapa yang mengingkari taqdir, ia berarti mengingkari Al-Qur’an. Barangsiapa mengingkari Al-Qur’an, sungguh ia berarti mengingkari kebenaran.”

Kedua, Musibah Akibat Perbuatan Manusia

Musibah yang menimpa umat manusia adalah karena perbuatan mereka sendiri yang melanggar peraturan Allah, merusak ekosistem kehidupan, banyak melakukan kemaksiatan dan dosa, tidak menjalankan perintah dan syariat-Nya.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31)

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. ” Syuro/42:30-31

Bukan karena ada unsur mistik, karena ini, karena itu, seperti karena bulan tertentu, karena hari tertentu dll. yang justeru merusak aqidah umat. Bencana karena ulah manusia, dan itu atas kuasa Allah swt.

Ketiga, Pahala Tergantung Besarnya Musibah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، أَنَّهُ قَالَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاءِ ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Allah mengujinya. Maka barangsiapa ridha dengan ujian Allah, baginya ridha –dari Allah-, sebaliknya, siapa yang murka, maka baginya murka –dari Allah-.” HR. At-Tirmidzi

Karena itu, tidak perlu putus asa, jangan sampai menggadaikan aqidah dengan

Keempat, Musibah Dalam Rangka Tamhis (Seleksi)

Kehidupan ini bukan statis, tapi berputar. Ada yang baik ada yang buruk, ada yang berhasil ada yang juga gagal. Itu semua adalah dalam rangka untuk menseleksi secara alamiah kualitas manusia, dan sebagai batu ujian; apakah ia lulus dengan predikat baik, lulus dengan catatan, atau malah gagal dalam menjalani usjian tersebut.

وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ (11)

“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” Al-Ankabut/29:11

Ketika menjelaskan ayat ini, Mujahid berkomentar: “Manusia itu ada yang iman hanya di lisannya saja, maka ketika dia mendapatkan ujian, berupa kehilangan harta atau jiwa, sebagian manusia dilanda fitnah –goncang yang hebat-“ (Tafsir Al-Baghawi, Juz 6, Bab 11, Hal. 235)

Kelima, Istirja’ atau Mengembalikan Semua kepada Allah

Pertam kali menghadapi musibah, hendaknya iman yang berbicara, bukan hawa nafsu yang protes. Karena seseorang ditentukan oleh sikap pertama kalinya terhadap kejadian. Rasulullah saw. mengingatkan “Sesungguhnya sabar itu ketika merespon kejadian pertam kali.” Selanjutnya berdoa kepada Allah swt. agar diberikan pahala atas musibah itu dan memperoleh ganti yang jauh lebih baik.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أصاب أحدكم مصيبة فليقل إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم عندك احتسب مصيبتي فأجرني عليها وأبدلني بها خيرا منها

Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah satu di antara kalian mendapatkan musibah, maka ucapkanlah; “Sesungguhnya kami milik Allah dan kami kembali kepada-Nya, “Allahumma ‘indaka ahtasibu mushibatii, fa ajirnii ‘alaihaa waabdilnii bihaa khairan minhaa. Ya Allah kepada-Mu saya ikhlaskan musibah yang menimpaku, maka berilah pahala kepadaku atas musibah ini, dan berilah saya ganti yang jauh lebih baik darinya.” Imam Muslim

Keenam, Musibah Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat

Inilah indahnya kehidupan bagi orang yang beriman. Ujian, bencana dan bala akan menggugurkan dosa-dosa dan sekaligus mengangkat derajatnya. Tidak sia-sia, tegantung ia meresponnya. Dari Aisyah ra. ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:

عن عائشة قالت سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول « مَا مِنْ مُؤْمِنٍ تَشُوكُهُ شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطِيئَةً وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً » رواه مسلم

“Tiada seorang mukmin yang tertusuk suatu duri atau bahkan yang jauh lebih sakit, kecuali Allah pasti akan menghapus kesalahan dan mengangkat derajat.” Imam Muslim

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « عجبًا لأمرِ الْمُؤْمِن ، إِنَّ أمرهُ كُلَّهُ خيرٌ ، ولَيْسَ ذلِكَ لأحَد إلاَّ للمُؤْمنِ ، إن أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَر ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وإنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فكَانَ خَيرًا لَهُ »

Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur. Jika sedangkan memperoleh keburukan, ia bersabar, kedua-duanya baik baginya, itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin.” Sahih Ibnu Hibban

Ketujuh, Musibah sebagai Peringatan

Kejadian bencana bisa dimaknai 3 hal; Pertama sebagai siksa, jika itu menimpa orang-orang yang tidak beriman. Kedua sebagai peringatan, jika menimpa orang-orang yang beriman tapi melakukan banyak dosa. Dan ketiga, sebagai sarana mengangkat derajat, yaitu bagi orang yang beriman, hamba-hamba Allah swt.

Allah swt. berfirman:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ اللَّهُ سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَى قُلُوبِكُمْ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِهِ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآَيَاتِ ثُمَّ هُمْ يَصْدِفُونَ (46) öقُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ بَغْتَةً أَوْ جَهْرَةً هَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الظَّالِمُونَ (47) وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آَمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (48)ÇÍÑÈ وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (49)

46. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah yang Kuasa mengembalikannya kepadamu?” perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga).

47. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, Maka Adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?”

48. dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.

49. dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” QS. Al-An’am: 46-49

Ketujuh, Musibah Menyempurnakan Iman

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ مُسْتَكْمِلِ الإِيمَانِ مَنْ لَمْ يَعُدَّ الْبَلاءَ نِعْمَةً، وَالرَّخاءَ مُصِيبَةً، قَالُوا: كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:لأَنَّ الْبَلاءَ لا يَتْبَعُهُ إِلا الرَّخَاءُ، وَكَذَلِكَ الرَّخَاءُ لا تَتْبَعُهُ إِلا الْمُصِيبَة وليس بمؤمن مستكمل الإيمان من لم يسكن في صلاته” قالوا: ولم يا رسول الله؟ قال: “لأن المصلي يناجي ربه فإذا كان في غير صلاة إنما يناجي ابن آدم”.

رواه الطبراني.

Rasulullah saw. bersabda: “Tiada dianggap mukmin yang sempurna imannya orang yang tidak menganggap suatu bala’ sebagai sebuah kenikmatan, dan suatu kemudahan sebagai musibah. Para sahabat bertanya: Bagaimana itu ya Rasulullah? Rasul menjawab; “Karena tiak menyertai balak itu kecuali adanya kemudahan. Demikian juga dengan kemudian itu akan disertai dengan musibah.” Ath-Tabrani.

Allah swt. berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)

5.Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” QS. Al-Insyirah:5-8.

Dibalik bencana ada hikmah, ada pelajaran, ada kebaikan. Mari kita renungkan, kita temukan rahasia di balik bencana yang selama ini terjadi. Allahu a’lam

OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI


Hari Jumaat ~ Waktu Mustajab Berdoa



.

Sebaik-baik hari bagi umat Islam adalah hari Jumaat yang dikenali sebagai ‘Sayyidul Ayyaam’ (Penghulu Hari) yang paling utama dan paling mulia di sisi Allah Ta’ala.
Di dalamnya juga terdapat satu waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman memunajatkan doa kepada Tuhannya pada waktu itu, kecuali Allah SWT akan mengabulkannya selagi dia tidak meminta yang haram. Oleh itu seorang muslim sepatutnya lebih perihatin akan keberkatan hari Jumaat ini.
.
Rasulullahصلى الله عليه وسلم bersabda: “Pada hari itu terdapat suatu masa di mana seorang hamba Mukmin apabila meminta (berdoa) kepada Allah SWT sesuatu kebaikan, melainkan Allah SWT memakbulkan doanya atau ia meminta Allah SWT melindunginya daripada sesuatu kejahatan, melainkan Allah melindunginya daripada kejahatan.” (Hadis riwayat Tarmizi).
.
Daripada Abu Hurairah, Rasulullahصلى الله عليه وسلم bersabda: “Pada hari Jumaat ada satu ketika yang bertepatan dengan orang Islam ketika dia sedang solat, di mana apabila dia berdoa maka doanya itu akan dimakbulkan.”
.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radliyallah ‘anhu, dia bercerita: “Abu Qasim (Rasululah) صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Sesungguhnya pada hari Jumaat itu terdapat satu ketika yang tidaklah seorang hamba muslim berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada masa itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami fahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq Alaih)
.
Dalam memahami mengenai penentuan waktu mustajab (makbulnya doa), para ulama berbeza pendapat, bila masa dan ketikanya ia berlaku? Ilmu tentang ketepatannya, telah ditarik ilmunya oleh Allah SWT seperti juga ilmu bagi memastikan waktu Lailatul Qadar.
.
Diriwayatkan, oleh Sa’id bin al-Haris, dari Abu Salamah, katanya; “Sesungguhnya Abu Hurairah menyampaikan kepada kami perilah satu waktu yang ada di hari Jumaat. ‘Beliau berkata, ‘Aku pernah bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم; lalu Baginda menjawab,
“Sungguh aku dulu diberitahu tentangnya kemudian aku dijadikan lupa sebagaimana dijadikan lupa terhadap Lailatul Qadar.” (HR. Imam Ahmad)
.
.
.

Pendapat Para Ulama

.
Ibnul Hajar dalam Fath al-Baari, menyebutkan ada 43 pendapat di antara para ulama mengenai suatu waktu yang terdapat pada hari Jumaat itu.
Beliau berkata, “Tidak diragukan lagi bahawa pendapat yang paling rajih (kuat) adalah hadis Abu Musa dan hadis Abdullah bin Salam… Namun para ulama salaf masih berbeza pendapat manakah dari keduanya yang lebih rajih.”
.
Seterusnya Ibnul Hajar menjelaskan, majoriti ulama seperti Imam Ahmad dan lain-lain, mentarjih bahawa waktu tersebut terdapat pada waktu akhir hari Jumaat.
Di akhir ucapannya, Ibnul Hajar cenderung kepada pendapat Ibnul Qayim, iaitu pengabulan doa itu diharapkan juga pada ketika melakukan solat. Sehingga kedua waktu tersebut merupakan waktu ijabah (pengabulan) doa, meskipun saat yang khusus itu ada di hujung hari selepas solat solat Asar.
.
.
.

Pendapat Yang Paling Rajih (Kuat)

 .
Di antara pendapat-pendapat tersebut ada 3 pendapat yang paling ‘rajih’ (kuat) :~
.

a. Waktu Dari Imam Mulai Duduk Sehingga Selesai Solat Jumaat

.
Waktu yang paling mustajab itu adalah waktu antara imam duduk di atas mimbar sehingga selesai solat didirikan.
Dari Abu Burdah bin Abu Musa Al-Asyari Radhiyallahu Anhu, dia bercerita bahawa Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu berkata padanya, “Adakah engkau telah mendengar ayahmu menyampaikan hadis dari Rasulullah mengenai waktu mustajab pada hari Jumaat?” Lalu Abu Burdah menjawab, “Ya! Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ

Waktu itu berlaku di antara duduknya imam sampai selesainya solat.”
(HR. Muslim)
.
Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Namun, waktu istijabah ini tidak penuh sejak duduknya imam di mimbar sampai selesainya solat. Dia datangnya kadang-kadang mengikut lafaz hadis, “Yuqalliluhaa” (sangat sekejap).
.
Imam ash Shan’ani rahimahullah dalam Subul as Salam, menyebutkan masanya kadang-kala di awal, di tengah atau di akhir. Ketikanya bermula sejak bermulanya khutbah sehingga habis selesainya solat. (Subul as Salam)
.
Manakala Imam As-Suyuthi rahimahullah pula menentukan waktu yang dimaksudkan adalah ketika solat didirikan.
.
.
.

b.)  Waktu Di Antara Dua Khutbah Jumaat

 .
Sesetengah ulama berpendapat bahawa makbulnya doa yang dibaca di antara dua khutbah, iaitu ketika imam sedang duduk antara khutbah pertama dan khutbah kedua.
 .
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu meriwayatkan bahawa Rasulullahصلى الله عليه وسلم sedang menerangkan tentang hari Jumaat, dan baginda bersabda:

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ خَيْراً إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، قَالَ: وَهِيَ سَاعَةٌ خَفِيْفَةٌ

“Sesungguhnya  padanya (hari Jumaat) terdapat suatu ketika yang tidak ditemui oleh seseorang yang muslim dengan dia mendirikan solat sambil memohon kepada Allah akan sesuatu, melainkan apa yang dipohonkannya itu diberikannya kepadanya. Dia mengisyaratkan dengan tangannya yang diangkatkan.”
(Hadis Riwayat Al-Bukhari & Muslim).
Dan Rasulullahصلى الله عليه وسلم menunjukkan isyarat tangannya yang membawa maksud sedikit sahaja (sangat singkat) waktu itu.
.
.
.

c.)  Waktu Terakhir Selepas Asar

.
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu, Rasulullahصلى الله عليه وسلم bersabda;

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوْجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئاً إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ، فَالْتَمِسُوْهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ.

“Hari Jumaat (Siang) terdiri dari 12 waktu, di dalamnya terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim pada ketika itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh kerana itu, carilah masa tersebut pada waktu akhir setelah Asar.”
(HR. An-Nasai dan Abu Daud).
.
Hadits Abdullah bin Salam, dia bercerita: “Aku berkata;
“Sesungguhnya kami mendapatkan di dalam Kitabullah bahawa pada hari Jumaat terdapat satu masa yang tidaklah seorang hamba mukmin berada padanya lalu berdoa memohon sesuatu kepada Allah SWT, melainkan akan dipenuhi permintaannya.”
Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengisyaratkan dengan tangannya bahawa masa itu hanya sedikit sahaja.
Kemudian Abdullah bin Salam bertanya; “Bilakah ketiknyaa ia berlaku?”
Baginda صلى الله عليه وسلم menjawab, “Masa itu berlangsung pada akhir waktu siang.”
Setelah itu Abdullah bertanya lagi, “Bukankah saat itu bukan waktu solat?”
Baginda صلى الله عليه وسلم menjawab;

بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ

“Benar! Sesungguhnya seorang hamba mukmin jika melakukan solat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali solat, melainkan dia berada di dalam solat.”
(HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan sahih).
.
Juga berdasarkan hadis Anas bin Malik, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

التمسوا الساعة التي ترجى في يوم الجمعة بعد العصر إلى غيبوبة الشمس

“Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jumaat, iaitu setelah ‘Asar sampai tenggelamnya matahari.” (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib).
.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Diriwayatkan Sa’id bin Mansur dengan sanad sahih kepada Abu Salamah bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم berkumpul lalu saling menyebut satu masa yang terdapat pada hari Jumaat. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeza pendapat bahawa saat tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jumaat.” (Fath al Baari: II/421 dan Zaad al-Ma’ad oleh Ibnul Qayim I: 391)
.
Diriwayatkan Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Masa (mustajab) yang disebutkan ada pada hari Jumaat itu terletak di antara solat Asar dan tenggelamnya matahari.”
Sa’id bin Jubair jika sudah selesai melaksanakan solat Asar, dia tidak mengajak seorang pun berbual sehingga matahari terbenam.
.
Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakan bahawa, itu adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadis-hadis mengenainya.
.
Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Menurut saya, ketika solat merupakan waktu yang diharapkan pengabulan doa. Kedua-duanya merupakan waktu pengmakbulan meskipun satu ketika yang khusus itu di akhir waktu selepas solat Asar. Hari Jumaat merupakan hari yang pastinya masa mustajab itu berlaku. Adapun ketika mustajab pada waktu solat, ia mengikuti waktu solat itu sendiri sehingga boleh awal atau kemudian. Kerana ketika berhimpunya kaum muslimin, solat, tunduknya dan munajat mereka kepada Allah memiliki pengaruh terhadap pengabulan (doa). Dengan demikian, masa pertemuan mereka merupakan ketika yang diharap dikabulkannya doa. Dengan demikian itu, seluruh hadits berpadu antara yang satu dengan yang lain..” (Zaad al-Ma’ad: I/394)
.
Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Bazzrahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa’id bin Ali al Qahthan dalam Shalatul Mukmin. Syaikh Ibnu Bazz berkata, “Perkara itu menunjukkan bahawa sudah sewajarnya bagi orang muslim memberikan perhatian terhadap hari Jumaat kerana di dalamnya terdapat satu masa yang tidaklah seorang muslim berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan ketika tersebut melainkan Allah akan mengabulkannya, iaitu setelah solat Asar. Mungkin juga masa ini berlaku setelah duduknya imam di atas mimbar. Oleh kerana itu, jika seseorang datang dan duduk setelah Asar menunggu solat Maghrib seraya berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian juga jika setelah naiknya imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam sujud dan duduknya maka sudah pasti doanya akan dikabulkan.” (DR. Sa’id bin Ali bin Wahf al Qahthani, Ensiklopedi Solat menurut al-Quran dan as Sunnah).
.
.
والله أعلم بالصواب
Wallahu A’lam Bish Shawab
 (Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan