Ilmu Terpuji Dan Tercela
بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
BAB KEDUA:Mengenai
ilmu terpuji dan tercela, bahagian-bahagiannya dan hukum hukumnya.
Padanya penjelasan, apakah yang fardlu 'ain dan apakah yang fardlu
kifayah.
Penjelasan, bahwa kedudukan ilmu kalam dan ilmu fiqih dalam ilmu agama,
sampai mana batasnya dan keutamaan ilmu akhirat. Penjelasan ilmu yang menjadi
fardlu 'ain.
قال رسول ال صلى ال عليه وسلم: (طلب العلم فريضة على كل مسلم) وقال أيضا صلى ال عليه وسلم اطلبواالعلم ولو بالصي
Bersabda Nabi صلى ال عليه
وسلم: "Menuntut ilmu wajib atas tiap-tiap muslim" . Dan Bersabda
pulaNabi صلى ال عليه وسلم : "Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina
sekalipun ". (1)
Berbeda pendapat manusia
mengenai ilmu yang menjadi fardhu "ain atas tiap-tiap muslim, sampai
berpecah-belah lebih dari dua puluh golongan. Kami di sini tidak akan
menguraikannya secara terperinci. Akan tetapi hasilnya, ialah
masing-masing golongan itu menempatkan wajib, pada ilmu yang dipilihnya.
Berkata ulama ilmu kalam, ialah ilmu kalam yang wajib karena dengan ilmu kalam diketahui keesaan Tuhan, zat dan sifatNya.
Berkata ulama fiqih ialah
ilmu fiqih yang fardhu 'ain, karena dengan ilmu fiqih diketahui ibadah,
halal dan haram, apa yang diharamkan dan yang dihalalkan dari hukum
mu'amalah. Ulama fiqih berusaha dengan sungguh-sungguh membentangkan apa
yang diperlukan masing-masing orang, tidak pada soal-soal yang jarang
terjadi Ulama tafsir dan Ulama hadits, berkata : yaitu ilmu Kitab dan
Sunnah yang fardiu 'ain. Karena dengan perantaraan keduanya, akan sampai
kepada ilmu-ilmu yang lain seluruhnya.
Berkata ulama tasawwuf,
bahwa yang dimaksudkan, ialah ilmu tasawwuf. Setengah mereka mengatakan
bahwa ilmu tasawwuf itu ialah pengetahuan hamba Allah dengan dirinya
dan kedudukannya dari Allah 'Azza wa Jalla. Sebahagian mereka
mengatakan, bahwa ilmu tasawwuf itu ialah, ilmu tentang keikhlasan dan
penyakit-penyakit yang membahayakan bagi diri
1.Kedua-duanya hadits Ini sudah diterangkan dahulu..
dan untuk membedakan antara langkah malaikat dari langkah setan.
Diantara mereka mengatakan, bahwa ilmu tasawwuf itu ilmu bathin. Dari
itu diwajibkan mempelajarinya bagi golongan tertentu, di mana mereka
ahli untuk itu. Dan dapat memalingkan kata-kata dari umumnya.
وقال أبو طالب المكي: هو العلم بما يتضمنه
الحديث الذي فيه مباني الإسلام وهو قوله صلى الله عليه وسلم:بني الإسلام
على خمس شهادة أن لا إله إلا الله إلى آخر الحديث
Berkata Abu Tholib Al-Makki bahwa ilmu yang diwajibkan ialah pengetahuan
yang terkandung dalam hadits yang menerangkan sendi-sendi Islam, yaitu
sabda Nabi صلى الله عليه وسل: "Didirikan Islam atas lima sendi :
mengakui bahwasanya tiada Tuhan selain Allah
….......................................sampai akhir hadits". (1)
Karena yang wajib adalah yang lima itulah, maka wajiblah mengetahui cara
mengerjakannya dan betapa kewajibannya. Dan yang seyogianya diyakini
oleh yang memperolehnya dan tidak diragukan lagi, ialah apa yang akan
kami terangkan. Yaitu bahwa illmu seperti telah kami singgung pada kata
pembukaan kitab ini terbagi kepada : ilmu mu 'amalah dan ilmu
mukasyafah. Dan ilmu yang dimaksudkan di sini, tidak lain dari ilmu
mu'amalah,
Ilmu Mu'amalah yang ditugaskan kepada hamba Allah, yang berakal dan
dewasa, untuk mengamalkannya, ialah tiga : aqidah, berbuat dan tidak
berbuat. Orang yang berakal sehat, apabila telah sampai umur (baligh),
baik dengan bermimpi (ihtilam) atau dengan kiraan tahun, pada pagi hari
umpamanya, maka yang pertama kali wajib atas dirinya, ialah mempelajari
dua kalimah syahadah serta memahami artinya.
Yaitu ; لا إله إلا الله محمد رسول الله "Laa ilaaha
illallaah, MuhammadurRasuulullaah Dan tidak diwajibkan kepadanya, untuk
berhasil menyingkapkan bagi dirinya, dengan pemikiran, pembahasan dan
penguraian dalil-dalil. Tetapi cukuplah sekedar ia membenarkan dan
meyakini benar-benar, dengan tak bercampur keraguan dan kebimbangan
hati.
Hal itu mungkin berhasil dengan semata-mata bertaklid dan mendengar,
tanpa pembahasan dan dalil. من أجلاف العرب بالتصديق والإقرار من غير تعلم
دليل Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم sendiri mencukupkan dari
orang-orang Arab itu dengan membenarkan dan mengakui tanpa mempelajari
dalil". (2)
Apabila telah terlaksana demikian, maka telah tertunailah kewajiban
waktu itu. Dan adalah ilmu yang menjadi fardhu 'ain baginya di waktu
itu, ialah mempelajari dua kalimah syahadah dan
1.Muhammad itu tututannya, mandirikan salat, mangerjakn puasa Ramadlan, memberikan Zakat dan menunalkan haji apabila ada kasanggupan.
2.Dirawikan Muslim dari kissah Dlammam bin Tii'libah.
memahami artinya Dan tidak ada kewajibannya di balik itu, pada waktu
tersebut, berdalilkan, jika sekiranya mati dia sesudah itu, maka adalah
kematiannya dalam ta'at kepada Allah Azza wa Jalla, Tidak dalam ma'siat.
Kewajiban selain itu, akan datang dengan sebab-sebab yang mendatang. Dan
tidaklah yang demikian, perlu (dlaruri), pada tiap-tiap orang, bahkan
mungkin terlepas daripadanya.
Sebab-sebab mendatang itu, adakalanya dalam berbuat, atau tidak berbuat
atau pada aqidah. Dalam berbuat umpamanya, dia hidup terus dari pagi
hari itu sampai waktu Dhuhur. Maka dengan masuknya waktu Dhuhur,
datanglah kewajiban baru baginya, yaitu mempelajari cara bersuci dan
bershalat.
Kalau dia sehat dan terus bertahan sampai waktu tergelincir matahari,
yang tidak mungkin ia menyempurnakan pelajaran dan mengerjakan Dhuhur
dalam waktunya, tetapi waktu akan ha- bis jika dia terus belajar, maka
tepatlah kalau dikatakan bahwa pada dhahirnya dia terus hidup. Dari itu,
wajiblah ia mendahulukan belajar atas masuknya waktu. Dan boleh pula
dikatakan bahwa wajib adanya ilmu itu menjadi syarat untuk amal, sesudah
wajib amal itu. Maka belajar itu belum lagi wajib sebelum gelincir
matahari.
Demikian pula pada sembahyang-sembahyang selain dari Dhuhur tadi. Bila
dia terus hidup sampai bulan Ramadlan, maka bertambah pula kewajibannya
mempelajari puasa. Yaitu mengetahui bahwa waktunya dari waktu Shubuh
sampai terbenam matahari. Bahwa diwajibkan pada puasa, ialah : niat,
menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh. Keadaan demikian berjalan
terus sampai tampak bulan, oleh dia sendiri atau oleh dua orang saksi.
Kalau hartanya bertambah atau memang dia orang berharta ketika dewasa,
maka wajib pula mempelajari kewajiban zakat. Tetapi tidaklah diwajibkan
itu ketika itu juga. Hanya baru wajib waktu telah sampai setahun (haul)
dari masa Islamnya. Jika dia hanya mempunyai unta maka yang harus
dipelajarinya ialah zakat unta Begitu pula dengan jenis-jenis yang lain.
Apabila datang bulan hajji, tidaklah wajib ia bersegera mempelajari
pengetahuan hajji, karena mengerjakannya adalah dalam waktu yang lama.
Dari itu tidak diwajibkan mempelajarinya cepat-cepat.
Tetapi seyogialah bagi ulama Islam memperingatkannya bahwa haji itu
suatu kewajiban yang lama, atas tiap-tiap orang yang mempunyai
perbekalan dan kendaraan. Apabila ia memiliki barang-barang tersebut,
maka mungkin timbul hasrat dalam hatinya hendak menyegerakan menunaikan
ibadah hajji itu. Maka ketika itu, bila hasrat telah timbul, maka
haruslah ia mempelajari cara mengerjakan hajji. Dan tidak harus, selain
mempelajari rukun dan wajibnya, tidak sunatnya. Sebab bila
mengerjakannya sunat, maka mempelajarinya sunat pula. Dari itu tidaklah
menjadi fardiu 'ain mempelajarinya.
Tentang haramnya berdiam diri, dari pada memberitahukan atas kewajiban
pokok hajji itu, pada waktu sekarang, adalah menjadi suatu perhatian
yang layak pada ilmu fiqih.Demikianlah secara beransur-ansur, tentang
ilmu amal perbuatan yang lain, yang menjadi fardiu 'ain.
Adapun yang tidak berbuat (ditanggalkan mengerjakannya) maka wajiblah
mempelajari ilmu itu menurut perkembangan keadaan. Dan yang demikian itu
berbeda, menurut keadaan orang. Karena tidaklah wajib atas orang bisu,
mempelajari kata-kata yang diharamkan. Tidaklah atas orang buta
mempelajari apa-apa yang haram dari pemandangan. Dan tidaklah atas orang
desa (badui) mempelajari tempat-tempat duduk yang diharamkan.
Maka yang demikian itu juga wajib menurut yang dikehendaki oleh keadaan.
Apa yang diketahuinya bahwa dia terlepas daripadanya, maka tidaklah
diwajibkan mempelajarinya. Dan apa yang tidak terlepas daripadanya, maka
wajiblah diberitahukan kepadanya. Seumpama, ketika ia masuk Islam,
adalah ia memakai kain sutera atau duduk pada perampokan atau suka
melihat yang bukan mahramnya maka wajiblah diberitahukan kepadanya yang
demikian itu.
Dan apa yang tidak melekat padanya, tetapi akan dihadapi, pada masa
dekat seperti makan dan minum, maka wajiblah mengajarkannya. Sehingga
apabila timbul dalam negeri, minuman khamar dan makanan daging babi,
maka wajiblah diajarkan yang demikian dan diberitahukan.Dan tiap-tiap
wajib diajarkan maka wajiblah dipelajari.
Adapun mengenai aqidah dan amal perbuatan hati, wajiblah mengetahuinya
menurut bisikan hati. Kalau timbul keraguan mengenai pengertian yang
terkandung dalam dua kalimah syahadah,maka wajiblah ia mempelajari apa
yang menyampaikannya kepada hilangnya keraguan itu. Jikalau tiada
terguris yang demikian itu dan ia mati sebelum beri' tikad bahwa kalam
Allah itu qadim, IaNya akan dilihat dan tiada padaNya segala sifat
makhluk serta Iain-Iain sebagainya, yang tersebut dalam bahagian
kei'tiqadan, maka sepakatlah ulama bahwa ia mati dalam Islam. Tetapi
bisikan-bisikan hati ini yang menyangkut dengan kepercayaan, sebahagian
timbul disebabkan kepribadian seseorang dan sebahagian lagi disebabkan
pendengaran dari sesama penduduk. Jikalau dalam negeri, berkembang
pembicaraan mengenai yang demikian dan manusia memperkatakan tentang
perbuatan-perbuatan bid'ah, maka seyogialah dijaga dari permulaan masa
dewasa, dengan mengajarkan yang benar. Kalau ke dalam hatinya telah
dimasukkan yang batil, niscaya wajiblah dihilangkan dari hatinya itu.
Mungkin yang demikian itu sukar. Seumpama, jikalau muslim itu saudagar
dan telah berkembang ditempatnya perbuatan r i b a, maka wajiblah
dipelajarinya, cara menjaga diri dari riba itu.
Demikianlah sebenarnya mengenai pengetahuan yang fardiu 'ain. Artinya,
ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib. Maka orang yang mengetahui
ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu
yang fardiu 'ain.
Apa yang diterangkan kaum sufi, tentang memahami bisikan-bisikan musuh
dan langkah malaikat, adalah benar juga, tetapi terhadap orang yang ada
hubunganya dengan itu.
Apabila menurut biasanya, bahwa manusia itu tidak terlepas dari
panggilan kejahatan, ria dan dengki, maka haruslah ia mempelajari ilmu
bahagian sifat-sifat yang membinasakan diri, apa yang dipandangnya perlu
untuk dirinya. Bagaimana tidak wajib?
Rasulullah saw. pernah bersabda :
ثلاث مهلكات شح مطاع وهوى متبع وإعجاب المرء بنفسه
(Tsalaatsun muhlikaatun : Syuhhun muthaa'un wahawan muttaba- wa i'jaabul mar-i binafsih).
Artinya: "Tiga perkara, membinasakan manusia : kikir yang dipatuhi,hawa
nasfu yang dituruti dan keta'juban manusia kepada dirinya".(1)
1.Dirawikan Ath-Thabranl, Abu Na'im dan Al-Balhaqi dari Anas, dgn. Isnad dla'lf.
Tidak terlepaslah manusia dari sifat-sifat tersebut dan lain-lain sifat
yang akan kami terangkan, dari sifat-sifat hal-ikhwal hati yang tercela.
Seperti takabur, 'ujub dan sebagainya yang mengikuti tiga sifat yang
membinasakan itu.
Menghilangkan sifat-sifat tadi adalah fardlu 'ain. Dan tidak mungkin
menghilangkannya, kecuali dengan mengetahui batas-batasnya,
sebab-sebabnya, tanda-tandanya dan cara mengobatinya. Orang yang tidak
mengetahui sesuatu kejahatan, akan terperosok ke dalamnya. Obatnya
ialah, menghadapi sebab itu, dengan lawan-nya. Maka bagaimana mungkin
melawannya itu tanpa mengetahui sebab dan yang disebabkannya.
Kebanyakan dari yang kami terangkan dalam bahagian sifat-sifat yang
membinasakan diri, termasuk dalam fardiu 'ain. Dan sudah ditinggalkan
manusia karena sibuk dengan yang tak perlu.
Diantara yang seyogianya disegerakan mengajarkannya, apabila tidaklah
orang itu telah berpindah dari satu agama ke agama yang lain, ialah
keimanan dengan sorga, neraka, kebangkitan dari kubur dan pengumpulan di
padang mahsyar. Sehingga dia beriman dan mempercayainya. Dan itu adalah
sebagian dari kesempurnaan dan dua kalimah syahadah. Karena setelah
membenarkan dengan kerasulan Nabi صلى الله عليه وسلم itu, seyogialah
memahami akan risalah (kerasulan) yang dibawanya. Yaitu, bahwa orang
yang menta'ati Allah dan RasulNya, maka baginya sorga. Dan orang yang
mendurhakai keduanya, maka baginya neraka.
Maka apabila anda telah memperoleh perhatian akan pelajaran tersebut
secara beransur-ansur, maka tahulah anda bahwa inilah madzhab yang
sebenarnya. Dan yakinlah anda bahwa tiap- tiap hamba Allah dalam
perkembangan hal ikhwalnya, siangnya dan malamnya, adalah tidak terlepas
dari kejadian-kejadian yang mengenai ibadahnya dan mu'amalahnya secara
terus-menerus, akan akibat-akibatnya. Maka haruslah bertanya tentang
kejadian-kejadian yang jarang terjadi dan haruslah bersegera mempelajari
apa yang diharapkan biasanya terjadi dalam waktu dekat. Apabila telah
jelas bahwa Nabi saw. bermaksud dengan perkataan "Al-ilmu" pakai alif
dan lam pada sabdanya: "Menuntut al-ilmu itu wajib atas tiap-tiap
muslim", ialah ilmu yang disertai dengan amal perbuatan, yang terkenal
wajibnya atas pundak kaum muslimin, tidak lain, maka jelaslah cara
beransur-ansurnya dan waktu yang diwajibkan mempelajarinya.
Wallaahu a'lam (ALLAH Maha Tahu).83
تصنيف
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
Tiada ulasan:
Catat Ulasan