بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Layakkah kamu jadi Imam?
Tentang imam (Solat)
Bab Keempat : Tentang keimamam dan Mengikut Imam
Mengenai rukun Solat sesudah salam dan atas imam ada tugas tugas sebelum solat dan pembacaan.
Adapun tugas tugas sebelum solat,enam.
Pertama: Bahawa tidaklah seorang itu tampil menjadi imam kepada
orang banyak yang tidak suka kepadanya.kalau orang banyak itu , tidak sekata
maka yang dilihat ialah yang terbanyak. dan kalau golongan sedikit terdiri dari
orang orang baik dan beragama, maka memandang kepada pendapat mereka adalah
lebih utama,pada hadis tersebut, tiga golongan tidak dilampaui,oleh solatnya
akan kepalanya:Budak yang lari dari tuannya-isteri yang dimarahi suaminya,dan
imam yang mengimami suatu kaum dimana kaum itu tidak suka kepdanya(1)
sebagaimana dilarang tampil menjadi imam, kerana tidak disukai
orang ramai, maka seperti itu pula dilarang tampil menjadi imam, bila ada
dibelakangnya orang yang lebih ahli fiqih, daripadanya.kecuali apabila orang
yang lebih utama daripadanya itu menolak, maka bolehlah ia tampil menjadi
imam.kalau tida ada sesuatu daripada yang tersebut itu , maka hendaklah ia
tampil manakala telah meyakini dan mengetahui pada dirinya terdapat syarat
syarat menjadi imam, dan di makruhkan ketika itu menolak,.
sesungguhnya dikatakan bahawa ada satu kaum yang tolak menolak
menjadi imam sesudah selesai qamat dari solat,maka terjadilah kekeruhan
diantara mereka.dan apa yang diriwayatkan tentang tolak menolaknya menjadi imam
diantara para sahabat,ra.,sebabnya ialah kerana pilihan mereka akan orang yang
di lihatnya lebih utama untuk itu. atau kerana kekuatiran mereka kepada dirinya
akan kealpaan dan beratnya tangungan solat para makmum kerana imam itu adalah
penangung. dan siapa yang tiada membiasakan dirinya menjadi imam,
kadang-kadang hatinya bimbang dan keikhlasannya kacau di dalam shalat, karena
malu kepada para pengikut (ma'mum). Lebih-lebih waktu membaca bacaan dengan
suara keras. Dari itu terdapatlah beberapa sebab, bagi orang yang menjaga diri
daripada yang demikian itu.
1.Dirawikan Attirmidzi dari abi amamah Hadis hasan Gharib.
** Tidak di lampaui oleh solatnya akan kepalanya**Adalah
Kinayah(sindiran) dari tidak diterima solat itu.
|
dirinya menjadi imam, kadang-kadang hatinya bimbang dan
keikhlasannya kacau di dalam shalat, karena malu kepada para pengikut (ma'mum).
Lebih-lebih waktu membaca bacaan dengan suara keras. Dari itu terdapatlah
beberapa sebab, bagi orang yang menjaga diri daripada yang demikian itu.
Kedua : apabila seseorang
disuruh pilih antara melakukan adzan dan menjadi imam, maka
wajarlah dipilih menjadi imam.
Masing-masing dari yang dua ini, mempunyai kelebihan.
Tetapi mengumpuikan keduanya pada satu orang, adalah makruh. Dari
itu, seyogialah bahwa imam itu, tidak muadzin (orang yang
melakukan adzan). Dan apabila sukar dikumpulkan itu, maka yang lebih utama,
ialah menjadi imam.
Berkata segolongan ulama, bahwa adzan adalah lebih utama. Karena
apa yang kami nukilkan dahulu tentang keutamaan adzan dan karena sabda
Nabi صلى الله عليه وسلم
الإمام ضامن والمؤذن مؤتمن
(Al-lmaamu dlaaminun wal-muadz-dzinu mu'taman).Artinya : "Imam
itu penanggung dan muadzin itu yang diterima percayaannya (dipegang amanahnya)
". (1) Lalu mereka mengatakan, sulitnya tanggung jawab di dalam
shalat.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم . :الإمام أمين فإذا ركع فاركعوا وإذا سجد فاسجدو
(Al-imaamu amiinun fa-idzaa raka'a farka'uu wa idzaa sajada
fas-juduu).Artinya : "Imam itu adalah orang kepercayaan. Apabila ia
ruku maka ruku'lah kamu dan apabila ia sujud,. maka sujudlah kamu!
".(2)
Pada hadits, tersebut : 'Kalau imam itu
menyempurnakan dengan baik, maka kesempurnaan itu adalah bagi imam dan bagi
para ma'mum. Dan kalau kurang, maka kekurangan itu adalah atas imam dan tidak
atas para ma'mum".(3)
(1)Dirawikan
Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah.
(2)Dirawikan
Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
(3)Dirawikan
Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
|
Dan karena Nabi صلى الله عليه وسلم . berdo'a
: "Ya Allah, ya Tuhanku! Berilah petunjuk kepada imam-imam
shalat dan ampunilah orang-orang yang melakukan adzan". Ampunan adalah
lebih utama dicari, karena petunjuk itu dimaksudkan
untuk memperoleh ampunan.
Dalam hadits tersebut : "Barangsiapa
menjadi imam pada suatu masjid tujuh tahun, niscaya wajiblah baginya sorga,
tanpa hisab (tanpa dihitung amalannya). Dan barangsiapa melakukan adzan empat
puluh tahun, niscaya ia masuk sorga, tanpa hisab". (1)
Karena itu, dinukilkan dari para shahabat ra., bahwa mereka
tolak-menolak menjadi imam. Dan pendapat yang lebih kuat, adalah menjadi imam
itu lebih utama, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم ., Abu
Bakar, Umar dan para imam sesudahnya, membiasakan diri menjadi imam dalam
shalat.
Ya, benar pada menjadi imam itu, terdapat bahaya tanggung jawab.
Dan kelebihan itu, adalah serta bahaya itu, sebagaimana pangkat jabatan amir
dan khalifah, adalah lebih utama, karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم . : "Sesungguhnya
sehari bagi seorang sultan (penguasa) ydng adil, adalah lebih utama daripada
ibadahnya tujuh puluh tahun".
Tetapi pada jabatan-jabatan tersebut itu, ada bahayanya. Dari itu,
wajiblah didahulukan orang yang lebih utama dan lebih banyak ilmu fiqihnya.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم . : "Imam-imammu
itu, adaltih orang-orang yang memberi syafa'at kepadamu". Atau
menurut riwayat yang lain, Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
: "adalah utusanmu kepada Allah". Kalau kamu
bermaksud membersihkan shalatmu, maka dahulukanlah orang-orang yang baik
daripada kamu, menjadi imam".
Berkata setengah salaf : "Tiadalah
sesudah nabi-nabi, yang lebih utama daripada para ulama. Dan tiadalah sesudah
para ulama, yang lebih utama daripada imam-imam shalat. Karena mereka adalah
berdiri, diantara hadlirat Allah 'Azza wa Jalla dan makhlukNya. Yang ini,
dengan "kenabian", yang ini, dengan "keilmuan"
dan yang ini, dengan "tiang agama", yaitu : shalat
Dengan alasan inilah, para shahabat mengambil dalil, mendahulukan
Abu Bakar Shiddiq ra. untuk memegang jabatan khalifah, karena mereka menyatakan
: "Kami memandang, bahwa shalat itu adalah tiang agama. Maka kami pilihlah
untuk urusan duniawi kami, orang yang telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم . untuk
urusan agama kami' Dan tidak mereka mendahulukan Bilal, beralasan bahwa Bilal
itu telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم untuk
adzan.
1.
Diriwayatkan At Tirmidzi dari Ibnu Abbas
|
Dan apa yang diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki meminta kepada
Nabi صلى الله عليه وسلم :
"Ya Rasulullah! Tunjukilah aku kepada amal, yang dapat kiranya aku
memperoleh sorga!".
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم .: "Hendaklah
kamu menjadi muadzin!". Menjawab orang itu : "Aku tidak sanggup menjadi
muadzin". Menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم . ;
"Hendaklah kamu menjadi imam!". Menyahut orang itu lagi : "Aku
tidak sanggup menjadi imam!". Lalu bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : 'Bershalat
lah di belakang imam!" (1) Mungkin orang laki-laki tersebut
menyangka, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak
merelai ke-imam-annya. Karena adzan itu adalah kepadanya dan keimaman itu
adalah kepada orang banyak dan orang banyak itu mendahulukannya. Kemudian,
mungkin laki-laki itu menyangka, bahwa ia menyanggupi menjadi imam.
Ketiga : bahwa imam itu menjaga segala waktu shalat. Maka
bersha-latlah ia pada awal waktunya, supaya memperoleh kerelaan Allah
Ta'ala. "Maka keutamaan awal waktu, dari akhir waktu, adalah
seperti keutamaan akhirat, dari dunia", demikianlah diriwayatkan dari
Rasulullah صلى الله عليه وسلم .",(2)
Pada hadits tersebut: "Bahwa hamba itu untuk mengerjakan
shalat pada akhir waktunya dan tidak sampai terluput daripadanya, meskipun
telah terluput dari awal waktunya, adalah lebih baik baginya daripada dunia dan
isinya
Dan tidak seyogialah, mengemudiankan shalat, untuk menunggu
banyaknya orang berjama'ah. Tetapi haruslah menyegerakan shalat untuk
memperoleh kelebihan awal waktu. Maka kelebihan awal waktu itu, adalah lebih
utama daripada banyaknya jama'ah dan panjangnya surat yang dibaca.
Ada yang mengatakan, bahwa mereka apabila telah hadlir dua orang
pada shalat jama'ah, mereka tiada menunggu orang ketiga. Dan apa-bila telah
hadlir empat orang pada shalat janazah (shalat atas orang meninggal), mereka
tiada menunggu orang kelima.
Nabi صلى الله عليه وسلم telah
terlambat dari shalat Shubuh, di mana Nabi صلى الله عليه وسلم . dan
para shahabatnya dalam suatu perjalanan jauh. Sesungguhnya
Nabi صلى الله عليه وسلم terlambat
itu, adalah karena bersuci, lalu beliau tidak ditunggu, Dan
ditampilkan kedepan Abdur Rahman bin 'Auf, lalu bershalat bersama mereka,
sehingga luputlah seraka'at bagi Nabi صلى الله عليه وسلم . Maka
bangunlah beliau mengerjakannya. Abdur Rahman bin 'Auf berkata : Restuilah kami
dari yang demikian", Maka Nabi صلى الله عليه وسلم .
menjawab : Kamu sudah bagus seperti itu, maka buatlah terus!".
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم ,
terlambat pada shalat Dhuhur, lalu mereka menampilkan Abu Bakar ra. menjadi
imam, Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم , datang
dan Abu Bakar dalam shalat, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . berdiri
disampingnya",
1.Dirawikan
Al Bukhari
2.Dirawikan
Abu Mansur AdDailami Dari Ibnu Umar dengan Sanad Dlaif
|
Dan tidaklah atas imam itu menunggu muadzin, Tetapi muadzin harus
menunggu imam, untuk melakukan qamat. Apabila iman itu telah datang, maka
tidaklah muadzin itu menunggu orang lain.
Keempat : bahwa menjadi imam
itu adalah semata-mata ikhlas karena Allah 'Azza wa Jalla dan menunaikan amanah
Allah Ta'ala, mengenai suci dan seluruh syarat-syarat shalatnya..
Adapun ikhlas, yaitu tidak mengambil
upah atas pekerjaannya menjadi imam. Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyuruh
Usman bin Abil-'Ash Ats-Tsaqafi, dengan mengatakan : "Ambillah seorang
muadzin, yang tidak mengambil upah atas adzannya". (1)
Adzan adalah jalan kepada shalat. Maka shalat itu lebih utama
lagi, tidak diambil upah. Kalau upah itu diambil dari masjid sebagai
penghidupan, dari harta yang telah diwakafkan untuk orang yang ditugaskan
menjadi imam di masjid itu atau dari sultan atau dari seseorang manusia, maka
tidaklah dihukumkan haramnya. Tetapi adalah makruh hukumnya.
Kemakruhan pada shalat fardiu adalah melebihi dari kemakruhan pada
shalat tarawih. Upah itu adalah berdasarkan atas tetap nya
mengunjungi tempat shalat dan mengurus kepentingan masjid, tentang mendirikan
shalat jama'ah. Dan tidaklah upah itu karena shalat itu sendiri.
Adapun amanah, ialah kesucian bathin dari fasiq,
dosa besar dan berkekalan berbuat dosa kecil. Maka orang yang dicalonkan untuk
menjadi imam, seyogialah menjaga diri dari perbuatan yang tersebut, dengan
seluruh tenaga yang ada padanya. Karena imam itu adalah seperti utusan dan pembawa
syafa'at kepada orang banyak. Maka sepantasnyalah, dia orang yang
terbaik daripada golongannya.
1.Dirwikan
AlHakim dari Usman bin Abil Asshaqofi
|
Demikian pula, suci dhahir daripada hadats dan najis, karena tidak
ada yang memandangnya, selain dia sendiri.
Kalau ia teringat kepada hadats, pada waktu sedang shalat atau
keluar daripadanya angin, maka tidaklah wajar ia merasa malu.
Tetapi diambilnyalah tangan orang yang berada dekatnya dan orang itu
menggantikannya selaku imam.
Sesungguhnya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم . teringat
akan hadats besar (janabah) waktu sedang shalat, lalu beliau gantikan orang
lain menjadi imam dan beliau pergi mandi. Kemudian kembali lagi dan masuk ke
dalam shalat. (1)Dirawikan Abu Dawud Dari
Abi Bakrah dengan isnad Sahih
Berkata Sufyan : "Bershalatlah
di belakang tiap-tiap orang yang baik dan orang yang dhalim. Kecuali peminum
khamar atau berterang-terangan berbuat fasiq atau mendurhakai ibu-bapa atau
pembuat bid'ah atau budak yang melarikan diri daripada tuannya".
Kelima : bahwa
imam itu tiada bertakbir, sebelum shaf (barisan) shalat itu lurus. Maka
hendaklah ia berpaling ke kanan dan ke kiri. Kalau dilihatnya ada yang belum
beres, maka disuruhnya supaya dibereskan dengan meluruskan shaf.
Ada yang mengatakan, bahwa mereka membuat setentang dengan
bahu-bahu dan merapatkan diantara tumit-tumit. Dan imam itu tidak bertakbir
sebelum selesai muadzin daripada qamat. Dan muadzin itu mengemudiankan qamat
daripada adzan, sekedar selesai persiapan orang banyak untuk shalat.
Pada hadits tersebut : "Hendaklah
muadzin itu berhenti diantara adzan dan qamat, sekedar selesailah orang makan
dari makannya dan orang membuang air dari hajatnya
Yang demikian itu, adalah karena Nabi صلى الله عليه وسلم . melarang
daripada menolak dua keadaan yang tidak disukai (lapar dan membuang air) dan
menyuruh dengan mendahulukan makan malam daripada shalat 'Isya', karena mencari
keselesaian hati daripada segala gangguan.
Keenam : bahwa
imam itu meninggikan suaranya dengan takbiratul-ihram dan takbir-takbir yang
lain. Dan ma'mum itu, tidak meninggikan suaranya, selain sekedar didengar oleh
dirinya sendiri . Dan imam itu meniatkan menjadi imam, supaya
memperoleh pahala. Kalau tidak diniatkannya, maka shalatnya dan shalat
ma'mumnya syah, apabila para ma'mum itu meniatkan mengikut
imam.
1.
Dirawikan Abu Dawud Dari Abi Bakrah dengan isnad Sahih
|
Dan mereka memperoleh pahala berjama'ah, sedang imam itu tiada
memperoleh pahala menjadi imam.
Dan hendaklah ma'mum itu mengemudiankan takbimya daripada takbir
imam. Yaitu dimulainya bertakbir sesudah selesai imam daripada bertakbir.
Wallahu A'lam! Allah Yang Maha Tahu!.
Adapun tugas pembacaan di dalam shalat adalah tiga :
Pertama : membaca
dengan suara yang dapat didengar olehnya sendiri (secara
sirr), do'a iftitah dan ta'awwuz, seperti orang yang bershalat
sendirian. Dan membaca dengan suara keras (secara jahr) al-fatihah dan surat
sesudahnya pada semua shalat Shubuh dan dua raka'at pertama 'Isya’ dan Maghrib.
Dan begitu pula bagi orang yang bershalat sendirian.
Dan mengeraskan bacaan "Aamin" pada shalat jahriyah (shalat
yang dikeraskan suara bacaannya, yaitu Shubuh, Maghrib dan 'Isya') Dan begitu
pula ma'mum.
Dan ma'mum itu menyertakan bacaan aminnya bersama
dengan am in imam, tidak beriring-iringan.
Dan mengeraskan bacaan بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ"
Bismillaahir-rahmaanir-rahiim". Dan mengenai ini,
terdapatlah beberapa hadits yang bertentangan satu dengan lainnya. Tetapi
Asy-Syafi'i ra. memilih dengan jahr.
Kedua : bahwa imam pada
tegaknya itu ada tiga kali diam. begitulah diriwayatkan
oleh Samurah bin Jundub dan 'Imran bin Al-Hu-shain daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Diam
yang pertama, yaitu apabila telah bertakbiratul-ihram. Dan diam
inilah yang terpanjang daripadanya, sekedar dapat dibaca oleh orang yang di
belakang imam (ma'mum) akan surat al-fatihah. Yaitu, waktu imam membaca do'a
iftitah.
Dan kalau imam itu tidak diam, maka luputlah bagi ma'mum mendengar
bacaan imam. Dan imamlah yang menanggung akan kekurangan yang terdapat pada
shalat ma'mum.
Kalau ma'mum itu tiada membaca al-fatihah pada waktu imam diam dan
menghabiskan waktunya dengan yang lain, maka risikonya adalah tanggungan mereka
sendiri, tidak tanggungan imam. Diam yang kedua, yaitu
: apabila selesai daripada membaca al-fatihah. Gunanya supaya disempurnakan
oleh orang yang membaca al-fatihah pada diam yang pertama tadi,
akan al-fatihahnya. Dan lamanya, ialah setengah daripada diam yang pertama di
atas. Dan diam yang ketiga, yaitu apabila telah selesai
daripada membaca surat, sebelum ia ruku'. Diam inilah yang
tercepat, yaitu : sekedar terpisahlah bacaan dari takbir untuk ruku \ Dan
Nabi صلى الله عليه وسلم .
melarang disambung padanya.
Dan ma'mum tidak membaca di belakang imam, selain daripada
al-fatihah. Kalau imam itu tiada diam, maka ma'mum membaca al-fatihah bersama
imam. Dan yang teledor dalam hal ini, ialah imam.
Kalau ma'mum itu tiada mendengar bacaan imam pada shalat
jahriyah, karena jauh atau pada shalat sirriyah, maka
tiada mengapa ma'mum itu membaca surat.
Ketiga : bahwa
imam itu membaca pada shalat Shubuh, dua surat yang panjang
yang kurang dari seratus ayat panjangnya. Karena memanjangkan bacaan shalat
fajar m dan gelap padanya adalah sunat dan bila tidak
mendatangkan melarat kepadanya, oleh perjalanan jauh. Dan tiada mengapa membaca
pada raka'at kedua, penghabisan surat, kira-kira tiga puluh
atau dua puluh ayat lagi, sampai pada kesudahan surat itu. Karena yang
demikian, tiadalah banyak berulang-ulang pada pendengaran, sehingga lebih
mendalam untuk pengajaran dan lebih membawa kepada pemikiran.
Hanya sebahagian ulama, memandang makruh membaca sebahagian
permulaan surat dan memotong pembacaan itu. Dan diriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم .
"membaca sebahagian surat yunus. Maka tatkala sampai
kepada menyebut Musa dan Fir'aun, lalu
Nabi صلى الله عليه وسلم .
memu-tuskannya dan terus ruku'".
Diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . membaca
pada shalat Fajar (shalat Shubuh), suatu ayat dari jurat Al-Baqarah, yaitu
firmanNya :
(Quuluu aamannaa billaahi wa maa unzila ilainaa). Artinya :
"Katakan! Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada
kami". (S. Al-Baqarah, ayat 136).
Dan pada raka'at kedua : رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ
(Rabbanaa aamannaa bimaa anzalta).Artinya : "Wahai
Tuhan Kami! Kami mempercayai apa yang Engkau turunkan (S. Ali 'Imran,
ayat 53).
**
Solat Fajar=Solat Subuh
|
Nabi صلى الله عليه وسلم mendengar
Bilal membaca, dengan memetik dari sana sini, lalu bertanya dari yang demikian
itu. Maka Bilal menjawab : "Aku mencampurkan yang baik dengan
yang baik".Maka sahut Nabi صلى الله عليه وسلم: "Bagus, baik
sekali! (Ah-santa)!'.
Nabi صلى الله عليه وسلم membaca
pada shalat Dhuhur, surat yang panjang ayat-ayatnya, sampai tiga puluh ayat.
Dan pada 'Ashar, setengah dari itu. Dan pada Maghrib, membaca akhir dari
surat-surat yang panjang itu.
Dan penghabisan shalat yang dikerjakan Nabi صلى الله عليه وسلم ialah
shalat Maghrib, di mana Nabiصلى الله عليه وسلم , membaca
padanya surat Al-Mursalat. Dan tidaklah Nabi صلى الله عليه وسلم mengerjakan
shalat sesudah itu, sehingga wafatlah beliau. (1)
Kesimpulannya, meringankan shalat,
adalah lebih utama, lebih-lebih apabila jama'ah itu banyak. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم, tentang keringanan ini
:
إذا صلى أحدكم بالناس فليخفف فإن فيهم الضعيف والكبير وذا الحاجة
(Idzaa shallaa ahadukum bin-naasi fal-yukhaffif fa-inna
fiihimidl-dla'iifa wal-kabiira wa dzal-haajah).Artinya : "Apabila
bershalat seorang kamu dengan orang banyak (sebagai ma'mum), maka hendaklah
diringankan, karena diantara mereka, ada yang lemah, yang tua dan yang
berkeperluan''. (2) Dan apabila bershalat sendirian, maka dapatlah
memanjangkannya sesuka hati.
Adalah Mu'az bin Jabal bershalat 'Isya' dengan suatu kaum, lalu
dibacanya surat A l-Baqarah. Maka keluarlah seorang dari
shalat dan menyempurnakan sendiri shalatnya.Kemudian, kaum itu mengatakan :
"Telah munafiq orang itu!".
1.Dirawikan
Bukhari dan Muslim, Dari Ummil Fadli
2.Dirawikan
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
|
Maka datanglah Mu'az dan laki-laki itu, mengadu pada
Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Lalu
Nabi صلى الله عليه وسلم . marah
kepada Mu'az, seraya berkata :
فقال أفتان أنت يا معاذ اقرأ سورة سبح والسماء والطارق والشمس وضحاها
(A-fattaanu anta yaa Mu'aadzuqra' suuiata
"Sabbih", "Wassamaa-i wath-thaariqi", "wasy-syamsi wa
dluhaahaa".).Artinya : "Engkau berbuat fitnah, hai Mu'az! Baca
sajalah surat "Sabbih", والسماء والطارق "Wassamaa-i
wath-thaariqi", dan 'والشمس وضحاها 'Wasy-syamsi wa
dlu-haahaa!". (1)
Adapun tugas mengenai rukun-rukun, maka adalah tiga :
Pertama ; bahwa
imam itu meringankan ruku' dan sujud. Tidak
melebihkan pembacaan tasbih dari tiga kali. Diriwayatkan
dari Anas, bahwa ia berkata : "Tidaklah aku melihat shalat yang lebih
ringan dan sempurna daripada shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
Ya benar, diriwayatkan
pula bahwa Anas bin Malik tatkala mengerjakan shalat di belakang Umar bin Abdul
Aziz,ketika itu, Umar bin Abdul Aziz menjadi amir Madinah, mengatakan : "Belum
pernah aku bershalat di belakang seseorang, yang lebih menyerupai shalatnya
dengan shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم daripada
pemuda ini". Kemudian Anas meneruskan : "Kami membaca
tasbih di belakangnya sepuluh-sepuluh".
Dan diriwayatkan secara tidak terperinci, bahwa para shahabat itu,
berkata : "Adalah kami membaca tasbih di belakang Rasulullah صلى الله عليه وسلم . pada
ruku' dan sujud sepuluh-sepuluh". Adalah yang demikian itu (membaca
tasbih sepuluh-sepuluh) baik, tetapi membaca tiga kali,
apabila jama'ah itu banyak, adalah lebih baik.
Apabila tiada hadlir pada shalat jama'ah, kecuali orang-orang yang
menyerahkan seluruh waktunya untuk agama, maka tidak mengapa membaca tasbih
sepuluh kali. Inilah cara menghimpunkan diantara riwayat-riwayat yang
berbeda-beda itu.
Dan seyogialah, imam membaca ketika mengangkatkan kepalanya dari
ruku' : سمع الله لمن حمده "Samiallaahu
liman hamidah" (Didengar Allah akan siapa yang memujikanNya).
1.Dirawikan
Bukhari dan muslim dari jabir
|
Kedua : mengenai ma'mum. Seyogialah
ia tiada menyamai imam pada ruku' dan sujud, tetapi mengemudiankan daripadanya.
Maka ia tiada turun kepada sujud, kecuali apabila telah sampai dahi imam kepada
tempat sujud. Begitulah para shahabat mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Dan
tiada turun kepada ruku', sehingga imam itu sudah lurus badannya pada ruku'.
Ada yang mengatakan, bahwa manusia itu keluar dari shalat, terdiri
daripada tiga kelompok : sekelompok dengan dua puluh lima
shalat, yaitu : mereka yang bertakbir dan ruku' sesudah imam; sekelompok
dengan satu shalat, yaitu : mereka yang menyamai dengan imam;
dan sekelompok lagi dengan tanpa shalat, yaitu : mereka yang
mendahului imam.
Berbeda pendapat para ulama, tentang imam di dalam ruku', apabila
ia menunggu orang yang akan masuk ke dalam shalat, supaya memperoleh keutamaan
jama'ah dan mendapat raka'at itu?.
Bahwa, yang lebih utama, menunggu yang demikian tadi, secara
ikhlas, tiada mengapa (boleh), asal tiada tampak
berlebih-kurang bagi orang-orang yang datang kepada shalat itu. Sebab hak
mereka, dijaga, dengan meninggalkan berpanjang-panjang yang membawa kemelaratan
kepada mereka.
Ketiga : imam itu
tiada menambahkan pada do'a tasyahhud, dari sekedar tasyahhud saja, karena
menjaga daripada memanjang-manjangkan. Dan tidak menentukan dirinya sendiri
dengan do'a, tetapi dengan kata-kata jama yaitu :اللهم اغفر لنا "Allaahum-maghfir
lanaa" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah kami!,. Dan
tidak: اللهم اغفر لي "Allaahum-maghfir
— lii" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah aku!).
Maka dimakruhkan bagi imam, menentukan dirinya sendiri dengan
do'a. Dan tiada mengapa ia meminta perlindungan pada
tasyahhud, dengan lima kalimat yang diterima daripada
Rasulullah صلى الله عليه وسلم . yaitu :فيقول نعوذ بك من عذاب جهنم وعذاب القبر ونعوذ بك من فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال وإذا أردت بقوم فتنة فاقبضنا إليك غير مفتونين
(Na'uudzu bika min 'adzaabi jahannama wa 'adzaabilqabri,
wana-'uudzu bika min fitnatilmahyaa wal-mamaati, wa min
fitnatil-masii-hiddajjal. Waidzaa aradta biqaumin fitnatan faqbidlnaa ilaika
ghaira maftuuniin).Artinya:"Kami berlindung dengan Engkau daripada azab
neraka jahannam dan daripada azab kubur.Dan kami berlindung dengan Engkau
daripada fitnah hidup dan fitnah mati dan daripada fitnah dajjal penyapu.Dan
apabila Engkau berkehendak mendatangkan fitnah kepada suatu kaum, maka
peganglah kami kepada Engkau, sampai tidak terkena fitnah itu ". (1)
1.Dirawikan Ittaf
Sharah ihya Di sebutkan HAdis ini di rawikan Bukhari dan Muslim Abu Dawud dan
An Nasai dari Aishah
|
Ada yang mengatakan, dajjal itu, dinamakan "masih" (penyapu),
karena dia menyapukan bumi dengan kekuasaannya. Dan ada yang mengatakan, karena
ia tersapu sebelah matanya, yakni : hilang penglihatan dari
sebelah matanya.
Adapun tugas dari "tahallul" (mengluarkan diri
dari shalat), adalah tiga :
Pertama : meniatkan
dengan kedua salam itu, memberi salam kepada orang banyak dan
kepada para malailat.
Kedua : bahwa menetap
sebentar sesudah salam (1) Begitulah di-perbuat Rasulullah صلى الله عليه وسلم ., Abu
Bakar ra. dan Umar ra. Lalu imam itu mengerjakan shalat sunat pada tempat
lain. Kalau di belakangnya ada kaum wanita, maka tidaklah ia bangun
sampai kaum wanita itu pergi.
Dalam hadits masyhur, tersebut : "Bahwa
Nabi صلى الله عليه وسلم . tiada
duduk sesudah shalat, melainkan sekedar membaca :اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام
(Allaahumma antas salaamu wa minkas salaamu tabaarakta yaadzal
jalaali wal ikraam). Artinya:"Ya Allah, ya Tuhanku! Engkaulah keselamatan.
Dan daripada Engkaulah keselamatan. Anugerahilah keberkatan, wahai Yang
Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan". (2)
Ketiga : Apabila
telah memberi salam, maka seyogialah menghadapkan muka kepada para ma'mum. Dan
dimakruhkan bagi ma'mum bangun sebelum berpaling imam.
Diriwayatkan dari Thalhah dan Az-Zubair ra. bahwa keduanya
mengerjakan shalat di belakang seorang imam. Tatkala telah mem-beri salam, lalu
keduanya mengatakan kepada imam itu : "Alangkah bagus dan sempurnanya
shalat engkau, kecuali suatu perkara. Yaitu, tatkala engkau memberi salam,
tiada memalingkan muka engkau".
1.Dirawikan
Bukhari Dari ummi salamah
2.Dirawikan
muslim dari Aisyah
|
Kemudian keduanya mengatakan kepada orang banyak : "Alangkah
bagusnya shalat kamu, kecuali kamu terus pergi sebelum berpaling imammul".
Kemudian sesudah selesai shalat itu , maka imam pergi ke arah mana
disukainya, dari jurusan kanannya atau kirinya. Dan kananlah yang lebih baik!.
Inilah tugas dari shalat-shalat itu.!!!!
Adapun shalat Shubuh, maka
ditambahkan padanya bacaan Qunut. Maka imam membacakan :اللهم اهدنا "Allaahummahdinaa" (Ya
Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah kami), dan tidak : "اللهم اهدني Allaahummahdinii" (Ya
Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah aku). Dan ma'mum, membacakan amin atas
do'a qunut imam. Tetapi waktu sampai kepada :إنك تقضي ولا يقضى عليك "Innaka
taqdlii wa laa yuqdlaa 'alaik" (Bahwasanya Engkau yang menghukum
dan tiadalah Engkau yang dihukum), maka tidak layak lah padanya
dibacakan amin, karena itu adalah pujian. Dari itu, ma'mum
membacakannya seperti bacaan imam atau mengucapkan:يقول بلى وأنا على ذلك من الشاهدين "Balaa
wa ana 'alaa dzaalika minasy syaahidiin" (Benar, bahwa aku
termasuk orang-orang yang mengakui demikian itu), atau mengucapkan :
"Shadaqta wa bararta" (Benar engkau dan berbuat kebajikan
engkau). Dan bacaan-bacaan lain yang serupa dengan itu.
Diriwayatkan suatu hadits, tentang mengangkat
kedua tangan pada qunut (1). Apabila hadits itu benar, niscaya
disunatkanlah yang demikian. Meskipun berbeda dengan do'a-do'a yang dibacakan
pada akhir tasyahhud. Karena di situ tidak diangkatkan tangan, tetapi berpegang
menurut yang diperoleh daripada Nabi صلى الله عليه وسلم.
Dan diantara keduanya (do'a qunut dan do'a akhir tasyahhud),
terdapat perbedaan pula. Yaitu : tangan pada tasyahhud, mempunyai tugas, yakni
: diletakkan di atas kedua paha, menurut cara tertentu dan tak ada tugas bagi
kedua tangan itu di sini (pada qunut)
Dari itu, tiada jauh dari kebenaran, bahwa mengangkatkan kedua
tangan, adalah menjadi tugas pada qunut. Karena yang demikian itu layak dengan
do'a.
Wallaahu A'lam! Allah Maha Tahu!!!!!.
Inilah kumpulan adab mengikuti imam dan menjadi imam di dalam
shalat! Kiranya Allah memberikan taufiq!.
تصنيف
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
Tiada ulasan:
Catat Ulasan