Sambungan Ulama Akhirat
بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Tentang penyifatan ulama akhirat itu, berkatalah Ali ra. pada suatu pembicaraan yang panjang : "Hati itu adalah wadah. Hati yang paling baik ialah hati yang paling menjaga kebajikan. Manusia itu tiga :عالم رباني 'Alim rabbani (yang berilmu Ketuhanan); yang belajar ke jalan kelepasan dan yang bertualang rendah budi, mengikuti semua orang yang pandai berteriak, condong kemana dibawa angin, tak memperoleh sinar ilmu dan tidak bersandar kepada tiang yang teguh. Ilmu adalah lebih baik dari harta. Ilmu itu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu adalah bertambah dengan dibelanjakan dan harta berkurang dengan dibelanjakan. Ilmu itu agama yang diperpegangi. Dengan ilmu diusahakan ta'at dalam hidup dan elok sebutan sesudah mati. Ilmu itu hakim dan harta itu yang dihukum-Kegunaan harta itu hilang dengan hilangnya. Matilah penjaga-penjaga gudang harta, walaupun mereka itu masih hidup. Dan ulama itu terus hidup, kekal sepanjang zaman".
Kemudian
Ali ra. menarik nafas panjang, seraya berkata :هاه "Ah, sesungguhnya
di sini banyak ilmu, jikalau kiranya aku memperoleh orang-orang yang
membawanya! Tetapi aku memperoleh pelajar yang tidak amanah. Ia menggunakan
agama untuk menjadi alat mencari dunia. Dipandangnya lama-lama akan ni'mat
Allah kepada aulia-auliaNya dan dilahirkannya menjadi alasan kepada orang
banyak. Atau aku memperoleh orang yang patuh kepada ahli kebenaran. Tetapi
tertanamlah keragu-raguan dalam hatinya dengan kedatangan syubhat yang pertama
saja. Ia tidak bermata-hati. Tidak yang ini (orang yang patuh tadi) dan tidak
yang itu (pelajar yang tidak am an ah yang tersebut di atas)!. Atau aku
memperoleh orang yang terpesona dengan kesenangan, mudah terlibat dalam pelukan
hawa nafsu. Ataupun aku memperoleh orang yang terpe-daya dengan mengumpulkan
harta dan simpanan, mengikuti hawa nafsunya, sehingga mereka menyerupai hewan
yang mencari rumput di padang luas.......... Wahai Tuhan! Begitulah kiranya,
Ilmu
itu mati, apabila mati pendukung-pendukungnya. Kemudian, bumi ini tidak akan
sunyi dari orang yang menegakkan kebenaran Allah. Adakalanya yang dhahir
terbuka dan adakalanya yang takut terpaksa. Supaya tidaklah batal segala hujjah
dan keterangan-keterangan Allah Ta'ala.
Berapa
orangkah dan dimanakah mereka itu? Mereka adalah sedikit bilangannya, tinggi
kedudukannya. Diri mereka itu tidak ada.Orang-orang yang seperti mereka itu,
berada di dalam hati. Allah Ta'ala menjaga hujjah (keteranganNya) dengan
mereka, Sehingga mereka menyimpan hujjah itu di belakangnya dan menanamkannya
dalam hati orang-orang yang serupa dengan mereka. Ilmu itu menyerbu orang-orang
tadi dalam keadaan yang sebenarnya. Maka mereka memperoleh secara langsung
ruh-keyakinan (ruhul-yaqin). Lalu mereka memperoleh lunak apa yang diperoleh
keras oleh orang-orang yang merusakkan dan memperoleh jinak apa yang di pandang
liar oleh orang-orang yang lalai.Mereka menyertai dunia dengan badan, sedang
ruhnya tergantung di tempat tertinggi. Mereka itu adalah aulia Allah 'Azza wa
Jalla dari makhlukNya, pemegang amanahNya, pekerja-pekerjaNya, di bumiNya dan
penyeru-penyeru kepada AgamaNya".
Kemudian,
Ali ra. menangis, seraya berkata : "Alangkah rindu hatiku hendak melihat
mereka...........!".
Apa
yang disebutkan Ali ra. yang terakhir itu, ialah sifat ulama akhirat. Yaitu :
ilmu "yang kebanyakannya diperoleh faedahnya dari amalan dan rajin
bermujahadah.Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah sangat
bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal
Agama.
Rasulullah saw. Bersabda : اليقين الإيمان كله
Artinya :' "Keyakinan (al-yaqin) itu
adalah iman seluruhnya". (1)
Maka
tak boleh tidak mempelajari ilmul-yaqin (ilmu keyakinan), yakni : bahagian yang
permuiaannya. Kemudian, terbukalah bagi hati jalannya.
Dan
karena itulah Nabi صلى الله عليه وسلم.Bersabda
: تعلموا اليقين
(Ta'allamul
yaqiin).
Artinya
: "Pelajarilah keyakinan (2)
Maksudnya
: duduklah bersama orang-orang yang berkeyakinan (al-muqinin) dan dengarlah
dari mereka ilmul-yaqin. Biasakanlah mengikuti mereka, supaya kuatlah
keyakinanmu, sebagaimana kuatnya keyakinan mereka.
1.Dirawikan Al Baihaqi dan Al Khotib dari ibnu mas'ud dengan
isnad Hasan
|
2.Dirawikan Abu Na'im dari Tsaur bin Yazid , Hadis Mursal
|
Sedikit
dengan yakin, adalah lebih baik dari banyak amal. Nabi saw. bersabda, tatkala
dikatakan kepadanya tentang : orang yang baik yakinnya, banyak dosanya dan
orang yang rajin beribadah, sedikit yakinnya, dimana beliau lalu bersabda :
ما من آدمي إلا وله ذنوب
(Maa
min Aadamiyyin illaa wa lahu dzunuub).
Artinya
:"Tak adalah anak Adam melainkan mempunyai dosa". (1)
Tetapi
orang yang tabiatnya berakal dan sifatnya yakin, maka dosanya tidaklah
mendatangkan kemelaratan kepadanya. Karena tiap kali ia berdosa lalu bertobat,
meminta ampun dan menyesal. Maka tertutuplah (terhapuslah) semua dosanya dan
tinggallah baginya keutamaan, dimana ia akan masuk ke sorga dengan keutamaan
itu.
Karena
itulah, Nabi saw. bersabda :
من أقل ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر ومن أعطى حظه منهما لم يبال ما فاته من قيام الليل وصيام النهار
(min
aqalli maa uutiitumul yaqiina wa 'aziimatash-shabri wa man u'-thiya hadhdhahu
minhumaa lam yubaali maa faatahu min qiyaamil laili wa shiyaamin nahaar).
Artinya
: "Sesungguhnya dari yang paling sedikit diberikan kepada kamu, ialah ;
yakin dan teguh kesabaran. Barang siapa diberi bahagian dari yang dua itu,
niscaya tak perdulilah ia apa yang tertinggal, dari sembahyang malam dan puasa
siang".(183)
Dalam
wasiat Luqman kepada puteranya, tersebut : "Hai anakku! Tak sangguplah
amal perbuatan itu di kerjakan, selain dengan yakin. Tidaklah manusia itu
bekerja, melainkan sekedar keyakinannya. Dan tidaklah yang beramal itu
memendekkan amalannya, kecuali telah kurang yakinnya".
1..Dirawikan At-Tirmidzi dari Anas.
183 حديث:
((من أولى ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر...
الحديث))
لم أقف له على أصل وروى ابن عبد البر من حديث معاذ:
(( ما أنزل الله شيئا أقل من اليقين ولا قسم شيئا بين الناس أقل من الحلم...
الحديث)).
|
Yahya
bin Ma'az berkata : "Sesungguhnya tauhid itu mempunyai nur (cahaya) dan
syirik itu mempunyai nar ( api). Dan nur tauhid itu lebih membakar segala
kejahatan orang-orang yang bertauhid, dari api syirik yang membakar segala
kebajikan orang-orang musyrik".
Yahya
bermaksud dengan yang demikian, ialah "yakin".
Allah
Ta'ala telah menunjukkan dalam Al-Qur'an kepada menyebutkan orang-orang yang
yakin (al-muqinin) - pada beberapa tempat, yang menunjukkan, bahwa
"yakin" itu adalah ikatan bagi kebajikan dan kebahagiaan.
Jikalau
anda bertanya "Apakah artinya yakin itu? Apakah artinya kuat dan lemahnya
yakin?", maka hendaklah mula-mula memahami "yakin" itu, kemudian
berusaha mencari dan mempelajarinya. Sesuatu yang tidak dipahami bentuknya,
niscaya tidak mungkin mencarinya.
Ketahuilah,
bahwa yakin itu suatu perkataan yang berserikat, yang dipakai oleh dua golongan
untuk dua pengertian yang berlainan.
Adapun
golongan pemerhati dan ulama ilmu kalam, memakai kata-kata "yakin"
itu dari ke-tidak-raguan (tidak syak), karena condongnya hati kepada
membenarkan sesuatu, mempunyai empat tingkat:
Pertama
: bahwa seimbanglah antara membenarkan dan mendustakan. Dan untuk itu,
dikatakan : syak (ragu).. seumpama : apabila anda ditanyakan tentang seorang
yang tertentu, apakah ia disiksa-kan oleh Allah Ta ala atau tidak, sedang
keadaan orang itu, anda tidak mengetahuinya. Maka hati anda tidak condong
kepada menetapkan, dengan : ya atau tidak, tetapi bersamaanlah pada anda
kemungkinan dua hal tadi. Maka ini dinamakan syak.
Kedua
: bahwa condonglah jiwa anda kepada salah satu dari dua hal itu, serta merasa
dengan kemungkinan sebaliknya. Tetapi kemungkinan tadi, tidak mencegah untuk
menguatkan yang pertama. Seumpama apabila anda ditanyakan tentang orang yang
anda kenal dengan shalih dan taqwa, bahwa orang itu jikalau meninggal dunia
dalam keadaan yang demikian, adakah ia disiksa? Maka jiwa anda condong kepada
pendapat : bahwa orang itu tidak akan disiksa, lebih banyak dari condongnya
jiwa anda kepada ia disiksa.
Yang
demikian itu, adalah karena jelasnya tanda-tanda keshalehannya. Dalam pada itu,
anda boleh saja memandang ada sesuatu hal yang tersembunyi pada bathin dan
rahasia orang itu, yang mengharuskan ia disiksa.
Ke-boleh-sajaan
itu adalah menyamai dengan kecondongan tadi, tetapi tidaklah menolak kuatnya
kecondongan itu. Maka keadaan ini disebut : dhan.
Ketiga
: bahwa condonglah hati kepada membenarkan sesuatu, dimana keraslah membenarkan
itu pada hati dan tidak terguris yang lain pada hati. Dan kalaupun teiguris
yang lain pada hati itu, tetapi hati enggan menerimanya.
Tetapi
tidaklah yang demikian itu disertai pengetahuan yang diya-kini. Karena jikalau
orang yang beiada pada tingkat ini mempergunakan dengan sebaik-baiknya
penelitian dan perhatian kepada yang meragu-ragukan dan keboleh-sajaan, maka
meluaslah hatinya kepada keboleh-sajaan (at-taj-wiz). Dan ini disebut : i'tiqad
yang mendekati kepada yaqin. Dan itu adalah : i'tiqad orang awwam tentang agama
seluruhnya, apabila i'tiqad itu telah terhunjam dalam jiwa-nya dengan mendengar
semata-mata. Sehingga tiap-tiap firqah (golongan) percaya bahwa alirannya
(madzhabnya) yang shah, imamnya dan pengikut firqahnya saja yang betul. Jikalau
diterangkan kepada salah seorang mereka kemungkinan imamnya salah, niscaya
larilah ia dari pada menerimanya.
Keempat:
ma'rifat yang sebenarnya (ma'rifah haqiqiah) yang diperoleh dengan jalan dalil
yang tidak diragukan dan tidak tergambar keraguan lagi padanya.
Apabila
tak ada lagi keraguan dan kemungkinan adanya keraguan itu, maka disebutlah :
yaqin pada mereka (golongan pemerhati dan ulama ilmu kalam).
Contohnya:
apabila ditanyakan kepada orang yang berakal: "Adakah pada yang ada itu
(al-wujud), SESUATU yang qadim? Maka tidaklah mungkin bagi orang itu
membenarkannya dengan tanpa berpikir (bil-badihah), karena Yang Qadim itu tidak
dapat diketahui dengan pancaindera. Tidak seperti matahari dan bulan. Maka
orang itu dapat membenarkan adanya matahari dan bulan itu dengan pancaindera.
Dan tidaklah mengetahui adanya Suatu Yang Qadim Azali itu dengan mudah
(dlaruri), seperti mengetahui bahwa dua lebih banyak dari satu. Bahkan seperti
mengetahui terjadinya yang baharu (haadits), dengan tanpa sebab itu mustahil.
Maka ini juga dlaruri.
Maka
berhaklak bagi akal tidak terus membenarkan adanya Yang Qadim itu dengan jalan
spontan dan tanpa berpikir. Kemudian, setengah manusia mendengar yang demikian
dan membenarkan dengan mendengar itu secara yaqin dan terus-menerus kepada yang
demikian.
Dan
itulah yang disebut : i'tiqad (aqidah). Dan yang demikian itu adalah keadaan
sekalian orang awwam.
Setengah
manusia membenarkannya dengan dalil. Dan dalil itu, ialah dikatakan kepadanya :
jikalau tidak ada pada al-wujud (yang ada ini) QADIM, maka yang ada itu
(al-maujudat) seluruhnya baharu (haadits). Jikalau seluruhnya itu baharu, maka
adalah dia itu baharu dengan tanpa sebab. Atau ada padanya baharu yang dengan
tanpa sebab. Dan yang demikian itu adalah mustahiL Maka yang membawa kepada
mustahil itu adalah mustahil.
Dari
itu, maka haruslah menurut akal, membenarkan adanya Suatu Yang Qadim dengan
dlarurah. Karena bahagian-bahagian itu tiga :
Yaitu,
seluruh al-maujudat itu. qadim atau seluruhnya haadits (baharu) atau
setengahnya qadim dan setengahnya baharu.
Jikalau
seluruhnya qadim, maka berhasillah yang dicari. Karena secara keseluruhan sudah
ada yang qadim. Dan jikalau seluruhnya baharu, maka itu mustahil. Karena
membawa kepada adanya kejadian, tanpa sebab. Maka tetaplah bahagian ketiga atau
pertama.
Dan
tiap-tiap ilmu yang diperoleh dengan cara ini, disebut: yaqin pada golongan
pemeihati dan ahli ilmu kalam. Sama saja berhasilnya dengan memperhatikan
contoh yang telah kami sebutkan atau berhasilnya dengan pancaindera atau
gharizah akal, seperti mengetahui mustahilnya yang baharu dengan tanpa sebab.
Atau dengan berita yang mutawatir (berita yang berturut-turut dari orang
banyak, yang tak mungkin sepakat membohong), seperti mengetahui adanya kota
Makkah. Atau dengan percobaan, seperti mengetahui, bahwa sakmunia yang dimasak
menjadi menceret. Atau dengan dalil, seperti yang telah kami sebutkan di atas
tadi.
Maka
syarat pemakaian nama ini pada mereka itu ialah : tidak syak. Tiap-tiap ilmu
yang tak syak lagi, pada mereka disebut : yaqin.
Berdasarkan
kepada ini, maka "yaqin" itu tidak disifatkan dengan
"lemah", karena tak ada berlebih-kurang tentang
"tidak-syak" itu.
Istilah
kedua, ialah istilah ulama-ulama fiqih, ahli tasawuf dan kebanyakan ulama
lainnya. Yaitu : tidak menoleh pada kata-kata "yaqin" itu kepada segi
"pembolehan dan keraguan". Tetapi kepada penguasaan dan kerasnya atas
akal. Sehingga dikatakan : si Anu lemah keyakinannya kepada mati, sedang ia
tidak ragu kepada mati itu. Dan dikatakan : si Anu itu kuat keyakinannya
tentang kedatangan rezeki, pada hal boleh jadi rezeki itu tidak datang
kepadanya.
Manakala
hati telah condong kepada membenarkan sesuatu dan yang demikian itu telah keras
atas hati dan menguasainya. Sehingga sesuatu itu menjadi yang menetapkan dan
yang menentukan pada hati dengan pembolehan dan pelarangan. Maka dinamakanlah
yang demikian itu "yaqin". Dan tak syak lagi, bahwa manusia
bersama-sama meyakini mati dan tak ada syak lagi padanya. Tetapi dalam kalangan
manusia itu, ada orang yang tidak mempunyai perhatian dan persiapan untuk
menghadapi mati. Seolah-olah ia tidak yaqin dengan kedatangan mati. Ada pula
diantara manusia, yang demikian itu menguasai benar pada hatinya, sehingga seluruh
perhatiannya ditumpahkannya kepada persiapan menghadapi mati. Tidak
ditinggalkannya peluang untuk yang lain. Maka keadaan yang seperti ini,
dikatakan : kuat keyakinan.
Dari
itu berkata setengah ulama : "Tidaklah aku melihat suatu keyakinan yang
tak ada keraguan lagi padanya, yang menyerupai dengan keraguan yang tak ada
keyakinan padanya, selain dari : mati.
Berdasarkan
istilah inilah, maka keyakinan itu disebut: lemah dan kuat. Dan kami maksudkan
dengan perkataan kami, bahwa setengah dari keadaan ulama akhirat, ialah
menyerahkan seluruh kesungguh-annya kepada menguatkan keyakinan, adalah dengan
kedua pengertian yang di atas tadi. Yaitu : tidak syak (tidak ragu), kemudian
menguatnya keyakinan itu di dalam hati. Sehingga keyakinan-lah yang memenangi,
yang menetapkan dan yang berbuat pada hati.
Apabila
ini telah dipahami, niscaya anda mengetahui bahwa yang dimaksud dari perkataan
kami, ialah yaqin itu terbagi tiga : kuat dan lemah, banyak dan sedikit,
tersembunyi dan terang.
Adapun
yang dimaksudkan dengan kuat dan lemah, maka adalah berdasarkan kepada istilah
yang kedua. Yang demikian itu, adalah menurut keras dan berkuasanya atas hati.
Derajat pengertian yaqin tentang kuat dan lemahnya, tidaklah berkesudahan.
Berlebih-kurang persediaan manusia bagi mati, adalah menurut berlebih-kurangnya
keyakinan sepanjang pengertian-pengertian itu.
Adapun
berlebih-kurang tentang tersembunyi dan terangnya keyakinan pada istilah yang
pertama, maka tidak pula dapat dibantah. Adapun pada yang menyelusup kepadanya
ke-boleh-saja-an (at-taj-wiz), maka tidaklah dapat dibantah. Yakni : istilah
yang kedua. Dan juga pada yang tak ada keraguan padanya, tak ada jalan untuk
membantahnya.
Sesungguhnya
anda dapat membedakan antara anda membenarkan adanya Makkah dan adanya Fadak umpamanya
dan antara anda membenarkan adanya Musa as. dan adanya Yusya' as., sedang anda
sebenarnya tidak ragu tentang kedua hal itu.
Yang
menjadi sandaran keduanya itu, ialah berita mutawatir. Tetapi anda melihat yang
satu lebih terang dan lebih jelas pada hati anda dari pada yang kedua. Karena
sebab pada salah satu dari pada keduanya adalah lebih kuat. Yaitu : banyaknya
orang yang memberita-kan.
Dan
begitu pula orang yang memperhatikan ini akan memperoleh pada teori-teori yang
diketahui dengan dalil-dalil. Maka tidaklah jelas apa yang ditunjukkan dengan
satu dalil, seperti jelasnya apa yang ditunjukkan dengan banyak dalil, walaupun
keduanya sama, tidak diragukan.
Dan
ini kadang-kadang di ban tali oleh ahli ilmu kalam, yang mengambil ilmu dari
kitab-kitab dan pendengaran dan tidak mendasarkan pendapatnya kepada keadaan
yang berlebih-kurang.
Tentang
sedikit dan banyaknya keyakinan, maka yang demikian itu adalah disebabkan
banyaknya tempat-tempat tersangkutnya keyakinan. Seumpama dikatakan ; Si Anu
adalah lebih banyak ilmunya dari si Anu. Artinya : yang diketahuinya lebih
banyak.
Karena
itulah, kadang-kadang seorang alim itu kuat keyakinannya mengenai semua yang
dibawa Agama dan kadang-kadang kuat keyakinannya pada sebahagiannya saja.
Jika
anda berkata : "Aku telah memahami akan "yakin", kuat dan
lemahnya, banyak dan sedikitnya, terang dan tersembunyinya, dengan pengertian :
tidak ragu atau dengan pengertian : telah menguasai hati, maka apakah artinya :
tempat-tempat tersangkutnya keyakinan dan tempat-tempat yang dilaluinya? Dan
pada apa yang dituntut adanya keyakinan? Karena saya, selama tidak menge-tahui
apa yang dituntut adanya keyakinan padanya, maka belumlah sanggup saya
mencarinya".
1.Fadak, ialah nama suatu desa dari desa Khaibar (Al-i thaf,
hal 415, jilid 1}. (Peny).
|
Maka
katahuilah bahwa sekalian yang dibawa nabi-nabi as. dari permulaannya sampai
kepada kesudahannya, adalah menjadi tempat lalunya keyakinan itu.
Maka
sesungguhnya yakin itu, adalah ibarat dari ma'rifah tertentu. Dan tempat
hubungannya ialah segala ilmu pengetahuan yang dibawa agama. Dan janganlah
kiranya diharapkan menghinggainya. Tetapi aku akan menunjukkan kepada
sebahagiannya saja. Yaitu induk-induknya .
Diantaranya
ialah TAUHID. Yaitu melihat segala sesuatu dari yang menyebabkan sebab-sebab.
Dan tidak menoleh kepada perantara-perantara. Tetapi, melihat
perantara-perantara itu dijadikan untuk kepentingannya. Tak ada hukum apa-apa
pada perantara-perantara itu. Orang yang membenarkan ini adalah orang yang
berkeyakinan penuh.
Maka
kalau tak ada kemungkinan ragu dalam hatinya serta keimanan, niscaya orang itu
mempunyai keyakinan dengan salah satu dari dua pengertian itu. Jikalau
mengalahkan atas hatinya serta keimanan, oleh sesuatu kemenangan yang
menghilangkan kemarahannya kepada perantara dan rela serta berterima kasih
kepada perantara-perantara itu dan menempatkan perantara-perantara tadi dalam
hatinya sebagai pena dan tangan terhadap orang yang memperoleh kenikmatan
dengan menurunkan tanda tangannya, maka sesungguhnya orang tadi tidak berterima
kasih kepada pena dan tangannya dan tidak marah kepada keduanya (kalau tanda
tangan itu membahayakan kepadanya), tetapi melihat kedua benda tadi dua macam
alat yang digunakan dan menjadi perantara belaka.
Maka
jadilah dia, orang yang yakin dengan pengertian yang kedua.
Dan
itu yang lebih mulia (pada tingkat-tingkat keyakinan). Yaitu : buah, jiwa dan
faedahnya keyakinan pertama.
Manakala
telah diyakini benar-benar, bahwa matahari, bulan, bintang, benda keras
(jamad), tumbuh - tumbuhan, hewan dan makhluk seluruhnya dijadikan untuk
kemanfa'atan bagi manusia dengan kehendakNya, seperti dijadikan pena untuk
kemanfa'atan dalam tangan seorang penulis dan bahwa qudrah yang azali, adalah
sumber bagi seluruhnya, maka berkuasalah dalam hatinya kemenangan tawakkal,
rela dan menyerah diri. Dan jadilah dia seorang yang yakin, bebas jiwanya dari
marah, dengki, busuk hati,dan kelakuan buruk.
Inilah
salah suatu dari pintu-pintu yakin! Dan sebahagian dari padanya ialah percaya
kepada jaminan Allah Ta'ala dengan rezeki, yang tersebut dalam firmannya :
(Wa
maa min daabbatin fil ardli illaa 'alallaahi rizquhaa).
Artinya
:"Tidak adalah yang merangkak-rangkak di bumi ini, melainkan rezekinya ada
pada Allah Ta'ala". (S. Hud, ayat 6).
Yakin
bahwa rezeki itu akan datang kepadanya dan apa yang ditaqdirkan, akan sampai
kepadanya. Dan manakala yang demikian itu telah memenangkan dalam qalbunya,
niscaya adalah ia dengan jalan tidak terurai pada mencari rezeqi. Dan akan tidak
bersangatan lobanya, rakusnya dan sedihnya atas sesuatu yang tidak
diperolehnya.
Keyakinan
tersebut membuahkan juga sejumlah ta'at kepada Allah Ta'ala dan budi pekerti
yang terpuji.
Sebahagian
dari buah yakin itu, ialah bahwa mengerasi atas qalbunya, bahwa orang yang
berbuat amalan baik walaupun seberat kuman yang halus, niscaya akan dilihatnya.
Dan siapa berbuat amalan buruk walaupun seberat kuman yang halus niscaya akan
dilihatnya. Yaitu keyakinan dengan pahala dan siksa, sehingga ia melihat hubungan
t&'at kepada pahala sebagai hubungan roti kepada kenyang. Dan hubungan
ma'siat kepada siksa, sebagai hubungan racun dan ular berbisa kepada
kebinasaan.
Maka
sebagaimana ia berusaha benar-benar menghasilkan roti untuk memperoleh
kekenyangan, lalu dijaganya sedikit dan banyaknya roti itu, maka demikian
pulalah ia berusaha berbuat ta'at sedikit dan banyaknya. Sebagaimana ia
menjauhkan sedikit racun dan banyaknya, maka demikian pula ia menjauhkan
perbuatan ma'siat sedikitnya dan banyaknya, kecilnya dan besamya.
Maka
keyakinan dengan pengertian yang pertama itu, kadang-kadang terdapat pada kaum
mu'min umumnya. Tetapi dengan penger-tian yang kedua, adalah tertentu bagi
orang-orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah Ta'ala. Dan buah dari
keyakinan ini, ialah benarnya muraqabah dalam segala gerak dan diam, dalam
segala yang terlintas di dalam hati, dalam bersangatan bertaqwa kepada Tuhan
dan dalam memelihara diri dari segala kejahatan.
Semakin
keyakinan bertambah keras, maka menjaganya dan menetapkannya pun semakin
bertambah berat dan sukar.
Sebahagian
dari pintu yakin itu, ialah yakin bahwa Allah Ta'ala melihat kita dalam segala
hal, menyaksikan segala yang terbisik dalam lubuk hati kita dan yang
tersembunyi dalam gurisan hati dan pikiran kita.
Inilah
keyakinan bagi tiap-tiap mu'min dengan pengertian yang pertama itu, yaitu :
tidak ragu. Adapun dengan pengertian yang kedua dan itulah yang dimaksud, maka
adalah sukar, tertentu bagi orang-orang shiddiq (orang-orang yang membenarkan
segala yang datang dari agama). Buahnya, ialah bahwa manusia yang demikian
dalam kesunyiannya, beradab bersopan santun dalam segala hal-ikhwalnya, sebagai
seorang yang duduk menghadap seorang maharaja yang melihat kepadanya. Maka
senantiasalah dia menundukkan kepala beradab dalam segala amal perbuatannya,
menahan, memelihara dari segala gerak yang menyalahi adab kesopanan.
Dia
dalam pemikiran kebathinannya, adalah seperti dengan segala perbuatan
dhahirnya. Sebab ia yakin benar-benar bahwa Allah Ta'ala melihat kepada isi
hatinya, sebagaimana orang banyak melihat kepada dhahirnya. Maka bersangatannya
pada membangunkan bathinnya, membersihkan dan menghiaskannya pada pandangan
Allah Ta'ala, adalah lebih bersangatan dari pada menghiaskan tubuh dhahirnya
pada pandangan manusia.
Keyakinan
yang seperti ini mewarisi malu, takut, rendah hati, hina diri, tenang, tunduk
dan sejumlah lagi dari budi pekerti yang terpuji.
Budi
pekerti yang terpuji ini, mewarisi berbagai macam ta'at yang tinggi kepada
Tuhan.
Maka
yakin dalam masing-masing pintu dari pintu-pintu yang tersebut di atas, adalah
seumpama pohon kayu. Dan budi pekerti yang terpuji tadi dalam hati adalah
seumpama ranting-rantingnya yang bercabang merindang. Amal perbuatan ini dan
ta'at yang menon-jol dari budi pekerti itu, adalah Iaksana buah dan bunga yang
bertaburan pada ran ting-ran ting.
Maka
yakin adalah pokok dan sendi, mempunyai tempat berlalu dan pintu, lebih banyak
dari yang dapat kita hitungkan. Dan akan diterangkan nanti, pada Bahagian Yang
Melepaskan Dan Bahaya insya Allah Ta'ala. Dan sekedar ini, mencukupilah
sekarang untuk memberi pengertian perkataan "yakin".
Juga
diantara sifat-sifat ulama akhirat itu, adalah ia selalu merasa sedih, hancur
hati, menunduk kepala dan berdiam diri. Bekas takut-nya kepada Allah Ta'ala
tampak atas keadaan, pakaian, perjalanan, gerak dan diam, berbicara dan tidak
berbicara, siapa saja yang memandang kepadanya, maka pandangan itu mengingatkan
dia kepada Allah Ta'ala. Rupanya menunjukkan kepada amal perbuatannya.
Kuda
tunggang, matanya ialah kaca matanya. Ulama akhirat dikenal dengan tanda-tanda
yang ada padanya, tentang ketenangan diri, kehinaan, dan kerendahan.
Ada
ulama yang mengatakan bahwa tak ada pakaian yang dianugerahkan Tuhan kepada
hambaNya, yang lebih baik dari khusyu' dalam ketenangan bathin. Itulah pakaian
para nabi, tanda orang-orang shalih, shiddiq dan para alim ulama.
Adapun
perkataan batil, bersenda-gurau yang tidak dijaga, tertawa terbahak-bahak,
bergerak semberono dan berbicara tajam, semuanya itu adalah bekas-bekas dari
kesombongan, merasa am an dan lengah dari siksaan Tuhan Yang Maha Besar dan
kesangatan amarah-Nya.
Sifat
yang tersebut ini adalah kebiasaan anak-anak dunia yang lupa kepada Allah.
Bukan kebiasaan ulama-ulama.
Pahamilah
ini! Karena ulama seperti kata Sahl At-Tusturi ada tiga : Ulama yang mengetahui
dengan suruh Allah, tidak mengetahui dengan hari-hari Allah. Yaitu mereka yang
berfatwa tentang halal dan haram. Ilmu ini tidak mewariskan takut kepada Allah.
Ulama yang mengetahui akan Allah dan tidak mengetahui akan suruh Allah dan
hari-hari Allah. Yaitu orang mu'min umumnya. Dan ulama yang mengetahui akan
Allah Ta'ala, suruhNya dan hari-hari Nya. Yaitu orang-orang shiddiq. Takut dan
khusyu', telah menang atas mereka.
Dimaksudkan
dengan hari-hari Allah ialah segala macam siksaanNya yang tidak diketahui
batasnya dan segala macam nikmatNya yang tersembunyi yang dilimpahkanNya pada
abad-abad yang lampau dan abad-abad yang akan datang.
Orang
yang luas pengetahuannya tentang itu, maka sangatlah ta-kutnya dan lahirlah
khusyu'nya.
Berkata
Umar ra. : Pelajarilah ilmu! Pelajarilah untuk ilmu itu ketentraman, ketetapan
hati dan kelembutan jiwa! Tunduklah dengan merendahkan diri kepada orang tempat
kamu belajar! Begitu pula, hendaklah tunduk kepadamu orang yang belajar
pada-mu! Janganlah kiranya kamu menjadi ulama yang bertabi'at kasar! Maka
tidaklah ilmumu itu tegak dengan sebab kejahilahmu itu".
Ada
dikatakan, bahwa Allah Ta'ala tidakmenganugerahkan kepada hambaNya bersama ilmu
itu kelembutan hati, kerendahan diri, kebaikan budi dan kekasih sayangan kepada
makhluk IlahL
Itulah
ilmu yang bermanfa'at. Dan pada atsar (ucapan orang-orang terdahulu), ada yang
mengatakan bahwa orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah Ta'ala, zuhud, tawadlu'
dan kebaikan budi, maka adalah dia imam dari orang-orang yang bertaqwa
kepadaNya. Dalam hadits Nabi صلى الله عليه وسلم tersebut:إن من خيار أمتي قوما يضحكون جهرا من سعة رحمة الله ويبكون سرا من خوف عذابه أبدانهم في الأرض وقلوبهم في السماء أرواحهم في الدنيا وعقولهم في الآخرة يتمشون بالسكينة ويتقربون بالوسيلة "Diantara ummatku yang terbaik, ialah suatu kaum yang
tertawa terang-terangan dari keluasan rakhmat Allah dan menangis secara
sembunyi-sembunyi karena takut 'akan 'azab Allah. Badannya dibumi jiwanya di
langit. Rohnya di dunia dan akalnya di akhirat. Berjalan mereka dengan tenang
dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan wasilah (jalan yang
menyampaikan kepadaNya". ( 1 )
Berkata
Al-Hasan : "Lembut hati itu wazir ilmu. Kasih sayang itu bapak ilmu.
Merendahkan diri itu pakaian ilmu".
Berkata
Bisyr bin Al-Harts : "Barang siapa mencari menjadi kepala dengan ilmu,
maka dia telah mendekatkan dirinya kepada Tuhan dengan kemarahan Tuhan. Orang
itu tercela di langit dan di bumi".
Diriwayatkan
dalam ceritera-ceritera Bani Israil bahwa seorang ahli hikmah telah mengarang
tiga ratus enam puluh karangan tentang ilmu hikmah, sehingga dia digelarkan
al-hakim (ahli ilmu hikmah). Maka diwahyukan Tuhan kepada Nabi mereka, yang
isinya :
1.Dirawikan Al-Hakim dan At-Baihaql dan 'Ijattl bin Sulaiman
dan dipandangnya dla'if.
|
"Katakanlah
kepada si Anu! Telah engkau penuhkan bumi ini dengan kemunafikan (nifaq), Dan
sedikitpun tidak engkau kehen-daki akan Aku dengan perbuatan itu. Sesungguhnya
Aku tidak menerima suatu pun dari kemunafiqanmu itu".
Maka
orang itu menyesal dan meninggalkan perbuatamya. Lalu pergi bergaul dengan
orang awwam, berjalan di pasar-pasar, bertolong-tolongan dengan kaum Bani
Israil dan merendahkan diri. Maka diwahyukan Allah kepada Nabi mereka, yang
berbunyi : "Katakanlah kepadanya! Sekarang telah Aku berikan taufiq
kerelaanKu".
Berceritera
Al-Auza'i ra. dari Bilal bin Sa'ad bahwa Bilal berkata : "Seseorang kamu
bila memandang kepada polisi, lalu berlindung dengan Allah dari padanya. Dan
bila ia memandang kepada ulama duniawi yang membuat-buat budi baik, yang memburu
menjadi kepala, maka ia tidak mengutuk mereka, pada hal merekalah yang lebih
berhak dikutuk dari pada polisi itu".
Diriwayatkan
bahwa ada orang bertanya kepada Nabi saw. : "Wahai Rasulullah! Amalan
apakah yang lebih utama?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم : "Menjauhkan yang haram dan mulutmu senantiasa basah dari
berdzikir kepada Allah Ta'ala".
Bertanya
lagi orang kepadanya : "Shahabat manakah yang lebih baik?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم:
"Yaitu seorang shahabat jika engkau berdzikir kepada Allah niscaya dia
menolong engkau. Dan jika engkau lupa berdzikir, niscaya diperingatinya
engkau".
Lalu
bertanya lagi orang itu kepada Nabi saw.: "Shahabat manakah yang
jahat?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم:
"Yaitu shahabat jikalau engkau lupa, tidak diperingatinya akan engkau. Dan
jika engkau teringat mengingati akan Allah, maka dia tidak menolong akan
engkau".
Bertanya
orang itu lagi: "Manusia manakah yang lebih berilmu?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم "Yang paling takut kepada Allah Ta'ala".
Kemudian
bertanya lagi orang itu kepada Nabi saw. : "Terangkan-lah kepada kami,
orang-orang kami yang baik, yang akan kami ambil untuk teman duduk
berceritera".
Nabi
saw. صلى الله عليه وسلم menjawab :قيل يا رسول الله أي الأعمال أفضل قال اجتناب المحارم ولا يزال فوك رطبا من ذكر الله..الحديث "Yaitu
mereka yang selalu kelihatan berdzikir kepada Allah Ta'ala".
Orang
itu bertanya lagi: "Manusia manakah yang paling jahat?".
Nabi
صلى الله عليه وسلم menjawab : "Wahai Tuhan! Ampunilah!".
Mereka
meminta : "Terangkanlah kepada kami wahai Rasulullah!".
Maka
jawablah Nabi صلى الله عليه وسلم :العلماء إذا فسدوا "Yaitu
ulama apabila membuat kerusakan". (1)
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :إن أكثر الناس أمانا يوم القيامة أكثرهم فكرا في الدنيا وأكثر الناس ضحكا في الآخرة أكثرهم بكاء في الدنيا وأشد الناس فرحا في الآخرة أطولهم حزنا في الدنيا "Yang lebih banyak memperoleh keamanan pada hari qiamat,
ialah orang yang lebih banyak berpikir semasa di dunia. Yang lebih banyak
tertawa di akhirat, ialah orang yang lebih banyak menangis semasa di dunia. Dan
yang lebih banyak bergembira di akhirat, ialah orang yang lebih lama gundah
semasa di dunia". (2)
Berkata
Ali ra. dalam salah satu pidatonya : "Diriku ini tergadai. Aku adalah
pemimpin. Sesungguhnya tidak menaruh hati kepada taqwa oleh tanaman suatu kaum
dan tidak haus kepada petunjuk oleh pokoknya pokok. Manusia yang paling bodoh
ialah orang yang tidak tahu diuntung. Manusia yang paling dimarahi Tuhan, ialah
orang yang mengumpulkan ilmu untuk membuat kekacauan, menghembus-hembuskan
fitnah. Sampai dia dinamakan manusia bayangan dan orang yang berilmu yang
paling hina. Dia tidak hidup dalam ilmu seharipun yang selamat. Ia berpagi-pagi
mengha-silkan ilmu dan memperbanyakkannya. Maka sedikit dari ilmu pengetahuan
dan mencukupi adalah lebih baik dari pada banyak tetapi disia-siakan. Sehingga
bila kehausan, terpaksalah meminum dari air yang telah berobah dan disimpan
banyak yang tidak ber-faedah.
Dia
duduk dihadapan orang banyak sebagai guru untuk menyelesai-kan apa yang keliru
bagi orang Iain. Apabila terjadi sesuatu peristi-wa penting, lalu ingin ia
menyelesaikannya menurut pendapatnya sendiri, sedang dia sebenarnya berotak
kosong. Dia menghadapi persoalan-persoalan yang mengelirukan itu, yang menyamai
benang lawa-lawa, tak tahu dia salah atau benar. Dia adalah pengendara yang
bodoh, berpenyakit gila, membawa unta yang tak dapat memandang ke muka. Ia
tidak minta dimaafkan dari pada apa yang tidak diketahuinya supaya selamat.
Dia
tidak menggigit ilmu itu dengan gusinya yang tajam supaya memperoleh hasil.
Menangislah pernbuluh-pembuluh darah di ba-dannya. Dan menjadi halal dengan
hukumnya kemaluan wanita (faraj) yang haram. Demi Allah tidaklah penuh, dengan
mengeluar-kan apa yang telah ada padanya.
1.Menurut Aliraqi beliau tidak mendapati Hadis yang demikian
Panjangnya
2.Menurut Aliraqi, beliau tidak pernah menjumpai Hadis ini
|
Orang
itu tidaklah ahli untuk apa yang diserahkan kepadanya. Merekalah orang-orang
yang diambil menjadi perumpamaan tentang azab pada abad-abad yang lampau. Maka
layaklah mereka memekik dan menangis pada hari-hari kehidupan di dunia
ini".
Berkata
Ali ra. : "Apabila engkau mendengar ilmu, maka bicara-kanlah ilmu itu! Dan
jangan engkau campurkan dengan senda-gurau, nanti dimuntahkan oleh hati".
Berkata
sebahagian ulama salaf : "Orang berilmu itu apabila tertawa
terbahak-bahak, maka dia telah melemparkan ilmunya sekali lempar".
Dikatakan
bahwa apabila seorang mu'allim (pengajar) mengumpul-kan tiga perkara, maka
sempurnalah nikmat kepada pelajarnya, yaitu : sabar, merendahkan diri dan baik
budi. Dan apabila seorang pelajar (muta'allim) mengumpulkan tiga perkara, maka
sempurnalah nikmat kepada pengajarnya yaitu : berakal, beradab dan berpaham
baik".
Pendek
kata, segala budi pekerti yang dibawa Al-Qur'an, tidaklah terlepas padk diri
ulama akhirat. Karena mereka mempelajari Al-Qur'an untuk diamalkan, tidak untuk
menjadi kepala.
Berkata
Ibnu Umar ra. : "Kita telah hidup sekejap masa. Ada diantara kita,
memperoleh iman sebelum Al-Qur'an. lalu turunlah surat Al-Qur'an itu. Maka
dipelajarinyalah yang halal dan yang haram, yang disuruh dan yang dilarang dan
apa yang harus dia berhenti sampai di situ. Aku sudah melihat beberapa orang.
Salah seorang diantara mereka didatangkan Al-Qur'an sebelum iman, maka
dibacanyalah semuanya dari permulaan sampai kepada penghabisan Kitab Suci,
dengan tidak diketahuinya apa penyuruhnya dan apa pelarangnya. Dan apa yang
seyogianya, dia berhenti padanya. Maka dihamburkannya yang dibacanya itu
seperti menghamburkan kurma busuk". (1)
Dalam
hadits lain, yang sama pengertiannya dengan itu, yaitu : "Adalah kami para
shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . diberikan kepada kami IMAN sebelum
Al-Quran. Dan akan datang sesudah kamu, suatu kaum yang diberikan Al-Qur'an
sebelum Iman. Mereka menegakkan huruf-huruf Al-Quran dan menyia-nyiakan
batas-batas dan hak-hak dari Al-Quran dengan mengatakan : "Kami sudah
baca. Siapakah yang lebih banyak membaca dari kami? Kami telah tahu. Siapakah
yang lebih tahu dari kami? Maka itulah nasib mereka". (2)
Pada
perkataan Iain tersebut : "Merekalah yang sejahat-jahatnya dari ummat
ini".
1.Ini adalah hadits yang dirawikan Al-Hakim dan Al-Baihaqi dan
dipandangnya shahih.
2.Dirawikan Ibnu Madjah dari Junduh حديث:
(( كنا أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أوتينا الإيمان قبل القرآن...
الحديث))
أخرجه ابن ماجه من حديث جندب مختصرا مع اختلاف
|
Pada
perkataan Iain tersebut : "Merekalah yang sejahat-jahatnya dari ummat
ini".
Dikatakan
bahwa lima macam dari budi pekerti adalah diantara tanda-tanda ulama akhirat,
yang dipahami dari lima ayat Kitab Allah Ta'ala Al-Qur'an. Yaitu : takut,
khusyu', tawadlu\ baik budi,dan memilih akhirat dari dunia. Yaitu : zuhud.
Takut,
diambil dari firman Allah Ta'ala :
(Innamaa
yafrhsyallaaha min Ibaadihil Hilamaa).
Artinya
:
"Hanya
sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambaNya, ialah para ahli ilmu
(ulama)". (S. Fathir, ayat 28).
Khusyu',
diambil dari firman Allah Ta'ala :
خَاشِعِينَ لِلَّهِ لا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا
(Khaasyi'iina
lillahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan qaliila).
Artinya
:*'Mereka itu khusyu* kepada Allah, tidak menukar keterangan-ke-terangan Allah
itu dengan harga yang murah.(S. Ali 'Imran, ayat 199).
Tawadlu'
(merendahkan diri), diambil dari firman Allah Ta'ala : ( S.Al-Hijr)
(Wakhfidh
jana haka lil-mu'miniin).
Artinya:"Rendahkanlah
sayapmu kepada orang mu'min (S. Al-Hijr, ayat 88).
Baik
budi, diambil dari firman Allah Ta'ala :
(Fabimaa
rahmatin minallaahi linta lahum).
Artinya
:"Oleh karena rakhmat Allah„ engkau bersikap lemah lembut kepada
mereka".(S. Ali 'Imran, ayat 159).
Zuhud,
diambil dari firman Allah Ta'ala : ( Al-Qashash)
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
(Wa
qaalalladziina uutul ilma wailakum tsawaabullaahi khairun liman aamana wa
'amila shaalihaa).
Artinya
:"Berkata orang-orang yang berilmu pengetahuan itu : "Malang nasibmuI
Pahala dari pada Allah lebih baik untuk orang yang beriman dan mengerjakan
perbuatan baik .(S.Al-Qashash, ayat 80),
Tatkala
Rasulullah saw. membaca firman Allah Ta'ala :
(Faman
yuridillaahu an yahdi yahuu yasyrah shadrahuu lil-islaam).
Artinya
: "Barang siapa dikehendaki Allah memberi petunjuk kepadanya niscaya
dibukaNya dada orang itu kepada Islam "
(S.
Al-An'am, ayat 125).
Lalu
orang bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم:
"Apakah pembukaan itu?".
Nabi
saw. menjawab : "Sesungguhnya nur itu apabila diletakkan dalam hati, maka
terbukalah dada menerima nur tersebut dengan seluas-Iuasnya".
Berkata
orang itu lagi : "Adakah tandanya untuk itu?".
التجافي عن دار الغرور والإنابة إلى دار الخلود والاستعداد للموت قبل نزوله
( قال صلى الله عليه وسلم; نعم ) Menjawab Nabi saw. : نعم "Ya,
ada! Merenggangkan diri dari negeri tipu daya, kembali ke negeri kekal dan
bersedia untuk mati sebelum datangnya". (1)
1.Dirawikan Al-Hakim dan Al-Baihaqi dari ibnu Mas'ud.
|
Juga
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah kebanyakan pembahasannya mengenai
ilmu yang dikerjakan, apa-apa yang merusakkan amal perbuatan itu, yang
mengacau-Balaukan hati, yang membangunkan waswas dan yang mengobarkan
kejahatan.
Sesungguhnya
pokok agama ialah, menjaga dari kejahatan itu. Dari itu bermadahlah seorang
penya'ir :
Aku kenal kejahatan, bukan untuk
kejahatan,
tetapi.............untuk menjaga diri
daripadanya,
Orang yang tak mengenai kejahatan,
akan jatuhlah ke dalamnya!!!!
Dan
karena amal perbuatan yang dikerjakan itu dekat pengambil-annya. Dan yang
paling penghabisan, bahkan yang paling tinggi dari amal perbuatan itu, ialah
membiasakan diri mengingati Allah Ta'ala (berdzikir) dengan hati dan lid ah.
Sesungguhnya urusannya, ialah pada mengetahui yang merusakkan dan yang
mengacaukan amal perbuatan itu.
Dan
ini, banyak benar cabangnya dan panjang pembahagiannya. Semuanya termasuk yang
diperlukan. Dan banyaklah bahaya yang dihadapi dalam perjalanan menuju akhirat.
Adapun
ulama dunia, mereka mengikuti saja cabang-cabang yang ganjil dalam pemerintahan
dan kehakiman. Mereka bersusah-payah menciptakan bentuk-bentuk yang
menghabiskan waktu dan tak pernah terjadi. Kalau pun terjadi, maka terjadi
untuk orang lain, tidak untuk mereka sendiri.
Dan
apabila terjadi, maka banyaklah orang yang bangun mau menyelesaikannya dan
meninggalkan tugas yang semestinya harus dikerjakan.
Begitulah
berulang-ulang terjadi malam dan siang, baik dalam gurisan hati, sangka waham
dan amal perbuatan dari ulama dunia itu.
Alangkah
jauhnya dari kebahagiaan orang yang menjual kepentingan dirinya sendiri yang
perlu, dengan kepentingan orang lain yang jarang terjadi, karena mengharap
dekat diri dan diterima orang banyak, dari pada mendekatkan diri kepada Allah
Ta'ala.
Dan
karena rakus, supaya dinamakan oleh tukang-tukang batil dari anak-anak dunia,
dengan nama ul-fadlil, yang melahirkan kebenaran, yang mengetahui masalah yang
pelit-pelit.
Dan
balasannya dari Allah, bahwa ulama itu tidak bermanfa'at di dunia ini dengan
diterima oleh orang banyak. Tetapi namanya kotor sepanjang zaman. Kemudian dia
datang pada hari qiamat, merugi, menyesal demi melihat laba yang diperoleh oleh
orang yang beramal dan kemenangan yang diperoleh oleh orang yang mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala. Inilah kerugian yang nyata!
Al-Hasan
Al-Baihaqi ra. adalah seorang manusia yang menyerupai perkataannya dengan
perkataan nabi-nabi as. dan petunjuk yang diberikannya kepada manusia mendekati
dengan petunjuk dari shahabat-shahabat Nabi saw.
Dan
telah sepakatlah kata atas yang demikian terhadap Al-Hasan itu. Sebahagian
besar perkataan Al-Hasan adalah mengenai gurisan hati, kerusakan amal,
kebimbangan jiwa dan sifat-sifat yang tersem-bunyi yang tak jelas dari
keinginan hawa nafsu.
Pernah
orang mengatakan kepadanya : "Hai Abu Sa'id! Tuan berkata-kata dengan
perkataan yang tak pernah terdengar dari orang lain. Dari manakah tuan
ambil?".
Al-Hasan
menjawab : "Dari Huzaifah bin Al-Yamman!".
Kemudian
ditanyakan kepada Huzaifah : "Kami melihat tuan mengeluarkan perkataan
yang tak pernah terdengar dari shahabat-shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم: yang lain. Dari
manakah tuan ambil?".
Huzaifah
menjawab : "Ditentukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم, perkataan-perkataan
itu kepadaku. Orang lain bertanya kepada Nabi saw. tentang kebajikan. Aku
menanyakannya tentang kejahatan karena takut aku jatuh ke dalamnya. Dan aku
tahu bahwa kebajikan itu tak perlu buru-buru aku mengetahuinya".
Pada
suatu kali pernah Huzaifah mengatakan : "Maka aku tahu bahwa orang yang
tidak mengenai kejahatan, niscaya tidak akan mengenai kebajikan".
Pada
kata-kata lain, pernah para shahabat Nabi saw. bertanya : "Wahai
Rasulullah! Apakah untuk orang yang mengerjakan demikian dan demikian?".
Maksud
mereka menanyakan tentang amal perbuatan yang utama.
"Tetapi
aku - kata Huzaifah menanyakan : "Wahai Rasulullah! Apakah yang merusakkan
demikian dan demikian?".
Tatkala
Rasulullah melihat aku menanyakan tentang bahaya yang merusakkan amal, lalu
beliau menentukan ilmu ini untukku".
Huzaifah
juga ditentukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.
dengan pengetahuan tentang orang munafiq. Dia sendiri yang mengetahui tentang
ilmu mengenai nifaq, sebab-sebabnya dan bahaya fitnah yang halus-halus.
Umar,
Usman dan pembesar-pembesar shahabat ra. menanyakan Huzaifah tentang fitnah
umum dan khusus. Huzaifah ditanyakan tentang orang-orang munafiq. Lalu ia
menerangkan bilangan yang masih tinggal dari mereka, tetapi tidak
diterangkannya nama mereka masing-masing.
Adalah
Umar menanyakan kepada Huzaifah tentang dirinya : "Adakah Huzaifah tahu
sesuatu dari kemunafiqan pada Umar?". Lalu Huzaifah menyatakan, bahwa Umar
terlepas dari yang demikian.
Saidina
Umar ra. apabila dipanggil untuk melakukan shalat janazah, ia melihat lebih
dahulu. Kalau ada datang Huzaifah, maka Umar mau bershalat janazah pada mayat
itu. Kalau tidak datang, maka Umar meninggalkan tempat itu.
Huzaifah
digelarkan pemegang rahasia.
Bersungguh-sungguh
mempelajari tingkat-tingkat hati dan hal ikhwalnya, adalah kebiasaan ulama
akhirat. Karena hatilah yang berjalan mendekati Allah Ta'ala.
Maka
jadilah pengetahuan ini ganjil dan terhapus. Apabila dikemu-kakan sedikit saja
daripadanya kepada seorang yang berilmu, lalu merasa ganjil dan menjauhkan
diri, dengan mengatakan bahwa itu diperindah oleh juru-juru nasehat. Dan dimana
pentahkikannya?.
Orang
itu memandang bahwa pentahkikan itu adalah pada pertengkaran yang berliku-liku.
Benarlah
kiranya kata penya'ir :
"Jalan
itu sangat banyak,
tetapi
jalan kebenaran hanya satu.
Dan
yang pergi berangkat,
ke
jalan kebenaran itu satu-satu.....................
Mereka
tiada tahu, maksudnyapun tiada diketahui. Mereka terus menuju, berjalan
pelan-pelan kepada yang ditujui.
Manusia
itu lalai,
apa
dimaksudkan dengan mereka.
Sebahagian
besar tidur terkulai,
jalan
kebenaran sampai terlupa....................
Kesimpulannya,
bahagian terbanyak dari manusia itu, tidak condong hatinya, selain kepada yang
mudah dan sesuai dengan tabiat-nya. Karena kebenaran itu pahit. Dan payah untuk
tegak terus dikebenaran itu. Mengetahuinya sukar. Jalan kepadanya berliku-liku.
Lebih-lebih mengenai sifat hati dan mensucikannya dari pekerti yang tercela.
Itu
adalah suatu cabutan dari jiwa yang terus-inenerus. Orangnya adalah seumpama
orang yang meminum obat, harus sabar atas pahitnya obat, karena mengharapkan
sembuh. Atau seumpama orang yang menjadikan masa hidupnya untuk berpuasa. Maka
ia harus menahan segala penderitaan, untuk mencapai hari pembukaan puasanya
ketika mati nanti.
Kapankah
banyak orang menyukai jalan itu? Karena itulah kata orang, bahwa di kota Basrah
terdapat seratus dua puluh orang yang selalu berbicara tentang nasehat dan
peringatan. Dan tak ada yang berbicara mengenai ilmu yakin, hal ikhwal hati dan
sifat-sifat bathin, selain tiga orang, yaitu Sahl At-Tusturi, Ash-Shubaihi dan
Abdur Rahim.
Yang
duduk mengelilingi juru-juru nasehat itu tak terhitung banyaknya, sedang yang
mengelilingi orang yang tiga tadi adalah sedikit, hampir tidak melampaui
sepuluh orang. Sebabnya tak lain, ialah barang yang bernilai itu, tidak layak
selain kepada orang-orang tertentu. Dan apa yang dihidangkan kepada orang
banyak itu, adalah persoalan yang dekat saja.
Juga
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, perpegangannya tentang ilmunya
berdasarkan kepada penglihatan bathin dan diketahuinya dengan hati yang putih
bersih. Tidak kepada lembaran buku dan kitab-kitab dan tidak pula bertaqlid
atas pendengaran dari orang lain. Yang ditaqlidkannya, sesungguhnya pembawa
syari'at suci Nabi Besar Muhammad صلى الله عليه وسلم. pada yang disuruhnya
dan yang diucapkannya. Shahabat-shahabat ra. pun ditaqlidkannya, dari segi
bahwa perbuatan mereka menunjukkan kepada pendengarannya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Kemudian,
apabila sudah bertaqlid kepada pembawa syari'at suci itu dengan menerima segala
perkataan dan perbuatannya, maka hendaklah berusaha benar-benar memahami
rahasia ajarannya.
Seorang
yang bertaqlid (muqallid) berbuat suatu perbuatan karena Nabi صلى الله عليه وسلم berbuatnya.
Perbuatannya itu memang harus dan hendaklah karena suatu rahasia padanya.
Maka
seyogialah bahwa dia membahas benar-benar tentang rahasia segala perbuatan dan
perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم.
Karena kalau dicukupkan saja dengan menghafal apa yang dikatakan, maka jadilah
dia karung ilmu dan bukanlah seorang yang berilmu.
Karena
itulah ada orang mengatakan : si Anu itu karung ilmu. Maka tidaklah dinamakan
orang itu berilmu apabila keadaannya hanya menghafal saja, tanpa memperhatikan
hikmah dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Orang
yang tersingkap dari hatinya tutup dan memperoleh nur hidayah, maka jadilah dia
seorang yang diikuti dan ditaqlidkan. Maka tidak seyogialah dia bertaqlid
kepada orang lain.
Karena
itulah berkata Ibnu Abbas ra. : "Tiada seorangpun, melainkan diambil dari
ilmunya dan ditinggalkan selain Rasulullah (صلى الله عليه وسلم
…... (1
Ibnu
Abbas itu mempelajari fiqih pada Zaid bin Stabit dan membaca Al-Qur'an pada
Ubai bin Ka'ab. Kemudian dia berselisih dengan Zaid dan Ubai tentang fiqih dan
tentang pembacaan Al-Qur'an. Berkata setengah ulama salaf : "Apa yang
datang kepada kami dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
kami terima di atas kepala dan penuh perhatian dari kami. Dan apa yang datang
kepada kami dari para shahabat ra. ada yang kami ambil dan ada yang kami
tinggalkan. Dan apa yang datang dari para tabi'in, maka mereka itu laki-laki
dan kamipun laki-laki".
Dianggap
lebih para shahabat itu, karena mereka melihat dengan mata sendiri hal-ikhwal
Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Dan hati mereka terikat kepada hal-ikhwal itu yang diketahui dengan qarinah
(tanda-tanda). Lalu membawa mereka kepada yang benar, dari segi tidak masuk
dalam riwayat dan ibarat. Karena telah melimpahlah nur kenabian kepada mereka,
yang menjaga dari kesalahan dalam banyak hal.
Apabila
berpegang kepada yang didengar dari orang lain itu taqlid yang tidak disukai,
maka berpegang kepada kitab-kitab dan karang-an-karangan adalah lebih jauh
lagi. Bahkan kitab-kitab dan karang-an-karangan itu adalah barang baru yang
dibuat.
1.Ini adalah hadits yang dirawikan Ath-Thabrani dari Ibnu
Abbas.
|
Sedikitpun
tak ada daripadanya pada masa shahabat dan tabi'in yang terkemuka. Tetapi
datangnya adalah sesudah seratus dua puluh tahun dari Hijrah Nabi صلى الله عليه وسلم. dan sesudah wafat
seluruh shahabat dan sebahagian besar dari tabi'in dan sesudah wafat Sa'id bin
Al-Musayyab, Al-Hasan dan para tabi'in yang pilihan. Bahkan ulama-ulama yang
mula-mula dahulu,tidak menyukai kitab-kitab hadits dan penyusunan kitab-kitab.
Supaya tidaklah manusia itu sibuk dengan buku-buku itu, dari hafalan,dari
Al-Qur'an, dari pemahaman dan dari peringatan. Mereka itu mengatakan :
"Hafallah sebagaimana kami menghafal!".
Karena
itulah, Abu Bakar dan segolongan shahabat Nabi saw. tidak menyetujui penulisan
Al-Qur'an (mengkodifikasikan), dalam suatu mashaf. Mereka berkata :
"Bagaimana kita membuat sesuatu yang tidak diperbuat Nabi صلى الله عليه وسلم?".
Mereka
itu takut nanti manusia itu berpegang saja pada mashaf-mashaf dengan mengatakan
: "Kita biarkan Al-Quran, yang diterima oleh mereka dari tangan ke tangan,
dengan dipelajari dan dibacakan, supaya menjadi pekerjaan dan cita-cita
mereka". Sehingga Umar ra. dan lain-lain shahabat menunjukkan supaya
Al-Qur'an itu ditulis, karena takut disiasiakan orang nanti dan malasnya
mereka. Dan menjaga agar tidak menimbulkan pertikaian di belakang hari. Karena
tidak diperoleh yang asli yang menjadi tempat pemeriksaan dari kekeliruan, baik
kalimatnya atau bacaan-nya.
Mendengar
alasan-alasan tadi, maka terbukalah hati Khalifah Abu Bakar. Maka
dikumpulkanlah Al-Qur'an itu dalam suatu mashaf.
Imam
Ahmad bin Hanbal menentang Imam Malik karena dikarang-nya kitab Al-Muath-tha\
Ahmad berkata : "Tuan ada-adakan yang tidak dikerjakan para shahabat
ras".
Kata
orang, kitab yang pertama dikarang dalam Islam ialah Kitab Ibnu Juraij tentang
atsar m dan huruf-huruf tafsir dariMujahid, At ha' dan teman-teman Ibnu Abbas
ra. di Makkah.
Kemudian
muncul kitab Ma'mar bin Rasyid Ash-Shan'ani di Ya-man. Dikumpulkan di dalamnya
sunnah yang dipusakai dari Nabi saw.
1.Atsar, Ialah ucapan para shahabat ra. dan para pamuka islam yang
terdahulu.
|
Kemudian
lahir Kitab Al-Muattha' di Madinah karangan Imam Malik bin Anas. Kemudian Kitab
Jami' karangan Sufyan Ats-Tsuri.
Kemudian
pada abad keempat hijriyah, muncullah karangan-karangan tentang ilmu kalam.
Lalu ram ail ah orang berkecimpung dalam pertengkaran dan tenggelam di dalam
membatalkan kata-kata.
Kemudian
tertariklah hati manusia kepada ilmu kalam, kepada kisah-kisah dan memberi
pengajaran dengan mengambil bahan dari kisah-kisah tadi. Maka sejak masa itulah
merosot ilmu yakin (ilmul-yaqin). Sesudah itu, lalu dipandang ganjil ilmu hati,
pemerik-saan sifat-sifat jiwa dan tipu daya setan.
Orang
tidak memperhatikan lagi kepada ilmu-ilmu tadi selain sedi-kit-sekali. Lalu
orang-orang yang suka bertengkar dalam ilmu kalam, dinamai 'alim. Tukang
ceritera yang menghiasi kata-katanya dengan susunan yang berirama, dinamai
'alim.
Ini
disebabkan karena orang awwamlah yang mendengar syarahan dan ceritera
orang-orang tadi. Lalu tidak dapat membedakan antara ilmu yang sebenarnya dan
ilmu yang tidak sebenarnya. Perjalanan shahabat dan ilmu pengetahuan
shahabat-shahabat ra. itu tidak terang pada orang awwam. Sehingga mereka dapat
mengenai perbedaan antara para shahabat itu dan orang-orang yang disebut 'alim.
Maka
terus-meneruslah nama ulama melekat pada orang-orang itu dan dipusakai dari
salaf kepada khalaf (ulama-ulama pada masa terakhir). Dan jadilah ilmu akhirat
itu terpendam dan lenyaplah perbedaan antara ilmu dan bicara, selain pada
orang-orang tertentu.
Orang-orang
yang tertentu itu (al-khawwash) apabila ditanyakan : "Si Anukah yang lebih
berilmu ataukah si Anu?", lalu menjawab : "Si Anu lebih banyak
ilmunya dan si Anu lebih banyak bicaranya".
Jadi,
orang-orang al-khawwash mengetahui perbedaan antara ilmu dan kemampuan
berbicara.
Begitulah,
maka agama itu menjadi lemah pada abad-abad yang lampau. Maka bagaimana pula
persangkaan anda dengan zaman anda sekarang?.(1)
Sudah
sampailah sekarang, bahwa orang yang suka mengecam perbuatan munkar, dituduh
gila. Jadi yang baik sekarang, ialah orang bekerja untuk dirinya sendiri dan
diam.
1) Yaitu, zaman Al-Ghazali ra. kira-klra pada akhir abad ke v
Hijriyah.
|
Juga
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, sangat menjaga dari perbuatan-perbuatan
bid'ah, meskipun telah mendapat persetujuan dari kebanyakan ulama (ulama
al-jumhur).
Janganlah
kiranya tertipu atas kesepakatan orang ramai terhadap sesuatu yang diada-adakan
sesudah para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم.Hendak
lah suka memeriksa tentang keadaan para shahabat, perjalanan dan perbuatannya.
Dan apa yang menjadi kesukaan mereka, mengajar kah, mengarangkah, suka
bertengkarkah, menjadi kadlikah, wali negerikah, memegang harta wakafkah, harta
wasiat kah, memakan harta anak yatimkah, bergaul dengan sultan-sultan kah,
berbaik pergaulan dengan merekakah? Atau adakah ia dalam keadaan takut kepada
Tuhan, gundah, tafakkur, mujahadah, muraqabah, dhahir dan bathin, menjauhkan
diri dari dosa yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besamya,
berusaha memperoleh pengetahuan yang tersembunyi dari hawa nafsu dan tipu daya
setan? Begitulah seterusnya dari segala ilmu bathin itu!.
Ketahuilah
dengan sebenar-benarnya bahwa orang yang terpandang 'alim, pada masanya dan
yang lebih dekat kepada kebenaran, ialah orang-orang yang menyerupai shahabat
dan yang lebih mengenai jalan ulama-ulama salaf. Maka dari merekalah hendaknya
agama itu diambil!.
Karena
itulah berkata Ali ra. : "Yang terbaik dari kita ialah yang lebih mengikuti
agama ini". Perkataan Ali ini untuk menjawab pertanyaan yang ditujukan
kepadanya : "Tuan sudah menyalahi dengan si Anu ?".
Maka
tidaklah layak untuk berkeberatan menentang orang masa sekarang, buat
menyetujui orang masa Rasulullah saw. Manusia sebenarnya berpendapat dengan
pendapat pada masanya, karena tabiatnya condong kepadanya. Dan dirinya tidak
mau mengakui bahwa cara yang demikian, menyebabkan tidak memperoleh sorga.
Dari
itu, serukanlah bahwa jalan ke sorga, tak lain dari itu. Sebab itu, Al-Hasan
berkata : "Dua orang yang mengada-adakan dalam Islam : seorang yang
mempunyai pendapat jahat, lalu mendakwakan bahwa sorga itu adalah untuk orang
yang berpendapat seperti pendapatnya. Dan seorang lagi yang boros penyembah
dunia, marah dia karena dunia, senang dia karena dunia. Dunialah yang
dicarinya. Maka lemparkanlah kedua orang itu ke dalam neraka!
Dibalik
itu, ada orang di dunia ini, antara pemboros yang mengajaknya kepada dunia dan
yang berhawa nafsu yang mengajaknya
kepada
hawa nafsu. Maka Allah Ta'ala memeliharakannya dari kedua orang tadi, dimana ia
merindui salaf-salaf yang salih. Dia menanyakan perbuatan mereka dan mengikuti
jejak mereka. Orang ini memperoleh pahala besar. Begitulah hendaknya kamu
sekalian".
Diriwayatkan
dari Ibnu Mas'ud, hadits mauquf dan musnad, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda :وقد روي عن ابن مسعود موقوفا ومسندا أنه قال: إنما هما اثنتان الكلام والهدى فأحسن الكلام كلام الله تعالى وأحسن الهدى هدى رسول الله تعالى صلى الله عليه وسلم ألا وإياكم ومحدثات الأمور فإن شر الأمور محدثاتها وأن كل محدثة بدعة وإن كل بدعة ضلالة ألا لا يطولن عليكم الأمد فتقسوا قلوبكم ألا كل ما هو آت قريب ألا إن البعيد ما ليس بآت
(Innamaa
humatsnataani: alkalaamu wal hudaa. Fa-ahsanul kalaami kalaamullaahi Ta'aalaa
wa ahsanul hudaa hudaa Rasulillaahi shallallaahu 'alaihi wa sallam.Alaa wa
iyyaakum wa muhdatsaatil umuuri fa-inna syarral umuuri muhdatsaatuhaa wa inna
kulla muh-datsatin bid'atim, wa inna kulla bid'a tin dlalaalah. Alaa laa
yathuu-lanna 'alaikumul amadu fa-taqsuu quluubukum. Alaa kullu maa huwa aatin
qariibun. Alaa innal ba'iida maa laisa biaatin).Artinya :"Sesungguhnya dua
itulah : kalam dan petunjuk. Yang sebaik-baik kalam (perkataan) yaitu ; kalam
Allah Ta'ala. Dan yang sebaik-baik petunjuk yaitu : petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم Ketahuilah!
Bahwa kamu harus awas dari hal-hal yang diadakan. sejahat-jahat hal, ialah yang
diada-adakan. Dan tiap-tiap yang diada-adakan itu bid'ah. Tiap-tiap bid'ah itu
sesat. Ketahuilah! Janganlah berlama-lama kamu di dalam bid'ah, maka kesatlah
hatimu. Ketahuilah! Tiap-tiap yang akan datang itu dekat. Ketahuilah! Bahwa
yang jauh itu, ialah sesuatu yang tidak-akan datang". (1)
Dalam
suatu pidato Rasulullahصلى الله عليه وسلم ialah
: "Amat baiklah orang yang memperhatikan akan kekurangan dirinya, tidak
memperhatikan kekurangan orang lain. Berbelanja dari harta yang diusahakannya
tidak pada jalan ma'siat. Bergaul dengan ahli fiqih dan ahli
1.Dirawikan Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud.
|
hukum
dan menjauhkan dirinya dari ahli sesat dan ma'siat. Amat baiklah orang yang
merendahkan diri, baik budi pekerti, bagus bathin dan terpelihara manusia lain
dari kejahatannya. Amat baiklah orangyang berbuat menurut ilmunya, berbelanja
pada kebajikan yang lebih dari hartanya, menahan yang tidak perlu dari perkataannya.
Sunnah Nabi berkembang dalam dadanya dan tidak dibawanya kepada bid'ah",
(1)
Ibnu
Mas'ud ra. pernah berkata : "Petunjuk yang baik pada akhir zaman adalah,
lebih baik dari banyak amal perbuatan". Dan berkata Ibnu Mas'ud pada
tempat yang lain : "Kamu sekarang pada masa dimana orang-orang baik dari
kamu bersegera dalam segala pekerjaan. Dan akan datang sesudahmu nanti suatu
masa, dimana orang-orang baik dari mereka, teguh lagi berhati-hati mengerjakan
sesuatu, karena banyaknya perbuatan syubhat (yang diragukan
halal-haramnya)".
Memang
benarlah ucapan Ibnu Mas'ud itu! Siapa yang tidak berhati-hati pada masa
sekarang, lalu mengikuti saja orang banyak dan berkecimpung dalam perbuatan
yang dikerjakan mereka, niscaya binasa sebagaimana mereka itu binasa.
Berkata
Huzaifah ra. : "Yang lebih mengherankan dari ini, ialah perbuatan yang
baik dari kamu pada hari ini adalah munkar pada zaman yang lampau. Dan yang
munkar dari kamu pada hati ini adalah baik pada zaman yang selam. Sesungguhnya
kamu senantiasa dalam kebajikan, selama kamu mengenai akan yang benar. Dan
orang yang berilmu dari kamu, tidak meringan-ringankan yang benar itu".
Sungguh
benarlah Huzaifah! Memang kebanyakan perbuatan yang dipandang baik sekarang,
adalah munkar pada masa para shahabat Nabiصلى الله عليه وسلم.Karena kebanyakan
yang dipandang baik pada masa kita ini, ialah menghiasi masjid-masjid,
membaguskannya, mengeluarkan harta banyak dalam pembangunan bahagiannya yang
kecil-kecil dan membentangkan permadani yang empuk di dalamnya.
Dan
sesungguhnya terhitung dalam perbuatan bid'ah, membentangkan permadani di dalam
masjid. Dikatakan, itu adalah termasuk perbuatan yang diada-adakan oleh
orang-orang yang mengerjakan hajji. Adalah orang-orang dahulu itu, sedikit
sekali yang membuat batas antara mereka dan tanah.
1.Dirawjkan Abu Na'im dari Al-Husain bin Ali dengan sanad
dla'if.
|
Begitu
pula, kesibukan dengan perdebatan dan pertengkaran dalam soal yang kecil-kecil,
termasuk diantara ilmu yang paling mulia bagi orang zaman sekarang. Dan
mendakwakannya termasuk diantara perbuatan yang terbesar untuk mendekatkan diri
kepada Allah Ta'ala. Pada hal itu, termasuk dalam perbuatan yang munkar.
Diantara
yang munkar juga mengobah-obah (talhin) bacaan Al-Qur'an dan adzan. Diantara
yang munkar juga, membanyakkan pemakaian air pada pembersihan diri, was-was
(selalu ragu saja) waktu bersuci, menyangka sebab yang bukan-bukan mengenai
najis kain, sedangkan dalam pada itu tidak mementingkan antara halalnya dan
haramnya makanan yang dimakan. Dan begitulah seterusnya.
Benarlah
kiranya Ibnu Mas'ud ra. yang mengatakan : "Kamu pada hari ini dalam zaman,
dimana hawa nafsu mengikuti ilmu. Dan akan datang kepadamu nanti suatu zaman,
dimana ilmu mengikuti hawa nafsu".
Imam Ahmad bin Hanbal
pernah berkata : "Mereka meninggalkan ilmu dan menuju kepada yang
ganjil-ganjil, di mana ilmu itu tidak kurang pada mereka. Kiranya Allah
menolong mereka dari keadaan itu!".
Berkata Imam Malik bin
Anas ra. : "Orang-orang pada masa dahulu, tidak menanyakan tentang
hal-hal ini, seperti yang ditanyakan orang-orang pada masa sekarang. Dan
ulamanya tidak mengatakan yang haram dan yang halal. Tetapi saya jumpai mereka
itu mengatakan, yang sunnah dan yang makruh".
Artinya,
mereka itu memandang kepada yang sehalus-halusnya dari perbuatan makruh dan sunnah.
Sedang perbuatan yang haram, keburukannya sudah nyata.
Hisyam
bin 'Urwah pernah berkata : "Jangan engkau tanyakan mereka hari ini
tentang sesuatu yang diada-adakannya oleh diri mereka itu sendiri. Karena untuk
itu mereka telah menyediakan jawabannya. Tetapi tanyakanlah mereka mengenai
sunnah sebab mereka tidak mengetahuinya".
Abu
Sulaiman Ad-Darani pernah berkata : "Tidak sewajarnyalah bagi orang yang
memperoleh ilham sesuatu kebajikan, lalu terus mengerjakannya, sebelum lagi
mendengar hal itu pada atsar. Maka ia memuji akan Allah Ta'ala, karena ilham
itu sesuai dengan apa yang pada dirinya".Abu Sulaiman ra. mengatakan
demikian karena pendapat-pendapat yang diada-adakan itu memang menarik
perhatian dan melekat di dalam hati. Oleh karenanya, kadang-kadang mengotorkan
kebersihan hati, lalu menyangka yang batil itu benar. Dari itu harus dijaga
dengan hati-hati, dengan membuktikannya dengan atsar-atsar.
Karena
inilah, tatkala Khalifah Marwan mengadakan mimbar pada shalat hari raya di sisi
tempat bershalat, lalu bangun Abu Sa'id Al-Khudri ra. seraya berkata: "Hai
Marwan! Bukan kah ini bid'ah?".
"Tidak!",
menjawab khalifah Marwan. "Ini tidak bid'ah, tetapi lebih baik daripada
yang tuan ketahui.Sesungguhnya orang sudah banyak sekali. Maka maksudku supaya
suara itu sampai kepada mereka "i
Menyambung
Abu Sa'id : Demi Allah! Tidaklah sekali-kali kamu mendatangkan yang baik, dari
apa yang aku ketahui selama ini. Wallah demi Allah! Tidaklah akan aku bershalat
di belakangmu hari ini".
Sesungguhnya
Abu Sa'id menantang Khalifah Marwan dalam peristiwa tadi, disebabkan كان يتوكأ في خطبة العيد والاستسقاء على قوس أو عصا "Rasulullah
صلى الله عليه وسلم.
dalam khutbah hari raya dan khutbah sembahyang meminta hujan, memegang busur
atau tongkat, tidak atas mimbar". (1)
Pada
suatu hadits yang terkenal. tersebut:
من أحدث في ديننا ما ليس منه فهو رد
(Man
ahdatsa fii diininaa maa laisa minhu fahuwa raddun).
Artinya
:"Barang siapa mengada-adakan dalam agama kita sesuatu yang tidak di
dalamnya, maka tertolak ". (2)
Pada
hadits yang lain, tersebut:
من غش أمتي فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين
(Man ghasy-sya ummatii fa'alaihi la'natullaahi
wal malaaikati wan-naasi ajma'in).
Artinya :"Barang siapa membohongi ummatku, maka atasnya
la'nat Tuhan, malaikat dan seluruh manusia". (3)
1.Dirawikan AtThabrani dari Al Barra dan ini Hadis Dlaif.
2.Dirawikan Bukhari Dan Muslim Dari Aishah
3..Dirawikan dari Ad Daraqutni dengan SanadDlaif sekali.
|
Lalu
orang bertanya : "Ya Rasulullah! Bagaimanakah orang membohongi
ummatmu?".
Nabiصلى الله عليه وسلم.menjawab :
"Yaitu diada-adakannya sesuatu bid'ah,lalu dibawanya manusia
kepadanya"
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم . :
إن لله عز وجل ملكا ينادى كل يوم من خالف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم لم تنله شفاعته
"Sesungguhnya
Allah Ta'ala mempunyai seorang malaikat yang menyerukan setiap hari :
"Barang siapa menyalahi sunnah Rasulullah saw. maka dia tidak akan
memperolah syafa'atnya". (1)
Orang
yang menganiaya agama dengan mengada-adakan sesuatu yang bertentangan dengan
sunnah, dibandingkan dengan orang yang berbuat dosa, adalah seumpama orang yang
mendurhakai raja dengan menjatuhkan pemermtahannya, dibandingkan dengan orang
yang melawan perintahnya dalam suatu perintah yang tertentu. Perlawanan itu
kadang-kadang diampuninya. Tetapi menjatuhkan pemermtahannya tidaklah diampuni.
Berkata
setengah ulama : "Apa yang dikatakan salaf, maka berdiam diri daripadanya
adalah suatu kekasaran. Dan apa yang didiamkan salaf, maka membicarakannya
adalah memberat-beratkan diri".
Berkata
ulama yang lain : "Kebenaran itu berat. Orang yang mele-wati garisnya,
telah menganiaya diri. Orang yang memendekkan-nya, adalah lemah. Dan orang yang
berdiri teguh pada kebenaran itu, adalah mencukupi".
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :عليكم بالنمط الأوسط الذي يرجع إليه العالي ويرتفع إليه التالي ('Alaikum binnamathil au-sathilladzii yarji'u ilaihil 'aalii wa
yartafi'u ilaihit taalii).
Artinya
:"Haruslah kamu di garis yang di tengah yang kembali kepadanya yang di atas
dan yang naik kepadanya yang berikutnya". (2)
Berkata
Ibnu Abbas ra. :الضلالة لها حلاوة في قلوب أهلها "Kesesatan itu manis
dalam hati orang-orangnya".
1.Menurut Al Iraqi , tidak menemui Hadis Ini.
2.Dirawikan Ubain dari Ali Bi Abi Thalib, Hadis Mauquf Pada
Ali.
|
Berfirman
Allah Ta'ala :
(Wa
dzarilladziinat-takhadzuu diinahum la'iban wa lahwa). Artinya :
"Tinggalkanlah
mereka yang membuat agamanya permainan dan senda-gurau".
(S.Al-An'am,
ayat 70).
Allah
Ta'ala berfirman :
(Afaman
zuyyina lahuu suu-u 'amalihi fara-aahu hasanan).
Artinya
: "Adakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk, lalu perbuatannya
yang buruk itu dianggapnya baik". (S. Fathir, ayat 8).
Segala
apa yang diada-adakan sesudah para shahabat ra. yang melewati batas dharurat
dan keperluan, maka itu termasuk diantara permainan dan senda-gurau.
Diceriterakan
tentang Iblis yang kena kutukan Tuhan, bahwa Iblis itu mengirimkan tentaranya
pada masa shahabat ra. Maka kembali-Iah tentara itu kepada Iblis dengan
perasaan menyesal.
Bertanya
Iblis : "Apa kabar kamu sekalian?".
Tentara
Iblis itu menjawab : "Belum pernah kami melihat seperti mereka itu. Kami
tidak memperoleh sesuatu dari mereka. Mereka telah meletihkan kami."
Maka
menyambung Iblis itu : "Rupanya kamu tidak sanggup menghadapi mereka,
dimana mereka telah menyertai nabinya dam menyaksikan turun wahyu dari
Tuhannya. Tetapi sesudah mereka itu nanti, akan datang suatu kaum yang akan
kamu peroleh hajatmu dari mereka".
Tatkala
datang masa tabi'in, Iblis itu mengirimkan lagi bala tentaranya. Itupun tentara
Iblis itu kembali dengan tangan kosong. Mereka itu berkata : "Belum pernah
kami melihat yang lebih mena'jubkan dari mereka. Kami peroleh satu demi satu
dari dosa mereka. Tetapi apabila sore hari, lalu mereka bermohon ampun
(bertaubat kepada Tuhan). Maka digantikan oleh Allah kejahatan mereka dengan
kebajikan".
Menyambung
Iblis itu lagi: "Kamu tidak akan memperoleh sesuatu daripada mereka,
karena ketauhidan mereka itu benar dan karena teguhnya mereka mengikuti
nabinya. Tetapi akan datang sesudah mereka nanti, suatu kaum yang senang hatimu
melihat mereka. Kamu dapat mempermain-mainkan mereka dan mengajak mereka
menuruti hawa nafsunya, menurut kemauanmu. Kalau mereka meminta ampun, maka
tidak akan diampunkan. Dan mereka tidak akan bertaubat. Maka kejahatannya
digantikan oleh Tuhan dengan kebajikan".
Berkata
Iblis itu seterusnya : "Sesudah qurun pertama, maka datanglah suatu kaum,
lalu bergeraklah hawa nafsu pada mereka dan berhiaslah mereka dengan
perbuatan-perbuatan bid'ah. Maka mereka itu memandang yang bid'ah itu halal dan
membuatnya menjadi agama. Tidak pernah mereka memohon ampun dan bertaubat
daripadanya. Maka mereka dikuasai oleh musuh-musuhnya dan dihalaukannya kemana
saja dikehendaki oleh musuh-musuhnya".
Kalau
anda bertanya : "Dari manakah orang yang menerangkan tadi, mengetahui apa
yang dikatakan Iblis, pada hal ia tidak melihat Iblis dan tidak berbicara
dengan Iblis tentang yang demikian itu?".
Maka
ketahuilah kiranya, bahwa orang-orang yang mempunyai hati, terbuka bagi mereka
segala rahasia alam ghaib (alam malakut), sekali dengan jalan ilham, dengan
melintas datang kepada mereka dari arah yang tidak diketahuinya. Sekali dengan jalan
mimpi yang benar. Dan sekali sedang jaga (tidak-tidur), dengan jalan terbuka
segala pengertian dengan menyaksikan contoh-contoh, seperti yang dalam tidur
tadi.
Dan
inilah tingkat yang tertinggi, yaitu : sebahagian dari tingkat-tingkat kenabian
yang tinggi, sebagaimana mimpi yang benar, adalah suatu bahagian dari empat
puluh enam bahagian dari kenabian.
Maka
hati-hatilah, bahwa ada bahagianmu dari ilmu ini, menging-kari apa yang
melewati batas kesingkatan pahammu!.
Dalam
hal ini, telah banyak binasa 'alim ulama yang mengaku dirinya pandai,
menda'wakan telah menguasai seluruh ilmu akal.
Maka
bodoh adalah lebih baik dari akal, yang mengajak kepada menantang seperti
hal-hal tersebut, yang dipunyai wali-wali Allah.
Orang
yang mengingkari hal itu bagi wali-wali, mengakibatkan dia telah mengingkari
nabi-nabi. Dan adalah ia keluar dari Agama seluruhnya.
Berkata
setengah 'arifin (orang yang mempunyai ma'rifah kepada Allah Ta'ala) :
"Sesungguhnya telah habis orang-orang al-abdal disegala penjuru bumi.
Mereka bersembunyi dari mata orang banyak, kerena tidak sanggup melihat ulama
zaman sekarang. Karena mereka itu betul-betul sudah jahil terhadap Allah
Ta'ala. Sedang mereka menurut pengakuannya sendiri dan pengakuan orang-orang
bodoh, adalah ulama".
Berkata
Sahl At-Tusturi ra. : "Diantara ma'siat yang terbesar, ialah tak tahu di
bodoh diri, memandang kepada orang awwam dan mendengar perkataan orang Ialai.
Tiap-tiap orang 'alim yang telah berkecimpung dalam urusan duniawi, maka tidak
wajar lagi perkataannya didengar. Tetapi hendaklah dicurigai dari tiap-tiap
perkataan yang diucapkannya. Karena tiap-tiap manusia itu berkecimpung pada apa
yang disukainya dan menolak apa yang tidak bersesuaian dengan yang
disukainya".
Karena
itu, berfirman Allah Ta'ala :
(Wa
laatuthi man aghfalnaa qalbahuu 'an dzikrinaa wattaba'a hawaa-hu wa kaana
amruhuu furuthaa).
Artinya
:"Dan janganlah engkau turut orang yang Kami lalaikan hatinya dari mengingati
Kami dan diturutinya keinginan nafsunya dan pekerjaannya biasanya di luar batas
". (S. Al-Kahf, ayat 28).
Orang
awwam yang ma'siat, keadaannya lebih berbahagia dari orang yang bodoh dengan
jalan agama, yang mengakui dirinya ulama. Karena orang awwam yang ma'siat itu
mengakui keteledorannya. Lalu meminta ampun dan bertaubat. Dan orang bodoh ini,
yang menyangka dirinya berilmu, maka ilmu yang dipelajarinya, ialah pengetahuan
yang menjadi jalan baginya kepada dunia, tersisih dari jalan agama. Lalu ia tidak
bertaubat dan meminta ampun. Tetapi senantiasa berpegang kepadanya, sampai
mati. Dan apabila ini telah memenangi pada kebanyakan manusia, kecuali
orang-orang yang dipelihara oleh Allah Ta'ala, dan putuslah harapan untuk
memperbaiki orang-orang tersebut, maka yang lebih raenye-lamatkan bagi orang
yang beragama, yang menjaga diri, ialah : mengasingkan diri dan sendirian,
sebagaimana akan datang penjelasannyapada "Kitab 'Uzlah " nanti insya
Allah.
Karena
itulah Yusuf bin Asbath menulis surat kepada Huzaifah Al-Mar'asyi, yang isinya
antara lain : "Apakah persangkaan tuan dengan orang yang tidak memperoleh
seorangpun, yang tidak mengingati Allah Ta'ala bersama dia melainkan adalah
orang itu berdosa atau pembicaraannya adalah ma'siat saja? Dan yang demikian,
sesungguhnya dia tidak memperoleh temannya".
Benarlah
apa yang dikatakan Yusuf itu. Karena dalam bergaul dengan manusia, tidaklah
terlepas dari upatan atau mendengar upatan atau berdiam diri atas perbuatan
munkar.
Keadaan
yang sebaik-baik nya, ialah orang itu membuat ilmunya berfaedah kepada orang
lain atau mengambil faedah dari ilmu yang ada pada orang lain.
Orang
yang patut dikasihani ini, kalau memperhatikan dan mengetahui bahwa
memanfa'atkan ilmunya itu kepada orang, tidaklah terlepas dari bercampur dengan
ria, ingin.harta dan jadi kepala, niscaya tahulah dia bahwa orang yang
mengambil faedah dari ilmunya bermaksud menjadikan ilmu itu sebagai alat untuk
mencari dunia dan jalan kepada kejahatan.
Berdasarkan
itu, maka adalah dia menolong kearah itu, membantu dan menyiapkan sebab-sebab,
seperti, orang yang menjualkan pedang kepada perampok. Maka ilmu itu adalah
seperti pedang. Kepatutannya bagi kebajikan, adalah seperti kepatutan pedang
bagi perang.
Dari
itu tidak diperbolehkan menjual pedang itu kepada orang yang diketahui menurut
keadaannya, mau mempergunakan pedang itu untuk merampok.
Maka
inilah dua belas tanda ulama akhirat! Masing-masing dari padanya mengumpulkan
sejumlah budi pekerti ulama terdahulu (ulama salaf).
Dari
itu, hendaklah kamu menjadi salah seorang dari dua : adakala-nya bersifat
dengan sifat-sifat itu atau mengaku dengan keteledoran secara sadar. Awaslah,
jangan engkau menjadi orang ketiga, maka engkau ragu kepada diri sendiri dengan
engkau gantikan alat dunia dengan agama. Engkau serupakan perjalanan hidup
orang-orang batil dengan perjalanan hidup ulama-ulama yang mendalam
pengetahuannya. Maka termasuklah engkau disebabkan kebodohan dan keingkaran
engkau, ke dalam golongan orang yang binasa dan putus asa.
Berlindunglah
kita dengan Allah swt. dari tipuan setan yang menyebabkan orang banyak binasa.
Kita bermohon kepada Allah Ta'ala semoga dijadikanNya kita diantara orang-orang
yang tidak ditipu oleh kehidupan duniawi. Dan tidak ditipu oleh penipu pada
jalan Allah!.
تصنيف
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
Tiada ulasan:
Catat Ulasan