PENJELASAN:
Hakikat Akal. Dan bahagian-bahagian Akal.
Ketahuilah,
bahwa berbeda pendapat orang tentang batas akal dan hakikatnya. Kebanyakan
mereka melupakan bahwa nama tersebut dipakai kepada bermacam-macam arti. Itulah
yang menjadi sebab perbedaan pendapat tadi.
Kebenaran
yang menyingkap tutup mengenai akal itu ialah bahwa akal adalah suatu nama yang
dipakai berserikat kepada empat
arti, sebagaimana umpamanya nama mata dipakai kepada bermacam-macam
arti.Dan apa yang berlaku tentang ini, maka tidaklah wajar dicari untuk semua
bahagiannya, suatu batas saja. Tetapi hendaklah masing-masing bahagian
disendirikan menjelaskannya.
Yang
pertama : akal
itu adalah suatu sifat yang membedakan manusia dari hewan. Dengan akal manusia
bersedia untuk menerima berbagai macam ilmu nadhari (ilmu yang memerlukan
pemikiran) dan untuk mengatur usaha-usaha yang pelik yang menghajati kepada
pemikiran.
Akal
itulah yang dimaksud oleh Al-Harts bin Asad Al-Muhasibi, di mana ia mengatakan
tentang batas akal itu, yaitu : "Suatu gharizah (tabi'at) yang disediakan
untuk mengetahui macam-macam ilmu nadhari".
Akal
itu seolah-olah suatu nur (cahaya) yang dimasukkan ke dalam hati yang
disediakan untuk mengetahui macam-macam hal.
Orang
yang mengingkari apa yang tersebut di atas, tidak menginsa-fi, lalu
mengembalikan akal itu kepada ilmu pengetahuan yang dharuri (yang tidak
memerlukan pemikiran) semata-mata.Orang yang melengahkan ilmu pengetahuan dan
orang yang tidur, keduanya dinamakan berakal, melihat kepada adanya gharizah
tersebut, serta tak adanya ilmu pengetahuan.
Sebagaimana
hidup adalah suatu gharizah untuk menyediakan tubuh bagi gerakan biasa dan
pengetahuan ke pancainderaan,maka demikian pulalah akal adalah suatu gharizah
untuk menyediakan sebahagian hewan (manusia) buat memperoleh ilmu pengetahuan
nadhari.
Sekiranya
bolehlah disamakan insan dengan keledai tentang gharizah dan pengetahuan
kepanca inderaan, maka dapatlah dikatakan, bahwa tak adalah perbedaan antara
keduanya, selain bahwa Allah Ta'ala - menurut adat yang berlaku - menjadikan
pada insan itu ilmu pengetahuan dan tidak dijadikanNya pada keledai dan
hewan-hewan lain, niscaya sesungguhnya bolehlah disamakan antara keledai dan
barang keras (jamad) itu pada kehidupan. Dan dikatakan bahwa tak ada perbedaan
antara keledai dan barang jamad selain daripada Allah Ta'ala menjadikan pada
keledai itu gerakan-gerakan tertentu sepanjang kebiasaan yang berlaku. Kalau
diumpamakan keledai itu benda keras yang mati, niscaya haruslah dikatakan bahwa
tiap-tiap gerakan yang terlihat padanya, maka Allah Ta'ala kuasa menjadikannya
pada yang keras itu, menurut tertib (pengaturan) yang kelihatan.
Dan
sebagaimana harus dikatakan bahwa tak adalah perbedaan bagi benda keras (jamad)
mengenai gerakan, selain dengan gharizah yang tertentu, maka dikatakanlah bahwa
gharizah itulah hidup.
Demikian
jugalah perbedaan insan dengan hewan tentang mengetahui ilmu pengetahuan
nadhari dengan suatu gharizah yang disehut akal Maka akal itu adalah seperti
cermin yang berbeda dengan benda-benda lain dalam segi memperlihatkan rupa dan
warna, dengan suatu sifat yang khusus bagi cermin itu, yaitu sifat mengkilat.
Begitu
juga mata, yang berbeda dengan dahi tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan
yang ada pada mata, yang disediakan untuk melihat. Maka hubungan gharizah ini
kepada ilmu pengetahuan adalah seperti hubungan mata kepada melihat. Hubungan
Al-Quran dan syari'at kepada gharizah ini (akal) dalam segi mengantarkannya
untuk membuka bermacam-macam ilmu pengetahuan, adalah seperti hubungan cahaya
matahari kepada melihat.
Begitulah
hendaknya dipahami gharizah akal ini.
Yang
kedua : hakikat
akal itu ialah ilmu
pengetahuan yang timbul ke alam wujud pada diri anak kecil yang dapat
membedakan tentang kemungkinan barang yang mungkin dan kemustahilan barang yang
mustahil. Seperti mengetahui dua lebih banyak dari satu dan orang tidak ada
pada dua tempat pada satu waktu. Inilah yang mendapat perhatian sungguh-sungguh
dari sebahagian ulama ilmu kalam, yang menerangkan tentang batas akal itu,
bahwa akal adalah sebahagian ilmu dlaruri (ilmu yang mudah yang tak memerlukan
pemikiran). Seumpama mengetahui tentang kemungkinan barang yang mungkin dan
kemustahilan barang yang mustahil. Dan hal itu betul pula, karena pengetahuan
tersebut itu ada dan menamakan-nya akal memang jelas.
Yang
tidak betul, ialah mengingkari gharizah itu dan mengatakan tidak ada. Yang ada,
hanya pengetahuan itulah.
Yang
ketiga : akal
itu, ialah ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dengan berlakunya bermacam-macam
keadaan. Maka orang yang telah diperkokoh pemahamannya oleh
pengalaman-pengalaman dan dicerdaskan oleh beberapa aliran, maka dikatakan
orang itu biasanya berakal. Yang tidak bersifat dengan sifat tadi, maka
dikatakan : orang bodoh, tak berketentuan, jahil.Inilah macam yang lain dari
ilmu pengetahuan yang dinamakan akal.
Yang
keempat :
bahwa kekuatan dari gharizah itu berpenghabisan sampai kepada mengetahui akibat
dari segala hal dan mencegah hawa nafsu yang mengajak kepada kesenangan yang
dekat dan menundukkannya.Apabila telah berhasil kekuatan ini, maka orang yang
mempunyai kekuatan tersebut din am akan berakal, di mana majunya dan mundumya
adalah menurut yang dikehendaki pertimbangan mengenai akibat-akibatnya, tidak
menurut hukum hawa nafsu yang dekat itu.
Ini
juga adalah dari sifat-sifat khas manusia yang membedakan dia dari hewan yang
lain.
Maka
yang pertama di atas tadi, adalah asas, pokok dan sumber. Yang kedua adalah
cabang yang lebih dekat kepada yang pertama. Yang ketiga adalah cabang bagi
yang pertama dan kedua. Karena dengan kekuatan gharizah dan ilmu dlaruri itu,
dapatlah diambil faedah segala ilmu pengalaman. Dan yang keempat, yaitu hasil
yang penghabisan yaitu tujuan yang terjauh.
Maka
dua yang pertama (yang pertama dan kedua) adalah dengan karakter (tabi'at). Dan
dua yang penghabisan (yang ketiga dan keempat) adalah dengan diusahakan.
Dari
itu bermadahlah Ali ra. :
Aku
melihat akal itu dua,
menurut
karakter dan yang didengar.
Tidak
bergunalah yang didengar,
apabila
yang karakter tidak ada.
Seperti
tidaklah berguna matahari,
bila
cahaya mata itu terlindungi .....................................
Yang
pertama itu, itulah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم. :
ما خلق الله عز وجل خلقا أكرم عليه من العقل
(Maa
khalaqallaahu Azza wa Jalla
khalqan akrama 'alaihi minal aqli ).
Artinya
:"Tidak dijadikan oleh Allah Ta'ala suatu makhluk yang terlebih mulia
padaNya, daripada akal". (1) Dan yang penghabisan, yaitu yang dimaksudkan
dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
1.Dirawikan
At-Tirmidzi dengan sanad dla'if dari Al-Hasan.
Dan
yang penghabisan, yaitu yang dimaksudkan dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.
والأخير هو المراد بقوله صلى الله عليه وسلم: إذا تقرب الناس بأبواب البر والأعمال الصالحة فتقرب أنت بعقلك
(Idzaa
taqarraban naasu biabwaabil birr: wal a'-maalish-shaalihaati fataqarrab anta
bi'aqlika). Artinya :"Apabila manusia itu mendekati Tuhan dengan pintu
pintu kebajikan dan amal salih,maka engkau dekatilah Tuhan dengan
akal-mu". (1)
Hadits
inilah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi saw. kepada Abid-Darda' ra. :ازدد عقلا تزدد من ربك قربا "Bertambahlah akalmu
supaya engkau bertambah dekat dengan Tuhanmu".
Berkata
Abid-Darda' : "Demi
ibu-bapaku ya Rasulullah! Bagaimanakah bagiku dengan yang demikian itu?".
Menjawab
Nabi saw. :اجتنب
محارم الله تعالى وأد فرائض الله سبحانه تكن عاقلا واعمل بالصالحات من
الأعمال تزدد في عاجل الدنيا رفعة وكرامة وتنل في آجل العقبى بها من ربك عز
وجل القرب والعز
Jauhilah
semua yang diharamkan Allah, tunaikanlah segala yang diwajibkan Allah, maka
adalah engkau orang yang berakal! Kerjakanlah segala amal salih, niscaya engkau
bertambah tinggi dan mulia di dunia yang tidak lama ini. Dan engkau memperoleh
padahari akhirat yang akan datang,dari Tuhan-mu 'Azza wa Jalla, akan kedekatan
dan kemuliaan". (2 Dirawikan
Ibnul Mahbar dari Al Harits bin Abl Usamah )
Dari
Sa'id bin Al-Musayyab, bahwa Umar, Ubai bin Ka'ab dan Abu Hurairah ra. datang
kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. seraya bertanya :
"Ya Rasulullah! Siapakah yang terbanyak ilmu diantara manusia?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم. : "Orang yang
berakal!".
Bertanya
mereka itu lagi : "Siapakah
yang terbanyak berbuat ibadah?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم : "Orang yang berakal!".
Bertanya
mereka itu iagi :
"Siapakah yang lebih utama diantara manusia?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم : "Orang yang berakal!".
Bertanya
mereka itu lagi : "Bukankah
orang yang berakal itu, orang yang sempurna kepribadiannya, yang terang
kelancaran lidahnya, yang murah tangannya dan tinggi kedudukannya?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم : "Kalaulah benar itu semuanya,
tentu tidaklah kesenangan hidup dunia dan akhirat pada sisi Tuhanmu teruntuk
bagi orang yang bertaqwa". (3. Dirawikan Ibnu MahBar dari Said Bin Al
Musayyab)
1 DlrawiKan Abu Na'im dari Ali, Isnad dla'if.2 Dirawikan Ibnul Mahbar dari Al Harits bin Abl Usamah 3 Dirawikan Ibnu MahBar dari Sa id Bin Al Musayyab
Orang
yang berakallah yang taqwa, meskipun di dunia dia hina dan rendah.
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم.pada
hadits lain :
إنما العاقل من آمن بالله وصدق رسله وعمل بطاعته
"Sesungguhnya
yang berakal ialah orang yang beriman kepada Allah, membenarkan rasul-rasul
Allah dan berbuat amalan ta'at kepada Allah ( Dirawikan Ibnul Mahbar dari Sa'ld bin Al-Musayyab, hadits mursal.)
Serupalah
menurut asal bahasanya, nama "akal" itu diuntukkan kepada gharizah itu.
Begitu juga menurut pemakaiannya. Dan sesungguhnya ditujukan kepada ilmu
pengetahuan, adalah dari segi bahwa ilmu pengetahuan itu adalah hasil gharizah
sebagaimana sesuatu itu dikenal dengan hasilnya. Maka dikatakanlah, ilmu itu
ialah takut kepada Tuhan. Orang yang berilmu (alim ulama), ialah orang yang
takut kepada Allah Ta'ala. Maka takut adalah buah dari ilmu. Lalu
"akal" adalah sebagai perkataan yang dipinjam, dipergunakan bagi lain
dari gharizah itu.
Tetapi
maksud di sini tidaklah membahas bahasa. Yang dimaksudkan ialah bahwa bahagian
yang empat itu ada. Dan nama "akal", itu ditujukan kepada semuanya.
Dan tak adalah perbedaan pendapat tentang adanya semuanya, kecuali mengenai
bahagian yang pertama (gharizah).
Yang
benar, ialah adanya gharizah itu. Bahkan dialah yang pokok. Semua ilmu
pengetahuan itu seolah-olah terkandung dalam gharizah itu menurut fithrah
(kejadian manusia). Tetapi baru lahir kealam kenyataan, apabila telah berlaku
sebab yang melahirkannya kealam wujud. Sehingga seakan-akan semua ilmu
pengetahuan itu tidaklah merupakan sesuatu yang datang kepadanya dari luar. Dan
seakan-akan ilmu-ilmu itu adalah yang tersembunyi pada fithrah, maka lahir
kemudian kealam nyata.
Contohnya,
adalah seperti air dalam bumi, lahir dengan dikorek sumur, berkumpul dan dapat
diperbedakan dengan pancaindera. Tidaklah dengan didatangkan benda baru ke
dalam bumi tadi.
Begitu
juga minyak pada kelapa dan air mawar pada bunga mawar. Karena itu berfirman
Allah Ta'ala :
وَإِذْ أَخَذَ
رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ
عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
(Wa
idz akhadza rabbuka min Banii Aadama min dhnhnnrihim dzurriyyatahum wa
asyhadahum 'alaa anfusihim alastu birabbikum qaaluu balaa).Artinya: "Dan ketika
Tuhan kamu menjadikan turunan anak-anak Adam dari punggungnya dan Tuhan
mengambil kesaksian dari mereka sendtri, kataNya;Bukankah Aku ini Tuhan kamu ?.
Mereka menjawab : "Ya'” ( S. Al-A'raaf, ayat 172).
Yang
dimaksudkan dengan itu ialah pengakuan jiwa mereka,tidak pengakuan lidah. Dalam
pengakuan lidah, manusia itu terbagi, menurut lidah dan orangnya kepada yang
mengaku dan yang mungkir.
Dari
itu berfirman Allah Ta'ala :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
(Wa
lain sa-altahum man khalaqahum layaquulunnallaah).
Artinya
:"Dan kalau engkau tanya akan kepada mereka. Siapakah yang menciptakan
mereka? Sudah tentu mereka akan menjawab "Allah".(S. Az-Zukhruf, ayat
87).
Artinya
:"Jika diperhatikan keadaan mereka, maka akan naik saksi-lah jiwa
dan bathin mereka dengan yang demikian, sebagai fithrah kejadian, yang
dijadikan Allah akan manusia dengan demikian".
Artinya
: seluruh
anak Adam itu dijadikan menurut fithrahnya, beriman kepada Allah 'Azza wa
Jalla. Bahkan segala sesuatu itu diketahuinya menurut fithrahnya. Yakni fithrah
itu sebagai yang menjamin karena dekat persediaannya untuk mengetahui itu.
Kemudian,
tatkala adalah iman itu dipusatkan pada jiwa menurut fithrah, maka manusia itu
terbagi kepada dua : orang yang berpaling dari Tuhan lalu lupa, yaitu orang-orang
kafir : dan orang yang lambat terlintas di hatinya, tetapi teringat kemudian.
Maka orang yang kedua ini, adalah seperti orang yang mempunyai ijazah, maka
lupa di mana diletakkannya, kemudian dia teringat.
Dari
itu berfirman Allah Ta'ala :
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
(La'allahum
yatadzakkaruun).Artinya :"Moga-moga mereka itu teringat". (S.
Al-Baqarah, ayat 221).
وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
(Wa
liyatadzakkara ulul-albaab).
Artinya
:"Dan supaya teringatlah orang-orang yang berakal".(S. Shad, ayat
29).
وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ
(Wadz-kuruu
ni'matallaahi 'alaikum wa miitsaaqahul-ladzii waa tsa-qakum bjh).
Artinya:"Dan
kenangkanlah kurnia Tuhan kepada kamu dan ingatilah janji yang telah kamu ikat
dengan Dia". (S. Al-Maidah, ayat 7).
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
(Wa
laqad yassarnal qur-aana lidz-dzikri, fa-hal min muddakir).
Artinya
:"Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu Kami mudahkan untuk diingati, tetapi
adakah orang yang mengambil pelajaran!".(S. Al-Qamar, ayat 17).
Menamakan
yang semacam ini dengan peringatan, tidaklah begitu jauh untuk dipahami. Maka seakan-akan peringatan itu dua
macam : semacam mengingati gambaran yang
sudah ada di dalam hati, tetapi hilang sesudah ada. Dan semacam lagi
mengingati gambaran yang sudah ada, terkandung dalam hati dengan fithrah. Inilah
hakikat kebenaran yang nyata, bagi orang yang memperhati-kan dengan nur mata
hatinya (bashirahnya). Tetapi
berat bagi orang yang mempergunakan saja pendengaran dan taqlid tanpa melihat
dengan mata hati dan mata kepala.
Dari
itu anda melihat orang tersebut, terpukul dengan ayat-ayat seperti itu dan
memutar-balikkan tentang ta'wil peringatan dan pengakuan jiwa dengan
bermacam-macam pemutar-balikan. Dan terbayang kepadanya berbagai macam
pertentangan maksud tentang hadits dan ayat itu.
Kadang-kadang
hal itu keras sekali sehingga dipandangnya dengan pandangan penghinaan dan
timbul keyakinan kepadanya bahwa itu kekacau-balauan.
Orang
yang seperti itu adalah seumpama orang buta yang masuk ke sebuah rumah. Maka
tersandunglah kakinya, dengan tempat air yang tersusun rapi dalam rumah itu,
lalu ia mengatakan : "Mengapakah tempat-tempat
air ini tidak diangkat dari jalan tempat lalu dan dikembalikan kepada tempatnya
semula?".
Menjawab
orang yang mendengar : "Bahwa
tempat-tempat air itu adalah di tempatnya. Hanya mata saudara sendiri yang
salah dan rusak!".
Maka
begitu pulalah orang yang rusak mata hatinya. berlaku seperti itu yang lebih
hebat dan lebih besar akibatnya. Karena jiwa adalah Iaksana orang yang
mengendarai kuda dan badan adalah Iaksana kuda. Buta yang mengendarai kuda
adalah lebih membahayakan daripada buta kuda.
Karena
serupanya mata bathin dengan mata dhahir, maka berfirman Allah Ta'ala :
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
(Maa
kadzabal fuaadu maa ra-aa).
Artinya
: "Hati tidak mendustakan apa yang dilihatnya". (S. An-Najm, ayat 11).
Dan
berfirman Allah Ta'ala :
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
(Wa
kadzaalika nurhlbraahiima malakuutas-samaawaati wal ardli). Artinya :"Dan
begitulah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi".(S.
Al-An'am, ayat 75).
Lawan
melihat dinamakan buta : Berfirman Allah Ta'ala :
فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
(Fa-innahaa
laa ta*mal abshaaru wa laakin ta'mil quluubullatii fish-shuduur).
Artinya
:"Sesungguhnya tidaklah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati
yang di dalam dada(S. Al-Hajj, ayat 46).
Dan
berfirman Allah Ta'ala :
وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا
(Wa
man kaana fii haadzihii a'maa fahuwa fil aakhirati a'maa wa adlallu sabiila).
Artinya
:"Barangsiapa yang buta di dunia ini,maka di akhirat dia buta juga dan
lebih sesat jalannya ".(S. Al-Isra', ayat 72).
Segala
hal inilah yang di buka kepada para Nabi. Sebahagiannya adalah dengan mata
kepala dan sebahagian lagi adalah dengan mata hati. Dan semuanya itu dinamakan
melihat.
Kesimpulannya,
orang yang tidak tembus penglihatan mata hatinya, maka tidaklah tersangkut
agama padanya, selain kulitnya dan yang seperti kulit itu. Tidak isinya dan
hakikatnya.
Inilah
bahagian-bahagian itu, yang dipakai nama "akal" padanya.
PENJELASAN
: Berlebih Kurangnya Manusia Tentang Akalnya.
Sesungguhnya
berbedalah manusia tentang berlebih kurang akalnya. Dan tak ada artinya bekerja
menyalin perkataan orang-orang yang hasilnya sedikit sekali. Akan tetapi, yang
lebih utama dan yang penting, ialah bersegera menegaskan kebenaran.
Kebenaran
yang tegas padanya ialah dikatakan, bahwa berlebih-kurangnya akal itu menempuh
pada empat bahagian, selain bahagian yang kedua. Yaitu ilmu dlaruri tentang
jaiznya barang yang jaiz (1) dan mustahilnya barang yang mustahil. (2)
1.Jaiz=
Sesuatu Yang Boleh Jadi Ada , Boleh jadi Tiada
2.
Mustahil = Sesuatu yang tak diterima akal , terjadinya dan adanya
Orang
yang mengetahui bahwa dua adalah lebih banyak dari satu maka dia mengetahui
juga mustahil adanya satu tubuh itu pada dua tempat dan adanya satu benda itu
qadim dan hadits.
Begitu
juga bandingan-bandingan yang lain dan seluruh apa yang dapat diketahui sebagai
pengetahuan yang diyakini tanpa ragu-ragu-
Adapun
yang tiga bahagian lagi, maka berlakulah berlebih kurang-nya akal padanya.
Dan
bahagian yang keempat yaitu, : kerasnya kekuatan mencegah hawa nafsu. Maka
tidaklah tersembunyi, berlebih kurangnya manusia padanya. Bahkan tidaklah
tersembunyi berlebih - kurangnya keadaan seseorang menghadapi hawa nafsunya.
Sekali, berlebih-kurangnya ini ada karena berlebih-kurangnya hawa nafsu. Sebab
orang yang berakal itu kadang-kadang sanggup meninggalkan sebahagian hawa
nafsunya dan tidak sanggup terhadap sebahagian yang lain. Tetapi bukan sehingga
itu saja. Seorang pemuda kadang-kadang lemah dia meninggalkan zina. Dan ketika
bertambah umurnya dan sempuma akalnya, maka sanggup dia meninggalkan zina itu
Ingin
ria (sifat ingin memperlihatkan amal perbuatan kepada orang) dan ingin menjadi
kepala, bertambah kuat dengan bertambah umur. Tidak bertambah lemah. Sebabnya,
mungkin karena berlebih kurangnya ilmu yang memperkenalkan faedah hawa nafsu
ingin ria dan menjadi kepala itu.
Karena
itulah, seorang dokter sanggup mencegah diri dari sebahagian makanan yang
mendatangkan melarat. Dan orang lain yang sama kedudukan akalnya,dengan dokter
itu, tidak sanggup mena-hannya, apabila ia bukan dokter. Meskipun ia
berkeyakinan secara umum, bahwa makanan itu mendatangkan melarat.
Akan
tetapi, apabila pengetahuan dokter itu lebih sempurna, maka takutnyapun lebih
keras. Maka adalah takut itu tentara bagi akal dan alatnya untuk mencegah dan
menghancurkan hawa nafsu.
Demikian
jugalah seorang alim itu lebih sanggup meninggalkan perbuatan ma'siat dari
seorang bodoh. Karena kekuatan ilmu pengetahuannya dengan melaratnya perbuatan
ma'siat itu. Yang saya maksudkan ialah orang berilmu yang sebenar-benarnya,
bukan orang-orang yang bersyurban besar yang pandai bermain sandiwara.
Kalau
berlebih-kurang itu dari segi hawa nafsu, niscaya tidak kembali kepada
berlebih'kurangnya akal. Dan kalau dari segi ilmu, maka yang semacam ini, dari
ilmu itu kita nam akan juga akal Karena ilmu pengetahuan itu menguatkan
gharizah akal. Maka adalah berlebih kurang itu menurut nama yang diberikan. Dan
kadang-kadang berlebih-kurang itu semata-mata pada gharizah akal, maka apahila
gharizah akal itu kuat, maka sudah pasti pencegahannya terhadap hawa nafsu
adalah lebih keras.
Adapun
bahagian yang ketiga yaitu ilmu pengalaman, maka berlebih-kurang manusia
padanya itu tidak dapat dibantah. Karena manusia itu berlebih kurang dengan
banyaknya yang betul yang dikerjakannya dan tentang cepatnya mengetahui
sesuatu, adakalanya karena berlebih-kurang tentang gharizah dan adakalanya
menge-nai pengalaman kerja.
Adapun
yang pertama tadi yakni gharizah, maka berlebih-kurang-nya, tak ada jalan untuk
membantahnya. Karena akal itu adalah seumpama nur yang terbit pada jiwa dan
terangnya akanmuncul. Titik pertama dari terbitnya nur tadi ialah ketika umur
tamyiz (ketika anak itu sudah dapat membedakan antara untung dan rugi).
Kemudian nur itu senantiasalah bertumbuh dan bertambah dengan pelan-pelan yang
tidak kentara. Sehingga sempurnalah dia ketika umur sudah mendekati empat puluh
tahun.
Nur
tadi adalah seumpama cahaya subuh. Mula-mula sangat tersembunyi, sukar
diketahui. Kemudian dari sedikit ke sedikit bertambah, sehingga sempurnalah
dengan terbit bundaran matahari.
Berlebih-kurangnya
nur mata hati adalah seperti berlebih-kurang-nya sinar mata kepala. Perbedaan
itu dapat diketahui antara orang kero dan orang yang berpandangan tajam. Bahkan
sunnatullah (kata orang kebanyakan - kemauan alam) berlaku pada sekalian
makhlukNya, dengan beransur-ansur (tidak sekaligus) pada penga-daan. Hatta
gharizah syahwat pun tidak timbul pada anak-anak ketika baligh sekaligus dan
dengan tiba-tiba. Tetapi tumbuh sedikit demi sedikit, secara beransur-ansur.
Begitu
pulalah segala kekuatan dan sifat. Orang yang membantah berlebih-kurangnya
manusia pada gharizah ini, adalah seolah-olah dia sendiri telah terlepas dari
ikatan akal.
Barangsiapa
menyangka bahwa akal Nabi saw. adalah seperti akal seseorang dari orang hitam
dan orang Arab bodoh, maka orang itu lebih jahat dirinya dari siapa-pun dari
orang-orang hitam itu.
Bagaimanakah
dapat memungkiri berlebih - kurangnya gharizah akal itu? Kalau tidaklah
berlebih-kurang, maka tidaklah manusia itu berbeda-beda pada pemahaman ilmu
pengetahuan. Dan tidaklah manusia itu terbagi-bagi kepada orang bodoh yang
tidak dapat memahami sesuatu selain sesudah payah guru pengajarinya. Dan kepada
orang pintar yang dapat memahami dengan sedikit tunjuk dan isyarat saja. Dan
kepada orang sempurna (kamil) yang timbul dari dirinya hakikat segala sesuatu
tanpa diajarkan, seperti firman Allah Ta'ala :
يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ
(Yakaadi'
zaituhaa yudlii-u walau lam tamsashu naarun, nuurun 'alaa nuur).
Artinya
:"Hampir minyaknya meiaancarkan cahaya (sendirinya), biarpun tidak
disinggung api. Cahaya berlapis cahaya ".( An-Nur, ayat 35).
Yang
demikian itu adalah seperti nabi-nabi as. Karena jelas bagi mereka dalam
bathinnya hal-hal yang sulit tanpa belajar dan mendengar yang dinamakan
"ilham".
Hal
yang seperti demikian, dijelaskan oleh Nabi saw. dengan sabdanya :
إن روح القدس نفث في روعي أحبب من أحببت فإنك مفارقه وعش ما شئت فإنك ميت واعمل ما شئت فإنك مجزي به
(Inna
ruuhal qudusi nafatsa fii rau'ii ahbib man ahbabta fainnaka mufaariquhu, wa
'isy- maa syi'ta fainnaka mayyitun wa'mal maa syi'ta fainnaka majziyyun bih).
Artinya :"Bahwa
ruh suci itu mengilhami dalam hatiku : Sayangilah siapa yang engkau sayangi,
sesungguhnya engkau akan berpisah dengan dia! Hiduplah bagaimana yang engkau
kehendaki, sesungguhnya engkau akan mati! Berbuatlah apa yang engkau kehendaki,
sesungguhnya engkau akan dibalasi dengan amal perbuatan itu " (1)
1.
Dirawikan As Syirari dari sahl bin saad Dan At Thabrani Dari Ali , keduanya
Dla'if
Cara
ini dari ajaran malaikat kepada nabi-nabi as. itu, berlainan dengan wahyu yang
jelas. Yaitu mendengar suara dengan pancaindera dari telinga dan melihat
malaikat dengan pancaindera dari mata.
Karena
itulah diterangkan dari hal ini, dengan pengilhaman ke dalam hati. Dan tingkatan
wahyu itu banyak, Membicarakannya tidak layak dalam ilmu muamalah. Karena dia
itu sebahagian dari ilmu mukasyafah.
Janganlah
disangka bahwa dengan mengenai tingkatan-tingkatan wahyu itu, membawa kita
kepada derajat wahyu, Karena tidak jauh perbedaannya dengan seorang dokter yang
mengajari orang sakit, tingkatan-tingkatan kesehatan dan seorang 'alim yang
mengajari orang fasiq, tingkatan-tingkatan keadilan, meskipun dia sendiri
kosong daripadanya.
Maka
ilmu itu satu hal dan adanya yang diketahui itu satu hal pula. Maka tidaklah
tiap orang yang mengetahui tentang kenabian dan kewalian, lalu dia itu nabi dan
wali. Dan tidak pula setiap orang yang mengenai taqwa, dan wara' sampai kepada
yang sekecil-kecilnya, lalu dia itu seorang yang taqwa.
Dan
terbaginya manusia itu kepada orang yang menyadari dari dirinya sendiri dan
mengerti, orang yang tidak mengerti melainkan dengan disadarkan dan diajarkan
dan orang yang tak ada gunanya diajarkan dan juga disadarkan, adalah seperti
terbaginya tanah : ada yang terkumpul padanya air, lalu kuat. Maka dapat
memancarkan beberapa mata air. Ada yang memerlukan kepada penggalian supaya
keluar air ke parit-parit. Dan ada pula yang tidak berguna sama sekali digali,
yaitu tanah kering yang tidak mengandung air. Dan yang demikian itu, karena
berbeda zat tanah mengenai sifat-sifatnya.
Maka
seperti itu pulalah perbedaan jiwa dalam gharizah akal.
Berlebih
- kurangnya akal menurut yang dinukilkan dari agama, dibuktikan oleh riwayat
bahwa Abdullah bin Salam ra. bertanya kepada Nabi saw. dalam suatu pembicaraan
yang panjang. Di mana pada akhirnya Nabi saw.
menyifatkan kebesaran 'Arasy dan para malaikat bertanya kepada Tuhan :
"Hai Tuhan kami'. Adakah Engkau menjadikan sesuatu yang lebih besar dari
'Arasy?".
Maka
menjawab Tuhan : "Ada,
yaitu akal!".
Bertanya
malaikat lagi: "Sampai
di mana batas kebesarannya?".
Menjawab
Tuhan : "Tidak
dapat dihinggakan dengan suatu ilmu pengetahuan. Adakah bagimu pengetahuan
tentang bilangan pasir?".
Menjawab
malaikat itu : "Tidak".
Maka
berfirman Allah Ta'ala : قال الله عز وجل فإني خلقت العقل أصنافا شتى كعدد الرمل فمن الناس من أعطى حبة ومنهم من أعطى حبتين ومنهم من أعطى الثلاث والأربع ومنهم من أعطى فرقا ومنهم من أعطى وسقا ومنهم من أعطى أكثر من ذلك"Sesungguhnya Aku menjadikan akal
itu bermacam-macam, seperti bilangan pasir. Sebahagian manusia ada yang
diberikan sebiji. Sebahagian ada yang diberikan dua biji, ada yang tiga biji
dan empat biji. Diantara mereka ada yang diberikan secupak, ada yang segantang
dan ada pula diantara mereka yang diberikan lebih banyak dari itu". (1.Dirawikan
Ibnul Mahbar dari Anas dengan telengkapnya dan At-Tirmldzi dengan diringkaskan)
Jikalau
anda bertanya, mengapa beberapa golongan dari kaum shufi mencela akal dan apa yang
dipahami oleh akal?.
Mengenai
dengan celaan itu, ketahuilah bahwa sebabnya, ialah karena manusia membawa nama
akal dan apa yang dipahami oleh akal itu, kepada pertengkaran dan perdebatan
tentang soal-soal yang bertentangan dan main mutlak-mutlakan. Yaitu membuat
ilmu kalam.
Maka
kaum shufi itu tidak sanggup menetapkan dengan dalil-dalil dari mereka sendiri
bahwa anda telah bersalah memberi nama itu. Karena cara yang demikian itu tidak
terhapus begitu saja dari hati kaum shufi sesudah demikian berkembang pada
mulut orang banyak dan melekat pada hati. Lalu kaum shufi itu mencela akal dan
apa yang dipahami oleh akal. Yaitu akal yang dinamakan dengan demikian pada
mereka.
Adapun
nur mata hati yang tersembunyi yang dengan nur itu dikenal Allah Ta'ala dan
kebenaran rasul-rasulNya, maka bagaimanakah tergambar mencelanya? Sedangkan
Allah Ta'ala memberi pujian kepadanya? Kalau dicela, maka apalagi sesudah itu
yang dapat dipuji?.
1 Dirawikan Ibnul Mahbar dari Anas dengan telengkapnya dan At-Tirmldzi dengan dirlngkaskan.
Kalau
yang dipuji itu agama, maka dengan apa diketahui kebenaran agama itu? Kalau
diketahui dengan akal yang dicela, yang tak dapat dipercayai itu, maka adalah
agama itu tercela pula. Dan janganlah terpengaruh dengan orang yang mengatakan
bahwa agama itu diketahui dengan 'ainul-yaqin dan nurul-iman, tidak dengan
akal.
Sesungguhnya
kami maksudkan dengan akal itu, ialah apa yang dimaksudkan dengan 'ainul-yaqin
dan nurul-iman tadi. Yaitu sifat bathiniah yang membedakan manusia dari hewan.
Sehingga manusia itu dapat mengetahui hakikat segala sesuatu dengan sifat
bathiniah tersebut.
Kebanyakan
kesalahan itu berkembang dari kebodohan orang-orang yang mencari kebenaran dari
kata-kata saja. Maka tersalahlah mereka dalam kata-kata itu, karena kesalahan
istilah manusia pada kata-kata itu.
Sekedar
ini mencukupilah mengenai penjelasan akal itu! Wallaahu a'lam.
Allah
Yang Maha Tahu!.
Telah
sempurnalah KITAB ILMU dengan pujian dan nikmat Allah Ta'ala.
Rahmat
Allah kepada penghulu kita Muhammad dan kepada tiap-tiap hambaNya yang pilihan
dari penduduk bumi dan langit, di mana akan disambung dengan
KITAB
QAWA'IDIL-'AQAID insya Allah Ta'ala.
والحمد لله وحده أولا وآخرا
Segala pujian untuk Allah Yang Maha Esa pada awalnya dan pada akhimya!.
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
Tiada ulasan:
Catat Ulasan