بسم الله الرحمن الر حيم
إن
الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران
– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Tugas penunjuk jalan kebenaran (mursyid),
PENJELASAN: Tugas-tugas
penunjuk jalan kebenaran (mursyid), yang mengajar (mu'allim).
Ketahuilah bahwa manusia mengenai ilmu
pengetahuannya, mempunyai empat macam keadaan, seperti halnya dalam pengumpulan
harta kekayaan. Karena bagi orang yang berharta, mempunyai keadaan menggunakan
hartanya. Maka dia itu adalah orang yang berusaha dan keadaan menyimpannya dari
hasil usahanya itu. Sehingga jadilah dia seorang yang kaya, tak usah meminta
lagi pada orang lain. Dan keadaan dapat membelanjai dirinya sendiri. Maka
dapatlah ia mengambil manfa'at dari harta kekayaan itu.
Dan keadaan dapat memberikan kepada
orang lain, sehingga ia menjadi seorang pemurah hati, yang dermawan. Dan inilah
keadaan yang sebaik-baiknya.
Maka seperti itu pulalah dengan ilmu
pengetahuan, dapat disimpan seperti menyimpan harta benda.
Bagi ilmu pengetahuan ada keadaan mencari, berusaha, dan keadaan mengkasilkan yang tidak memerlukan lagi
kepada bertanya. Keadaan meneliti
(istibshar), yaitu berpikir mencari yang baru dan mengambil faedah daripadanya.
Dan keadaan memberi sinar cemerlang kepada
orang lain. Dan inilah keadaan yang semulia-mulianya! Maka barangsiapa berilmu,
beramal dan mengajar, maka dialah yang disebut orang besar dalam alam malakut tinggi. Dia Iaksana matahari yang
menyinarkan cahayanya kepada lainnya dan menyinarkan pula kepada dirinya
sendiri. Dia Iaksana kesturi yang membawa keharuman kepada lainnya dan dia
sendiripun harum.
Orang yang berilmu dan tidak beramal
menurut. ilmunya, adalah seumpama suatu daftar yang memberi faedah kepada
lainnya dan dia sendiri kosong dari ilmu pengetahuan. Dan seumpama batu
pengasah, menajamkan lainnya dan dia sendiri tidak dapat memo-tong. Atau
seumpama jarum penjahit yang dapat menyediakan pakaian untuk lainnya dan dia
sendiri telanjang. Atau seumpama sumbu lampu yang dapat menerangi lainnya dan
dia sendiri terba-kar, sebagaimana kata pantun :
"Dia adalah Iaksana sumbu lampu
yang dipasang, memberi cahaya kepada orang Dia sendiri terbakar menyala ".
Manakala sudah mengajar maka berarti
telah melaksanakan pekerjaan besar dan menghadapi bahaya yang tidak kecil. Maka
peliharalah segala adab dan tugas-tugasnya, yaitu :Bersabda Nabi صلى الله عليه
وسلم
Tugas Pertama : mempunyai
rasa belas-kasihan kepada murid-murid dan memperlakukan mereka sebagai anak
sendiri.
إنما أنا لكم
مثل الوالد لولده
(Innamaa ana lakum mitslul waalidi
liwaladihi).
Artinya :"Sesungguhnya aku ini bagimu
adalah seumpama Seorang ayah bagi
anaknya". (1)
Dengan maksudnya, melepaskan
murid-muridnya dari api neraka akhirat. Dan itu adalah lebih penting dari usaha
kedua ibu-bapa, melepaskan anaknya dari neraka dunia.
1.Dirawikan Abu Dawud, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abi Hurairah.
Karena itu, hak seorang guru adalah
lebih besar dari hak ibu-bapa. Ibu-bapa menjadi sebab lahimya anak itu dan
dapat hidup di dunia yang fana ini. Sedang guru menjadi sebab anak itu memperoleh
hidup kekal. Kalau tidak adalah guru, maka apa yang diperoleh si anak itu dari
orang tuanya, dapat membawa kepada kebinasaan yang terus-menerus.
Guru adalah yang memberikan kegunaan
hidup akhirat yang abadi. Yakni guru yang mengajar ilmu akhirat ataupun ilmu
pengetahuan duniawi, tetapi dengan tujuan akhirat, tidak dunia.
Adapun mengajar dengan tujuan dunia,
maka itu binasa dan membinasakan. Berlindunglah kita dengan Allah daripadanya!.
Sebagaimana hak dari anak-anak seorang
ayah, berkasih-kasihan dan bertolong-tolongan mencapai segala maksud, maka
seperti demikianIah kewajiban dari murid'murid seorang guru, berkasih-kasihan
dan sayang-menyayangi.
Hal itu baru ada, bila tujuan mereka
akhirat. Dan kalau tujuannya dunia, maka yang ada tak lain dari berdengki-dengkian
dan bermusuh-musuhan.'
Sesungguhnya para ulama dan
putera-putera akhirat itu adalah orang-orang musafir kepada Allah Ta'ala dan
berjalan kepadaNya, dari dunia. Tahun-tahunnya dan bulan-bulannya adalah
tempat-tempat singgahan dalam perjalanan. Sayang-menyayangi diperjalan an
antara orang-orang yang sama-sama berangkat ke kota, adalah menyebabkan lebih
eratnya hubungan dan kasih sayang. Maka bagaimanakah berjalan ke firdaus tinggi
dan sayang-menyayangi di dalam perjalanannya dan tak ada sempit pada
kebahagiaan akhirat?
Maka karena itu, tak adalah
pertentangan diantara putera-putera akhirat. Sebaliknya dalam mengejar
kebahagiaan duniawi, jalannya tidak lapang. Dari itu senantiasa dalam keadaan
sempit berdesak-desakan. Orang yang menyeleweng dengan ilmu pengetahuannya
untuk menjadi kepala, sesungguhnya telah keluar dari kandungan firman Allah
Ta'ala :
(Innamal mu'minuuna ikhwah).
Artinya :"Sesungguhnya orang
mu'min itu bersaudara".(S. Al-Hujurat, ayat 10).
Dan masuk ke dalam maksud firman Allah
Ta'ala
(Al-akhillaa-u yauma-idzin ba'dluhum
liba'dlin 'aduwwun illal mut-taqiin).
Artinya :"Shahabat-shahabat
pada hari itu, satu dengan yang lain jadi bermusuhan, kecuali dari orang-orang
yang memelihara dirinya dari kejahatan ". .(Zukhruf ayat 67).
Tugas Kedua : bahwa mengikuti
jejak Rasul sawصلى الله عليه وسلم . Maka ia tidak mencari upah, balasan dan
terima kasih dengan mengajar itu. Tetapi mengajar karena Allah dan mencari
kedekatan diri kepada-Nya. Tidak ia melihat bagi dirinya telah menanam budi
kepada murid-murid itu, meskipun murid-murid itu harus mengingati budi baik
orang kepadanya.
Tetapi guru itu harus memandang bahwa
dia telah berbuat suatu perbuatan yang baik, karena telah mendidik jiwa
anak-anak itu. Supaya hatinya dekat kepada Allah Ta'ala dengan menanamkan ilmu
pengetahuan padanya. Seumpama orang yang meminjam-kan kepada anda sebidang
tanah untuk anda tanami didalamnya tanam-tanaman untuk anda sendiri. Maka
faedah yang anda dapati adalah melebihi dari faedah yang diperoleh pemilik
tanah itu. Maka bagaimanakah anda menyebut-nyebut jasa anda itu? Pada hal pahala
yang anda peroleh dari mengajar itu, pada Allah Ta'ala lebih banyak dari pahala
yang diperoleh oleh murid. Dan kalaulah tak ada murid yang belajar, maka anda
tidak akan memperoleh pahala itu.
Dari itu, janganlah diharap pahala
selain dari Allah Ta'ala, seperti firmanNya :
(Wa yaaqaumi laa asralukum alaihi
maalan in ajria illaa 'alallaah). Artinya :
"Hai
kaumku! Aku tiada meminta harta kepada kamu sebagai upah nya, upahku hanyalah
dari Tuhan".
(s. Hud, ayat 29).
Harta dan isi dunia adalah menjadi
pesuruh badan kita. Badan menjadi kendaraan dan tunggangan jiwa. Yang
dikhidmati ialah ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuanlah, jiwa itu
mulia.
Orang yang mencari harta dengan ilmu,
samalah dengan orang yang menyapu bawah sepatunya dengan mukanya supaya bersih.
Dija-dikannya yang dilayani menjadi pelayan dan pelayan menjadi yang dilayani.
Inilah penj ungkir-balikan namanya. Dan
adalah seumpama orang yang berdiri di hari mahsyar bersama orang-orang yang
berdosa. Terbalik kepalanya dihadapan Tuhan.
Pendek kata, kelebihan dan kenikmatan
adalah untuk guru. Maka perhatikanlah, bagaimana sampai urusan agama kepada
suatu kaum, yang mendakwakan bahwa maksudnya dengan ilmu yang ada padanya, baik
ilmu fiqih atau ilmu kalam, baik memberi pelajaran dalam ilmu yang dua tadi
atau lainnya; adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Mereka
menyerahkan harta dan kemegahan serta menerima bermacam-macam penghinaan, untuk
berkhidmat kepada sultan-sultan (penguasa-penguasa), supaya permintaannya
berlaku.
Jikalau mereka tinggalkan yang demikian
itu, niscaya mereka ditinggalkan. Dan tidak akan ada orang yang datang kepada
mereka lagi.
Kemudian, diharap oleh guru dari
muridnya, ban tuan pada tiap-tiap malapetaka, memberi pertolongan kepadanya,
memusuhi mu-suhnya, bangun memenuhi keperluan hidupnya dan duduk ber -simpuh
dihadapannya. Apabila tidak, maka dia memberontak dan muridnya itu menjadi
musuhnya yang terbesar.
Alangkah kotornya orang berilmu, yang
rela untuk dirinya kedudukan yang demikian. Kemudian, ia bergembira dengan itu.
Kemudian, tidak malu mengatakan :
"Maksudku dengan mengajar ialah
menyiarkan ilmu pengetahuan, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menolong
agamaNya".
Maka perhatikanlah segala tanda,
sehingga engkau melihat penipu-an-penipuan yang beraneka ragam itu!
Tugas
ketiga:
bahwa
tidak meninggalkan nasehat sedikitpun kepada yang demikian itu, ialah dengan
melarangnya mempelajari suatu tingkat, sebelum berhak pada tingkat itu. Dan
belajar ilmu yang tersembunyi, sebelum selesai ilmu yang terang. Kemudian
menjelaskan kepadanya bahwa maksud dengan menuntut ilmu itu, ialah mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala.
Bukan karena keinginan menjadi kepala,
kemegahan dan perlombaan. Haruslah dikemuka-kan keburukan sifat-sifat itu
sejauh mungkin! Seorang berilmu yang jahat tidaklah berbuat kebaikan lebih
banyak dari berbuat kejahatan dan kerusakan. Bila diketahui orang yang
bathinnya dengan menuntut ilmu adalah untuk dunia, maka haruslah diperhatikan
kepada ilmu yang dipelajarinya itu. Kalau ilmu itu ilmu khilafiah mengenai
fiqih, berdebat dalam ilmu kalam, berfatwa dalam soal persengketaan dan hukum,
maka hendaklah dice-gah. Karena ilmu pengetahuan tersebut tidak termasuk dalam
ilmu akhirat dan tidak termasuk sebagian dari ilmu yang dikatakan. "Kami
mempelajari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu enggan kalau bukan karena
Allah !'.'
Yang termasuk dalam ilmu akhirat, ialah
ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu-ilmu yang menjadi perpegangan orang-orang
terdahulu, dari ilmu akhirat, ilmu mengenai budi pekerti jiwa dan cara
mengasuhnya.
Apabila ilmu tadi dipelajari oleh
seorang pelajar dengan tujuan duniawi, maka tak mengapa dibiarkan. Karena
membuahkan peng-harapan, bagi pelajar itu nanti, pada pengajaran dan pengikutan
kepada orang ramai. Bahkan kadang-kadang ia sadar di tengah jalan atau diakhir
jalan. Karena padanya ada pengetahuan yang membawa takut kepada Allah Ta'ala,
penghinaan kepada dunia dan peug-hargaan kepada akhirat.
Dan ada harapan besar pelajar itu akan
memperoleh jalan yang benar ke akhirat, sehingga dia memperoleh pengajaran
dengan apa yang diajarinya orang lain. Dan berlakulah kesukaan diterima orang
kata-katanya dan kemegahan, sebagai berlakunya biji-bijian yang ditaburkan di
keliling perangkap,. untuk menangkap burung dengan yang demikian.
Memang demikianlah, diperbuat oleh
Allah pada hambaNya. Karena dijadikanNya nafsu syahwat, supaya makhluk itu
dapat mene-ruskan keturunannya. DijadikanNya pula suka mencari kemegahan, supaya
menjadi sebab, untuk menghidupkan ilmu pengetahuan.
Demikianlah yang kita harapkan pada
ilmu-ilmu tersebut.!!!
Mengenai masalah khilafiah semata-mata,
perdebatan dalam ilmu kalam, pengetahuan ilmu furu' yang ganjil-ganjil, bila
ilmu itu saja yang diperhatikan, sedang yang lainnya dikesampingkan, maka
ha-nyalah menam bahkan kesesatan hati dan kelalaian dari pada Allah Ta'ala.
Serta berkepanjangan dalam kesesatan dan mencari kemegahan.
Kecuali orang-orang yang dinaungi Allah
dengan rahmat-kasihNya. Atau dicampurkan ilmu tadi, dengan ilmu-ilmu yang lain
dari ilmu pengetahuan keagamaan.
Untuk itu tidak dapat kita buktikan,
seperti percobaan dan penyaksian. Dari itu perhatikanlah, renungkanlah dan
selidikilah supaya diperoleh kebenarannya dalam kalangan manusia dan
negeri-negeri! Semoga Allah memberi pertolongan!
Pernah orang melihat Sufyan Ats-Tsuri
gundah-gulana, maka ditanyakan : "Mengapakah tuan hamba demikian?"
Ia menjawab : "Kami ini menjadi
toko, bagi anak-anak dunia. Seorang dari mereka selalu bersama kami, tetapi
apabila telah belajar, lalu diangkat menjadi hakim (kadli), pegawai atau
penguasa''.
Tugas keempat : yaitu termasJk
yang halus-halus dari mengajar, bahwa guru menghardik muridnya dari berperangai
jahat dengan cara sindiran selama mungkin dan tidak dengan cara terus terang.
Dan dengan cara kasih-sayang, tidak dengan cara mengejek. Sebab, kalau dengan
cara terus terang, merusakkan takut murid kepada guru. Dan mengakibatkan dia
berani menentang dan suka menerus-kan sifat yang jahat itu. Nabi
صلى الله عليه وسلم saw.
selaku mursyid segala guru, pernah bersabda :
لو منع الناس عن
فت البعر لفتوه وقالوا ما نهينا عنه إلا وفيه شيء
(Lau muni'an naasu 'an fattil ba'ri
lafattuuhu waqaaluu maa nuhii-naa anhu illaa wa fiihi syaiun).Artinya
:"Jikalau manusia itu dilarang dari menghancurkan taik unta, maka akan
dihancurkannya dengan mengatakan : "Kita tidak dilarang dari perbuatan itu
kalau tak ada apa-apanya". (1)
Keadaan yang tersebut tadi,
mengingatkan anda akan kisah Adam dan Hawa as. serta larangan yang ditujukan
kepada keduanya.
1.Menurut Al-lraqi, dia tidak pernah menjumpai hadits ini. |
Dan tidaklah kisah itu diterangkan
kepadamu untuk menjadi buah pembicaraan di malam hari. Tetapi, untuk engkau
sadari atas jalan ibarat.
Juga dengan sindiran itu, membawa
kepada jiwa utama dan hati suci, untuk memahami tujuan dari sindiran itu. Maka
dengan kei-nginan memperhatikan maksud dari sindiran itu, karena ingin
mengetahuinya, tahulah dia bahwa hal itu tidak boleh lenyap dari perhatiannya.
Tugas kelima : seorang guru
yang bertanggung jawab pada salah satu mata pelajaran, tidak boleh melecehkan
mata pelajaran lain dihadapan muridnya. Seumpama guru bahasa, biasanya
melecehkan ilmu fiqih. Guru fiqih melecehkan ilmu hadits dan tafsir dengan
sindiran, bahwa ilmu hadits dan tafsir itu adalah semata-mata me-nyalin dan
mendengar. Cara yang demikian, adalah cara orang yang lemah, tidak memerlukan
pikiran padanya. Guru ilmu kalam memandang sepi kepada ilmu fiqih dengan
mengatakan, bahwa fiqih itu membicarakan soal furu'. Diantara lain memperkatakan tentang kain kotor wanita. Maka apakah artinya itu, dibandingkan dengan
memperkatakan tentang sifat Tuhan Yang Maha Pengasih?
Inilah budi pekerti yang tercela pada
para guru yang harus dijauhkan!
Sebaliknya, yang wajar hendaklah
seorang guru yang bertanggung jawab sesuatu mata pelajaran, membuka jalan
seluas-luasnya kepada muridnya untuk mempelajari mata pelajaran yang lain.
Kalau dia bertanggung jawab dalam beberapa ilmu pengetahuan, maka hendaklah
menjaga kemajuan si murid dari setingkat ke setingkat!
Tugas keenam : guru harus
menyingkatkan pelajaran menurut tenaga pemahaman si murid. Jangan diajarkan
pelajaran yang belum sampai otaknya ke sana. Nanti ia lari atau otaknya tumpul.
Perhatikanlah akan sabda Nabi saw. :
نحن معاشر الأنبياء أمرنا أن
ننزل الناس منازلهم ونكلمهم على قدر عقولهم
(Nahnu ma'aasyiral anbiyaa-i umimaa
an-nunzilannaasa manaazi-lahum wa nukallimahum 'alaa qadri
'uquulihim).(1)Artinya :"Kami para Nabi disuruh menempatkan
masing-masing orang pada tempatnya dan berbicarra dengan mereka menurut tingkat
yang mereka fahami '
1.Dirawikan hadits ini pada sebahagian dari Abi-Bakar bin Asy-Syukhair dari Umar dan pada Abi Dawud dari A'isyah.
Kembangkanlah kepada murid itu sesuatu
pengetahuan yang mendalam, apabila diketahui bahwa dia telah dapat memahaminya
sendiri.
Bersabda Nabi صلى الله عليه
وسلم:
ما أحد يحدث قوما
بحديث لا تبلغه عقولهم إلا كان فتنة على بعضهم
(Maa ahadun yuhadditsu qauman
bihadiitsin laa tablughuhu uquulu hum illaa kaana fitnatan 'alaa ba'dhihim).(1)
Artinya :"Apabila seseorang berbicara kepada sesuatu golongan tentang persoalan
yang belum sampai otaknya ke sana, maka ia menjadi fitnah kepada sebahagian
dari mereka". (1)
Berkata Ali ra. sambil menunjuk ke
dadanya : "Di sini
terkumpul banyak ilmu pengetahuan, sekjranya dapatlah saya peroleh orang-orang
yang menerimanya ".
Benarlah ucapan beliau itu. Dada
orang-orang baik (al-abrar) adalah kuburan ilmu pengetahuan yang tinggi-tinggi
(al-asrar). Dari itu, tidak wajarlah bagi seorang yang berilmu, menyiarkan
seluruh ilmu pengetahuannya kepada orang. Hal ini, apabila dapat dipahami oleh
yang belajar dan ia belum dapat mengambil faedah dengan ilmunya. Maka betapa
pula terhadap orang yang tidak dapat memahaminya? Berkata Nabi Isa as. : "Janganlah engkau gantungkan mutiara
pada leher babi".
Ilmu hikmah adalah lebih mulia dari
mutiara. Orang yang tidak suka kepada ilmu hikmah, adalah lebih jahat dari
babi. Dari itu dikatakan : sukatlah bagi masing-masing orang, menurut ukuran
akalnya. Dan timbanglah bagi masing-masing orang itu dengan tim-bangan
pahamnya, sehingga selamat dan bermanfa'at. Kalau tidak ada pemahaman, maka
terjadilah pertentangan karena tim-bangan akal berlebih-kurang (salah
pengertian = misunderstanding).
1.Hadits ini, ada kata-katanya dari Al-'Uqaili dan Abu Na'im dari Ibnu Abbas, dengan isnad dla'if.
Ditanyakan setengah ulama tentang suatu
hal. Beliau tidak menjawab, lalu penanya itu bertanya lagi : tidakkah tuan
mendengar sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
من كتم علما
نافعا جاء يوم القيامة ملجما بلجام من نار
(Man katama 'ilman naafi'an jaa- a
yaumal qiyaamati muljaman bilijaamin min naar).
Artinya :"Barang siapa yang
menyembunyikan ilmu yang bermanfa'at, niscaya datang dia pada hari qiamat, pada
mulutnya ada kekang dari api neraka". (1)
Maka menjawablah ulama tersebut:
"Tinggalkanlah kekang itu dan pergilah! Kalau datang kemari orang yang
berpaham dan aku sem-bunyikan juga, maka letakkanlah kekang itu pada
mulutku!".
Berfirman Allah Ta'ala :
(Wa laa tu'tussufahaa-a amwaalakum).
Artinya :"Janganlah kamu
berikan kepada orang-orang yang belum mengerti (masih jahil) harta-harta mereka
yang kamu dijadikan Tuhan pemeliharanya ".(S. An-Nisa', ayat 5).
Firman tersebut sebagai peringatan
bahwa menjaga ilmu pengetahuan dari orang yang merusakkan dan mendatangkan
kemelaratan, adalah lebih utama lagi. Dan tidaklah kurang dzalimnya antara
memberikan kepada yang tidak berhak dan tidak memberikan kepada yang berhak.
Berkata seorang penyair :
"Apakah saya hamburkan mutiara, dihadapan
pengembala domba?
Lalu jadilah dia tersimpan, dalam gudang penternak
hewan?
Mereka itu tidak tahu, akan harga mutiara.
Dari itu saya tak mau, menggantungkannya pada leher
mereka
1.Dirawikan Ibnu Majah dari Abi Sa'id
dengan isnad dla'if.
|
Kalau
kiranya Tuhan, mencurahkan belas kasihan. Lalu kedapatan, ahli ilmu
pengetahuan.
Saya
akan siarkan ilmu berfaedah, saya akan memperoleh cinta mahabbah.
Kalau
tidak begitu.................
biarlah
tersimpan dan tersembunyi dalam dadaku!
Memberikan
ilmu kepada orang bodoh, adalah menyia-nyiakan.
Tak
mau memberikannya kepada yang berhak, adalah menganiayakan.
Tugas ketujuh : kepada seorang
pelajar yang singkat paham, hen-daklah diberikan pelajaran yang jelas, yang
layak baginya. Janganlah disebutkan kepadanya, bahXya di balik yang diterangkan ini, ada
lagi pembahasan yang mendalam yang di simpan , tidak dijelas-kan. Karena, yang
demikian i^u, mengakibatkan kurang keinginan-nya pada pelajaran yang jelas itu
dan mengacau-balaukan pikiran-nya. Sebab menimbulkan dugaan kepada pelajar itu
nanti, seolah-olah gurunya kikir, tak mau memberikan ilmu itu kepadanya.
Sekalian orang menyangka bahwa dirinya
ahli dalam segala ilmu, meskipun yang pelik. Dan tak ada seorangpun yang tak
ingin memperoleh pikiran yang cerdas dari pada Allah Ta'ala. Orang yang paling
dungu dan paling bodoh pun merasa gembira dengan kesempurnaan akal pikirannya.
Dan dengan ini, dapatlah diketahui,
bahwa orang awwam yang terikat dengan ikatan kepercayaan Agama dan meresap
dalam jiwanya 'aqidah yang berasal dari ulama-ulama terdahulu, tanpa membanding
dan mena'wilkan dan dalam pada itu, bathinnya cukup baik dan akalnya tidak
berpikir lebih banyak dari itu, maka tidak sewajarnyalah 'aqidah orang awwam
itu dikacau-balaukan. Tetapi sewajarnyalah dia itu dibiarkan dengan urusannya.
Sebab kalau diterangkan kepada si awwam itu pena'wilan-pena'wilan dari
kedzahiran kata-kata maka terlepaslah apa yang terikat dalam hatinya. Dan tidak
mudah lagi mengikatnya kembali dengan apa yang diikatkan oleh orang yang
tertentu (orang alrkhawwash). Lalu terangkatlah dinding antara si awwam tadi
dan perbuatan ma'siat. Dan bertukarlah dia menjadi setan penggoda, membinasakan
dirinya sendiri dan orang lain.
Bahkan, tidak
layak orang awwam itu dibawa berkecimpung ke dalam ilmu hakikat yang
pelik-pelik. Tetapi, cukupkan saja dengan mengajari peribadatan, mengajari
amanah dalam pekerjaannya sehari-hari. Isikanlah jiwanya dengan keinginan
kepada sorga dan ketakutan kepada neraka, seperti yang tersebut dalam Al-Quran
Suci.
Jangan
dibangunkan pikiran mereka kearah keragu-raguan. Karena mungkin nanti
keragu-raguan itu melekat dalam hatinya dan sukar dilepaskannya. Maka binasalah
dan celakalah dia kesudahannya.
Pendek kata,
tidak wajar pintu pembahasan di buka kepada orang awwam. Sebab dengan itu
membawa kepada kekosongan pekerjaan mereka, yang menjadi sendi dari budi
pekerti dan kekekalan hidup dari orang-orang tertentu.
Tugas kedelapan
: guru itu harus
mengamalkan sepanjang ilmunya. Jangan perkataannya membohongi perbuatannya.
Karena ilmu dilihat dengan mata-hati dan amal dilihat dengan mata-kepala. Yang
mempunyai mata-kepala adalah lebih banyak.
Apabila amal bersalahan dengan ilmu,
maka tercegahlah keadilan. Orang yang mengambil sesuatu, lalu mengatakan kepada
orang lain : "Jangan kamu ambil barang itu, sebab barang itu adalah racun
yang membinasakan!", adalah telah memperkosa hak orang lain. Dia akan kena
tuduhan. Orang semakin bernafsu kepada benda yang dilarang mengambilnya itu,
dengan mengatakan : "Kalau bukanlah benda itu baik dan berharga, masakan
diambilnya!
Dibandingkan guru yang mursyid dengan
para muridnya, adalah seumpama ukiran dari abu tanah dan bayang-bayang dari
kayu. Bagaimanakah abu tanah itu terukir sendiri tanpa benda pengukir dan
kapankah bayang-bayang itu lurus sedang kayunya bengkak?
Karena itu, berkatalah pantun yang
seirama dengan itu :
"Janganlah engkau melarang suatu
pekerti, sedang engkau sendiri melakukannya. Malulah kepada diri sendiri,
dilihat orang engkau mengerjakannya!"
Berfirman Allah Ta'ala :
(Ata' muruunan-naasa bil birri wa
tansauna anfusakum).
Artinya :"Adakah kamu
menyuruh orang lain dengan berbuat baik dan kamu lupakan dirimu sendiri!".(S.
Al-Baqarah, ayat 44).
Karena itulah, dosa orang yang berilmu
mengerjakan perbuatan ma'siat, adalah lebih besar dari dosa orang yang bodoh.
Karena dengan terperosoknya orang yang berilmu, maka terperosoklah orang banyak
yang menjadi pengikutnya.ومن سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها Barang siapa
membuat tradisi yang buruk, maka berdosalah dia dan berdosalah orang yang
menuruti tradisi itu.
Dari itu berkata Ali ra. : "Ada dua orang yang mendatangkan bala
bencana kepada kita, yaitu orang yang berilmu yang tak menjaga kehormatan dan
orang yang bodoh yang kuat beribadah. Orang yang bodoh itu menipu manusia
dengan peribadatannya dan orang berilmu itu menipu manusia dengan kelengahannya
".
Wallahua'lam (Allah Yang Maha Tahu!).
تصنيف
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله
Tiada ulasan:
Catat Ulasan