AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI

Khamis, 10 Januari 2013

Kitab Rahsia Rahsia Puasa


Kitab Rahsia Rahsia Puasa


          
كتاب أسرار الصوم
وهو الكتاب السادس من ربع العبادات
KITAB RAHASIA-RAHASIA PUASA
 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Segala pujian bagi Allah yang telah menganugerahkan kebaikan yang amat besar kepada segala hambaNya, dengan menolakkan tipuan dan kecerdikan setan daripada mereka. Dan menolakkan harapan dan mengecewakan sangkaan dari setan itu. Karena Allah telah menjadikan puasa suatu benteng dan kota pertahanan bagi segala auliaNya. Dan membukakan bagi mereka dengan puasa itu segala pintu sorga. Serta memperkenalkan kepada mereka, bahwa jalan setan kedalam hati segala auliaNya, ialah nafsu yang telah teguh kuat. Dan dengan mencegah segala hawa nafsu itu, maka menjadilah jiwa yang aman tenteram, menampak keperkasaannya dalam menbasmikan musuh nya yang teguh cita-citanya. Dan selawat kepada Muhammad, pemimpin segala makhluk dan yang mempersiapkan sunnah (jalan yang akan ditempuh). Dan kepada kaum keluarga dan para sahabatnya, yang mempunyai pandangan mata yang tembus dan akal pikiran yang kokoh kuat. Kiranya Allah mencurahkan keselamatan yang sebanyak-banyaknya kepada mereka! Kemudian dari itu, bahwa puasa adalah seperempat iman, menurut sabda Nabi saw.
الصوم نصف الصبر
(Ash-shaumu nishfush-shabri). Artinya: "Puasa itu setengah sabar". (1). Dan menurut sabdanya lagi:الصوم نصف الصبر  (Ash-shabni nishful iimaan). Artinya: "Sabar itu setengah iman". (2).
1.Dirawikan At Tirmidzi dari seorang laki-laki dari suku Bani Salim. Dan Ibnu Majah dari Abi.Hurairah.
2.Dirawikan Abu Na'im dari Ibnu Mas'ud dengan sanad baik.

Kemudian, puasa itu memperoleh kedudukan yang istimewa, dengan disandarkan kepada Allah Ta'ala, bila dibandingkan dengan rukun-rukun Islam lainnya. Karena firman Allah Ta'ala, menurut yang diceritakan Nabi صلى الله عليه وسلم.: كل حسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف إلا الصيام ، فإنه لي وأنا أجزي به
(Kullu hasanatin bi-'asyri amtsaalihaa ilaa sab'-i-mi-'ati dli'-fin illash shiyaamu fainnahuulii wa ana ajzii bih).Artinya: 'Tiap-tiap perbuatan baik,pahalanya sepuluh kali, sampai kepada tujuh ratus kali, selain daripada puasa. Maka puasa itu adalah bagiKu dan Aku akan membalasnya (1). 

Berfirman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang-orang yang berhati teguh (sabar) itu akan dibayar pahalanya dengan tiada terbatas". (S. Az-Zumar, ayat 10).

Dan puasa itu, adalah setengah (nishfu) sabar. Maka pahalanya melampaui undang-undang penentuan dan penghitungan. Cukuplah bagi anda untuk mengetahui kelebihannya, akan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Demi Allah yang jiwaku didalam tanganNya! Sesungguhnya bau busuk mulut orang yang berpuasa, akalah lebih harum pada sisi Allah daripada bau kesturi. Berfirman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang yang berpuasa itu meninggalkan hawa nafsu, makanan dan minuman karenaKu. Maka puasa itu untukKu dan Aku akan membalasinya". (2).
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:  للجنة باب يقال له الريال لا يدخله إلا الصائمون وهو موعود بلقاء الله تعالى في جزء صومه "Sorga itu mempunyai sebuah pintu, yang dinamakan "Ar-Rayyan", yang tidak memasuki pintu itu, selain orang-orang yang berpuasa. Dan dijanjikan dengan menjumpai Allah Ta'ala pada balasan puasanya". (3).
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.للصائم فرحتان فرحة عند إفطاره ، وفرحة عند لقاء ربه  "Orang yang berpuasa itu mempunyai dua kesenangan: kesenangan ketika berbuka dan kesenangan ketika berjumpa denga Tuhannya". (4).

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: 'Tiap-tiap sesuatu itu mempunyai pintu. Dan pintu ibadah ialah puasa". Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Tidur orang yang berpuasa itu ibadah".
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: "Apabila masuk bulan Ramadlan, maka terbukalah segala pintu sorga dan terkuncilah segala pintu neraka dan dirantaikan segala setan. Dan berserulah seorang penyeru: "Wahai orang yang ingin berbuat kebajikan! Marilah kamu! Wahai orang yang ingin berbuat kejahatan! Hentikanlah dari kejahatan itu!" (5).
1. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
2. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim, sebagian dari hadits yang lalu.
3. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Saad.
4. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
5. Dirawikan Al Tirmidzi dan katanya, hadits gharib.

Berkata Waki tentang firman Allah Ta'ala: "Kuluu wasyrabuu hanii-an-bimaa aslaftum fil-ayyaamil khaaliyah". Artinya: "Makan dan minumlah dengan penuh kepuasan, disebabkan (perbuatan baik) yang telah kamu kirimkan lebih dahulu dihari yang lampau".—S. Al-Haqqah, ayat 24, adalah yang dimaksudkan dengan hari yang lampau itu, ialah hari-hari puasa. Karena mereka telah meninggalkan padanya makan dan minum.

Telah dikumpulkan oleh Rasulu'Iah صلى الله عليه وسلم. dalam tingkatan membanggakan, diantara zuhud didunia dan puasa, dengan sabdanya: "Bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala membanggakan pada para malaikatNya dengan seorang pemuda yang beribadah banyak dengan firmanNya: "Wahai pemuda yang meninggalkan hawa nafsunya karenaKu, yang menyerahkan kemudaannya bagiKu! Engkau pada sisiKu adalah seperti sebahagian para malaikatKu". (1).

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم. tentang orang yang berpuasa: "Berfirman Allah 'Azza wa Jalla: "Lihatlah wahai para malaikatKu kepada hambaKu yang meninggalkan hawa nafsunya, kesenangannya dan makan minumnya dari karenaKu".
Ada yang mengatakan tentang firman Allah Ta'ala:
فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
(Falaa ta'-lamu nafsun-maa ukhfia lahum min qurratt a'yunin jazaa-an bimaa kaanuu ya'-maluun).Artinya: "Seorangpun tiada mengetahui cahaya mata yang disembunyikan untuk mereka, sebagai pembalasan apa yang telah mereka kerjakan".—S. As-Sajadah, ayat 17, bahwa amalan mereka itu, ialah puasa. Karena Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang berhati teguh (sabar) itu akan dibayar cukup pahalanya dengan tiada terbatas". (S.Az-Zumar, ayat 10). Maka dituangkan bagi orang yang berpuasa, pembalasannya dan dilebihkan dengan kelebihan tanpa takaran. Dan yang demikian itu tidak masuk dibawah sangkaaan dan taksiran.

Maka layaklah adanya yang demikian itu! Karena puasa adalah untukNya dan itu tanda kemuliaan, dengan disangkutkan kepadaNya. Meskipun ibadah itu seluruhnya, adalah untukNya, sebagaimana dimuiiakan sebuah rumah (al-bait), dengan disangkutkan kepadaNya (Baitu'llah), pada hal bumi seluruhnya kepunyaanNya, adalah karena dua pengertian: Pertama: bahwa puasa itu mencegahkan dan meninggalkan. Dan pada puasa itu sendiri ada rahasia. Tak ada padanya perbuatan yang terlihat. Sedang segala amalan ta'at adplah dengan dipersaksikan dan dilihat oleh orang ramai. Dan puasa itu tiada yang melihatnya selain AHah Azza wa Jalla.Dari itu, puasa adalah amalan pada batin dengan kesabaran semata-mata.
1.Dirawikan Ibnu Uda dari Ibnu Mas'ud, dengan sanad dla'if

Kedua: bahwa puasa itu adalah paksaan bagi musuh Allah 'Azza wa Jalla. Sesungguhnya jalan bagi setan-dikutuk oleh Allah dia kiranya-ialah hawa-nafsu. Dan hawa-nafsu itu kuat dengan makan dan minum. Karena itulah, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
 إن الشيطان ليجري من ابن آدم مجرى الدم فضيقوا مجاريه بالجوع
(Innasy-syai thaana layajri minibni Aadama majraddami fadlayyiquu majaariyahu bil-ju).Artinya:'Bahwa setan berjalan dari anak Adam pada tempat jalan darahnya. Maka sempitkanlah tempat jalannya dengan.lapar". (1) Karena itu, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم. kepada 'A'-isyah r.a:,  داومي قرع باب الجنة  Terus meneruslah mengetuk pintu sorga!" Bertanya 'A'-isyah r.a: : بماذا "Dengan apa?" Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلمبالجوع  "Dengan lapar!" (2). Dan akan datang keutamaan lapar pada Kitab Kelobaan Makanan Dan Mengobatinya, dari bahagian (rubu'): Yang Membinasakan. Tatkala puasa itu khususnya adalah pencegahan bagi setan, penghambatan bagi tempat-tempat yang dilaluinya, penyempitan bagi tempat-tempat yang ditempuhnya, maka berhaklah puasa itu dikhususkan penyangkutannya kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Maka pada mencegah musuh Allah itu, adalah menolong (agama) Allah s.w.t. Dan menolong Allah Ta'ala adalah terhenti kepada menolongNya.

Berfirman Allah Ta'ala:
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
(In tanshurUllaaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum). Artinya: "Kalau kamu menolong Allah (agamaNya) tentu Allah akan menolong kamu pula dan mengokohkan tegakmu". (S. Muhammmad, ayat 7).Maka permulaannya, adalah dengan perjuangan dari hamba dan pembalasan dengan petunjuk daripada Allah 'Azza wa Jalla. Karena itulah, berfirman 'Allah Ta'ala:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
(walladziina jaa haduu fiina lanah diyannahum subulanaa).Artinya: "Dan orang-orang yang berjuang dalam (urusan) Kami, niscaya akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami". (S. Al-Ankabut, ayat 69)
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Shafiyah.
2.Menurut Al-lraqi, beliau tidak pernah menjumpai hadits ini.
Dan berfirman Allah Ta'ala: إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم "Sesungguhnya Allah tiada merobah keadaan sesuatu kaum, sebelum mereka merobah keadaan diri mereka sendiri". (S. Ar-Ra'd, ayat 11).Dan bahwasanya perubahan itu ialah: pembanyakan, hawa nafsu. Maka hawa nafsu adalah tempat bersenang-senang dan tempat menjaga diri setan-setan. Maka selama hawa-nafsu itu subur niscaya tidak putus-putus lah setan-setan itu pulang-pergi. Dan selama mereka pulang-pergi, niscaya tidak terbukalah bagi hamba akan kebesaran Allah s.w.t. Dan adalah ia terdinding daripada menjumpaiNya.
Bersabda صلى الله عليه وسلم.:لولا أن الشياطين يحومون على قلوب بني آدم لنظروا إلى ملكوت السموات "Jikalau tidaklah setan-setan itu berkeliling diatas hati anak Adam, niscaya anak-anak Adam itu melihat kealam malakut yang tinggi". (1). Maka dari segi ini, jadilah puasa itu pintu ibadah dan benteng. Dan apabila besar kelebihannya sampai kepada batas ini, maka tak boleh tidak daripada menerangkan syarat-syarat, yang dhahir dan yang batin dengan menyebutkan rukun-rukun, sunat-sunat dan syarat-syaratnya yang batin. Dan kami terangkan yang demikian itu, dengan tiga pasal.
1.Dirawikan Ahmad Dari Abu Hurairah

PASAL PERTAMA: mengenai yang wajib dan sunat, yang dhahir serta yang harus dengan merusakkan puasa. Adapun wajib yang dhahir, enam perkara:
Pertama: mengintip permulaan bulan Ramadlan. Dan yang demikian itu dengan melihat bulan (ru'yah). Jikalau mendung, maka disempurnakan tiga puluh hari daripada bulan Sya'ban. Dan kami maksudkan dengan ru'yah, ialah mengetahuinya. Dan hasil yang demikian itu dengan dikatakan oleh seorang 'adil. Dan tidaklah tetap permulaan bulan Syawal (hilal Syawal), melainkan dengan dikatakan oleh dua orang 'adil. Karena menjagakan (ihtiath)ibadah. Siapa yang mendengar dari seorang 'adil dan ia percaya perkataannya itu, serta berat sangkanya benar, maka haruslah ia berpuasa, walaupun kadli (penguasa atau pejabat Agama) tidak menjalankannya. Maka hendaklah masing-masing hamba mengikuti tentang ibadahnya menurut berat dugaannya (dhannya). Apabila dilihat bulan disebuah negeri dan tidak dilihat dinegeri yang lain dan diantara kedua negeri itu, jauhnya kurang dari dua marhalah, maka wajiblah puasa atas semuanya. Dan kalau lebih dari dua marhalah, niscaya bagi masing-masing negeri itu, hukumnya sendiri. Dan tidaklah kewajiban berpuasa itu, melampaui kepada negeri yang tidak melihat bulan.
Kedua: niat. Dan tak boleh tidak bagi tiap-tiap malam, berniat diwaktu malam (mubayyatah) yang tentu, lagi yakin. Kalau diniatkan berpuasa bulan Ramadlan sekali niat niscaya tidak mencukupi. Dan itulah yang kami maksudkan dengan perkataan kami: tiap-tiap malam. Dan kalau diniatkan pada siang hari, niscaya tidak memadai bagi puasa Ramadlan dan puasa fardlu lainnya, kecuali bagi puasa sunat. Dan itulah kami maksudkan dengan perkataan kami: diwaktu malam (mubayyatah). Kalau diniatkan berpuasa secara mutlak atau diniatkan fardlu secara mutlak, niscaya tidak memadai. Berniatlah: fardlu daripada Allah Azza wa Jalla puasa Ramadlan.
Kalau diniatkan pada malam diragukan (malam syak, apakah ia masih bulan Ramadlan), akan berpuasa besok, jikalau ia dari bulan Ramadlan, niscaya tidak memadai. Karena malam syak itu, tidak yakin. Kecuali disandarkan niatnya kepada perkataan seorang saksi yang 'adil. Dan kemungkinan salah atau bohongnya saksi itu, tidaklah membatalkan keyakinan. Atau disandarkan kepada penyertaan suatu keadaan seperti syak hati pada malam penghabisan dari pada Ramadlan. Maka yang demikian itu, tidak mencegah keyakinan niat. Atau disandarkan kepada ijtihad, seperti orang yang ditahan didalam lubang tanah, apabila berat dugaannya akan masuknya Ramadlan dengan ijtihadnya. Maka keraguannya itu tidaklah mencegahnya daripada niat. Manakala ia ragu pada malam syak, niscaya tidak bermanfa'at akan yakinnya niat denga lisan. Karena niat itu, tempatnya hati dan tidaklah tergambar keteguhan maksud serta keraguan itu. Sebagaimana kalau ia mengatakan dipertengahan bualan Ramadlan: Saya akan puasa esok hari, jika besok itu daripada bulan Ramadlan. Maka yang demikian itu, tidak memberi melarat kepadanya, karena itu merupakan keraguan kata-kata. Dan tempat niat tidaklah tergambar padanya keraguan. Tapi ia yakin, bahwa esok itu daripada bulan Ramadlan.
Siapa yang meniatkan pada malam hari, kemudian ia makan, maka tidaklah merusakkan niatnya. Kalau berniat seorang wanita didalammasa berkain kotor, (didalam haid), kemudian ia suci (habis haidnya), sebelum terbit fajar, niscaya sahlah puasanya.
Ketiga: menahan diri daripada menyampaikan sesuatu kedalam rongga, dengan sengaja, serta teringat puasa. Maka rusaklah puasa dengan makan, minum, memasukkan sesuatu dalam hidung dan memasukkannya dalam lobang dubur (tempat keluar air besar). Dan tidaklah rusak puasa dengan membetik, berbekam, bercelak, memasukkan alat pemakaian celak kedalam telinga dan kedalam al-ihlil (tempat keluar air kecil dari laki-laki atau lobang kecil dari tempat keluar susu wanita). Kecuali diteteskan kedalam al-ihlil, sesuatu yang sampai ketempat air kecil dari seseorang.
Dan apa yang sampai kedalam rongga badan, tanpa sengaja, dari debu jalan atau lalat yang masuk kedalam rongganya atau apa yangmasuk kedalam rongganya dalam berkumur-kumur, maka tidaklah membukakan puasa. Kecuali apabila ia bersangatan dalam berkumur-kumur, maka membukakan puasa. Karena ia teledor salah sendiri. Dan itulah yang kami maksudkan dengan perkataan kami: sengaja.
Adapun teringat puasa, maka kami maksudkan, diluar dari orang yang lupa. Maka tidaklah membukakan puasa bagi orang yang tupa. Orang yang makan dengan sengaja pada dua tepi siang, kemudian ternyata baginya, bahwa ia telah makan pada siang hari dengan sebenarnya, maka haruslah ia meng-qadla-kan puasa itu. Dan jikalau masih dalam hukum dhan dan ijtihadnya, maka tidak wajib qadla. Dan tidak seyogialah memakan pada dua tepi siang, selain dengan memperhatikan dan ijtihad.
Keempat; menahan diri daripada bersetubuh. Dan batas bersetubuh ialah masuknya ujung kemaluan laki-laki (al-hasyafah). Jikalau bersetubuh karena lupa maka tidak membukakan puasa. Jika bersetubuh pada malam hari atau bermimpi (ber-ihtilam), lalu datang waktu subuh sedang ia berjanabah (berhadats-besar) itu, maka tidak membukakan puasa. Dan kalau terbit fajar, dimana ia sedang bercampur dengan isterinya, lalu terus dilariknya, sahlah puasanya. Tetapi jika ia bertahan, niscaya rusaklah puasanya dan wajib ia memberikan kafarat puasa.
Kelima: menahan diri daripada mengeluarkan mani (al-istimna'). Yaitu mengeluarakan mani dengan sengaja, dengan bersetubuh atau tanpa bersetubuh. Maka yang demikian itu membukakan puasa. Dan tidaklah membukakan puasa dengan memeluk isterinya dan tidak pula dengan tidur bersama, selama tidak inzal (keluar mani karena dorongan syahwat). Tetapi yang demikian itu makruh, kecuali ia orang tua atau dapat mengendalikan dirinya. Maka dalam hai yang demikian, tidak mengapa berpelukan. Dan meninggalkannya, adalah lebih utama. Apabila ia takut dari berpelukan akan inzal, maka berpeluk ia dan keluarlah maninya maka yang demikian itu membukakan pjiasa,karena salahnya sendiri (taqshir)
Keenam: menahan diri daripada mengeluarkan muntah. Maka mengeluarkan muntah itu, merusakkan puasa. Dan jika termuntah, maka tidaklah merusakkan puasanya. Apabila ia menelan dahak dari kerongkongannya atau dadanya, niscaya tidaklah merusakkan puasanya. Karena merupakan suatu kelapangan (rukhshah), lantaran meratanya bahaya yang demikian itu. Kecuali ditelannya, setelah sampai kemulutnya, maka yang demikian itu membukakan puasa.
Adapun yang harus dilaksanakan dengan terbukanya puasa itu, empat perkara: men-qadlakan, memberi kafarat, memberi fid-yah dan menahan diri pada siang hari itu, untuk nenyerupakan diri dengan orang yang berpuasa.
Tentang qadla, maka wajibnya adalah umum atas tiap-tiap muslim mukallaf, yang meninggalkan puasa dengan halangan ('udzur) atau tanpa halangan.
Wanita yang berkain kotor (ber-haidl), meng-qadla-kan puasa. Dan begitu pula orang yang murtad (orang yang keluar dari agama Islam, kemudian kembali kedalam Islam, maka haruslah meng-qadlakan puasanya). Adapun orang kafir, anak dibawah umur dan orang gila, maka tak adalah qadla diatas mereka. Dan tidaklah disyaratkan berturut-turut dalam neng-qadla-kan puasa Ramadlan. Tetapi di-qadla-kan menurut kehendak dari yang meng-qadla-kan, bercerai-cerai atau berkumpul berturut-turut. Tentang kafarat, maka tidak wajib, kecuali disebabkan oleh bersetubuh. Adapun mengeluarkan mani, makan, minum dan. selain daripada bersetubuh, maka tidaklah wajib kafarat.
Kafarat, ialah memerdekakan seorang budak. Jika sukar, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan jika tidak sanggup, maka memberikan makanan enam puluh orang miskin, satu mud (secupak) untuk seorang. Tentang menahan diri dari siang hari itu yang masih ada, maka haruslah terhadap orang yang berdosa dengan berbuka itu atau bersalah pada berbuka. Dan tidaklah harus atas wanita yang berhaid, apabila datang sucinya, menahan diri dari sisa harinya itu. Dan tidak pula atas orang musafir, apabila tiba kembali dari bermusafir yang sampai dua marhalah itu dalam keadaan berbuka (tidak berpuasa).
Dan wajiblah menahan diri, apabila naik saksi melihat bulan, seorang adil pada hari-syak. Berpuasa dalam bermusafir adalah lebih utama daripada berbuka, kecuali apabila tidak sanggup. Dan jangan berbuka pada hari keluar bermusafir, dimana ia tadinya bermukim pada permulaan safarnya (perjalanannya). Dan jangan pula berbuka pada hari kedatangan kembali, apabila ia datang dari perjalan itu dengan berpuasa.
Tentang fid-yah, maka wajiblah atas wanita hamil dan wanita yang menyusukan, apabila keduanya berbuka, lantaran takut membawa melarat kepada anaknya. Fid-yah itu diwajibkan untuk tiap-tiap hari satu mud gandum (atau beras) untuk seorang miskin, serta meng-qadta-kannya. Dan orang yang sudah terlalu tua, apabila tidak berpuasa, maka bersedekah tiap-tiap hari satu mud.
Adapun sunat, maka enam perkara: mengemudiankan sahur, menyegerakan berbuka dengan tamar atau air sebelum shalat, meninggalkan menggosok gigi(bersugi) sesudah zawal (gelincir matahari), bermurah hati didalam bulan Ramadlan, karena keutamaan-keutamaan yang telah diterangkan pada zakat dahulu. Bertadarus AI-Quran dan ber-i'tikaf dalam masjid, lebih-lebih pada sepuluh yang akhir daripada bulan Ramadlan. Karena yang demikian, adalah kebiasaan Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
"Adalah Rasul صلى الله عليه وسلم. apabila masuk sepuluh yang akhir, lalu melipatkan tikar, mengikatkan pinggang dan telah membiasakan dirinya dan keluarganya yang demikian (untuk melakukan ibadah)". (1). Artinya: berkekalan menegakkan ibadah.
Karena pada sepuluh yang akhir itu, terdapat malam Lailatul-qadar. Dan yang lebih kerap-kali, Lailatul-qadar itu pada malam yang ganjil dari sepuluh yang akhir. Dan malam yang ganjil yang lebih mendekati, ialah malam satu (21), malam tiga (23), malam lima (25) dan malam tujuh (27). Dan berturut-turut dalam ber-i'tikaf ini adalah lebih utama. Jika bemadzar (berhajat) akan mengerjakan i'tikaf berturut-turut atau meniatkan berturut-turut, niscaya putuslah berturut-turutnya dengan. keluar dari masjid, tanpa ada kepentingan. Seperti kalau ia keluar untuk berkunjung pada orang sakit (iyadah) atau menjadi saksi atau mengantarkan janazah (mayat) atau berziarah atau membaharukan bersuci. Dan jikalau keluar untuk membuang air, niscaya tidak putus i'tikaf. Dan boleh ia berwudlu' dirumah dan tidak seyogianya ia meningkat kepada urusan lain.
"Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم. tidak keluar, kecuali untuk keperluan manusia (membuang air besar atau air kecil). Dan ia tidak menanyakan dari hal orang sakit, kecuali melaluinya saja". (2).
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Aisyah
2.Dirawikan Bukhari dan Muslim Dari Aisyah

Dan putuslah berturut-turut, disebabkan bersetubuh. Dan tidak putus dengan berpeluk. Dan tidak mengapa didalam masjid memakai bau-bauan, melakukan perkawinan ('aqad-nikah), makan. tidur dan membasuh tangan pada tempat basuh tangan, Semuanya ini kadang-kadang diperlukan dalam melakukan i'tikaf berturut-turut itu. Dan tidak terputus berturut-turut dengan mengeluarkan sebahagian badan. "Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم. mendekatkan kepalanya, lalu disisirkan rambutnya oleh 'A'isyah r.a., sedang 'A'isyah berada didalam kamar". (2). Manakala orang yang melakukan i'tikaf (mu'takif) itu, keluar untuk menunaikan keperluannya (melakukan qadla-hajat, membuang airbesar atau airkecil), lalu apabila ia kembali seyogialah mengulang kembali niatnya. Kecuali apabila ia telah berniat pada mulanya, sepuluh hari umpamanya. Meskipun begitu, yang lebih baik, niat itu diperbarui.
PASAL KEDUA: mengenai rahasia-rahasia puasa dan syarat-syarat batiniyahnya.
Ketahuilah. bahwa puasa itu tiga tingkat: puasa umum, puasa khusus dan puasa yang khusus dari khusus (lebih khusus lagi). Adapun puasa umum. maka yaitu mencegah perut dan kemaluan dari pada memenuhi keinginannya. sebagaimana telah lalu penguraiannya. Adapun puasa khusus, maka yaitu pencegahan pendengaran, penglihatan. lidah. tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya daripada dosa. Adapun yang khusus dari khusus, maka yaitu puasa hati daripada segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah "Azza wa Jalla secara keseluruhan. Dan hasillah berbuka daripada puasa ini, dengan berpikir pada selain Allah 'Azza wa Jalla dan hari akhirat dan dengan berpikir tentang dunia. Kecuali dunia yang dimaksudkan untuk Agama. Maka yang demikian itu, adalah sebagian daripada perbekalan akhirat dan tidaklah termasuk dunia. Sehingga berkatalah orang-orang yang mempunyai hati: "Barangsiapa tergerak cita-citanya, dengan bertindak pada siang-harinya untuk memikirkan bahan pembukaan puasanya, niscaya dituliskan suatu kesalahan kepadanya. Karena yang demikian itu, termasuk kurang kepercayaan dengan kumia Allah 'Azza wa Jalla dan kurang yakin dengan rezeki yang dijanjikan".
Inilah tingkat nabi-nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang muqarrabin. Dan tak panjanglah pandangan mengenai pengurainnya secara perkataan, tetapi mengenai penyelidikannya secara pelaksanaan. Karena itu adalah menghadapkan cita-cita sejati kepada Allah Azza wa Jalla. Dan berpaling daripada selain Allah s.w.t. dan memakai akan pengertian firman Allah 'Azza wa Jalla:
 قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ
(Qulillaahu tsumma dzarhum fii khaudlihim yal abuun). Artinya: Katakanlah Allah., Kemudian biarkanlah mereka main-main dengan percakapan kosongnya". (S. Al-An'aam, ayat 91). Adapun puasa khusus, yaitu puasa orang-orang shalih. Yaitu: mencegah segala anggota badan dari dosa. Dan kesempurnaannya adalah dengan enam perkara:
Pertama: memicingkan mata dan mencegahnya daripada meluaskan pandangan kepada tiap-tiap yang dicela dan dimakruhkan dan kepada tiap-tiap yang membimbangkan dan melaiaikan hati daripada mengingati Allah "Azza wa Jalla. Bersabda Nabi  صلى الله عليه وسلم
النظرة سهم مسموم من سهام إبليس لعنه الله ، فمن تركها خوفا من الله آتاه الله عز وجل إيمانا يجد حلاوته في قلبه
(Annadhratu sahmun masmuumunmin sihaami Ibliisa la"-anahu!laahu faman tarakahaa khaufan minalluuh: iiataahullaahu "Azza wa Jalla iimaanan yajidu halaawatahu fiiqalbih), Artinya: "Pandangan itu adalah panah yang beracun dari panah-panah Iblis yang telah kena kutukan Allah. Maka barangsiapa meninggalkan pandangan, karena takut kepada Allah, niscaya didatangkan oleh Allah 'Azza wa Jalla kepadanya keimanan, yang diperolehnya kemanisan didalam hatinya". (1). Diriwayatkan oleh Jabir dari Anas, dari Rasulu llah صلى الله عليه وسلم. bahwa ia bersabda:
خمس يفطرن الصائم : الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة
(Khamsun yufthirnash shaa-ima al-kadzibu wal-ghfi-batu wan namiimatu wal yamiinul kaadzibatu wannadhrubi syah-wah).Artinya: "Lima perkara membukakan puasa dari orang yang berpuasa: berdusta, mengupat, menjadi lalat-merah. bersumpah palsu dan memandang dengan nafsu". (2).

Kedua: menjaga lidah daripada perkataan yang sia-sia, berdusta, mengupat, menjadi lalat-merah, berkata keji,berkata yang merenggangkan hubungan, kata permusuhan, kata yang mengandung ria. Dan mengharuskan berdiam diri serta menggunukan waktu untuk berzikir kepada Allah s.w.t. dan membaca Al-Quran.
1.Dirawikan Al HakimDari Huzaifah, Dan sahih isnadnya.
2.Dirawikan AlJabir dari Anas ,KataAbu Hatim ArRazi,Hadis ini Bohong.
Inilah puasa lisan! Berkata Sufyan: "Mengupat itu merusakkan puasa", diriwayatkan ini oleh Bisyir bin Al-Harits daripadanya. Diriwayatkan oleh Lits dari Mujahid: "Dua perkara merusakkan puasa: mengupat dan membohong". Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : "Sesungguhnya puasa itu benteng. Apabila seorang dari kamu berpuasa, maka janganlah berkata keji dan jahil. Dan kalau ada orang yang menyerang atau memakinya maka hendaklah ia mengatakan: "Aku ini berpuasa! Aku ini berpuasa!" (1). Tersebut pada hadist: "Bahwa dua orang wanita mengerjakan puasa pada masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم .Lalu 'diserang keduanya oleh kesangatan lapar dan haus pada akhir siang, sehingga hampirlah keduanya binasa. Lalu keduanya mengirim utusan kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. memohon keizinan berbuka. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. mengirimkan kepada keduanya sebuah wadah, seraya mengatakan kepada utusan itu: "Katakanlah kepada kedua wanita itu:"Muntahkanlah kedalam wadah ini, apa yang telah engkau makan!" Maka muntahlah seorang dari keduanya setengah wadah darah semata dan daging mentah. Dan yang seorang lagi muntah seperti itu juga, sehingga penuhlah wadah itu dengang muntah keduanya. Maka heranlah manusia dari yang demikian itu. Lalu bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Keduanya ini telah berpuasa daripada apa yang dihala.lkan oleh Allah untuk keduanya dan berbuka dengan apa yang diharamkan oleh Allah kepada keduanya. Yang seorang duduk bersama yang lain, mengupati manusia. Maka inilah apa yang dimakan oleh keduanya dari daging manusia itu!". (2).

Ketiga: mencegah pendengaran daripada mendengar tiap-tiap yang makruh. Karena tiap-tiap yang haram diucapkan maka haram mendengarnya. Karena itulah, disamakan oleh Allah Ta'ala antara orang yang mendengar dan yang makan haram. Berfirman Allah Ta'ala:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
(Sammaa-'uuna lilkadzibi akkaaluuna lissuht).Artinya: "Mereka orang-orang yang suka mendengar untuk berdusta dan memakan yang haram. (S. Al-Maidah, ayat 42). Dan berfirman Allah Ta'ala:
لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ
(Laulaaa yanhaa-humur rabbaniyyuuna wa! ahbaaru'an qaulihimui itsma wa aklihimussuht).
Artinya: "Mengapa mereka tidak dilarang oleh ahli-ahli keTuhanan dan pendeta-pendeta dari mengucapkan perkataan dosa dam memakan yang haram?". (S Al-Maidah, ayat 63).
1 Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
2. Dirawikan Ahmad dari 'Ubaid, sanadnya tidak diketahui.

Maka berdiam diri mendengar upatan adalah haram. Berfirman Allah Ta'ala: "Bahwa kamu, jadinya seperti mereka". (S. An-Nisa, ayat 104). Dan karena itulah, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Yang mengupat dan yang mendengar, adalah berserikat dalam dosa". (1).
Keempat: mencegah anggota-anggota tubuh yang lain dari segala dosa. Dari tangan dan kaki dan dari segala yang makruh serta mencegah perut dari segala harta syubhat, waktu berbuka. Maka tidak ada arti puasa, yaitu ia mencegah daripada makanan yang halal, kemudian berbuka dengan makanan yang haram. Lalu serupalah orang yang berpuasa ini, seperti orang yang membangun sebuah istana dan meruntuhkan kota. Bahwa makanan yang halal itu, sesunggguhnya memberi melarat dengan banyaknya, bukan disebabkan macamnya. Maka berpuasa itu, adalah menyedikitkannya. Dan orang yang meninggalkan memperbanyak obat karena takut daripada kemelaratannya, maka apabila beralih kepada memakan racun, adalah dungu. Dan yang haram itu, adalah racun yang membinasakan agama. Dan yang halal adalah obat, yang bermanfaat sedikitnya dan memberi melarat banyaknya. Dan maksud dari berpuasa itu, ialah menyedikitkannya.
Telah bersabda Nabi  صلى الله عليه وسلم    :    كم من صائم ليس له من صومه إلا الجوع والعطش
(Kammin shaa-imin laisa lahuumin shaumihi illal ju-'u wal'athasyu). Artinya: "Banyaklah orang yang berpuasa, yang tidak ada baginya daripada puasanya itu, selain lapar dan haus". (2).

Maka ada orang yang mengatakan yaitu: orang yang berbuka dengan yang haram. Dan ada yang mengatakan, yaitu: yang menahan diri daripada makanan yang halal dan berbuka dengan daging manusia dengan pengupatan. Dan itu, adalah haram. Dan ada yang menyatakan, yaitu: orang yang memelihara anggotanya dari dosa.
Kelima: bahwa tidak membanyakkan makanan yang halal waktu berbuka, dimana rongganya penuh melimpah. Maka tidak adalah karung yang lebih dimarahi Allah 'Azza wa Jalla daripada perut yang penuh dengan yang halal. Bagaimanakah dapatnya memperoleh faedah daripada puasa, memaksakan musuh Allah dan menghancurkan hawa nafsu, apabila diperoleh oleh yang berpuasa ketika berbuka, apa yang tidak diperolehnya pada siang hari? Kadang-kadang bertambah lagi, dengan berbagai macam warna makanan, sehingga berjalanlah kebiasaan dengan menyimpan segala macam makanan itu untuk bulan Ramadlan. Maka dimakanlah segala makanan itu didalam bulan Ramadlan, apa yang tidak dimakan dalam bulan-bulan ini.
1.Dirawikan At Thabrani dari ibnu umar dengan sanad Dlaif,
2.Dirawikan AnNasa i dari Ibnu Majah Dari Abu Hurairah.

Dan dimaklumi, bahwa maksud dari berpuasa, ialah mengosongkan perut dan menghancurkan hawa-nafsu, untuk menguatkan jiwa kepada bertaqwa. Apabila perut ditolak daripada makanan, dari pagi hari sampai sorenya, sehingga periit itu bergolak keinginannya dan bertambah kuat kegemarannya, kemudian disuguhkan dengan makanan yang lazat-lazat dan kenyang, niscaya bertambahlah kelazatan dan berlipatgandalah kekuatannya serta membangkitlah dari nafsu syawat itu, apa yang diharapkan tadinya tenang, jikalau dibiarkan diatas kebiasaannya. Maka jiwa dan rahasia puasa, ialah melemahkan kekuatan yang menjadi jalan setan dalam mengembalikan kepada kejahatan. Dan yang demikian itu, tidak akan berhasil, selain dengan menyedikitkan makanan. Yaitu: memakan makanan yang dimakan tiap-tiap malam jikalau tidak berpuasa.


Apabila dikumpulkan apa yang dimakan pada pagi hari, kepada apa yang dimakan pada malam, maka tidaklah- bermanfaat dengan puasanya itu. Bahkan sebahagian daripada adab berpuasa, tidak membanyakkan tidur pada siang hari, sehingga dirasainya lapar dan haus. Dan dirasainya lemahnya kekuatan. Maka jernihlah ketika itu hatinya serta bcrkekalanlah pada tiap-tiap malam sekedar kelemahan, sehingga ringanlah mengerjakan sholat tahajjud dan wirid-wiridnya. Maka semoga setan tidak mengelilingi hatinya, lalu dapat ia memandang kealam tinggi.
Dan malam Lailatu'l-qadar, adalah malam yang terbuka padanya sesuatu dari alam malakut. Dan itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta'ala:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
(Innaa anzalnaahu fiilailatilqadr). Artinya: "Sesungguhnya (Al-Quran) itu, kami turunkan pada malam Lailatu'l-qadar (malam kemuliaan)", (S. Al-Qadr, ayat 1). Barang siapa menjadikan diantara hatinya dan dadanya, tempat penampung makanan, maka dia terhijab daripadaNya. Dan barangsiapa mengosongkan perutnya, maka yang demikian itu belum mencukupi untuk mengangkatkan hijab, sebelum cita-citanya kosong, dari selain Allah 'Azza wa Jalla. Dan itulah urusan seluruhnya. Dan pangkal semuanya itu, ialah menyedikitkan makanan. Dan akan datang untuk itu, penjelasan lebih lanjut dalam Kitab Makanan, insya Allah 'Azza wa Jalla.
Keenam: adalah hatinya sesudah berbuka, bergantung dan bcrgoncang diantara takut dan harap. Karena ia tidak mengetahui, apakah puasanya diterima, maka dia menjadi sebahagian orang muqarrabin atau ditolak, maka dia menjadi sebahagian orang yang tercela (mamqutin). Dan hendaklah ada seperti demikian. pada akhir tiap-tiap ibadah, yang baru selesai dikerjakan!
Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Abi'l Hasan Al-Bashry, bahwa ia melewati suatu kaum, yang sedang tertawa besar. Maka ia berkata: "Bahwa Allah 'Azza wa Jalla menjadikan bulan Ramadlan, tempat persembunyian bagi makhlukNya, dimana mereka tetap padanya mcntaatiNya. Maka dahululah suatu kaum, lalu mereka memperoleh kemenangan dan tertinggallah beberapa kaum, lalu merugilah mereka. Maka heran sekali bagi orang yang tertawa, yang bermain-main pada hari, dimana padanya memperoleh kemenangan orang yang telah dahulu dan merugi padanya orang-orang yang berjalan sia-sia. Demi Allah kalau terbukalah tutup. sungguh akan bekerja orang baik dengan berbuat kebaikan dan orang jahat dengan berbuat kejahatan. Artinya: "Adalah kegembiraan orang yang diterima amalannya, menjauhkan dia daripada bermain-main. Dan kesedihan hati orang yang tertolak amalannya, menutupkan baginya pintu ketawa".
Dari Al-Ahnal bin Qais, bahwa orang mengatakan kepadanya: "Bahwa tuan seorang yang sudah sangat tua dan puasa itu, melemahkan tuan".
Menjawab Al-Ahnaf: "Saya menyediakan puasa itu untuk perjalanan jauh. Dan bersabar diatas menta'ati Allah صلى الله عليه وسلم adalah lebih mudah daripada bersabar dari azab Nya".
Maka inilah segala  pengertian batiniyah dalam puasa
Kalau anda berkata. bahwa orang yang menyingkatkan saja dengan pencegahan keingingan perut dan kemaluan serta meninggalkan segala pengertian ini, maka telah berkata segala ulama fiqih,bahwa puasanya sah, maka apakah artinya itu? Maka ketahuilah, bahwa para ulama fiqih dhahiriah adalah menetapkan syarat-syarat dhahiriyah dengan dalil-dalil, yang lebih lemah dari dalil-dalil yang telah kami-sebutkan dalam syarat-syarat batiniyah itu. Lebih-lebih tentang pengupatan dan semua yang menyamainya. Tapi tidaklah kepada para fuqaha' dhahiriah itu diberatkan, selain apa yang mudah kepada umum orang yang lalai, yang menghadapkan dirinya kepada dunia, yang masuk dibawahnya.

Adapun ulama akhirat, maka mereka bersungguh-sungguh dengan sahnya itu akan diterima. Dan dengan diterima, akan sampai kepada yang dimaksud. Mereka memahami, bahwa yang dimaksudkan dengan puasa, ialah berakhlak dengan salah satu dari akhlak Allah 'Azza wa Jalla, yaitu: tempat meminta dan mengikuti malaikat, tentang pencegahan dari hawa-nafsu sedapat mungkin. Para malaikat itu, suci dari segala hawa nafsu. Dan manusia, derajatnya adalah diatas derajat hewan, karena kesanggupannya degan nur-akal, menghancurkan hawa-nafsunya. Dan kurang dari derajat malaikat, karena berkuasa hawa-nafsunya padanya. Serta ia dicoba dengan perjuangan menghadapi hawa-nafsu itu. Sewaktu manusia itu terjerumus kedalam hawa-nafsu maka ia menurun ketingkat yang paling bawah dan berhubungan dengan lumuran hewan. Dan sewaktu ia mencegah diri dari hawa-nafsu, niscaya terangkatlah ia ketingkat yang paling inggi dan berhubunganlah ia dengan tingkatan malaikat. Dan malaikat itu berdekatan dengan Allah 'Azza wa Jalla. Dan yang mengikuti para malaikat serta menyerupakan diri dengan peri-lakunya maka berdekatanlah ia dengan Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana dekatnya para malaikat itu. Karena menyerupai dengan orang yang dekat itu, maka menjadi dekat. Dan tidaklah dimaksudkan dengan dekat disitu, dengan tempat, tetapi dengan sifat. Apabila inilah rahasia puasa pada para ahli akal dan ahli hati, maka apakah faedahnya mengemudiankan su^tu makan dan mengumpulkan dua makan ketika malam. serta membenamkan diri didalam hawa-nafsu yang lain sepanjang hari? Dan kalaulah bagi yang seperti ini, ada faedahnya, maka apakah artinya sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Berapa banyak orang yang berpuasa, yang tak ada puasanya, selain daripada lapar dan haus?" (1)"
Karena inilah, berkata Abu'd-Darda': "Alangkah baiknya tidur dan berbuka orang-orang yang pandai! Bagaimanakah mereka tidak mencela puasa dan tidak tidur malam orang-orang jahil? Sebiji sawi dari orang yang berkeyakinan dan bertaqwa, adalah lebih utama dan lebih kuat dari pada seperti berbukit ibadah daripada orang-orang yang tertipu dengan dirinya. Dan karena itulah. berkata sebagian ulama: "Berapa banyak orang yang berpuasa, berbuka dan berapa banyak orang yang berbuka, berpuasa? Orang yang berbuka berpuasa, ialah orang yang meniaga segala anggota tubuhnya dari dosa. ia makan dan minum. Dan orang yang berpuasa berbuka, ialah orang yang lapar dan haus dan melepaskan segala anggota tubuhnya. Dan barang siapa memahami akan arti dan rahasianya puasa, niscaya mengetahui, bahwa seumpama orang yang mencegah dirinya dari makan dan bersetubuh dan berbuka dengan bercampur aduk dengan dosa, adalah seperti orang yang menyapu salah satu dari pada anggotanya pada wudlu', dengan tiga kali. Maka sesungguhnya telah sesuai pada dhahir bilangannya, kecuali ia telah meninggalkan yang penting, yaitu: membasuh. Maka shalatnya tertolak lantaran kejahilanannya. Dan seumpama orang yang berbuka puasa dengan makan dan ia mengerjakan puasa dengan segala anggota tubuhnya daripada segala yang makruh, adalah seperti orang yang membasuh segala anggota wudlu'nya sekali-sekali, maka shalatnya diterima insya Allah, Karena nya ia berpegang pada pokok, meskipun ia meninggalkan taman. Dan seumpama orang yang mengumpulkan diantara keduanya, adalah seperti orang yang membasuh tiap-tiap anggota wudlu'nya, tiga-tiga kali, maka ia telah mengumpulkan diantara pokok dan kelebihan. Dan itu, adalah kesempurnaan namanya. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Bahwa puasa itu amanah, maka hendaklah dipelihara oleh seseorang kamu akan amanahnya". (1) Sewaktu Nabi صلى الله عليه وسلم. membaca firman Allah 'Azza wa Jalla:
 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
(Innallaaha ya-'murukunyan tuaddul amaanaati ilaa ahlihaa.) Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah (barang-barang kepercayaan) kepada yang punya". (S. An-Nisaa', ayat 58), lalu Nabi صلى الله عليه وسلم. meletakkan tangannya atas pendengaran dan penglihatannya, seraya bersabda: "Pendengaran itu amanah dan penglihatan itu amanah".
Jikalau tidaklah itu daripada amanah puasa, maka tidaklah Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Maka hendaklah ia mengatakan: bahwa aku ini berpuasa". Artinya: bahwa aku simpankan lisanku supaya aku memeliharakannya. Maka bagaimanakah ia aku lepaskan dengan menjawab akan perkataan engkau? Jadi, telah teranglah, bahwa bagi tiap-tiap ibadah itu mempunyai dhahir dan batin, kulit dan isi. Dan kulitnya itu mempunyai beberapa derajat dan bagi tiap-tiap derajat mempunyai beberapa lapisan. Maka kepadamulah sekarang, untuk memilih, apakah engkau cukupkan dengan kulit saja, tanpa isi atau engkau berpihak mencemplungkan diri kepada para ahli isi!
PASAL KETIGA: tentang amalan sunat dengan puasa dan susunan wirid padanya Ketahuilah, bahwa kesunatan puasa itu, dikuatkan pada hari-hari yang utama. Keutamaan hari-hari itu, sebagian terdapat pada tiap-tiap tahun, sebahagian terdapat pada tiap-tiap bulan dan sebagian lagi pada tiap-tiap minggu. Adapun yang dalam setahun sesudah hari-hari bulan Ramadlan, maka yaitu: hari 'Arafah, hari 'Asyura, sepersepuluh pertama dari bulan Zulhijjah dan sepersepuluh pertama dari bulan Muharram. Semua Bulan Haram (2), adalah tempat berat dugaan bagi puasa. Yaitu waktu-waktu yang utama. "Dan adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . membanyakkan puasa bulan Sya'ban, sehingga disangka orang bahwa beliau dalam bulan Ramadlan". (3).
1.Dirawikan Al Kharaiti dari ibnu masud,isnad baik
2.Bulan Haram iaitu empat bulan dalam setahun . zulkaedah,zulhijjah,muharram dan rejab dinamakan demikian kerana diharamkan berperang padanya.
3.Dirawikan Bukhari Dan Muslim Dari Aishah
Dalam hadits tersebut: "Puasa yang lebih utama sesudah bulan Ramadlan, ialah puasa pada bulan Allah, Muharam". (1).Karena bulan Muharam itu, permulaan tahun. Maka membangunnya diatas kebajikan, adalah lebih disunatkan dan diharapkan berkekalan berkatnya.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Puasa sehari dari bulan haram, adalah lebih utama daripada tigapuluh hari bulan lainnya. Dan puasa sehari dari bulan Ramadlan, adalah lebih utama dari tigapuluh hari dari bulan haram".(2)


Pada hadits tersebut: "Barangsiapa berpuasa tiga hari dari bulan haram yaitu: Kamis, Jum'at dan Sabtu, niscaya dituliskan oleh Allah baginya tiap-tiap hari, sebagai ibadah sembilanratus tahun". (3).

Pada hadits tersebut: "Apabila telah berada senishfu (lebih dari limabelas hari) dari bulan Sya'ban, maka tak ada puasa lagi, sehingga Ramadlan" (4).
Karena itulah disunatkan berbuka (tidak berpuasa) sebelum Ramadlan beberapa hari. Kalau disambungkannya Sya'ban dengan Ramadlan, maka boleh (jaiz) juga. Dikerjakan yang demikian, oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم sekali dan dipisahkannya diantara Sya'ban dan Ramadlan (dengan tiada berpuasa) banyak kali. Dan tiada jaiz, dimaksudkan menerima Ramadlan, dengan dua atau tiga hari puasa, kecuali bertepatan dengan wiridnya. Dimakruhkan oleh sebagian Shahabat diambil bulan Rajab untuk berpuasa seluruhnya sehingga tiada menyerupai dengan bulan Ramadlan. Maka bulan-bulan yang utama itu, ialah bulan Zulhjjah, Muharram, Rajab dan Sya'ban dan bulan haram, yaitu: Zulkaedah, Zulhijjah, Muharam dan Rajab. Satu tunggal dan tiga berturut-turut. Dan yang lebih utama dari bulan haram itu, ialah bulan Zulhijjah, karena padanya ibadah hajji, beberapa hari yang dimaklumi dan yang dikirakan. Bulan Zulkaedah, adalah sebagian dari bulan haram dan sebagian dari bulan-bulan hajji. Dan bulan Syawal, adalah sebahagian dari bulan-bulan hajji dan tidaklah ia termasuk bulan haram. Bulan Muharam dan bulan Rajab, tidaklah sebahagian dari bulan-bulan hajji. Dalam hadits tersebut:
"Tiadalah dari hari-hari yang berbuat amalan padanya, yang lebih utama dan lebih dikasihi Allah 'Azza wa Jalla, dari hari-hari sepuluh Zulhijjah. Bahwa berpuasa sehari padanya, adalah menyamai dengan puasa setahun. Berbuat ibadah shalat satu malam daripadanya, menyamai dengan mengerjakan ibadah shalat pada malam Lailatu'l-qadar. Lalu orang bertanya: "Dan tiadakah jihad pada jalan Allah Ta'ala?"
1.Hadis Ini Dirawikan Dari Abu Hurairah
2.Menurut AlIraqiBeliau tidak pernah menjumpai hadis ini.
3.Dirawikan Al Azdi dari Anas termasuk Dlaif.
4.Dirawikan Ibnu hibban dari Abu hurairah ,Hadith Sahih.
Maka Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab: "Dan tiadalah jihad pada jalan Allah 'Azza wa Jalla, selain orang yang diletihkan kudanya dan ditumpahkan darahnya" (1).
Adapun puasa yang berulang-ulang dalam sebulan. maka yaitu awal bulan, pertengahan dan akhir bulan. Dan pertengahannya, ialah hari-hari putih (terang-benderang siang-malam), yaitu: tangga tigabelas, empat belas dan limabelas.
Adapun yang berulang-ulang dalam seminggu, maka yaitu: hari Senin, Kamis dan Jum'at. Maka inilah hari-hari yang utama, disunatkan padanya berpuasa dan memperbanyak kebajikan, karena berlipat-ganda pahalanya dengan barakahnya waktu-waktu tersebuL
Adapun puasa suntuk masa, maka adalah melengkapi bagi keseluruhannya serta tambahannya. Dan bagi orang-orang yang berjalan pada jalan Allah (orang-orang suluk atau salikin), padanya beberapa jalan. Diantara mereka, ada yang memakruhkannya, karena telah datang beberapa hadits yang menunjukkan kepada makruhnya.
Dan yang shahih (lebih sah), sesungguhnya dimakruhkan karena dua perkara:
Pertama: bahwa tiada berbuka pada dua hari raya dan hari-hari tasyriq, maka itu adalah suntuk masa seluruhnya.
Kedua: bahwa dengan berpuasa suntuk masa itu, adalah tidak menyukai sunnah tentang berbuka. Dan orang yang selalu berpuasa itu, menjadikan puasa suatu larangan terhadap dirinya. Sedang Allah s.w.t. menyukai supaya dilaksanakan keentengan yang dianugerahiNya, sebagaimana menyukai dilaksanakan segala kemauanNya. Maka apabila sesuatu daripada itu tidak ada dan melihat kebaikan bagi dirinya dalam berpuasa suntuk masa, maka hendaklah dikerjakannya yang demikian. Sesungguhnya telah dikerjakan itu oleh segolongan Shahabat dan tabi'in. Diridlai Allah kiranya mereka itu sekalian. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم. dalam apa yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy'ari: "Barangsiapa berpuasa dalam masa seluruhnya, niscaya disempitkan kepadanya neraka jahanam dan dinomori sembilanpuluh". Artinya, tak ada baginya dalam neraka jahanam itu tempat.
Dan kurang dari itu, ada derajat yang lain. Yaitu: puasa setengah masa, dengan cara, ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Yang demikian itu, adalah sangat memberatkan bagi diri dan lebih kuat memaksakannya. Dan telah datang mengenai kelebihannya, banyak hadits, karena hamba padanya, adalah diantara puasa sehari dan syukur sehari. Telah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Didatangkan kepadaku kunci-kunci gudang dunia dan tempat simpanan dibumi, maka aku kembalikan semuanya. Dan aku mengatakan: Aku lapar sehari dan aku kenyang sehari. Aku memuji akan Engkau. apabila aku kenyang dan aku merendahkan diri kepada Engkau, apabila aku lapar". (2).
1.Dirawikan Ibnu Majah dari Abu Hurairah (2) Dirawikan At Tirmidzi dariAbi Amamah

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Yang lebih utama puasa, ialah puasa saudaraku Daud. Adalah ia berpuasa sehari dan berbuka sehari". (1). Dan daripada itulah "turun tangan Nabi صلى الله عليه وسلم. pada Abdullah bin Umar r.a. mengenai puasa, dimana Abdullah mengatakan: "Bahwa saya sanggup lebih banyak dari itu". Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم"Puasalah sehari dan berbukalah sehari!" Lalu Abdullah menyambung; "Bahwa aku bermaksud lebih baik dari itu!" Maka bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Tidak ada yang lebih baik dari itu!" (2).
Diriwayatkan "bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . tiada berpuasa sekalikali sebulan penuh, selain daripada bulan Ramadlan". (3).
Dan siapa yang tiada sanggup berpuasa setengah masa itu maka tak apalah dengan sepertiganya. Yaitu, dia berpuasa sehari dan berbuka duahari. Dan apabila berpuasa tiga hari dari awal bulan, tiga hari ditengah dan tiga hari dipenghabisannya, maka itu adalah sepertiga dan jatuh dalam waktu-waktu yang utama. Dan jika berpuasa Senin, Kamis dan Jum'at, maka itu mendekati dengan sepertiga.
Apabila telah jelas waktu-waktu keutamaan, maka yang sempurana ialah dipahami oleh orang banyak akan pengertian puasa. Dan bahwa maksudnya, ialah membersihkan hati dan menuangkan segala cita-cita bagi Allah "Azza wa Jalla. Orang yang memahami dengan yang halusnya dari kebatinan, melihat ia akan segala hal-ikhwalnya. Kadang-kadang dikehendaki oleh keadaannya akan berkekalan puasa dan kadang-kadang dikehendaki akan berkekalan berbuka. Dan kadang-kadang dikehendaki niencampurkan berbuka dengan puasa.
Apabila telah dipahami akan artinya dan telah dipastikan akan batasnya dalam menempuh jalan akhirat dengan muraqabah hati, niscaya tiada tersembunyi kepadanya kebaikan hatinya. Dan itu. tidak mengharuskan tertib yang terus-menerus.

Dan karena itulah, diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Adalah berpuasa, sehingga dikatakan orang, ia tiada berbuka. Dan ia berbuka, sehingga ia dikatakan orang tiada berpuasa. Dan ia tidur, sehingga dikatakan orang ia tiada bangun dan ia bangun, sehingga dikatakan orang ia tiada tidur". (4). Dan adalah yang demikian itu, menurut apa yang terbuka baginya dengan nur kenabian, dari pada menunaikan segala hak waktu. Para ulama memandang makruh membuat berturut-turut diantara berbuka lebih banyak daripada empat hari, karena penghargaan dengan hari raya dan hari-hari tasyriq.
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abdullah Bin Amr.
2. Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abdullah Bin Amr
3.DirawikanBukhari dan muslim dari Aishah
4.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Aisyah dan ibnu Abbas

Ulama-ulama itu, menyebutkan, bahwa yang demikian mengkesatkan hati, melahirkan keburukan adat kebiasaan dan membukakan pintu-pintu hawa-nafsu. Dan demi umurku, benarlah seperti yang demikian pada pihak kebanyakan manusia, lebih-lebih orang yang memakan sehari semalam dua kali.Inilah yang kami maksudkan menyebutkannya dari tertib susunan puasa sunat.
Wa'llahu A'lam bish-shawab?

Allah yang mahatahu dengan kebenaran! Telah tammat Kitab Rahasia-Rahasia Puasa. Dan segala pujian bagi Allah dengan segala tempat pujiannNya semuanyaa, apa yang kita ketahui dari padanya dan apa yang tidak kira ketahui diatas segala ni'matNya seluruhnya, apa yang kita ketahui daripadanya dan apa yang tidak kita ketahui.

Rahmat Allah kepada penghulu kita Muhammad, keluarganya dan sahabatnya,serta sejahtera dan mulia dan kepada tiap-tiap hamba pilihan dari penduduk bumi dan langit.

Akan diiringi insya Allah Ta'ala dengan Kitab Rahasia-Rahasia Hajji. Dan Allah yang menolong, tak ada Tuhan lain daripadaNya.
Dan tak adalah taufik bagiku, selain dari Allah. Mencukupilah bagi kami Allah dan sebaik-baik tempat menyerahkan diri.

تصنيف
حجة الإسلامالإمام أبي حامد الغزالي
وهو أبو حامد محمد بن محمد بن محمد الغزالي
الطوسيتغمده الله برحمتهومعه تخريج الحافظ العراقي رحمه الله

Tiada ulasan:

Catat Ulasan